Beranda / Romansa / Melahirkan Anak Tuan Tampan / Bab 6 : Alasannya Jadi Dokter

Share

Bab 6 : Alasannya Jadi Dokter

Penulis: Cipi2 Capa2
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-01 14:30:25

Hari itu Charisa melamun di meja kerjanya. Setelah sadar kalau dia hamil, dia jadi lebih gampang mual dan porsi makannya menjadi bertambah. Hormonnya pun agak berbeda. Dia lebih sensitif dan cenderung persuasif. Dia belum tahu apa yang harus ia lakukan. Tidak ada dokter yang akan membantunya menghilangkan janin itu. Itu merupakan tindakan yang ilegal. Sementara dirinya sendiri ragu jika harus mempertahankannya di dalam kandungan. Apa kata orang tuanya nanti jika tahu kalau dirinya hamil tanpa tahu siapa ayahnya.

“Nona, ini aku bawakan salad buah pesananmu!” Jimmy sudah berada di depan mejanya dan memberinya sebuah paper bag berisi pesanannya.

“Terima kasih Jim. Oh  ya, apa ada dokumen yang masih harus aku tanda tangan?” tanya Charisa.

“Tadi Lily bilang kalau ada beberapa dokumen dari sub kontraktor Surabaya baru selesai diperiksa timnya. Aku akan bawakan ke sini!” jawab Jimmy.

“Hmm, oke. Bawakan cepat, aku harus pergi satu jam lagi.”

“Baik Nona,” jawab Jimmy patuh.

Setelah Jimmy pergi, Charisa segera melahap salad buahnya. Dia benar-benar seperti wanita hamil pada umumnya. Merasakan mual yang tiba-tiba, nafsu makannya pun bertambah. Selama ini dia berusaha mempertahankan berat badannya karena tidak mau menjadi gadis gemuk lagi. Tapi kali ini dia tidak bisa berkompromi dengan hormonnya. 

Sudah beberapa kemungkinan yang dia pikirkan. Rasanya tidak mungkin menggugurkan kandungannya dengan resiko yang tinggi. Kalau dia pertahankan kehamilannya dia harus siap menjadi orang tua tunggal dengan konsekuensi lainnya. Membesarkan seorang anak tanpa menikah tentu akan banyak mendapatkan cibiran dari orang lain.

Setelah pekerjaannya selesai, Charisa pun meninggalkan kantornya dan pergi menuju sebuah tempat dengan menaiki taksi. Seminggu yang lalu Genta menghubunginya dan membuat janji dengannya untuk bertemu lagi di sebuah restoran sekalian makan malam.

Charisa tidak bisa seterusnya menghindari Genta, karena memang dari hati yang paling dalam Charisa masih ingin bertemu dengannya.

Sampai di lahan parkir restoran, Charisa merapikan penampilannya terlebih dahulu. Dia menatap wajahnya di cermin mobil. Dia tahu kalau sekarang sudah menjadi gadis yang  cantik dan menarik. Tetapi entah kenapa gara-gara kejadian bersama pria di hotel waktu itu, dia tidak memiliki kepercayaan diri lagi di depan Genta. Sekarang situasinya sudah berbeda. Dia sudah berbadan dua dan bukan tidak mungkin Genta akan berbalik jijik padanya.

Cukup lama Charisa di dalam mobil dan tidak segera turun. Perasaannya menjadi ragu untuk bisa berhubungan lagi dengan Genta.

Beep. Ponselnya bergetar, Charisa mengangkat telepon yang masuk itu. Ternyata Genta yang meneleponnya.

“Kau sudah sampai di mana?” tanya Genta.

“Aku sudah ada di parkiran. Sebentar lagi aku masuk,” jawab Charisa.

“Hmm aku tunggu di lantai dua nomor 18 ya!”

“Ya.”

