Menantu Tegas, Ipar Panas, Mertua Lemas143. POV GALUH (Bagian A)POV GALUHSaat melihat Ellen menangis di dalam kamar aku langsung panik dan ketakutan, aku takut Ellen kesakitan karena bekas benturan keras yang di perutnya sewaktu kecelakaan beberapa waktu yang lalu.Karena aku sering melihat dia meringis kesakitan, dia akhir-akhir ini sering mengalihkan kepala dan juga perutnya sakit padaku. Makanya aku takut terjadi sesuatu dengan dia, bahkan aku belum berani untuk jujur kepadanya.Aku takut kondisinya kembali drop, dan terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Bukannya aku tak mempunyai keinginan memberitahukan keadaan sebenarnya pada Ellen, tapi apa dia siap menerima kalau dia telah keguguran? Bahkan di saat dia belum tahu, kalau dia tengah mengandung.Melihat Ellen yang semakin menangis, aku langsung bergegas masuk ke dalam kamar. Aku benar-benar ketakutan saat ini, apa sesakit itu?“Dek! Kamu kok, nangis? Ada yang sakit?” tanyaku panik.Aku meletakkan teh buatanku ke atas nakas ya
144. POV GALUH (Bagian B)“A-apa maksudmu, Dek? Ka-kamu hamil?” tanyaku dengan nada ketakutan. “Ya Allah, bagaimana ini?” tanyaku dengan nada frustasi.Apa yang harus aku lakukan? Apa yang harus aku katakan? Astaghfirullahaladzim, bagaimana ini? Apakah ini salahku, karena menunda-nunda memberitahu Ellen yang sebenarnya? Tapi bagaimana jika dia drop dan semakin melemah? Aku takut sekali ya Allah, di kampung ini ada orang yang menjadi gila karena keguguran. Anaknya meninggal di usia empat bulan, karena kandungannya memang lemah.Nah jika yang tahu, bahwasanya dia tengah hamil saja bisa menjadi gila. Bagaimana pula dengan istriku yang tidak menyadari kehamilannya? Bisa saja dia menyalahkan dirinya karena nyawa anak kami yang telah lama di tunggu-tunggu meninggal di rahimnya.Astaghfirullah, bagaimana ini?Apakah aku harus jujur? Dan mengakhiri semua kebohongan ini? Orang tua Ellen dan juga Bang Usman sepakat, mereka ikut dengan keputusanku, untuk kapan memberitahu semuanya pada Ellena.
Menantu Tegas, Ipar Panas, Mertua Lemas145. ISI HATI GALUH (Bagian A)“Luh, Galuh!” Bang Gitok memanggilku di tengah jalan, aku memberhentikan motorku di sebelah motornya. Matanya memindai penampilanku yang aku akui terlihat lumayan kacau saat ini, matanya menyipit tajam.“Mau ke mana?” tanyanya penasaran. “Kamu kelihatan berantakan banget, ada apa?” lanjutnya lagi.“O—oh, aku mau ke rumah Ibu, Bang,” kataku sambil mengusap keringat yang mengalir dari dahiku, panas sekali rasanya, gerah, dan juga gelisah.“Kamu kenapa, sih?” tanya Bang Gitok lagi. “Kamu sakit? Atau Ellen yang sakit?” tanyanya lagi.Raut wajahnya berubah khawatir dan juga cemas, dengan cepat dia langsung menatapku dengan pandangan yang menuntut jawaban.Aku menelan ludah dengan paksa bingung harus menjelaskan apa, Bang Gitok ini sebelas dua belas dengan Bang Usman. Dia sayang sekali dengan istriku, dia sudah menganggap Ellen sebagai adiknya sendiri. Karena memang dari SMA, Bang Gitok ini sudah sering sekali menginap
146. ISI HATI GALUH (Bagian B)“Di kamar, Om,” katanya sambil berbisik. “Kamu bisa panggil sebentar? Bilang Om mau ngomong!” pintaku padanya.Ibra langsung mengangguk mengerti dan berlari menuju kamar Kak Ambar, anak pintar, sayang nasibnya malang.“Ada perlu sama kakakmu?” tanya Ibu sambil melanjutkan masaknya. “Tadi Ellen juga nyariin kakakmu, sekarang kamu. Cinta banget kalian sama Ambar,” lanjut Ibu pelan, sambil tertawa kecil.“Ellen nyari kakak? Mau apa?” tanyaku heran. "Kapan, Bu?" tanyaku lagi.“Tadi, yang pas kamu jemput. Ibu nggak tau ada apa, wong nggak ngomong sama Ibu,” sahut Ibu, tangannya dengan cekatan memasukkan sayur asem ikan mas ke dalam wadah. “Tapi tadi Gery ke sini, ngajak kakakmu balikan,” kata Ibu lagi.“Bang Gery? Nggak kapok dia dihajar?” tanyaku penasaran. "Nggak punya malu banget dia, Bu," kataku emosi.“Hush, kamu jangan sampai kelepasan lagi kalau ketemu dia, Nang. Jangan sampai gara-gara hal sepele kita bayar mahal,” kata Ibu memperingatkan. "Sia-sia n
Menantu Lemas, Ipar Panas, Mertua Lemas147. MENYUSUN RENCANA (Bagian A)POV AUTHOR“Bang!”Usman menghentikan langkahnya seketika, dia menoleh ke arah asal suara yang memanggilnya dan bisa menemukan Galuh di sana. Usman mengernyitkan dahinya heran, kenapa Galuh bisa ada di sini? “Oi, Luh. Ngapain? Beli bakso juga?” tanya Usman sambil mendekati Galuh, setelah terlebih dahulu menggantungkan Bakso yang baru saja dibelinya di cantolan motor. "Ellen nggak masak?" tanya Usman lagi.“Nggak, aku mau ke rumah,” jawab Galuh. "Dia masak lah, aku juga bawa sayur asem dr rumah Ibu," kata Galuh sambil menunjuk plastik sayur yang ada di gantungan motornya.“Wah, tumben. Ada perlu apa? Padahal baru ketemu, udah kangen aja,” kata Usman sambil tersenyum kecil.“Hahahaha, iya aku kangen. Abang udah selesai, kan?” tanya Galuh sambil menatap Usman dalam.“Udah, kamu nggak mau sekalian?” tanya Usman sambil menunjuk warung bakso Kak Kyuu. "Kakakmu nggak masak, minta beli bakso," kata Usman.“Nggak, deh.
