Share

Menantu Tak Dihormati Ternyata Putri Konglomerat!
Menantu Tak Dihormati Ternyata Putri Konglomerat!
Penulis: lyns_marlyn

1. Fitnah Pemicu Pertengkaran

"Dia wanita tak tahu diri! Tukang selingkuh! Apa tak cukup, bukti yang telah adikmu berikan itu?!"


"Ma!" Ronald terlihat putus asa. "Tidak seperti itu. Aku....."

Mendengar suaminya penuh kebimbangan, Adeline sontak merasakan amarah yang tak pernah ia rasakan sebelumnya.

Selama ini, dia tak pernah melakukan hal aneh.

Adeline selalu berusaha jadi istri dan ipar yang baik. Bahkan terkadang nyaris jadi pembantu di rumah ini?

Selama ini, dia diam karena Ronald menenangkannya di belakang.

Tapi, bagaimana bisa Ronald bimbang seperti ini saat semua meragukan kesetiaanya?

Namun belum sempat Adeline berbicara, mertuanya segera bertindak. "Ronald! Apa masih kurang bukti foto yang Irene berikan?!"

Merasa namanya disebut, kakak dari Ronald itu segera memberikan ponsel miliknya pada Melanie.

"Lihat ini!" Melanie memutar video yang ada di dalam ponsel Irene. "Tidak ada fitnah! Semua bukti nyata, istrimu telah selingkuh!"

Ronald tertegun. Kedua bola matanya tak berkedip melihat video yang sedang berputar sampai selesai. "Apa ini Adeline?! Siapa pria ini?! Kau---"

"Selingkuh!" tuduh Melani tegas menatap tajam wajah Adeline yang tak berdaya dipojokkan dan difitnah, "semua sudah jelas, kan?"

"Adeline! Jawab!" bentak Ronald marah. "Siapa pria ini?!"

Kedua tangan Adeline terkepal di antara sisi tubuhnya menahan marah. "Apa ada gunanya jika aku jelaskan siapa pria itu?!"

"Jelaskan padaku!" bentak Ronald.

Belum sempat Adeline menjawab, Melani telah mendahului. "Sudah jelas itu selingkuhannya. Untuk apa kau tanyakan lagi?! Apa harus mama carikan bukti lain istrimu tidur dengan pria itu?!"

Bagai tersambar petir di siang bolong, Adeline mendengar ibu mertuanya berkata seperti itu. "Apa?! Kenapa mama jahat sekali sampai memfitnah aku sejauh itu?!"

"Cuiiih! Jangan pernah kau memanggilku mama lagi! Tak sudi aku punya menantu seperti kau!"

Sakit, hati Adeline sakit luar biasa. Tanpa banyak bicara lagi, Adeline langsung melangkah pergi membawa hati yang telah hancur.

Segera ia mengambil barang-barangnya dan memasukkan ke koper.


Ia sudah muak.

Sedari tadi, Adeline sudah menjelaskan. Tapi, Ronald tak mau mendengar.

Mertua dan kakak iparnya justru memanas-manasi.

"Kau mau apa?!"

Ronald, yang baru masuk, menyentaknya.

Bukannya menjawab, Adeline terus menaruh satu per satu baju ke dalam koper.

Bibirnya bergetar menahan tangis bahkan kedua tangannya yang sibuk

terlihat gemetar.

Ronald semakin mendekat. "Adeline. Kamu mau apa dengan pakaian-pakaian ini?!"

Sreet!

Risleting koper, Adeline tutup. Air mata yang telah membanjiri pipi segera dihapusnya lalu dengan suara serak menahan isak tangis, Adeline menatap wajah suaminya. "Aku akan pergi dari sini!"

"Pergi?"

"Iya!" jawab Adeline tegas.

"Kamu sadar dengan apa yang kamu katakan barusan?!"

Adeline berdiri depan Ronald. Tanpa gentar menatap tajam iris mata suaminya. "Kenapa?! Kamu ingin, aku selamanya tidak sadar di rumah ini?! Apa itu yang kamu inginkan?!" bentaknya galak.

