150. MENEMUI DOKTER INDRA (Bagian B)Alasan yang selalu diucapkannya saat Ibu-Ibu teman-temanku mengerubunginya dan menggoda Bang Usman, mereka mengatakan kalau Abangku ini sangat over protektif.“Iya deh, iya,” kataku akhirnya.Padahal di dalam hati sana, aku sedikit merasakan kekurangan yang amat sangat. Bagaimanapun juga, mau aku sangkal seribu kali pun, aku tetap membutuhkan Bang Galuh di sisiku.Mataku memindai setiap hal yang kami lewati, memikirkan jauh ke depan sana. Bagaimana jika aku sakit? Bagaimana jika sakitku tidak bisa disembuhkan? Bagaimana jika Bang Galuh tahu?Ya Allah, aku terlalu banyak memikirkan hal buruk akhir-akhir ini. Perutku sering sakit, kram yang hilang dan datang secara tiba-tiba membuat aku berpikir kalau aku sedang hamil.Namun test pack yang Bang Galuh belikan, mengatakan sebaliknya. Aku tidak hamil!Satu garis yang tertera di sana membuat duniaku runtuh seketika, aku tenggelam di dalam rasa kecewa. Ah, ternyata kehamilan itu hanya imajinasi belaka.Di
Menantu Tegas, Ipar Panas, Mertua Lemas151. SAKIT APA? (Bagian A)POV AUTHOR Tatapan tajam dokter Indra masih menghunus ke arah Bang Usman, sedangkan Bang Usman sendiri mulai gelisah di tempat duduknya.Kecurigaanku semakin memuncak karena Bang Usman selalu menatapku dengan pandangan khawatir, namun aku tetap berpura-pura tidak tahu dan malah menatap ke sekeliling ruangan.“Oke, anda sering merasakan kram. Ada lagi?” tanya dokter Indra sambil mencatat sesuatu di buku catatannya.“Hmmm, kepala saya sering sakit, dok,” kataku pelan.“Sakit? Sakit yang bagaimana? Bisa Bu Ellena jabarkan?” tanyanya dengan kening berkerut.“Kadang hanya sakit kepala ringan, namun terkadang amat sakit seperti tengah dihantam godam besar,” kataku lagi.Keningnya berkerut dalam, dia menatapku dengan pandangan ingin tahu. Dia merogoh saku jas nya dan mengeluarkan senter kecil, dia mengarahkan senter itu ke arah mataku dan mengeceknya dengan sedemikian teliti. Tak lama kemudian aku bisa mendengar dia menghela
152. SAKIT APA? (Bagian B)Nomor Bang Galuh terlihat di layar, dan aku segera bergegas mengangkatnya."Assalamualaikum!" kataku dengan ceria.[Waalaikumsalam, sayang.] Balas Bang Galuh dari seberang sana."Aku kangen …." Kataku manja.[Ih, Abang juga kangen.] Ujar Bang Galuh singkat. [Abang susul, ya?] Katanya meminta persetujuan."Hmm? Jangan lah!" kataku tak setuju. "Acaranya sudah selesai, Bang?" tanyaku mengalihkan pembicaraan.[Sudah dari tadi, Dek! Makanya Abang mau nyusul kamu aja.] ujar Bang Galuh lagi.Aku terkekeh pelan mendengar ucapan Bang Galuh, suamiku itu begitu manja. Bahkan keluarga terdekatnya saja tidak tahu kebiasaannya itu.Dia yang terlihat tegar dan juga masa bodoh, namun kepadaku dia akan berubah menjadi anak kucing yang sangat manis dan juga manja."Abang lagi di mana? Kok berisik sekali?" tanyaku penasaran.[Oh, lagi di tongkrongan. Motornya Sugeng rusak, lagi di betulin nih sama anak-anak] jawab Bang Galuh."Oh gitu," kataku lirih.[Kamu gimana? Pemeriksaann
Menantu Tegas, Ipar Panas, Mertua Lemas153. KESEPAKATAN DENGAN DOKTER INDRA (Bagian A)Dokter Indra menatapku dengan pandangan dalam, dia menelan ludahnya sekali lagi sebelum membuka kembali mulutnya.“Ellen, saya menyarankan agar kamu segera mendapatkan pengobatan!” katanya tegas.“Pengobatan?” tanyaku skeptis. “Apakah aku akan sembuh? Apakah semuanya akan kembali seperti dulu?” tanyaku lirih.Dia terlihat kembali menelan ludahnya susah payah dan menghempaskan punggungnya ke sandaran kursi, bibirnya bergerak seolah hendak mengeluarkan suara. Namun beberapa saat aku menunggu, Dokter Indra sama sekali tidak menyahuti ucapanku. Entah pertanyaanku yang terlalu sulit, atau jawabannya yang terlalu sulit.Aku menatap jam dinding, lima belas menit sudah Bang Usman keluar dari ruangan ini. Sedikit banyaknya aku berterima kasih dengan telepon masuk tadi, setidaknya dengan begitu Bang Usman tidak harus mendengar segala ucapan dokter Indra.“Ellena, pikirkan sekali lagi,” pinta dokter Indra l
