Chaca turun dari taksi setelah sampai di gedung di mana perusahaan Vallarta berada. Hari ini adalah hari pertamanya sebagai CEO di sana. Untungnya dia tidak datang terlambat. Di pintu lift menuju lantai kantor Vallarta dia menatap bayangan wajahnya yang terlihat sedikit lelah. Pengaruh sisa alkohol dan kejadian semalam tentu berpengaruh pada kondisi wajahnya sekarang. Sebelum itu menjadi bencana, Chaca kemudian melipir dulu ke arah toilet di lantai satu. Dia harus menata ulang riasannya.
Sampai di toilet dia kemudian mengeluarkan cushion miliknya. Ini masih pagi dan tentu belum banyak yang datang. Chaca sedikit leluasa untuk menata wajahnya agar terlihat lebih fresh dan cantik.
“Hei kau tidak tahu Jimmy yang bekerja di Vallarta lantai 20?” Seorang gadis muda datang dengan dua orang gadis lainnya ke toilet.
“Ya tahu dong. Emang kenapa sama dia?” tanya dua temannya itu.
Chaca mencoba menguping apa yang akan menjadi bahan pembicaraan para gadis itu tentang Jimmy. Kalau diperhatikan sepertinya mereka bukan karyawan atau staf Vallarta. Gedung ini memang terdiri dari beberapa kantor dan perusahaan. Vallarta sendiri berada di lantai dua puluh.
“Mantannya semalam bertemu denganku. Katanya sekarang Jimmy diturunkan jabatannya jadi asisten CEO yang baru!”
“Benarkah? Wah kasihan banget ya.”
“Ngapain kasihani playboy macam dia. Lagipula katanya CEO yang baru itu perempuan dan belum menikah. Bisa bahaya sih kalau dia bakal deketin CEO nya. Padahal mantannya masih satu kantor.”
“ Duh bagaimana ya perasaan Sinta?”
“Tapi baguslah Sinta lepasin laki-laki brengsek itu. Dia sudah sering diselingkuhi!”
Chaca yang mendengar itu menjadi sedikit menyesal dan kecewa. Jadi Jimmy ternyata orangnya seperti itu. Sebaiknya mungkin dia tidak terlalu dekat dengan Jimmy nanti ke depannya.Chaca kemudian keluar dari toilet dengan perasaan yang kecewa. Dia seharusnya tidak mengajaknya ke hotel. Gadis itu sangat menyesal.
Sampai di lantai dua puluh, Chaca bertemu dengan Lily manajer produksi. Dia sering bertemu lewat video conference dengan beberapa manajer dan CEO sebelumnya.
“Nona selamat datang di Jakarta. Tapi kenapa Anda datang sendiri? Apa Jimmy terlambat menjemputmu?” tanya Lily.
Chaca hanya bisa menjawab dengan senyuman pendek. Mana mungkin dia menjawab kalau Jimmy masih berada di hotel. Tanpa banyak berbasa basi Chaca langsung menuju kantor Vallarta dengan diikuti Lily.
“Aku sudah mengontak beberapa agen properti. Nanti sore Anda akan sudah mendapatkan apartemen yang dekat dengan kantor.”
“Baik terima kasih Lily bantuannya. Ngomong-ngomong bisakah kau ganti orang yang menjadi asistenku?” tanya Chaca to the point. Dia cukup terpengaruh dengan obrolan di toilet tadi. Jimmy itu adalah seorang playboy. Bahkan mantan pacarnya pun masih bekerja dan satu kantor di sini. Chaca harus hati-hati karena dia tidak mau merusak hubungan orang hanya karena kejadian semalam.
“Nona Charisa, maafkan aku. Dari kemarin saya berusaha menghubungi nomor Anda tapi nomor Anda tidak bisa dihubungi. Kemarin saya terlambat menjemput Anda.” Seorang pria berusia tiga puluh tahunan datang tergopoh-gopoh mencegat Chaca yang hendak masuk ke ruangannya.