Kening Ronald mengernyit. "Kau yakin bisa hidup di luar sana? Selama ini, kau bisa hidup karena aku dan keluargaku. Kamu--"

"Aku sudah muak berada di rumah ini!" potong Adeline lalu segera mengambil koper dan tas tangannya.

Ronald tersentak.

Kemarahan istrinya tidak main-main. Segera, ia menghalangi langkah Adeline yang telah siap pergi. "Kau mau jadi gelandangan, hah?"

Adeline tertawa sarkas. "Lebih baik begitu dibanding terus bertahan bersama suami dan keluarga yang tak menghargaiku."

"Aku?!"

"Iya!" bentak Adeline semakin histeris. "Aku muak karena kamu lebih mempercayai ibu dan adikmu yang jelas-jelas telah memfitnahku!"

Ronald terkesiap. Namun, egonya menolak membujuk Adeline.

Dalam amarah dan rasa kecewa, tekad Adeline telah bulat.

Langkah kakinya tak berhenti meskipun telah melihat ibu mertua bahkan kedua adik iparnya datang mendekat.

"Ada apa?!" tanya Pamela pada kakaknya, Irene.

Irene mengangkat kedua bahu. "I don't know!"

Nyonya Melani, sang ibu mertua juga terlihat bingung. Ekor matanya mengikuti kemana putra dan menantunya pergi yang melewatinya begitu saja.

"Adeline, tunggu!" Ronald berhasil menghalangi langkah Adeline. "Kita bisa bicara baik-baik."

Adeline menaruh kopernya. Terdengar dari arah belakang suara-suara langkah kaki datang mendekat.

"Membuat ulah apalagi istri benalu kamu ini?! Kerjaannya selalu membuat masalah di rumah ini!" tuduh Melani sarkas pada menantunya.

Adeline menelan saliva. Hatinya bagai teriris sembilu.

Air mata yang telah kering sekarang menggenang lagi di kelopak matanya.

Kopernya kembali diangkat lalu tanpa bicara apa-apa langsung pergi melewati suaminya.

"Stop Adeline!" Ronald berteriak kencang, suara baritonnya menggema mengisi udara di sekitar.

Langkah Adeline terhenti. Satu tangannya terkepal menahan marah, sementara tangan satunya lagi erat memegang koper.

"Sekali kau langkahkan kakimu melewati pintu itu, selamanya kau tidak bisa kembali lagi ke rumah ini!" ancam Ronald tegas.

Adeline membalikkan tubuh, menatap nyalang pada suaminya.

Kilatan kemarahan dalam mata merahnya terlihat sangat nyata.

"Aku tidak pernah menyesal ke luar dari rumah yang tak pernah menghargai keberadaanku! Mulai detik ini, aku memutuskan semua hubungan apapun antara aku dan rumah ini!"

Setelah itu, Adeline melangkah pergi meninggalkan suami, ibu mertua, serta dua adik iparnya yang tak pernah menghargainya....

"Adeline!"

"Stop, Ronald! Jangan kau rendahkan harga dirimu demi wanita tukang selingkuh!" larang Melani memegang tangan Ronald agar jangan menghalangi istrinya.

"Tapi, Ma. Adeline akan pergi ke mana malam-malam begini?!"

"Biarkan dia pergi ke tempat darimana dia berasal!" jawab Melani. "Ingat Ronald! Harga diri laki-laki jauh lebih tinggi dari perempuan. Jangan kau sekali-kali merendahkan harga dirimu di hadapan wanita, apalagi pada wanita tukang selingkuh!"

"Adeline tidak punya siapa-siapa diluar sana. Apa mama lupa kalau istriku seorang yatim piatu?!"

"Adeline bukan bayi lagi, Ronald! Jangan kau cengeng seperti ini!" tukas Melani tidak suka. "Mungkin saja si Adeline itu pergi ke rumah selingkuhannya."

Deg!

Mereka berbicara begitu kencang, seolah Adeline tak bisa mendengarnya sama sekali.

Tangan Adeline mengepal kencang. Hari ini, ia berjanji akan membuat suami dan keluarganya itu menyesal.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status