Charisa kemudian segera turun dari mobil dan melangkah ke dalam restoran setelah membayar argo taksi. Dia memegang dada sebelah kirinya berusaha mencari detak jantungnya. Entah kenapa dia merasa kalau debaran jantung itu sudah tidak ada. Gadis itu tidak merasa bahagia dan tidak seantusias dulu ketika akan menemui Genta. Apa mungkin karena ini faktor kehamilannya sehingga dia merasa beban bertemu dengan Genta.

Sampai di lantai dua, Charisa mencari meja yang sudah dipesan Genta.

“Cha, aku di sini!” Genta melambaikan tangannya memberi tahu posisinya berada.

Charisa berjalan dengan wajah yang sedikit ia paksakan untuk tersenyum. Dia tidak mau menunjukkan wajah galaunya.

Dengan sikap gentlemen Genta menarik kursi untuk Charisa. Malam ini Genta tampak gagah dan tampan dengan setelan semi formalnya. Harusnya Charisa bahagia karena Genta sudah jujur padanya. 

“Ayo kita pesan makanannya dulu!” Genta mempersilakan Charisa melihat buku menu untuk menentukan apa yang akan ia makan.

Sambil melihat menu, Charisa mencuri pandang pada Genta. Laki-laki itu juga sedang melihat buku menu. Tidak ada yang berubah dengan Genta. Dia masih menawan seperti dulu. Sekarang dia jauh lebih dewasa dan tampak bisa diandalkan.

Setelah memesan makanan dan menunggu pesanan datang. Genta mengawali percakapan dengan pertanyaan.

“Bagaimana kabar Om dan Tante?” tanya Genta menanyakan kabar orang tua Charisa.

“Mereka baik-baik saja. Ayahku sudah pensiun bekerja, dan sekarang tinggal dengan Ibu di Jepang.”

“Oh begitu, kenapa tidak kembali ke Jakarta?” tanya Genta menanyakan alasan karena sudah dua belas tahun mereka tidak kembali ke Jakarta.

“Mereka lebih tenang hidup di sana. Meski berbeda dengan kampung halaman. Itu sudah menjadi keputusan mereka.”

“Bagaimana denganmu. Apa kau akan tinggal di sini?” tanya Genta.

“Aku bekerja di sini.”

“Benarkah? Baguslah. Kita akan sering bertemu,” sahut Genta dengan wajah yang berseri-seri.

Charisa tidak tahan dengan sikap Genta yang menurutnya itu sangat membebaninya sekarang. Perasaan bersalah terus menghantuinya saat ini.

“Ta, apa kau benar tidak bertemu dengan gadis lain? Bukan aku tidak percaya sih – tapi ini sudah dua belas tahun lebih.”

Genta terdiam sesaat mendengar pertanyaan Charisa. Dia berusaha untuk menangkap makna dalam dari pertanyaan itu.

“Cha, memang benar ini sudah dua belas tahun lalu. Ada banyak hal yang sudah berubah dan ada juga yang masih sama seperti dulu.”

Charisa tidak berani menatap wajah Genta yang selalu melelehkan hatinya setiap dia memandangnya. Tapi kali ini Charisa gelisah karena merasa sudah mengkhianati Genta. Apa dia harus berterus terang kalau dia sudah melakukan kesalahan besar.

“Kau jangan terbebani dengan pembicaraanku yang kemarin. Aku tahu waktu sudah banyak berlalu. Aku juga tahu dalam waktu dua belas tahun itu – mungkin kau sudah bertemu dengan pria yang kau cintai,” tambah Genta dengan senyum berat.

“Ya kau benar. Sudah dua belas tahun, tidak mungkin kita tidak bertemu dengan seseorang.” Charisa mengiyakan. Dia tidak memiliki pilihan jawaban yang bisa menyelamatkan situasinya sekarang.

Pesanan mereka datang. Setelah percakapan itu, Genta jauh lebih diam. Mereka berusaha untuk bersikap normal dan sopan supaya makan malam mereka tidak terganggu dengan sikap dingin mereka berdua.