“Jimmy! Jadi kau kemarin tidak menjemputnya?” tanya Lily dengan suara keras karena kaget. Tetapi lebih kaget lagi adalah Chaca. Dia berusaha mencerna ucapan pria itu. Jadi maksudnya kemarin dia tidak menjemputnya di bandara. Lalu, siapa pria itu yang semalam menemaninya mengarungi laut kenikmatan.
“Kemarin mobilku hendak menjemput Nona di bandara tapi malah mogok di jalan. Jadi aku menghubungi Nona untuk menunggu sampai mobil bisa jalan lagi. Masalahnya nomornya tidak bisa dihubungi dan waktu aku ke sana. Aku sudah tidak menemukan Anda di sana," lirih Jimmy dengan penuh rasa bersalah.
Chaca tiba-tiba merasa tubuhnya limbung. Dia memegang tembok untuk menjaga keseimbangan tubuhnya.
“Jadi kau Jimmy asistenku?” tanya Chaca sambil menatap wajah pria itu. Dia sama sekali bukan Jimmy yang kemarin dia temui. Dan bukan Jimmy yang menemaninya di ranjang panas semalam.
“Iya Nona. Saya minta maaf dan mohon Anda mempertahankan posisi saya saat ini. Kalau tidak, saya tidak diterima di divisi lain pun di kantor ini!” ucap Jimmy dengan sorot mata memohon.
Chaca merasa kepalanya sangat berat. Jadi siapa pria itu. Kenapa dia berpura-pura mengenal dan menjadi Jimmy. Siapa yang salah? Apa mungkin dari awal dia yang sudah salah.
“Nona, Anda tidak apa-apa?” tanya Jimmy khawatir melihat Chaca yang tiba-tiba pucat.
“Aku sakit kepala melihatmu. Pergilah! Sementara ini jaga jarak denganku! Kalau tidak, aku bisa langsung mengganti posisimu dengan cepat!” titah Chaca dengan nada kejam.
Lily kemudian memberi kode agar Jimmy pergi. Chaca kemudian masuk ke dalam kantornya sambil memijit keningnya yang berkedut. Hari pertama dia di Jakarta sungguh di luar ekspektasinya.
*
Ada bagusnya jika pria itu adalah pria asing yang ia tak kenal. Kejadian semalam itu adalah kesalahan yang harus segera ia lupakan. Chaca pun tidak ingin pergi ke hotel itu lagi dan bertemu dengan pria itu. Lagipula dia tidak berhak meminta pertanggungjawaban pria itu. Dia sendiri yang meminta pria itu untuk menidurinya. Anggap saja dia memberikan kegadisannya dengan percuma pada pria asing yang baru ia kenal. Mungkin dia adalah gadis yang paling bodoh di dunia. Karena dia tidak hati-hati memeriksa identitas pria itu. Andai saja dia tidak sok akrab dengan pria itu mungkin kejadian semalam tidak akan pernah terjadi.
Chaca harus segera melupakan pria itu dan kejadian memalukan itu. Dia melihat dari kejauhan Jimmy yang duduk di mejanya. Jimmy asli tampaknya sangat bertolak belakang dengan pria itu. Jimmy terlihat lebih kekanak-kanakan dan ceroboh. Berbeda dengan pria itu yang terlihat sangat elegan dan dewasa.
“Gawat! Aku berikan dia uang untuk bayaran pelayanannya tapi apa itu kurang. Apa mungkin dia akan mencariku ke sini. Mustahil dia tahu aku bekerja di mana?” Chaca berusaha mengurangi rasa paniknya dengan berusaha mengingat-ingat apakah dia pernah mengatakan dimana dia bekerja.
“Kenapa waktu itu dia diam saja pas aku panggil Jimmy?” sungut Chaca heran.
