Aku berjalan ke dalam ruang rapat, lalu bertemu dengan Taufan yang sudah tidak aku temui selama setengah bulan. Aku saja tidak tahu sejak kapan dia kembali ke Kota Reva. Sementara itu, tampak ada Cynthia berwajah serius sedang duduk di sampingnya.Aku diam-diam berpikir, sepertinya masalah hari ini tidaklah gampang untuk dilalui. Jika mereka salah paham kepadaku, tidak ada gunanya juga aku menjelaskan.Cynthia melirik orang-orang yang sedang melakukan analisis. Pada akhirnya tatapannya tertuju pada wajahku, dia menatapku dengan tatapan menghina.“Bu Maya, silakan jelaskan apa yang terjadi kepada kami!” Nada bicara Cynthia tergolong sangat tenang, tapi aku tahu. Semakin dia bersikap seperti ini, semakin besar cobaan yang akan datang.Aku berdeham, lalu menjelaskan kronologis masalah. Kemudian, aku menyuruh Shea untuk menyerahkan denah ke tangan Cynthia.Setiap peserta rapat juga mendapat denah dengan data yang salah. Aku sudah mempersiapkannya dengan matang. Aku juga mengatakan tidak ad
Tatapanku langsung tertuju pada diri Fara. Dia yang ditatap olehku merasa tidak leluasa. Dia pun membelalakiku dengan kesal, lalu menunduk kembali menatap denah.“Aku memang nggak bisa menjamin denah ini sudah tersebar ke luar atau nggak. Karena aku bukan hanya memberikan denah itu ke Departemen Proyek kalian saja ….” Aku membalas pertanyaan Taufan, “Semua ini … memang adalah kelalaianku!”“Permisi, Bu Maya, jadi siapa lagi yang pernah menyentuh denah itu?” tanya Taufan dengan ketus.Ketika mendengar pertanyaan Taufan, hatiku terasa sangat hangat. Jelas sekali, Taufan sedang menyemangatiku untuk melanjutkan omonganku. Ponselku tiba-tiba berdering.“Aku pernah menyerahkan laporan uji, petunjuk, denah, dan sertifikat ke Departemen Perencanaan kalian!”Semua orang di Departemen Perencanaan Bright Celestial sangatlah arogan. Tentu saja, mereka memang berhak untuk bersikap arogan. Sebab, ada banyak bangunan simbolis terkenal adalah hasil desain mereka.Jadi, mana mungkin mereka mengizinkan
Gerakan ini mengejutkan semua orang. Sebenarnya pesan ini baru saja dikirim oleh Mario kepadaku. Ketika melihat isi pesan ini, aku tahu pasti ada petunjuk baru. Tentu saja aku tidak akan melewatkan kesempatan untuk mengungkapkannya.“Jadi, aku nggak usah merepotkan Bright Celestial lagi.” Aku menyimpan ponselku. “Setelah aku mencari tahu apa yang terjadi setelah paket itu dikirim, aku pasti akan beri penjelasan kepada kalian semua.”Aku mengangkat-angkat alisku sembari melihat ke sisi Taufan.“Mengenai pekerjaan selanjutnya, mohon bantuan teknisi Departemen Proyek Bright Celestial untuk memastikan denah final. Aku akan mengutus orang untuk mengantarnya ke Sandy.”Nada bicaranya menjadi lembut. Cynthia juga tidak bisa berkata lain lagi.Namun, aku merasa ada yang harus diperjelas, “Tentu saja, mengenai siapa yang harus bertanggung jawab atas kerugian kali ini, kalau semua ini tanggung jawab Aurous Construction, aku pasti nggak akan berkata lain. Semuanya, permisi, aku pamit dulu!”Seusa
