Share

Bab 3: Tidak pulang

“Dasar pria mesum tidak tahu diri!” ucap gadis yang dikira “Stella” setelah menampar Rocky karena sudah kurang ajar.

“Maaf, aku terlalu bersemangat, membuatku salah orang … aku kira kamu Stella, temanku,” jelas Rocky sambil mengelus bekas tamparan yang meninggalkan rasa panas.

“Modus! Aku Vinny, bukan Stella.! Dasar pria gila!” jawabnya .

Dengan perasaan bersalah, Rocky hanya bisa menatap kepergian Vinny, tidak pernah disangka, dia bisa bertemu dengan orang yang mirip dengan kekasih yang pernah dia cintai, “Apa kamu punya kembaran Stella? Orang itu begitu mirip dengan kamu,”

Stella adalah kekasih Rocky dimasa lalu, mereka adalah pasangan serasi dan banyak orang yang iri pada kemesraan dan kecocokan mereka berdua. Namun, nasib baik tidak berpihak pada hubungan mereka, Stella meninggal dalam kecelakaan, ketika dalam perjalanan berangkat kerja di pabrik kosmetik.

Semua orang menyalahkan Rocky dan sampai-sampai dia dipenjarakan karena dituduh penyebab kematian Stella.

“Seandainya saat itu, kau mau aku hantar ke tempat kerja … mungkin, sekarang masih bersama, dan hidup bahagia dengan anak-anak kita,” gumam Rocky kemudian masuk kembali ke dalam mobil.

Baru beberapa meter, Rocky menghentikan taksi yang dia tumpangi. “Kalian mengikuti-ku?” teriak Rocky setelah keluar dari mobil.

“Maaf Tuan, saya hanya menjalankan perintah,” balas Martin, membuat Rocky menghela napas panjang.

“Kita tidak saling kenal, jadi … tolong jangan ganggu ketenanganku,” pinta Rocky.

“Anda adalah Tuan muda kami, jadi …”

“Sudah berulangkali aku berkata; Aku bukan Tuan muda kalian! Apa kalian ingin aku laporkan pada polisi dengan pasal hak asasi?!” potong Rocky membuat mereka bergidik ngeri.

Saat hendak pergi, Rocky kembali dengan berkata “Jika aku Tuan muda kalian? Bisakah aku mendapat sedikit uang untuk ongkos pulang?”

Dengan tangan gemetar, pria setengah baya itu memberikan uang cash 10 dollar pada Rocky.

“Bagus, kau sedikit patuh, mungkin kalau aku bukan orang yang kau anggap (Tuan muda) … tidak akan. sepatuh ini,” ucap Rocky setelah mengambil uang dari tangan pria tersebut.

“Orang kaya memang suka seenaknya,” lanjut Rocky kemudian pergi.

“Tuan Martin, sepertinya terjadi sesuatu yang tidak mengenakkan pada Tuan muda,” ucap pria berbadan kekar.

Plak!!!

“Dasar bodoh! kau bilang tidak meng-enakkan? Kau pikir hidup dalam bui itu enak dan menyenangkan?!” balas Martin setelah menampar pria kekar itu,

“Kita harus bisa membujuk Tuan muda, kalau tidak … kita akan kehilangan jaminan hidup damai di masa depan!”

“Maaf Tuan Martin, aku tidak tahu,” balas pria badan kekar, kemudian masuk ke dalam mobil dan melaju pergi.

***

Malam pun tiba, Rocky masih berada diatas jembatan tempat dia bertemu dengan Selly dan tempat di mana awal mimpi buruk terulang lagi.

dengan sebotol minuman dia hanya bisa menatap gemerlap lampu desa tempat ia dibesarkan.

“Seandainya ayah masih hidup, aku tidak akan se-kesepian ini,” gumam Rocky kemudian meneguk bir yang dia pegang.

“Tuan …” 

“Hadeh, kamu lagi, kamu lagi,” tutur Rocky setelah menoleh, seakan-akan dia sudah bosan bertemu dengan Martin dan ingin memakan pria tua itu hidup-hidup.

“Tuan jangan marah dulu, saya hanya ingin menyampaikan sesuatu dari Nyonya  …,” balas Martin mencoba menghentikan amarah Rocky yang hampir memuncak.

“Ada apa? katakan sekarang sebelum aku berubah pikiran,” ucap Rocky setelah menghela napas dan memejamkan mata.

Martin menceritakan tentang kesunyian dan kesendirian Levya setelah kepergian putra satu-satunya. Namun, cerita itu dihentikan oleh Rocky dengan ucapan. “Cerita palsu! katakan saja inti dari niatmu mengikuti ku,” 

“Em, begini Tuan … Bukankah Anda ingin mengetahui dalang dibalik penculikan Tuan muda saat masih kecil?” tanya Martin kemudian memberikan tawaran yang sangat menggiurkan dengan kembali pada keluarga Trump.