“Sepertinya dia sengaja karena memang dia juga tertarik padaku,” pikirnya lagi.
“Jadi dia juga sebenarnya tidak perlu uang bayaran. Hahaha.” Chaca berusaha tertawa untuk menutupi kebodohannya.
“Nona kenapa Anda tertawa. Apa ada yang lucu?” Tiba-tiba Jimmy sudah berada di depannya.
Chaca menghentikan tawanya dan menatap Jimmy dengan tatapan aneh.
“Apa kau masih ingin menjadi asistenku?” tanya Chaca.
“Tentu saja Nona.” Jimmy tampak antusias.
“Kalau begitu, kau bisa menjadi asisten dengan syarat. Pertama kau jangan mencoba merayu dan menggodaku, kedua jangan malas saat bekerja denganku, ketiga tidak boleh berpacaran saat bekerja di kantor!”
“Ah tentu saja Nona. Saya ini sudah punya pacar. Dia bekerja di rumah sakit sebagai perawat, aku tidak akan malas bekerja karena aku ingin mendapatkan gaji dan bonus agar bisa cepat melamar pacarku,” jawab Jimmy.
“Benarkah itu. Jadi kau sudah punya pacar baru? Apa Sinta tahu kalau kau sudah punya pacar lagi?” tanya Chaca malah tertarik.
“Nona darimana Anda tahu Sinta. Setahuku Anda belum bertemu dengan karyawan lain?” tanya Jimmy yang heran karena Chaca mengenal Sinta yang merupakan mantannya di kantor ini.
“Aku ini punya banyak spy di sini. Jadi jangan banyak tingkah di kantor!” ucap Chaca dengan wajah yang serius.
“Ba-baik Nona. Saya akan ingat ucapan Anda," jawab Jimmy terbata-bata.
“Bagus ! Sudah waktunya kau serius dan mulai berpikiran untuk menikah. Sekarang ini kau sudah tobat menjadi seorang playboy!” seru Chaca menepuk bahu Jimmy.
Mendengar ucapan Chaca, wajah Jimmy terlihat sangat pucat. Dia mengira kalau Chaca sudah memeriksa latar belakangnya dengan detail. Bahkan privasinya Chaca sudah tahu kalau dia adalah seorang playboy.
Satu bulan lebih berlalu, tanpa halangan Chaca dapat bekerja dengan baik sebagai CEO di Vallarta cabang Jakarta. Tersisa dua bulan lagi untuk kembali ke Jepang. Dia tinggal menyelesaikan beberapa permasalahan intern di sini. Setelah itu dia akan kembali lagi ke Jepang sesuai arahan Tuan Juko.Kemampuannya dalam memimpin perusahaan memang tidak diragukan. Pantas saja jika karirnya cemerlang di usianya yang menginjak dua puluh tujuh tahun. Padahal dia bekerja di Vallarta baru tiga tahun, tetapi pemilik Vallarta sangat mempercayainya. Selain cerdas, Chaca memang mampu bekerja keras dalam memecahkan masalah di perusahaan dibandingkan dengan pegawai lain. Vallarta adalah perusahaan furniture yang mencoba membuka cabang di Jakarta. Kota Jakarta sebagai kota metropolitan sangat menjanjikan menjadi target pemasaran desain-desain furniture yang dimiliki Vallarta. Hanya saja untuk saat ini Vallarta Jakarta belum dapat berjalan dengan lancar karena banyak masalah di produksi, pengiriman dan jug