Setelah mencicipi makanan penutup mereka, Charisa berusaha mencari topik pembicaraan agar suasananya lebih mencair.

“Bagaimana pekerjaanmu? Apa itu menyenangkan? Dari dulu itu kau ingin sekali menjadi dokter,” ucap Charisa dengan senyuman untuk mencairkan suasana beku di antara mereka.

“Menyenangkan. Dan aku merasa bangga padaku sendiri karena bisa mencapai tahap ini. Ini semua karena dirimu.”

“Maksudnya?” tanya Cacha tidak mengerti.

“Aku ingin jadi dokter karena ingin merawatmu yang sering sakit sejak kecil,” sahut Genta.

Deg. Jantung Charisa serasa berhenti berdetak. Bagaimana bisa Genta memiliki pikiran seperti itu. Jadi selama ini dialah yang menjadi motivasinya menjadi dokter.

“Kau sering pingsan waktu SD. Aku selalu khawatir jika kau sakit. Waktu SMP kau  sudah jarang pingsan tapi kau jadi lebih banyak makan dan sering kecapean kalau olahraga. Pas SMA pun kau masih sering sakit gara-gara salah makan.”

Charisa mengusap air matanya yang tiba-tiba terjatuh. Dia merasa menjadi  orang yang paling hina di muka bumi. Bagaimana dia menjelaskan semuanya pada Genta. Kalau sebenarnya dia juga masih mencintainya. Tapi, dengan keadaannya seperti ini apa mungkin keduanya bisa bersama.

“Cha, kau adalah alasanku ingin menjadi dokter.” Genta memandangnya dengan tatapan yang mendalam.

“Ta, aku —” Dada Charisa terasa sesak karena penyesalan. Bagaimana dia bisa menjelaskan keadaannya sekarang ini.

“Kalau bisa aku akan merawat dan menjagamu sepanjang hidupku,” lirih Genta.

Charisa sudah jatuh terperangkap dengan kebodohannya sendiri. Bagaimana caranya dia memperbaiki semuanya. Apakah semuanya akan baik-baik saja jika dia menceritakan kebenarannya pada Genta.

“Apa kau serius Genta?” tanya Charisa dengan suara serak. Dia tidak kuasa menahan gejolak yang ada di jiwanya.

“Demi apapun aku serius Cha.” 

Charisa mau menangis sekencang-kencangnya. Andai saja waktu itu dia tidak minum di bar dan mengajak pria itu untuk tidur dengannya. Mungkin saat ini dia sudah jatuh ke pelukan Genta sekarang juga.

“Ini terlalu mengejutkan. Aku tidak tahu harus menjawab apa,” jawab Charisa gugup.

“Tidak perlu menjawab apapun saat ini. Maafkan aku jika ini mengejutkanmu. Aku cuma tidak mau kehilanganmu kedua kalinya,” ungkap Genta.

Charisa mengangguk, “Aku ingin segera pulang.”

“Baiklah, aku akan mengantarmu pulang.”

Charisa tidak bisa menolak untuk tidak diantar pulang oleh Genta. Sepanjang perjalanan keduanya menjadi salah tingkah. 

Sampai di parkiran gedung apartemen Charisa. Genta terdiam dengan wajah yang terlihat tegang. Sementara Charisa, dia tidak segera turun. Ada sesuatu yang sedang ia pikirkan. Mungkin ini adalah jalan satu-satunya agar bisa kembali memulai dengan Genta tanpa hambatan.

“Ta, aku cape dan tidak kuat berjalan. Bisa kau antar aku sampai ke kamar?” pinta Charisa dengan suara parau. Genta menelan salivanya ketika mendengar ajakan Charisa yang begitu provokatif.