“Apa maksudmu memberikan tawaran itu, dan bagaimana kamu tahu masalah pribadiku?!” tanya Rocky dengan tatapan mata elang.

“Itu bukan hal sulit untuk mencari tahu,” jawab Martin dengan santai. Namun membuat Rocky semakin murka karena masalah pribadi di campuri oleh orang lain.

“Apa kau sudah bosan hidup?! beraninya kau mengulik urusan dalam hidupku …!” Rocky menarik kerah baju pria setengah baya tersebut.

“Tuan, bukan maksudku mencampuri urusanmu, tetapi, ini juga perintah dari Nyonya Levya,” balas Martin ketakutan melihat kemurkaan dari pemuda itu.

“Apa saja yang kamu ketahui, tentangku?” tanya Rocky setelah melepas genggaman pada kerah baju si pria setengah baya.

“Tiada Tuan, ha—hanya itu,” jawab Martin tergagap bergidik ngeri.

“Baiklah, permainan akan segera dimulai, aku ikuti permainanmu, wanita tua,” ucap Rocky kemudian meneguk bir yang dia ambil dari sisi jembatan.

“Aku tidak tahu lagi, permainan macam apa ini, tetapi, aku akan mengikuti arah permainan ini,” batin Rocky merasa kalau si ibu sedang mempermainkan drama dalam hidupnya, sampai-sampai masalah penculikan dan dia masuk kedalam dunia gelap pun tahu,

Rocky di bawa pulang ke Santira Barat, karena Martin belum tahu dimana tempat tinggal Rocky saat ini, alternatif utama tetap dibawa ke hotel Trump.

Setibanya di hotel, Rocky langsung dibaringkan kasur empuk dia tidak berdaya karena terlalu banyak minum, minuman beralkohol.

Ketika hendak di tinggal Martin, dia mengigau “Ma, tolong Rocky, Rocky sendiri di sini, maafkan Rocky karena sudah bandel, tidak menurut dengan apa yang dikatakan Mama,” gumam Rocky kemudian dia membuka mata lalu memuntahkan semua isi perut karena sudah teramat penuh.

Dalam pandangan mata kabur, dia melihat Martin seperti ayah angkat yang datang untuk menolongnya seperti saat masih kecil, “Ayah, apa kau datang untuk menjemputku?” tanya Rocky dengan mata berkaca-kaca.

“Aku sudah bersalah padamu, maafkan aku,” lanjut Rocky. Namun, semua itu hilang disaat kepala terasa pusing hingga membuat dia kembali membaringkan tubuhnya di atas kasur empuk, tetapi, masih terus memanggil “Ayah.”

***

Rumah terasa sepi tanpa Rocky, kedua mertua yang apa-apa mengomel dan memarahinya merasa heran, karena orang yang dianggap menantu sampah enggak berguna, tidak seperti biasanya bahkan pulang pun selalu tepat waktu.

“Ma, Rocky kemana? Kok tiada di dapur,” tanya Selly penasaran,

“Mana Mama tahu, Mama kan bukan bodyguard dia,” jawab Sindy dengan nada malas,

“Mam, aku serius … dari tadi aku tidak melihat Rocky!” Selly berucap dengan tegas, membuat si ibu yang sedari tadi tadi membaca majalah pun bergegas menutupnya, kemudian menjawab dengan tegas pula, “Mama benar-benar-benar tidak tahu! apa kamu puas?!”

“Eh, mau kemana?”

“Cari Rocky,” jawab Selly.

“Untuk apa? Bukankah lebih baik kalau dia tidak pulang, kan kamu bisa terbebas dari pria sampah itu kemudian mencari lelaki yang lebih kaya dan lebih mapan dari dia,” ucap Sindy membuat sang putri menghela napas malas 

“Apa yang mama ucapkan, sampai kapanpun aku tidak akan meminta cerai dari Rocky!” jawab Selly malas.

“Otakmu sudah gesrek atau bagaimana?! kau itu masih muda dan cantik, apa yang membuatmu mempertahankan pria sampah seperti Rocky?!”

“Mam, biarpun Rocky pria sampah di mata mama, tetapi dia baik, dan tidak pernah membantah disaat aku sedang memarahinya, dia tetap setia menyiapkan ku makan malam disaat aku pulang lembur, dan satu lagi …, kalau aku menceraikan dia, itu tiada bedanya aku dengan barang bekas, di mana tempat barang bekas yang sudah tidak terpakai? Di tempat sampah, Ma!” tutur Selly membungkam mulut si ibu yang selalu memandang rendah suaminya.

“Aku mau cari Rocky, dengan atau tanpa izin mama,” ucap Selly kemudian pergi meninggalkan Sindy yang masih terpaku mencerna ucapan putri tercinta.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status