Pertemuan tak sengaja itu akhirnya berujung dengan kopi darat di sebuah cafe dekat rumah sakit. Chaca baru mengetahui kalau ternyata Genta adalah seorang dokter umum di rumah sakit itu. Rasa kecewanya kemarin berubah kagum karena Genta berhasil menggapai cita-citanya sebagai seorang dokter.“Aku tidak mengira kalau kita bakal bertemu lagi.” Genta tidak bisa menutupi rasa senangnya bisa bertemu lagi dengan teman sekolah sekaligus tetangganya itu. Dia tidak berhenti tersenyum dan menatap wajah Chaca dengan intens.“Aku juga,” jawab Chaca datar. Dia kehilangan semangat gara-gara Genta sudah banyak pencapaian. Sedangkan dia, dia harus memikul nasib menjadi wanita hamil tanpa pasangan.“Oh ya, kau dari mana saja. Sudah lama kita tidak bertemu. Apa kau sudah menikah?” tanya Genta dengan nada agak ragu karena banyak pertanyaan yang ia ingin lontarkan. Wajahnya terlihat sangat berhati-hati.Chaca menggelengkan kepalanya dengan lemah. Dia sama sekali tidak tertarik dengan topik seperti ini. Di
Hari itu Chaca melamun di meja kerjanya. Setelah sadar kalau dia hamil, dia jadi lebih gampang mual dan porsi makannya menjadi bertambah. Hormonnya pun agak berbeda. Dia lebih sensitif dan cenderung persuasif. Dia belum tahu apa yang harus ia lakukan. Tidak ada dokter yang akan membantunya menghilangkan janin itu. Itu merupakan tindakan yang ilegal. Sementara dirinya sendiri ragu jika harus mempertahankannya di dalam kandungan. Apa kata orang tuanya nanti jika tahu kalau dirinya hamil tanpa tahu siapa ayahnya.“Nona, ini aku bawakan salad buah pesananmu!” Jimmy sudah berada di depan mejanya dan memberinya sebuah paper bag berisi pesanannya.“Terima kasih Jim. Oh ya, apa ada dokumen yang masih harus aku tanda tangan?” tanya Chaca.“Tadi Lily bilang kalau ada beberapa dokumen dari sub kontraktor Surabaya baru selesai diperiksa timnya. Aku akan bawakan ke sini!” jawab Jimmy.“Hmm, oke. Bawakan cepat, aku harus pergi satu jam lagi.”“Baik Nona,” jawab Jimmy patuh.Setelah Jimmy pergi, Ch
“Apa kau mau tidur menemaniku malam ini?” tanya Chaca sambil menatap wajah Genta dengan tatapan penuh arti.Genta terkejut mendengarnya. Dia mengusap-usap telinganya barangkali dia salah mendengar.“Tidak mau?” tanya Chaca dengan wajah kecewa.“Bukan seperti itu, Cha. Tapi — apa tidak salah?” Genta masih terlihat bingung dan tidak percaya.“Katanya kau mau merawat dan menjagaku. Jadi —” Chaca terdengar sangat provokatif.“Cha, ini bukan bercanda kan? Aku tahu kau sudah lama tinggal di Jepang dan yang kayak begini sudah tidak aneh. Tapi bagiku —- aku masih tidak terbiasa.” Genta menolak secara halus.Chaca tersenyum miring menatap raut wajah Genta yang gelisah. Genta masih seperti dulu, dia malu-malu kucing. Malu tapi sebenarnya dia mau.“Kau tidak serius kan?” tanya Genta dengan suara yang tercekat karena berusaha untuk tidak terpancing.“Tentu saja, kenapa kau anggap itu serius?” Chaca benar-benar puas mellihat wajah Genta yang sempat gelisah tadi. Sebenarnya dia juga serius ingin me
Seperti biasa, Chaca menyelesaikan pekerjaannya dengan baik. Ini sudah sore, dan Genta sama sekali belum mengabarinya. Ada untungnya semalam dia memberi obat tidur pada Genta. Kalau tidak, Chaca mungkin akan lebih sakit hati jika Genta hanya ingin mencoba tidur dengannya saja.“Nyonya Charissa. Ini sudah waktunya pulang. Apa mungkin ada pekerjaan lain yang harus kita kerjakan malam ini?” tanya Jimmy menghampiri meja kerjanya.