Bab terkait

  • Melahirkan Anak Tuan Tampan   Bab 7 : Tidur Bersama

    “Apa kau mau tidur menemaniku malam ini?” tanya Chaca sambil menatap wajah Genta dengan tatapan penuh arti.Genta terkejut mendengarnya. Dia mengusap-usap telinganya barangkali dia salah mendengar.“Tidak mau?” tanya Chaca dengan wajah kecewa.“Bukan seperti itu, Cha. Tapi — apa tidak salah?” Genta masih terlihat bingung dan tidak percaya.“Katanya kau mau merawat dan menjagaku. Jadi —” Chaca terdengar sangat provokatif.“Cha, ini bukan bercanda kan? Aku tahu kau sudah lama tinggal di Jepang dan yang kayak begini sudah tidak aneh. Tapi bagiku —- aku masih tidak terbiasa.” Genta menolak secara halus.Chaca tersenyum miring menatap raut wajah Genta yang gelisah. Genta masih seperti dulu, dia malu-malu kucing. Malu tapi sebenarnya dia mau.“Kau tidak serius kan?” tanya Genta dengan suara yang tercekat karena berusaha untuk tidak terpancing.“Tentu saja, kenapa kau anggap itu serius?” Chaca benar-benar puas mellihat wajah Genta yang sempat gelisah tadi. Sebenarnya dia juga serius ingin me

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-09
  • Melahirkan Anak Tuan Tampan   Bab 8 : Dibohongi

    Seperti biasa, Charisa menyelesaikan pekerjaannya dengan baik. Ini sudah sore, dan Genta sama sekali belum mengabarinya. Ada untungnya semalam dia memberi obat tidur pada Genta. Kalau tidak, Charisa mungkin akan lebih sakit hati jika Genta hanya ingin mencoba tidur dengannya saja.“Nyonya Charissa. Ini sudah waktunya pulang. Apa mungkin ada pekerjaan lain yang harus kita kerjakan malam ini?” tanya Jimmy menghampiri meja kerjanya.“Tidak ada. Kau pulang saja! Aku harus membereskan beberapa laporan ke Pusat,” jawab Charisa sambil menatap layar PC nya. Tetapi beberapa kali dia melirik ponselnya yang sedari tadi belum ada notif yang masuk.“Baiklah kalau begitu. Saya pulang duluan! Oh ya, saya sudah pesankan kue untuk menemani Anda bekerja!” Jimmy yang pengertian meletakkan satu kotak kue di atas meja Charisa.“Terima kasih untuk hari ini Jimmy!” ucap Charisa tersenyum.“Sama-sama!” Pria itu pun kemudian berpamitan dan pergi.Tinggallah Charisa sendiri di ruang kerjanya melamun dengan apa

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-12
  • Melahirkan Anak Tuan Tampan   Bab 9 : Kembali Ke Jepang

    Rasanya mendengar ucapan itu, Charisa gemetar meski sebenarnya dia tidak terlalu kaget. Dia langsung menebak kalau gadis itu adalah Sweet. Orang yang tidak pernah diceritakan Genta tapi dia pasti orang yang sangat spesial sehingga menamai nomornya dengan kata Sweet.“Maaf aku tidak mengenalmu, ada urusan apa ke sini?” jawab Charisa ketus.“Kau pasti tahu kenapa aku datang ke sini?” tanya Irene dengan nada sedikit tinggi.“Bukan urusanku. Aku tidak ada hubungan apapun dengan tunanganmu. Pergilah sebelum aku panggil security!” usir Charisa.“Aku mengecek riwayat GPS Genta, dan tanggal di mana dia tidak pulang ternyata dia pergi ke sini dan menginap di sini. Dasar lonte!” teriak Irene menghina.Charisa berusaha untuk tenang dan tidak tersulut emosi dengan kata-kata kasar yang dilontarkan Irene.“Sudah berapa kali kau menggodanya untuk datang ke sini?” tanya Irene dengan nada provokasi.“Hati-hati bicara!Dia hanya bekas tetanggaku dulu. Aku tidak ada hubungan dengan Genta! Paham! Pergilah

