Fiah mulai tidak tahan ketika mereka memaksa Fiah untuk minum dan sekedar ikut berjoget ria."Eh sudah jangan memaksanya. Nanti kalau Rendi muncul bisa gawat." Bisik Tania pada Linda.."Justru aku ingin Rendi melihat bagaimana adik yang ia puja ini ternyata berkelakuan liar seperti kita." Balas Linda sambil berbisik juga."Kalau begitu sebaiknya kamu tarik saja dia. Bawa ke tengah." Ucap teman Tania yang satunya.Tania sebenarnya agak ragu, karena dia mengajak Fiah kemari tadi juga karena desakan temannya. Sementara Fiah mulai memikirkan cara untuk keluar dari sini karena tidak mungkin mengajak mereka pulang.Fiah berdiri. "Mbak. Toilet ada di belakang kan? Aku ke toilet sebentar ya?"Tania mendengus,padahal dia baru saja ingin mengajari Fiah berdansa."Ya sudah. Jangan lama-lama. Nanti kamu ilang."Fiah mengangguk dan segera pergi setelah bertanya pada penjaga.Sepanjang berjalan ke toilet, hati Fiah benar-benar berdebar karena mendapati pemandangan kotor. Di setiap sela pojokan ruan
Tadi Rendi langsung pergi ke alamat bar. Saat diperjalanan dia seperti melihat bayangan Fiah ditengah hujan lebat. Untuk memastikan Rendi menghentikan mobilnya dan menatap ke belakang."Fiah! Itu benar Fiah!" Rendi langsung turun dari mobil tanpa mempedulikan hujan. Dia berlari menyusul langkah Fiah yang sempoyongan."Fiah!" Rendi memanggil. Namun tiba-tiba tubuh Fiah lunglai dan terjatuh. Untung Rendi sudah berada tepat di dekat Fiah."Ya Allah Fiah! Apa yang terjadi?" Rendi langsung mengangkat tubuh Fiah dan membawanya ke mobil.Rendi membuka jaketnya dan menjadikan selimut untuk Fiah yang basah kuyup dan nampak menggigil.Rendi segera melajukan mobilnya untuk pulang. Sungguh dia menyesal telah mengijinkan Tania mengajak Fiah keluar. Untung saja dia cepat menyusul Fiah dan bisa menemukannya. Pikiran Rendi sudah kemana-mana.Jika saja Fiah bertemu orang jahat bagaimana?Ya Allah.. Rendi benar-benar menyesal. Dia melirik wajah Fiah yang pucat dan menggigil itu."Fiah. Fiah.." Rendi me
Dokter selesai memeriksa kemudian memilih obat. Beruntung Dokter sudah siap untuk membawa kotak obat kemari."Bagaimana keadaan adik kami, Dok?" Dinda bertanya. Perasaannya Masih khawatir."Tidak terjadi hal buruk. Dia hanya demam biasa akibat terkena hujan lebat. Dan mengenai igauannya, sepertinya adikmu ini sedang ada tekanan cukup lumayan. Tapi tidak apa-apa. Itu sudah biasa, jika seseorang yang demam akan mengeluarkan beban yang disimpan di hatinya."Beban? Rendi yang mendengar penjelasan dokter sedikit berpikir.Apa selama ini Fiah terbebani? Jika benar, apa karena aku? Tapi apa kesalahanku?Sebab nama yang dipanggil dalam igauan Fiah adalah namanya.Dokter memberikan obat. "Berikan tiga kali sehari setelah makan. Jika demam tidak turun dalam 48 jam, bawa adik kalian ke rumah sakit. Artinya ada sesuatu yang serius pada penyebab demamnya. Tapi kalau menurutku ini hanya efek influenza saja. Jangan terlalu khawatir.""Baik, Dok. Terima Kasih." Jawab Dinda."Mari saya antar m, Dok."