“Tidak ada. Kau pulang saja! Aku harus membereskan beberapa laporan ke Pusat,” jawab Chaca sambil menatap layar PC nya. Tetapi beberapa kali dia melirik ponselnya yang sedari tadi belum ada notif yang masuk.“Baiklah kalau begitu. Saya pulang duluan! Oh ya, saya sudah pesankan kue untuk menemani Anda bekerja!” Jimmy yang pengertian meletakkan satu kotak kue di atas meja Chaca.“Terima kasih untuk hari ini Jimmy!” ucap Chaca tersenyum.“Sama-sama!” Pria itu pun kemudian berpamitan dan pergi.Tinggallah Chaca sendiri di ruang kerjanya melamun dengan apa yang sudah t
Rasanya mendengar ucapan itu, Chaca gemetar meski sebenarnya dia tidak terlalu kaget. Dia langsung menebak kalau gadis itu adalah Sweet. Orang yang tidak pernah diceritakan Genta tapi dia pasti orang yang sangat spesial sehingga menamai nomornya dengan kata Sweet.“Maaf aku tidak mengenalmu, ada urusan apa ke sini?” jawab Chaca ketus.“Kau pasti tahu kenapa aku datang ke sini?” tanya Irene dengan nada sedikit tinggi.“Bukan urusanku. Aku tidak ada hubungan apapun dengan tunanganmu. Pergilah sebelum aku panggil security!” usir Chaca.“Aku mengecek riwayat GPS Genta, dan tanggal di mana dia tidak pulang ternyata dia pergi ke sini dan menginap di sini. Dasar lonte!” teriak Irene menghina.Chaca berusaha untuk tenang dan tidak tersulut emosi dengan kata-kata kasar yang dilontarkan Irene.“Sudah berapa kali kau menggodanya untuk datang ke sini?” tanya Irene dengan nada provokasi.“Hati-hati bicara!Dia hanya bekas tetanggaku dulu. Aku tidak ada hubungan dengan Genta! Paham! Pergilah sebelum
Lima tahun berlalu.Waktu terasa cepat berlalu, hidup Chaca banyak berubah setelah itu. Selama itu juga dia tidak pernah kembali ke negara kelahirannya. Dia lebih memilih bekerja dan menghabiskan sebagian hidupnya di Jepang bersama keluarganya.Dia sudah cukup bahagia sekarang dan lebih tenang. Meski di awal-awal dia merasa menderita dan tersiksa.Kedua orang tuanya mengizinkannya hidup seperti apa yang ia pilih. Sampai sekarang pun Chaca enggan menceritakan apa yang ia alami lima tahun lalu. Tadinya Chaca hendak menggugurkan kandungannya saat kembali ke Jepang. Namun entah apa yang membuatnya memutuskan untuk mempertahankan kehamilannya dan melahirkan anak tanpa ayah itu.Saat di rumah sakit, ia melihat sepasang suami istri yang menangis saat mengetahui kalau anak mereka tidak bisa dipertahankan. Barulah Chaca menyadari kalau kehadiran anak adalah sebuah anugerah yang tidak semua orang mudah mendapatkannya. Mulai dari sanalah Chaca mengubah pola pikirnya. Mungkin Tuhan punya rencana
“Nyonya! Ayo mulai!” bisik Kinara yang mendapati Chaca yang berdiri mematung sempurna selama sepuluh detik lebih karena shock melihat pria itu di depannya. Sama seperti dirinya pria itu terlihat tidak tenang dan seperti hendak menghampirinya saat itu juga.Chaca mengusap wajahnya dengan penuh rasa gugup. Tiba-tiba saja fokusnya berantakan karena kehadiran pria itu. “Nyonya, apa yang Anda lakukan?” tanya Kinara heran melihat Chaca yang malah kelihatan lebih bingung dibandingkan dengannya.“Golden Soul, apa bisa dimulai. Waktu kita tidak banyak!” seru seseorang yang bertindak sebagai moderator. Chaca mengepalkan kedua tangannya dan memejamkan kedua matanya berusaha untuk mengembalikan kekuatannya. Ini semua demi masa depan Darren, dia harus berhasil dan membuka kesempatan emas untuk perusahaan yang dirintisnya.Chaca menarik napas dan menghembuskan napasnya teratur untuk mengisi energi positifnya. Lalu dia angkat kepalanya dan mengumpulkan keberaniannya untuk menatap para manajer dan