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-13
  • Melahirkan Anak Tuan Tampan   Bab 10 : Bertemu Pria Itu

    Lima tahun berlalu.Waktu terasa cepat berlalu, hidup Charisa banyak berubah setelah itu. Selama itu juga dia tidak pernah kembali ke negara kelahirannya. Dia lebih memilih bekerja dan menghabiskan sebagian hidupnya di Jepang bersama keluarganya.Dia sudah cukup bahagia sekarang dan lebih tenang. Meski di awal-awal dia merasa menderita dan tersiksa.Kedua orang tuanya mengizinkannya hidup seperti apa yang ia pilih. Sampai sekarang pun Charisa enggan menceritakan apa yang ia alami lima tahun lalu. Tadinya Charisa hendak menggugurkan kandungannya saat kembali ke Jepang. Namun entah apa yang membuatnya memutuskan untuk mempertahankan kehamilannya dan melahirkan anak tanpa ayah itu.Saat di rumah sakit, ia melihat sepasang suami istri yang menangis saat mengetahui kalau anak mereka tidak bisa dipertahankan. Barulah Charisa menyadari kalau kehadiran anak adalah sebuah anugerah yang tidak semua orang mudah mendapatkannya. Mulai dari sanalah Charisa mengubah pola pikirnya. Mungkin Tuhan punya

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-14
  • Melahirkan Anak Tuan Tampan   Bab 11 : Apa Kau Sudah Menikah?

    “Nyonya! Ayo mulai!” bisik Kinara yang mendapati Charisa yang berdiri mematung sempurna selama sepuluh detik lebih karena shock melihat pria itu di depannya. Sama seperti dirinya pria itu terlihat tidak tenang dan seperti hendak menghampirinya saat itu juga.Charisa mengusap wajahnya dengan penuh rasa gugup. Tiba-tiba saja fokusnya berantakan karena kehadiran pria itu. “Nyonya, apa yang Anda lakukan?” tanya Kinara heran melihat Charisa yang malah kelihatan lebih bingung dibandingkan dengannya.“Golden Soul, apa bisa dimulai. Waktu kita tidak banyak!” seru seseorang yang bertindak sebagai moderator. Charisa mengepalkan kedua tangannya dan memejamkan kedua matanya berusaha untuk mengembalikan kekuatannya. Ini semua demi masa depan Darren, dia harus berhasil dan membuka kesempatan emas untuk perusahaan yang dirintisnya.Charisa menarik napas dan menghembuskan napasnya teratur untuk mengisi energi positifnya. Lalu dia angkat kepalanya dan mengumpulkan keberaniannya untuk menatap para man

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-18
  • Melahirkan Anak Tuan Tampan   Bab 12 : Patah Hati Yang Begitu Cepat

    Lima tahun lalu di Hotel Orbite Jakarta.“Nona!” Jean mencoba memanggil gadis yang sudah bersamanya semalam mengarungi lautan kenikmatan. Tetapi tidak ada jawaban. Kemudian dia melihat memo yang ditinggal dan membacanya.Wajahnya berubah suram seketika. Dia duduk dengan menghela napas panjang.[Jimmy, nanti aku kasih sisanya lewat transfer. Tapi aku tidak punya nomor rekeningmu. Uang cash ku cuma sedikit. Ingat jangan bocorkan tentang semalam di perusahaan! Kita pura-pura tidak terjadi apa-apa!]“Aku bukan Jimmy! Dan aku bahkan tidak tahu namamu!” gumam Jean dengan penuh penyesalan. Dia melihat tempat tidur yang berantakan dengan noda merah di atas sprei. “Siapa kau sebenarnya Nona? Kenapa kau begitu menarik perhatianku sejak aku melihatmu di bandara?” lirih Jean penasaran. Dia lupa hal yang paling utama dalam sebuah pertemuan yaitu menanyakan nama.“Bagaimana kita bisa bertemu lagi?” gumam pria itu terdengar frustasi.Seketika suara ponselnya berdering. Pria itu segera mengambil jasn