Aku kembali ke perusahaan, langsung pergi mencari Danny untuk memberinya tugas.Kebetulan dia juga memberiku laporan pemeriksaan.Aku sungguh terkejut dengan laporan itu. Cepat sekali! Tidak dipungkiri, efektivitas kerja Danny memang nomor satu.Danny malah berkata padaku dengan sangat serius, “Kak Maya, kamu jangan gembira terlalu cepat. Ini hanyalah informasi yang tidak ditemukan masalahnya sama sekali. Hanya saja, firasatku mengatakan ada yang aneh.”Kami sedang menyelidiki Luna. Semua latar belakang Luna tertera lengkap di atas laporan. Dimulai dari tanggal lahir, tanggal kematian orang tua, tanggal diadopsi, tanggal mulai bersekolah ….”“Iya, di sini ….” Danny menunjuk memperlihatkannya kepadaku. “Jelas-jelas semuanya sudah tertera dengan jelas sewaktu SD dulu, dia bersekolah di sekolah ternama di Negara Baustrilia. Tapi tidak ditemukan satu pun fotonya pada masa itu.” Danny mengungkapkan kecurigaannya.“Aku baru menemukan selembar fotonya di saat SMP! Di dalam kolom hobinya tertu
“Kapan kamu pulangnya? Kenapa aku nggak tahu?” Aku kegirangan hingga langsung bertanya.“Sudah masalah dua hari lalu!” Nada bicara Taufan terdengar sangat datar. Aku pun merasa agak kecewa. Sepertinya aku memang tidak penting. Aku tidak perlu tahu keberadaannya.Seketika suasana hatiku menjadi semakin kecewa lagi. Tanpa perlu bertanya, dia langsung berkata padaku, “Kamu tidak perlu ikut campur dalam masalah itu. Kamu hanya perlu urus kerjaanmu saja.”“Apa maksudmu?” Aku agak tidak gembira.“Apa kamu kurang kerjaan?” Taufan tidak menjawab pertanyaanku, melainkan kembali bertanya. Nada bicaranya sangatlah ketus. Sepertinya suasana hatinya tidak begitu bagus.Aku tidak berbicara lagi, langsung mengakhiri panggilannya. Biar dia tahu bagaimana rasanya panggilan ditutup.Setelah menunggu beberapa saat, dia malah tidak meneleponku lagi. Aku pun merasa agak kecewa.Sepatah kata, satu gerakan, maupun satu tatapan, semuanya dapat berpengaruh. Contohnya seperti sekarang, suasana hatiku seketika m
Di jendela luar, sebuah mobil Maybach hitam sedang berhenti di depan pintu clubhouse. Sesosok bayangan tubuh yang tinggi muncul di depan mataku. Lelaki itu memiliki postur yang gagah dan menarik, dengan penampilan yang memikat. Celana panjang hitam membaluti kaki panjang dan lurus. Dua kancing terbuka di bagian leher kemeja hitam, menampakkan kulit indahnya.Rambut hitam lelaki itu disisir dengan rapi. Wajahnya terhalang kacamata hitam yang menonjolkan ciri-ciri wajah yang tajam. Dia melepaskan kacamata hitamnya, menampakkan wajah yang tampan dan anggun. Tidak ada yang bisa menandingi kesempurnaan lelaki ini.Keberadaan bagai dewa saja, yang menarik perhatian banyak orang.Si lelaki membukakan pintu, lalu menggandeng tangan seorang wanita yang berpakaian agak lebai. Dikatakan berlebihan karena dia mengenakan kacamata hitam, syal, dan juga masker.Hanya saja, tubuhnya sangatlah seksi. Wanita ini pasti bukanlah Luna.Si wanita menuruni mobil dengan lenggak-lenggok. Dia merangkul lengan s
Aku membasuh wajahku dengan air untuk menyembunyikan kedua mata yang semakin memerah.Hana memanggil anggur, lalu memberiku segelas. Setelah menyesapnya, aku merasa lebih tenang saat ini.Aku menggunakan handuk untuk menutupi wajahku, lalu berkata kepada mereka, “Kalian ngobrol dulu. Aku ingin rebahan sebentar!”“Kenapa kerjaanmu hari ini cuma tidur doang sih? Tadi kamu ketiduran di mobil. Sekarang kamu masih ingin tidur lagi?” Fanny menyindirku, “Ada apa sama kamu?”“Belakangan ini terlalu banyak masalah. Aku capek sekali! Kamu ngertiin aku, ya!” Aku menutup wajahku dengan handuk sembari berbicara. Air mata malah menetes, berbaur dengan tetesan air di wajahnya.Fanny juga tidak mempersulitku lagi. Dia melanjutkan obrolannya dengan Hana. Setelah aku berusaha menenangkan diriku, baru menyingkirkan handuk di wajahku.“Nggak tidur lagi?” Fanny meminum alkohol, lalu melihatku dengan tersenyum. “Haish, jujur saja, artis yang aku katakan tadi agak mirip sama kamu! Tapi, kamu lebih cantik dar
