Menantu Tegas, Ipar Panas, Mertua Lemas145. ISI HATI GALUH (Bagian A)“Luh, Galuh!” Bang Gitok memanggilku di tengah jalan, aku memberhentikan motorku di sebelah motornya. Matanya memindai penampilanku yang aku akui terlihat lumayan kacau saat ini, matanya menyipit tajam.“Mau ke mana?” tanyanya penasaran. “Kamu kelihatan berantakan banget, ada apa?” lanjutnya lagi.“O—oh, aku mau ke rumah Ibu, Bang,” kataku sambil mengusap keringat yang mengalir dari dahiku, panas sekali rasanya, gerah, dan juga gelisah.“Kamu kenapa, sih?” tanya Bang Gitok lagi. “Kamu sakit? Atau Ellen yang sakit?” tanyanya lagi.Raut wajahnya berubah khawatir dan juga cemas, dengan cepat dia langsung menatapku dengan pandangan yang menuntut jawaban.Aku menelan ludah dengan paksa bingung harus menjelaskan apa, Bang Gitok ini sebelas dua belas dengan Bang Usman. Dia sayang sekali dengan istriku, dia sudah menganggap Ellen sebagai adiknya sendiri. Karena memang dari SMA, Bang Gitok ini sudah sering sekali menginap
146. ISI HATI GALUH (Bagian B)“Di kamar, Om,” katanya sambil berbisik. “Kamu bisa panggil sebentar? Bilang Om mau ngomong!” pintaku padanya.Ibra langsung mengangguk mengerti dan berlari menuju kamar Kak Ambar, anak pintar, sayang nasibnya malang.“Ada perlu sama kakakmu?” tanya Ibu sambil melanjutkan masaknya. “Tadi Ellen juga nyariin kakakmu, sekarang kamu. Cinta banget kalian sama Ambar,” lanjut Ibu pelan, sambil tertawa kecil.“Ellen nyari kakak? Mau apa?” tanyaku heran. "Kapan, Bu?" tanyaku lagi.“Tadi, yang pas kamu jemput. Ibu nggak tau ada apa, wong nggak ngomong sama Ibu,” sahut Ibu, tangannya dengan cekatan memasukkan sayur asem ikan mas ke dalam wadah. “Tapi tadi Gery ke sini, ngajak kakakmu balikan,” kata Ibu lagi.“Bang Gery? Nggak kapok dia dihajar?” tanyaku penasaran. "Nggak punya malu banget dia, Bu," kataku emosi.“Hush, kamu jangan sampai kelepasan lagi kalau ketemu dia, Nang. Jangan sampai gara-gara hal sepele kita bayar mahal,” kata Ibu memperingatkan. "Sia-sia n
Menantu Lemas, Ipar Panas, Mertua Lemas147. MENYUSUN RENCANA (Bagian A)POV AUTHOR“Bang!”Usman menghentikan langkahnya seketika, dia menoleh ke arah asal suara yang memanggilnya dan bisa menemukan Galuh di sana. Usman mengernyitkan dahinya heran, kenapa Galuh bisa ada di sini? “Oi, Luh. Ngapain? Beli bakso juga?” tanya Usman sambil mendekati Galuh, setelah terlebih dahulu menggantungkan Bakso yang baru saja dibelinya di cantolan motor. "Ellen nggak masak?" tanya Usman lagi.“Nggak, aku mau ke rumah,” jawab Galuh. "Dia masak lah, aku juga bawa sayur asem dr rumah Ibu," kata Galuh sambil menunjuk plastik sayur yang ada di gantungan motornya.“Wah, tumben. Ada perlu apa? Padahal baru ketemu, udah kangen aja,” kata Usman sambil tersenyum kecil.“Hahahaha, iya aku kangen. Abang udah selesai, kan?” tanya Galuh sambil menatap Usman dalam.“Udah, kamu nggak mau sekalian?” tanya Usman sambil menunjuk warung bakso Kak Kyuu. "Kakakmu nggak masak, minta beli bakso," kata Usman.“Nggak, deh.