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-19
  • Melahirkan Anak Tuan Tampan   Bab 13 : Dia Bukan Putramu

    Charisa sedang mengerjakan desainnya di ruang kerjanya tanpa seorangpun di sana. Ini juga sudah malam, para pegawainya sudah pulang dari jam empat sore tadi. Ada beberapa pesanan desain yang harus ia selesaikan malam ini juga. Kebetulan Darren sudah ia titipkan di rumah orangtuanya. Jadi dia bisa lembur dengan tenang.Tidak terasa sudah hampir tiga jam dia bekerja dan akhirnya dia bisa merampungkan semuanya. Tanpa berlama-lama dia mengirimkan hasil desainnya itu ke bagian produksi yang sudah menunggunya dari tadi.Begitu selesai terkirim Charisa meregangkan tubuhnya yang sedikit kaku. Dia melirik jam tangannya yang sudah menunjukkan tujuh malam. Kantornya juga sudah sepi dan tidak ada pegawai di kantor. Yang tersisa mungkin hanya security di pos jaganya di lantai satu. Charisa kemudian merapikan meja kerjanya, mematikan layar komputernya lalu mematikan lampu ruangannya.Sebelum meninggalkan gedung dua lantai itu dia berinisiatif mampir ke pos security untuk memberikan kunci kantornya.

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-20
  • Melahirkan Anak Tuan Tampan   Bab 14 : Mengantar Pulang

    Jantung Jean tidak bisa berhenti berdebar saat kembali lagi satu mobil bersama Charisa. Sebelum ia menyalakan mesin mobilnya. Dia memastikan gadis itu duduk di sampingnya menunggu dia memakai sabuk pengaman.Jean mencondongkan tubuhnya untuk membantu Charisa memasang sabuknya dengan benar. Aroma tubuh Charisa yang menyergap hidung Jean langsung membuat debaran aneh semakin kencang di dadanya.Jean memasang sabuk pengaman Charisa sambil menatap wajah gadis itu yang terlihat gugup dengan posisi mereka yang cukup dekat. Tanpa sadar Jean melirik ke arah bibir Charisa yang berwarna pink menggoda. Jean mengetatkan rahangnya untuk menutupi naluri prianya.Jean menarik napas panjang, mencoba mengendalikan debaran di dadanya yang terasa seperti memukul-mukul tulang rusuknya. "Sudah," ujarnya pelan, suaranya serak tak sengaja. Dia mundur ke posisinya semula, tapi bayangan wajah Charisa yang gugup masih melekat di benaknya."Terima kasih," jawab Charisa dengan suara nyaris berbisik, wajahnya menu

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-21

Bab terbaru

  • Melahirkan Anak Tuan Tampan   Bab 65 : Perasaan Cinta

    Charisa berjalan cepat memasuki gedung kantornya, berusaha mengendalikan gejolak emosinya. Pipinya masih terasa panas akibat perkataan Jean barusan. Ia tidak menyangka pria itu akan mengungkapkan perasaannya sejujur itu—dan lebih dari itu, Jean ingin mengakui Darren sebagai anaknya.Setelah masuk ke dalam lift, Charisa menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan. Ia harus fokus. Tidak boleh membiarkan kata-kata Jean mengganggu pikirannya saat bekerja. Namun, begitu pintu lift tertutup dan ia melihat pantulan dirinya di cermin lift, ia sadar bahwa ekspresinya masih kacau. Sorot matanya yang biasanya tajam tampak bimbang, dan bibirnya sedikit bergetar."Kenapa aku begini…?" gumamnya pelan.Dia mencoba menenangkan diri sebaik mungkin sebelum sampai di lantai kantornya. Hari ini entah kenapa beberapa hari ini dia merasa ada yang berbeda dengan hatinya. Entah kenapa setiap berada di dekat Jean, seperti ada kupu-kupu di atas perutnya. Ada rasa tergelitik tetapi rasa itu bercampu