“Nyonya! Ayo mulai!” bisik Kinara yang mendapati Chaca yang berdiri mematung sempurna selama sepuluh detik lebih karena shock melihat pria itu di depannya. Sama seperti dirinya pria itu terlihat tidak tenang dan seperti hendak menghampirinya saat itu juga.Chaca mengusap wajahnya dengan penuh rasa gugup. Tiba-tiba saja fokusnya berantakan karena kehadiran pria itu. “Nyonya, apa yang Anda lakukan?” tanya Kinara heran melihat Chaca yang malah kelihatan lebih bingung dibandingkan dengannya.“Golden Soul, apa bisa dimulai. Waktu kita tidak banyak!” seru seseorang yang bertindak sebagai moderator. Chaca mengepalkan kedua tangannya dan memejamkan kedua matanya berusaha untuk mengembalikan kekuatannya. Ini semua demi masa depan Darren, dia harus berhasil dan membuka kesempatan emas untuk perusahaan yang dirintisnya.Chaca menarik napas dan menghembuskan napasnya teratur untuk mengisi energi positifnya. Lalu dia angkat kepalanya dan mengumpulkan keberaniannya untuk menatap para manajer dan
Lima tahun berlalu.Waktu terasa cepat berlalu, hidup Chaca banyak berubah setelah itu. Selama itu juga dia tidak pernah kembali ke negara kelahirannya. Dia lebih memilih bekerja dan menghabiskan sebagian hidupnya di Jepang bersama keluarganya.Dia sudah cukup bahagia sekarang dan lebih tenang. Meski di awal-awal dia merasa menderita dan tersiksa.Kedua orang tuanya mengizinkannya hidup seperti apa yang ia pilih. Sampai sekarang pun Chaca enggan menceritakan apa yang ia alami lima tahun lalu. Tadinya Chaca hendak menggugurkan kandungannya saat kembali ke Jepang. Namun entah apa yang membuatnya memutuskan untuk mempertahankan kehamilannya dan melahirkan anak tanpa ayah itu.Saat di rumah sakit, ia melihat sepasang suami istri yang menangis saat mengetahui kalau anak mereka tidak bisa dipertahankan. Barulah Chaca menyadari kalau kehadiran anak adalah sebuah anugerah yang tidak semua orang mudah mendapatkannya. Mulai dari sanalah Chaca mengubah pola pikirnya. Mungkin Tuhan punya rencana
Rasanya mendengar ucapan itu, Chaca gemetar meski sebenarnya dia tidak terlalu kaget. Dia langsung menebak kalau gadis itu adalah Sweet. Orang yang tidak pernah diceritakan Genta tapi dia pasti orang yang sangat spesial sehingga menamai nomornya dengan kata Sweet.“Maaf aku tidak mengenalmu, ada urusan apa ke sini?” jawab Chaca ketus.“Kau pasti tahu kenapa aku datang ke sini?” tanya Irene dengan nada sedikit tinggi.“Bukan urusanku. Aku tidak ada hubungan apapun dengan tunanganmu. Pergilah sebelum aku panggil security!” usir Chaca.“Aku mengecek riwayat GPS Genta, dan tanggal di mana dia tidak pulang ternyata dia pergi ke sini dan menginap di sini. Dasar lonte!” teriak Irene menghina.Chaca berusaha untuk tenang dan tidak tersulut emosi dengan kata-kata kasar yang dilontarkan Irene.“Sudah berapa kali kau menggodanya untuk datang ke sini?” tanya Irene dengan nada provokasi.“Hati-hati bicara!Dia hanya bekas tetanggaku dulu. Aku tidak ada hubungan dengan Genta! Paham! Pergilah sebelum