“Dia mirip kan sama kamu?” Fanny bertanya padaku. “Dulu, kesanku terhadapnya tergolong bagus. Aku merasa dia mirip sama kamu, jadi aku pun merasa dekat sama dia. Tapi sekarang … sialan! Sombong sekali ….”Ucapan Fanny membuat jantungku berdegup kencang. Sebelumnya mereka mengatakan aku mirip dengan Alina. Sekarang aku juga mirip sama Yvonne? Tidak! Seharusnya Yvonne juga mirip dengan Alina.Kesimpulannya, Taufan masih memendam perasaan mendalam terhadap Alina. Dia tidak akan melepaskan semua wanita yang mirip dengan Alina. Dia sedang mencari bayangan tubuh Alina dari tubuh wanita-wanita itu, seperti aku dan juga Yvonne.Sepertinya Taufan sedang mencari penggantinya Alina. Sebelumnya dia pernah bersamaku, mungkin setelah mencobanya, dia merasa tidak cocok.Aku pun tersenyum, lalu menyesap gelas anggur. Dia bertanya dengan sangat tenang, “Si Yvonne ini sudah terkenal berapa lama?”“Baru saja, nggak sampai dua bulan! Anehnya, dia bisa tenar secara tiba-tiba!” ucap Fanny dengan kesal.Dua
Aku menenangkan diri untuk sesaat. Kemudian, aku menyalakan mobil dan perlahan-lahan meninggalkan jalan kecil itu. Dari persimpangan di depan, aku kembali ke jalan utama. Pada saat ini, kemacetan sudah agak mendingan. Aku langsung bergegas pulang ke rumah.Ibuku langsung merasa lega begitu melihatku sudah sampai di rumah. Dia buru-buru mulai memasak makanan. Jarang sekali aku bisa makan bersama mereka di rumah seperti ini.Begitu mendengar jika aku ingin makan di rumah, kedua orang tuaku langsung menunggu kepulanganku. Ibuku mengatakan, makanan yang paling enak adalah makanan yang baru dimasak.Setelah makan malam, aku menelepon Fanny dan bertanya apakah dia sedang ada di rumah. Fanny mengatakan jika dirinya baru saja sampai di rumah. Oleh karena itu, aku mengajak Adele jalan-jalan dan pergi menemui Fanny.Sudah beberapa hari aku tidak bertemu dengan Fanny. Begitu melihatku, Fanny langsung menanyakan tentang Taufan. Aku hanya bisa menggelengkan kepala tanpa daya.Fanny mengatakan, akhi
Entah kenapa, pada saat itu, punggungku terasa dingin dan merinding. Aku merasa ngeri saat memikirkannya. Bayangkan saja, manusia yang masih hidup dan baik-baik saja ditabrak mobil hingga tewas saat dalam perjalanan menemui diriku. Mungkinkah semua ini hanya kebetulan belaka?Selain itu, dia hanya ingin menyampaikan informasi mengenai Taufan kepadaku. Hanya sebuah informasi. Akan tetapi, apakah semua itu harus ditebus dengan mengorbankan nyawanya? Bagaimana mungkin orang yang begitu lembut itu sekarang dibilang sudah meninggal …Semua ini makin membuatku mengerti jika situasinya tidaklah sesederhana itu.Melihat Danny yang buru-buru pergi, makin aku memikirkannya, makin aku merasa jika ada yang tidak beres. Kenapa polisi tidak menanyakan apa pun mengenai Taufan kepadaku? Bukankah itu adalah pertanyaan yang paling penting? Apakah mungkin bagi mereka untuk mengabaikan pertanyaan sepenting itu?Selain itu, jika sudah dipastikan bahwa sopir mobil karavan kecil itu mabuk dan Bastian meningg