  • Melahirkan Anak Tuan Tampan   Bab 64 : Harapan Cinta

    Suara klakson yang saling bersahutan memecah keheningan, menyadarkan keduanya dari suasana yang membekukan itu. Jean tertegun sejenak, menyadari kalau mobilnya menghalangi kendaraan lain yang ingin parkir.Dengan cepat, dia menyalakan mesin mobilnya. "Kita pergi dulu dari sini," katanya, mencoba menyembunyikan ketegangan dalam suaranya. Charisa mengangguk tanpa sepatah kata pun, menyeka wajahnya yang basah oleh air mata.Pagi itu, udara masih sejuk, dengan matahari yang baru saja mulai naik ke langit. Jalanan tidak terlalu ramai, hanya beberapa kendaraan yang sesekali melintas. Angin semilir yang masuk melalui kaca jendela yang sedikit terbuka membawa aroma segar dedaunan basah, seolah mencoba menenangkan hati mereka yang bergolak.Namun, ketenangan itu segera terganggu saat mobil Jean mulai melambat. Charisa yang semula tenggelam dalam pemandangan luar langsung menoleh dengan kening berkerut. "Kenapa mobilnya melambat?" tanyanya, ada kekhawatiran yang muncul di suaranya.Jean melirik

  • Melahirkan Anak Tuan Tampan   Bab 63 : Bukan Sebuah Kesalahan

    “Charisa, apa sekarang kau masih menganggapku orang asing?” tanya Jean dengan tatapan intens padanya.Charisa menggigit bibirnya. Ada sesuatu dalam tatapan Jean yang berbeda kali ini. Tatapan yang seolah menembus ke dalam dirinya, menuntut jawaban yang tak bisa ia berikan. Ia ingin berpaling, ingin menghindari perasaan yang mulai menguasai hatinya, tetapi tubuhnya seakan terpaku di tempat.“Apalagi aku ini ayah kandungnya Darren. Apa kau tidak merasa kalau kita memang sudah ditakdirkan —”“Hentikan! Jangan lanjutkan!” Charisa buru-buru menutup telinganya. Ia tak ingin mendengar kata-kata Jean yang berbahaya itu. Kata-kata yang bisa meruntuhkan semua tembok yang susah payah ia bangun selama ini.Jean tak menyerah. Ia menepikan mobil dan mematikan mesinnya. Dalam keheningan yang tiba-tiba menguasai ruang sempit di antara mereka, tarikan napas berat Jean terdengar jelas. Charisa menelan ludah, dadanya berdebar tak menentu. Ia takut jika Jean bisa membaca kegugupannya.“Aku akan tetap ber

  • Melahirkan Anak Tuan Tampan   Bab 62 : Teman Lama Ibu

    Charisa sudah cukup kesal dengan kedatangan Jean yang tiba-tiba di pagi hari. Namun, yang lebih mengejutkannya adalah ketika Jean dengan santai berkata, "Hari ini aku akan mengantar Darren ke sekolah."Charisa, yang sedang menyuapkan nasi, sontak tersedak. Dengan buru-buru ia meneguk air putih lalu menatap Jean tajam."Tidak perlu," ucapnya cepat sebelum siapapun sempat merespons.Jean mengangkat sebelah alisnya, tetap tenang seperti biasa. "Kenapa? Arah hotelku sejalan dengan sekolah Darren. Kita bisa sekalian berangkat bersama. Darren, kau tidak keberatan, kan?"Darren, yang asyik menikmati sarapannya, berkedip bingung. "Hmm, aku senang kalau Tuan Jean mengantarku. Kemarin saat diantar Mama dan Tuan Jean, teman-teman di sekolahku memuji."Charisa menoleh ke arah Darren, suaranya lebih lembut. "Masaru yang akan mengantarmu, Nak. Kita tidak bisa tiba-tiba mengubah rencana."Jean tersenyum tipis, meletakkan sendoknya dengan tenang. "Aku hanya menawarkan tumpangan, Charisa. Tidak perlu