Seperti biasa, Chaca menyelesaikan pekerjaannya dengan baik. Ini sudah sore, dan Genta sama sekali belum mengabarinya. Ada untungnya semalam dia memberi obat tidur pada Genta. Kalau tidak, Chaca mungkin akan lebih sakit hati jika Genta hanya ingin mencoba tidur dengannya saja.“Nyonya Charissa. Ini sudah waktunya pulang. Apa mungkin ada pekerjaan lain yang harus kita kerjakan malam ini?” tanya Jimmy menghampiri meja kerjanya.“Tidak ada. Kau pulang saja! Aku harus membereskan beberapa laporan ke Pusat,” jawab Chaca sambil menatap layar PC nya. Tetapi beberapa kali dia melirik ponselnya yang sedari tadi belum ada notif yang masuk.“Baiklah kalau begitu. Saya pulang duluan! Oh ya, saya sudah pesankan kue untuk menemani Anda bekerja!” Jimmy yang pengertian meletakkan satu kotak kue di atas meja Chaca.“Terima kasih untuk hari ini Jimmy!” ucap Chaca tersenyum.“Sama-sama!” Pria itu pun kemudian berpamitan dan pergi.Tinggallah Chaca sendiri di ruang kerjanya melamun dengan apa yang sudah t
“Apa kau mau tidur menemaniku malam ini?” tanya Chaca sambil menatap wajah Genta dengan tatapan penuh arti.Genta terkejut mendengarnya. Dia mengusap-usap telinganya barangkali dia salah mendengar.“Tidak mau?” tanya Chaca dengan wajah kecewa.“Bukan seperti itu, Cha. Tapi — apa tidak salah?” Genta masih terlihat bingung dan tidak percaya.“Katanya kau mau merawat dan menjagaku. Jadi —” Chaca terdengar sangat provokatif.“Cha, ini bukan bercanda kan? Aku tahu kau sudah lama tinggal di Jepang dan yang kayak begini sudah tidak aneh. Tapi bagiku —- aku masih tidak terbiasa.” Genta menolak secara halus.Chaca tersenyum miring menatap raut wajah Genta yang gelisah. Genta masih seperti dulu, dia malu-malu kucing. Malu tapi sebenarnya dia mau.“Kau tidak serius kan?” tanya Genta dengan suara yang tercekat karena berusaha untuk tidak terpancing.“Tentu saja, kenapa kau anggap itu serius?” Chaca benar-benar puas mellihat wajah Genta yang sempat gelisah tadi. Sebenarnya dia juga serius ingin me
Hari itu Chaca melamun di meja kerjanya. Setelah sadar kalau dia hamil, dia jadi lebih gampang mual dan porsi makannya menjadi bertambah. Hormonnya pun agak berbeda. Dia lebih sensitif dan cenderung persuasif. Dia belum tahu apa yang harus ia lakukan. Tidak ada dokter yang akan membantunya menghilangkan janin itu. Itu merupakan tindakan yang ilegal. Sementara dirinya sendiri ragu jika harus mempertahankannya di dalam kandungan. Apa kata orang tuanya nanti jika tahu kalau dirinya hamil tanpa tahu siapa ayahnya.“Nona, ini aku bawakan salad buah pesananmu!” Jimmy sudah berada di depan mejanya dan memberinya sebuah paper bag berisi pesanannya.“Terima kasih Jim. Oh ya, apa ada dokumen yang masih harus aku tanda tangan?” tanya Chaca.“Tadi Lily bilang kalau ada beberapa dokumen dari sub kontraktor Surabaya baru selesai diperiksa timnya. Aku akan bawakan ke sini!” jawab Jimmy.“Hmm, oke. Bawakan cepat, aku harus pergi satu jam lagi.”“Baik Nona,” jawab Jimmy patuh.Setelah Jimmy pergi, Ch