Yang datang ke kantorku adalah dua petugas berseragam polisi.Hal ini membuatku agak terkejut dan bingung. Apa yang menyebabkan polisi mendatangiku di kantor?Aku mempersilakan mereka untuk duduk dan menatap mereka. Salah satu dari mereka bertanya kepadaku dengan sangat serius, “Bolehkah aku bertanya padamu? Apa kamu kenal Bastian Luzman?”“Siapa?” Aku agak bingung dan langsung menyangkalnya. “Aku nggak kenal.”Petugas polisi itu langsung menatapku dengan tajam. Jelas, dia tidak percaya dengan jawabanku. Kemudian, dia melirik rekannya dan berkata, “Mana fotonya?”Polisi satunya buru-buru mengeluarkan foto dari tas kerja yang dipegangnya dan menyerahkannya kepadaku. “Perhatikan baik-baik orang yang ada di foto ini.”Aku menerima foto tersebut dengan kedua tanganku dan melihat orang yang ada di foto itu. Dia adalah seorang pria. Wajahnya terlihat cukup tampan. Sepertinya dia adalah seorang mahasiswa yang masih berusia sekitar 20 tahun.Aku menggelengkan kepalaku dan berkata dengan tegas,
Orang yang meneleponku itu adalah seorang pria asing. Dia memintaku untuk menemuinya seorang diri. Pria itu mengatakan bahwa dia punya informasi mengenai Taufan.Aku menanyakan siapa dirinya. Namun, pria itu langsung menutup teleponnya. Akan tetapi, dia mengirimkan pesan kepadaku, berupa sebuah alamat. Sepertinya, alamat tersebut merupakan lokasi di mana kami akan bertemu nanti.Tanpa berpikir panjang, aku langsung mengambil tasku dan turun ke bawah.Setelah mengatur navigasi, aku langsung menuju ke tempat yang dia sebutkan sebelumnya. Hatiku merasa cemas. Dalam beberapa hari terakhir, inilah pertama kalinya aku mendengar ada seseorang yang memberitahuku bahwa dia memiliki informasi mengenai Taufan.Aku bahkan tidak memikirkan apakah informasinya itu benar atau salah. Sekalipun salah, aku tetap ingin mendengar apa yang ingin dia katakan. Setidaknya, itu lebih baik daripada aku tidak tahu apa-apa.Dalam beberapa hari terakhir, kecelakaan mobil yang menimpa Taufan seakan-akan tidak perna
Hatiku langsung berdebar kencang saat melihat nama yang muncul di layar ponselku adalah nama Luna.“Luna, kalau kamu mau bicara omong kosong, sebaiknya hentikan saja. Aku sedang malas berurusan denganmu.” Aku mengangkat telepon dan langsung berkata kepada Luna. “Informasi mengenai Taufan, kalian mau mengatakannya atau nggak, aku pasti akan tetap mengetahuinya.”“Hahaha … Kak Maya, kayaknya kamu benar-benar cemas.” Luna terlihat aneh saat mengetahui kecemasanku. Sikapnya begitu menyenangkan. “Kayaknya Kakak marah besar.”“Kayaknya kamu lagi nggak ada kerjaan ya?” Setelah berkata seperti itu, aku langsung menutup teleponnya. Aku tahu betul. Makin aku memedulikannya, Luna akan makin menjadi-jadi.Benar saja. Ponsel di tanganku kembali berdering. Aku menahan diri dan baru mengangkatnya setelah berdering beberapa kali. “Jangan menguji kesabaranku.”“Hahaha … Kak Maya, aku cuma ingin memberitahumu kalau dia baik-baik saja. Sungguh.” Nada bicara Luna menyiratkan jika dia bersukacita atas musi
Bagai membuka pintu misterius, aku buru-buru melangkahkan kakiku dan masuk ke dalam. Aku memeriksa setiap ruangan yang ada, tetapi tidak ada seorang pun di sana.Sampai-sampai seorang perawat membentakku dengan tegas, “Apa yang kamu lakukan? Ini ruang steril. Bagaimana kalian bisa masuk ke sini? Cepat keluar!”Aku mencengkeramnya dengan satu tanganku. “Kalau begitu, katakan padaku. Di mana orang yang barusan kalian selamatkan? Bagaimana keadaannya?”“Cepat keluar! Orang yang diselamatkan apa? Banyak yang kami selamatkan.” Perawat itu berusaha melepaskan diri dari cengkeramanku dan mendorong kami keluar. “Cepat keluar!”“Pak Taufan. Pak Taufan yang barusan kalian selamatkan. Bagaimana keadaannya?” Aku masih belum mau menyerah.Perawat itu terlihat marah dan langsung mendorongku keluar. “Aku nggak tahu.”Kemudian, pintu dibanting dengan keras sampai berbunyi ‘brak’ dan terdengar suara kunci pintu yang diputar dari dalam.Aku bersandar di dinding dengan putus asa dan agak hilang akal. Aku