154. KESEPAKATAN DENGAN DOKTER INDRA (Bagian B)Ucapan dokter Indra terhenti karena tiba-tiba pintu di belakangku terbuka, dan dengan segera aku langsung mengusap kedua mataku dengan tisu. Berharap Bang Usman tidak menyadari apa yang sudah terjadi.Dokter Indra juga langsung kembali menelan bulat-bulat ucapannya tadi, namun pandangan matanya terlihat memohon ke arahku.“Maaf, karena saya lama. Bagaimana dok? Apa yang terjadi sama adik saya?” tanya Bang Usman sambil mengusap kepalaku.Dia tidak sedikitpun menoleh ke arahku namun tangannya masih berada di pucuk kepalaku dan mengelusnya dengan lembut, aku bersyukur.Namun entah kenapa tiba-tiba rasa khawatir, merayap dengan cepat di tulang belakang ku dan membuat aku menggigil tanpa alasan. Suara Bang Usman terdengar berbeda, lebih berat dan juga serak.Dokter Indra kembali melihatku, namun dia langsung membuang nafas dengan kasar saat melihat aku mengangguk pertanda dia harus mengucapkan semua yang aku pinta tadi.“Tidak ada yang salah,
Menantu Tegas, Ipar Panas, Mertua Lemas155. POV USMAN (KABAR DUKA DARI GALUH) (Bagian A)POV USMANSaat di dalam ruangan dokter Indra, aku mendapatkan telepon dari Galuh. Dia pasti khawatir dengan keadaan Ellen, sehingga menelpon sampai tujuh belas kali.Ya Allah, adik iparku ini benar-benar tidak bisa hidup tanpa Ellen sepertinya, sampai-sampai getol banget menghubungi aku.Untung saja tadi aku memegang ponsel, kalau tidak pasti aku tidak melihat banyaknya panggilan dari Galuh. Karena ponselku memang aku buat mode silent, takut mengganggu penjelasan dokter Indra nanti.Setelah berpamitan, aku langsung keluar dari ruangan di iringi tatapan penasaran dari Ellen. Adikku itu terlihat protes karena aku mengangkat telepon dan meninggalkan dia sendirian di ruangan ini.“Hallo, Assalamualaikum, Luh,” sapaku semangat.[Waalaikumsalam, Bang.]Suara Galuh terdengar di sebelah sana, namun sayang firasatku langsung tidak enak karena suaranya yag terdengar serak dan juga ada suara beberapa orang
156. POV USMAN (KABAR DUKA DARI GALUH) (Bagian B)Dia menatapku dengan pandangan teduh, "Bapak baru saja kehilangan anak bapak satu minggu yang lalu, dan saat ini menantu bapak yang berjuang di meja operasi. Sedih rasanya saat anak-anak kita lebih dahulu pergi, kenapa bukan bapak saja yang sudah tua ini? Tapi sekali lagi, bapak yakin Allah punya rencana sendiri. Dan kita tidak berhak untuk protes sedikitpun," katanya mantap."Sekarang pulanglah, lakukan kewajibanmu sebagai seorang anak!" lanjutnya lagi sambil menepuk pundakku.Entah kenapa aku makin menangis tersedu-sedu saat mendengar ucapan orang-orang yang ada di sini. Mereka semua pernah mengalami kehilangan, dan mereka tahu apa yang aku rasakan saat ini.Ya Allah …."Telepon lagi adikmu, Nak. Dia pasti kebingungan saat ini," kata Ibu tua yang tadi berbicara dengan Galuh.Aku mengangguk mengerti dan kembali menelepon Galuh, adik iparku itu dengan cepat langsung mengangkatnya.[Bang? Abang baik-baik saja, kan?] Tanyanya dengan pani
157. POV USMAN (KABAR DUKA DARI GALUH) (Bagian C)Aku tidak sedikitpun menoleh ke arah Ellen, namun tanganku masih berada di pucuk kepalanya dan mengelusnya dengan lembut, aku menahan tangis namun berharap agar dia tidak menyadari kesedihanku.Namun entah kenapa tiba-tiba Ellena bergidik, dan dari ekor mataku aku bisa melihat dia menoleh ke arahku. Namun aku tetap menatap ke depan, tidak menatapnya sedikitpun. Aku sadar, suaraku mulai terdengar berbeda lebih berat dan juga serak, dia pasti merasa aneh dengan suaraku yang seperti ini.Dokter Indra melihat Ellena, namun dia langsung membuang nafas dengan kasar saat melihat Ellen mengangguk. Sebenarnya aku curiga dengan keadaan ini, namun aku saat ini sedang dalam keadaan terburu-buru.“Tidak ada yang salah, Pak! Everything is okay, Bu Ellena hanya kelelahan!” kata dokter Indra dengan nada mantap.“Alhamdulillah, syukurlah kalau begitu,” ujarku sangat lega. “Dek, kamu ke mobil duluan, ya. Abang mau bicara dengan Pak dokter sebentar,” ka