148. MENYUSUN RENCANA (Bagian B)“Padahal dia keguguran tiga minggu yang lalu, dan kami be—belum pernah me—me—melakukan i—itu la—la—lagi ….” kata Galuh terbata, dan melirih di akhir kalimat.“Ya, ya, lanjutkan,” kataku cuek.Dia pasti malu mengatakan kalau belum melakukan ‘itu’ selama tiga minggu ini, jadi intinya kemungkinan Ellen hamil adalah NOL.“Aku nggak tahu gimana caranya ngomong sama Ellen kalau dia keguguran, Bang. Aku takut dia drop, apalagi ….” Ucapan Galuh menggantung.Aku menatapnya bingung, apalagi saat melihat dia menelan ludah terpaksa dan tiba-tiba saja suaranya bergetar seperti orang ketakutan.“Apalagi ... dia itu sering kesakitan loh, Bang. Kepala dan juga perutnya sering tiba-tiba sakit, tapi kemudian reda sendiri. Bahkan dia sering terbentur dinding atau meja kalau sedang kesakitan,” kata Galuh lagi.Dan di part inilah aku langsung melotot kaget, padahal tadi Ellena terlihat baik-baik saja. Masih tegar seperti biasa dan ceria seperti dahulu kala, aku bahkan tida
Menantu Tegas, Ipar Panas, Mertua Lemas149. MENEMUI DOKTER INDRA (Bagian A)POV AUTHORSampai juga di hari Jumat yang indah ini, acara syukuran bengkel reparasi alat-alat elektronik milik Galuh di adakan hari ini. Impiannya setelah sekian lama, akan segera terwujud hari ini.Cita-citanya yang sudah lama dia impikan akan segera terwujud, dan tidak lain dan tidak bukan adalah berkat keberanian dari istrinya sendiri.Keberanian Ellen untuk meminta modal dari ibunya, adalah hal yang tidak akan Galuh lupakan seumur hidupnya. Karena Ellen juga lah, hubunganya dan Ibunya jauh lebih baik daripada dulu. Dia yang dulu seperti anak terbuang di keluarga besarnya, kini menjadi anak yang di sayang oleh Ibunya.Tidak masalah bagaimana masa lalunya, tapi yang terpenting adalah masa depannya. Dan Galuh bersyukur, karena masa depannya adalah bersama Ellen.Wanita yang begitu cantik, pintar, dan juga kuat. Selalu bisa menjadi diri sendiri dan juga memberikan aura positif bagi orang-orang sekitarnya.I
150. MENEMUI DOKTER INDRA (Bagian B)Alasan yang selalu diucapkannya saat Ibu-Ibu teman-temanku mengerubunginya dan menggoda Bang Usman, mereka mengatakan kalau Abangku ini sangat over protektif.“Iya deh, iya,” kataku akhirnya.Padahal di dalam hati sana, aku sedikit merasakan kekurangan yang amat sangat. Bagaimanapun juga, mau aku sangkal seribu kali pun, aku tetap membutuhkan Bang Galuh di sisiku.Mataku memindai setiap hal yang kami lewati, memikirkan jauh ke depan sana. Bagaimana jika aku sakit? Bagaimana jika sakitku tidak bisa disembuhkan? Bagaimana jika Bang Galuh tahu?Ya Allah, aku terlalu banyak memikirkan hal buruk akhir-akhir ini. Perutku sering sakit, kram yang hilang dan datang secara tiba-tiba membuat aku berpikir kalau aku sedang hamil.Namun test pack yang Bang Galuh belikan, mengatakan sebaliknya. Aku tidak hamil!Satu garis yang tertera di sana membuat duniaku runtuh seketika, aku tenggelam di dalam rasa kecewa. Ah, ternyata kehamilan itu hanya imajinasi belaka.Di