148. MENYUSUN RENCANA (Bagian B)“Padahal dia keguguran tiga minggu yang lalu, dan kami be—belum pernah me—me—melakukan i—itu la—la—lagi ….” kata Galuh terbata, dan melirih di akhir kalimat.“Ya, ya, lanjutkan,” kataku cuek.Dia pasti malu mengatakan kalau belum melakukan ‘itu’ selama tiga minggu ini, jadi intinya kemungkinan Ellen hamil adalah NOL.“Aku nggak tahu gimana caranya ngomong sama Ellen kalau dia keguguran, Bang. Aku takut dia drop, apalagi ….” Ucapan Galuh menggantung.Aku menatapnya bingung, apalagi saat melihat dia menelan ludah terpaksa dan tiba-tiba saja suaranya bergetar seperti orang ketakutan.“Apalagi ... dia itu sering kesakitan loh, Bang. Kepala dan juga perutnya sering tiba-tiba sakit, tapi kemudian reda sendiri. Bahkan dia sering terbentur dinding atau meja kalau sedang kesakitan,” kata Galuh lagi.Dan di part inilah aku langsung melotot kaget, padahal tadi Ellena terlihat baik-baik saja. Masih tegar seperti biasa dan ceria seperti dahulu kala, aku bahkan tida
Menantu Tegas, Ipar Panas, Mertua Lemas149. MENEMUI DOKTER INDRA (Bagian A)POV AUTHORSampai juga di hari Jumat yang indah ini, acara syukuran bengkel reparasi alat-alat elektronik milik Galuh di adakan hari ini. Impiannya setelah sekian lama, akan segera terwujud hari ini.Cita-citanya yang sudah lama dia impikan akan segera terwujud, dan tidak lain dan tidak bukan adalah berkat keberanian dari istrinya sendiri.Keberanian Ellen untuk meminta modal dari ibunya, adalah hal yang tidak akan Galuh lupakan seumur hidupnya. Karena Ellen juga lah, hubunganya dan Ibunya jauh lebih baik daripada dulu. Dia yang dulu seperti anak terbuang di keluarga besarnya, kini menjadi anak yang di sayang oleh Ibunya.Tidak masalah bagaimana masa lalunya, tapi yang terpenting adalah masa depannya. Dan Galuh bersyukur, karena masa depannya adalah bersama Ellen.Wanita yang begitu cantik, pintar, dan juga kuat. Selalu bisa menjadi diri sendiri dan juga memberikan aura positif bagi orang-orang sekitarnya.I
150. MENEMUI DOKTER INDRA (Bagian B)Alasan yang selalu diucapkannya saat Ibu-Ibu teman-temanku mengerubunginya dan menggoda Bang Usman, mereka mengatakan kalau Abangku ini sangat over protektif.“Iya deh, iya,” kataku akhirnya.Padahal di dalam hati sana, aku sedikit merasakan kekurangan yang amat sangat. Bagaimanapun juga, mau aku sangkal seribu kali pun, aku tetap membutuhkan Bang Galuh di sisiku.Mataku memindai setiap hal yang kami lewati, memikirkan jauh ke depan sana. Bagaimana jika aku sakit? Bagaimana jika sakitku tidak bisa disembuhkan? Bagaimana jika Bang Galuh tahu?Ya Allah, aku terlalu banyak memikirkan hal buruk akhir-akhir ini. Perutku sering sakit, kram yang hilang dan datang secara tiba-tiba membuat aku berpikir kalau aku sedang hamil.Namun test pack yang Bang Galuh belikan, mengatakan sebaliknya. Aku tidak hamil!Satu garis yang tertera di sana membuat duniaku runtuh seketika, aku tenggelam di dalam rasa kecewa. Ah, ternyata kehamilan itu hanya imajinasi belaka.Di
Menantu Tegas, Ipar Panas, Mertua Lemas151. SAKIT APA? (Bagian A)POV AUTHOR Tatapan tajam dokter Indra masih menghunus ke arah Bang Usman, sedangkan Bang Usman sendiri mulai gelisah di tempat duduknya.Kecurigaanku semakin memuncak karena Bang Usman selalu menatapku dengan pandangan khawatir, namun aku tetap berpura-pura tidak tahu dan malah menatap ke sekeliling ruangan.“Oke, anda sering merasakan kram. Ada lagi?” tanya dokter Indra sambil mencatat sesuatu di buku catatannya.“Hmmm, kepala saya sering sakit, dok,” kataku pelan.“Sakit? Sakit yang bagaimana? Bisa Bu Ellena jabarkan?” tanyanya dengan kening berkerut.“Kadang hanya sakit kepala ringan, namun terkadang amat sakit seperti tengah dihantam godam besar,” kataku lagi.Keningnya berkerut dalam, dia menatapku dengan pandangan ingin tahu. Dia merogoh saku jas nya dan mengeluarkan senter kecil, dia mengarahkan senter itu ke arah mataku dan mengeceknya dengan sedemikian teliti. Tak lama kemudian aku bisa mendengar dia menghela
152. SAKIT APA? (Bagian B)Nomor Bang Galuh terlihat di layar, dan aku segera bergegas mengangkatnya."Assalamualaikum!" kataku dengan ceria.[Waalaikumsalam, sayang.] Balas Bang Galuh dari seberang sana."Aku kangen …." Kataku manja.[Ih, Abang juga kangen.] Ujar Bang Galuh singkat. [Abang susul, ya?] Katanya meminta persetujuan."Hmm? Jangan lah!" kataku tak setuju. "Acaranya sudah selesai, Bang?" tanyaku mengalihkan pembicaraan.[Sudah dari tadi, Dek! Makanya Abang mau nyusul kamu aja.] ujar Bang Galuh lagi.Aku terkekeh pelan mendengar ucapan Bang Galuh, suamiku itu begitu manja. Bahkan keluarga terdekatnya saja tidak tahu kebiasaannya itu.Dia yang terlihat tegar dan juga masa bodoh, namun kepadaku dia akan berubah menjadi anak kucing yang sangat manis dan juga manja."Abang lagi di mana? Kok berisik sekali?" tanyaku penasaran.[Oh, lagi di tongkrongan. Motornya Sugeng rusak, lagi di betulin nih sama anak-anak] jawab Bang Galuh."Oh gitu," kataku lirih.[Kamu gimana? Pemeriksaann