Hari ini Rendi mengambil cuti. Rendi sengaja ingin menjaga Fiah karena melihat Dinda terlihat sibuk mengurus Calia dan Gilang. Dia tidak mungkin tega melihat Kakak iparnya sibuk mengurus dua keponakannya sekaligus Fiah juga.Sebenarnya bukan seperti itu, entah mengapa dari semalam Rendi terus memikirkan Fiah dan hari ini sengaja ingin bersama Fiah. Itu sebabnya saat Riko ynzg ingin tidak bekerja Rendi mencegah."Biar aku yang di libur, Mas. Aku yang akan bantu mbak Dinda. Sekaligus ada yang ingin aku bahas dengan Fiah."Riko menganggap setuju. Dia mengerti jika adiknya ini sudah tumbuh menjadi Pemuda Dewasa yang penuh tanggung jawab tidak seperti baru-baru datang dulu.Sementara Riko mulai berangkat ke kantor.Tiba di kantor, Riko tidak pergi ke ruangannya dahulu melainkan memanggil Kepala Karyawan."Panggil karyawan yang bernama Tania dan dua temannya. Suruh ke ruanganku!""Baik, Tuan Sekretaris."Selesai bicara Riko melangkah ke ruangannya, menyusun berkas yang memerlukan tanda tang
"Siapa yang namanya Tania dan Linda?"Hanya ditanya nama saja, jantung mereka langsung berpacu dengan keringat dingin yang mulai mengalir di kening mereka.Dua wanita yang merasa disebut namanya tadi saling menoleh kemudian segera maju beberapa langkah mendekati meja kerja Riko dengan masih menundukkan pandangannya."Aku ingin bertanya pada kalian. Kemana kalian membawa adikku Fiah semalam?"Mereka gemetaran, tidak ada yang berani menjawab pertanyaan tajam dari Riko, yang ada hanya saling menyenggol lengan.BRAK!Riko menggebrak meja membuat jantung ketiga wanita itu hampir lepas rasanya karena sangat terkejut dan takut."Aku bertanya! Jawab!""Apa Fiah yang ingin pergi ke Bar, atau kalian yang memaksa?"Mereka semakin gemetaran dan gugup dalam menjawab. "Maafkan kami, Tuan. Memang kami yang mengajak. Kami tidak tahu jika Fiah, jika Fiah tidak pernah,.." jawaban gugup dari Tania langsung dipotong oleh Riko."Tidak pernah ke Bar maksudmu?" Sekarang Riko berdiri, matanya memerah menah
"Iya demam. Tidak apa-apa, sebentar lagi sembuh. Semalam Dokter sudah datang untuk memberi obat Bibi. Calia sekolah dulu, nanti pulang sekolah bisa menemani Bibi ya?" Dinda berbicara pada Fiah sambil mengelus kepalanya. Berharap agar Calia tidak cemas dan berangkat sekolah tanpa beban pikiran karena memikirkan Bibinya yang sedang sakit."Kalau sekarang tidak boleh ya?" Tanya Calia, pikirannya seketika saat ini cemas dan khawatir dan ingin bisa segera melihat kondisi Fiah.Sebenarnya wajar saja jika Calia perhatian pada Fiah, sejak bayi dia sudah begitu dekat dengan Fiah. Bahkan bisa di bilang saat Calia masih didalam perut Dinda. Baik Dinda sendiri maupun Riko paham akan hal itu. Jadi bukan untuk melarang Calia menemui Bibinya, tapi waktu yang memang menjadi kendala."Tinggal beberapa menit lagi kita harus berangkat, nanti terlambat. Lagian Bibi sedang istirahat agar cepat sembuh, kasihan Bibi sedang demam. Jadi pulang sekolah saja ya.." Dinda mencoba memberi pengertian.Riko juga mem
"Kamu sudah sarapan?" Tanya Rendi, dia menarik kursi untuk duduk."Sudah. Tadi mbak Dinda buatin sup ayam.""Minum obatnya?""Sudah juga.""Hem.. Mandi?" Rendi kembali bertanya."Belum. Cuma elap-elap saja. Baru selesai ini tadi. Mau mandi dingin banget.""Ah iya. Memang belum boleh mandi, masih demam, kan?"Entah mengapa, Rendi jadi gugup di hadapan Fiah. Menjadi bingung tujuan dia mau apa kesini tadi. Dia sampai lupa."Mas Rendi, terimakasih sudah membawa Fiah pulang ya. Malam itu Fiah takut banget. Fiah berharap banget Mas Rendi menyusul, eh Mas Rendi bener-bener nyusul, meskipun Fiah sudah nggak sadar." Untung Fiah membuka pembicaraan membuat Rendi sedikit lega dan jadi bisa melanjutkan pembicaraan yang sudah hampir ia lupakan tadi."Aku yang minta maaf karena terlambat menyusul. Aku tidak menyangka jika mereka mengajakmu ke Bar. Memikirkan keadaanmu di Bar saat itu, yang pasti kebingungan dan ketakutan, aku sangat merasa bersalah, Fiah. Apalagi saat menemukanmu sedang menembus hu
"Mas Rendi?" Ucap keduanya.Rendi sudah berdiri di belakang mereka. Dan mungkin saja sudah dari tadi mendengar obrolan mereka."Tania, aku tidak mengizinkan kamu mengajak Fiah lagi. Kemanapun itu. Kamu mengerti?"Tania tidak berani menjawab, dia hanya mengangguk pelan.Rendi ini padahal dulu adalah temannya, mereka juga sempat dekat dan Tania bahkan mengira jika Rendi pernah menyukainya. Tapi seiringnya waktu yang berjalan, Rendi kini menjadi atasan Tania, Direktur di bagian keuangan. Itu membuat Tania makin susah untuk mendekati Rendi dan merasa jarak mereka semakin jauh.Rendi mendekati Fiah, kemudian mengambil pergelangan tangannya."Ayo, cari makan siang." Kemudian membawa Fiah pergi dari hadapan Tania.Tania melirik kepergiaan mereka, ada rasa iri yang menggebu dihatinya. Apalagi ketika dia mendengar obrolan dari teman-temannya Fiah."Sepertinya Pak Rendi itu menyukai Fiah ya? Dilihat dari Tatapannya bukan seperti tatapan kakak untuk seorang adik." Ucap Santi pada teman disamping