Tatapanku menjadi tegang. Jantungku kembali berdegap kencang. Aku mengulurkan tanganku dan mendorong Luna yang menghalangi di depanku. Luna terhuyung-huyung dan hampir jatuh tersungkur beberapa langkah ke samping. Aku tidak peduli. Aku buru-buru berlari menuju koridor. Namun, para pengawal berpakaian hitam itu tetap saja menghalangiku.Aku melihat dokter sedang menjelaskan sesuatu kepada Cynthia di depan pintu. Akan tetapi, aku sama sekali tidak bisa mendengar apa yang mereka bicarakan.Tidak sampai dua menit, dokter itu sudah berbalik dan kembali masuk ke ruang gawat darurat. Yang bisa kulihat hanyalah sarung tangan yang dikenakannya berlumuran darah yang mengerikan.Mataku tertuju pada Cynthia. Aku melihat Cynthia masih berdiri di tempatnya dengan tatapan kosong. Ekspresinya sangat aneh. Aku tidak tahu apakah yang disampaikan dokter tadi adalah kabar baik ataukah kabar buruk.Cynthia tertegun untuk waktu yang lama, sebelum akhirnya mengatakan sesuatu kepada Fara yang ada di belakangn
Telepon berdering untuk waktu yang lama sebelum akhirnya Danny mengangkatnya. Aku berkata kepada Danny dengan suara bergetar, “Danny … kamu di mana? Tolong selidiki …. Sesuatu terjadi pada Taufan …. Dia mengalami kecelakaan mobil di jalan tol menuju bandara …”“Jangan khawatir, Kak Maya. Aku sudah langsung menyelidikinya begitu mendapat kabar.” Mungkin, karena mendengar suaraku yang tidak jelas, Danny pun menghiburku. “Kakak ada di mana?”“Aku di rumah sakit.” Aku menarik napas dalam-dalam. “Ceritakan hasil penyelidikanmu padaku.”“Itu pasti. Jaga diri Kakak baik-baik. Apa Kak Maya ingin aku menyuruh Shea untuk menemani Kakak di rumah sakit?” tanya Danny kepadaku. Mungkin saja dia merasa jika suasana hatiku sedang tidak baik.“Aku nggak apa-apa,” jawabku cepat-cepat. Kemudian, aku bertanya kepada Danny, “Apa kamu tahu bagaimana kondisi cedera yang dialami Taufan?”Di ujung telepon, Danny terdiam selama beberapa saat. Kemudian, dia berkata, “Menurut para saksi mata … lukanya sangat para
Wajah Cynthia tampak begitu muram dan menakutkan. Dia duduk jauh di sana sambil menegakkan punggungnya. Matanya menyiratkan aura ganas, yang sama sekali tidak terdapat kehangatan di dalamnya. Mata Cynthia itu membuatku tanpa sadar teringat pada posisi seekor ular sebelum melancarkan serangan pada musuhnya.Kejam, ganas, dan menakutkan.Aku menenangkan diri sebentar. Sebenarnya, saat melihat Cynthia, aku sudah yakin jika orang di dalam ruangan itu pastilah Taufan. Rasa takut yang belum pernah kurasakan sebelumnya memenuhi dadaku. Aku kembali menatap pintu ruang gawat darurat yang tertutup rapat dan berdoa dalam hati agar tidak terjadi apa-apa.“Kenapa? Apa kamu mau membuat keributan dengan datang kemari?” Nada bicara Cynthia begitu dingin. Matanya yang bagaikan elang terus saja menatap wajahku.Aku menarik napas dalam-dalam, menggertakkan gigiku, dan berjalan menghampirinya. Seketika itu juga, aku bisa merasakan apa yang dirasakan orang yang ada dalam ruangan itu. Hal tersebut langsung