Pertemuan tak sengaja itu akhirnya berujung dengan kopi darat di sebuah cafe dekat rumah sakit. Chaca baru mengetahui kalau ternyata Genta adalah seorang dokter umum di rumah sakit itu. Rasa kecewanya kemarin berubah kagum karena Genta berhasil menggapai cita-citanya sebagai seorang dokter.“Aku tidak mengira kalau kita bakal bertemu lagi.” Genta tidak bisa menutupi rasa senangnya bisa bertemu lagi dengan teman sekolah sekaligus tetangganya itu. Dia tidak berhenti tersenyum dan menatap wajah Chaca dengan intens.“Aku juga,” jawab Chaca datar. Dia kehilangan semangat gara-gara Genta sudah banyak pencapaian. Sedangkan dia, dia harus memikul nasib menjadi wanita hamil tanpa pasangan.“Oh ya, kau dari mana saja. Sudah lama kita tidak bertemu. Apa kau sudah menikah?” tanya Genta dengan nada agak ragu karena banyak pertanyaan yang ia ingin lontarkan. Wajahnya terlihat sangat berhati-hati.Chaca menggelengkan kepalanya dengan lemah. Dia sama sekali tidak tertarik dengan topik seperti ini. Di
Satu bulan lebih berlalu, tanpa halangan Chaca dapat bekerja dengan baik sebagai CEO di Vallarta cabang Jakarta. Tersisa dua bulan lagi untuk kembali ke Jepang. Dia tinggal menyelesaikan beberapa permasalahan intern di sini. Setelah itu dia akan kembali lagi ke Jepang sesuai arahan Tuan Juko.Kemampuannya dalam memimpin perusahaan memang tidak diragukan. Pantas saja jika karirnya cemerlang di usianya yang menginjak dua puluh tujuh tahun. Padahal dia bekerja di Vallarta baru tiga tahun, tetapi pemilik Vallarta sangat mempercayainya. Selain cerdas, Chaca memang mampu bekerja keras dalam memecahkan masalah di perusahaan dibandingkan dengan pegawai lain. Vallarta adalah perusahaan furniture yang mencoba membuka cabang di Jakarta. Kota Jakarta sebagai kota metropolitan sangat menjanjikan menjadi target pemasaran desain-desain furniture yang dimiliki Vallarta. Hanya saja untuk saat ini Vallarta Jakarta belum dapat berjalan dengan lancar karena banyak masalah di produksi, pengiriman dan jug
Chaca turun dari taksi setelah sampai di gedung di mana perusahaan Vallarta berada. Hari ini adalah hari pertamanya sebagai CEO di sana. Untungnya dia tidak datang terlambat. Di pintu lift menuju lantai kantor Vallarta dia menatap bayangan wajahnya yang terlihat sedikit lelah. Pengaruh sisa alkohol dan kejadian semalam tentu berpengaruh pada kondisi wajahnya sekarang. Sebelum itu menjadi bencana, Chaca kemudian melipir dulu ke arah toilet di lantai satu. Dia harus menata ulang riasannya. Sampai di toilet dia kemudian mengeluarkan cushion miliknya. Ini masih pagi dan tentu belum banyak yang datang. Chaca sedikit leluasa untuk menata wajahnya agar terlihat lebih fresh dan cantik.“Hei kau tidak tahu Jimmy yang bekerja di Vallarta lantai 20?” Seorang gadis muda datang dengan dua orang gadis lainnya ke toilet.“Ya tahu dong. Emang kenapa sama dia?” tanya dua temannya itu.Chaca mencoba menguping apa yang akan menjadi bahan pembicaraan para gadis itu tentang Jimmy. Kalau diperhatikan sepe