  • Melahirkan Anak Tuan Tampan   Bab 61 : Tamu Di Pagi Hari

    “Arrrrrrgggh!” teriak Charisa. Tubuhnya mencoba meronta melepaskan diri dari Jean. Tiba-tiba tubuhnya terjatuh ke lantai. Kedua mata Charisa terbuka, seketika sekujur tubuhnya terasa nyeri. Dia berada di lantai dekat dengan tempat tidurnya. Wanita itu melihat sekelilingnya dan mulai menyatukan ingatan dan kesadarannya.Barulah sadar kalau ternyata dia baru saja bermimpi kalau Jean datang ke kamarnya. Charisa terdiam beberapa saat mencoba menenangkan dirinya setelah terbangun dari mimpinya.“Dasar bodoh Charisa, kenapa kau sampai membawa Jean ke dalam mimpi segala!” rutuk Charisa memijat keningnya yang berdenyut.“Apa gara-gara ciuman itu?” pikir Charisa. Ingatannya tentang kejadian itu sampai terbawa ke alam mimpi. Ini semua gara-gara Jean. Charisa bangun dari lantai dan duduk di pinggir tempat tidurnya. Dia termenung menyesalkan semua yang sudah menganggu pikirannya.“Charisa!” “Charisa! Apa kau sudah bangun?” Terdengar suara ibunya memanggil.“Ya Bu!” jawab Charisa sembari bergega

  • Melahirkan Anak Tuan Tampan   Bab 60 : Sentuhan

    Di dalam kamarnya Charisa terlihat uring-uringan, dia tidak berhenti bolak balik di depan tempat tidurnya. Pesan yang ia kirim untuk Jean dan terkirim pada Genta belum sempat dibaca Genta. Charisa dengan segera menarik pesan itu tadi sebelum Genta dapat membacanya. Dia hanya bisa berharap kalau Genta belum sempat melihat pesannya itu. Kalau dia sempat melihat, sepertinya masalah akan bertambah satu. Genta pasti merasa kalau dia sudah memberi jawaban secara tidak langsung. Ini akan menjadi sebuah kesalahpahaman yang berbuntut panjang.Charisa menyentuh kembali bibirnya yang tadi sempat dicium Jean. Hatinya kembali berdebar mengingat momen itu. “Jean apa yang sudah kau lakukan padaku?” gumam Charisa sambil mengusap bibirnya dengan penuh rasa frustasi.“Apa dia pikir aku terlalu mudah untuk dia sentuh,” lirih Charisa menyesal yang seharusnya tadi bisa untuk menghindar. Kenapa tubuhnya tidak bisa ia pertahankan.“Kau bodoh!” Charisa menyalahkan dirinya sendiri. “Kau sempat menikmatinya

  • Melahirkan Anak Tuan Tampan   Bab 59 : Rasa Itu

    Charisa terdiam dalam sentuhan bibir Jean, tubuhnya terasa seperti terbebani oleh banyak perasaan yang tak bisa dijelaskan. Ketika bibir Jean menyentuhnya, ada kehangatan yang mengalir melalui tubuhnya, seakan-akan dunia di sekeliling mereka menghilang dan hanya ada keduanya. Charisa bisa merasakan detak jantung Jean yang berpadu dengan detak jantungnya, dan untuk sesaat, ia merasa seolah-olah mereka hanya dua jiwa yang saling terikat dalam kesunyian malam.Jean memegangnya dengan lembut, seolah-olah dia takut jika dia melepasnya, Charisa akan hilang begitu saja. Namun ketika kesadaran dan logikanya kembali, Charisa segera melepaskan dirinya. Ia menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan diri, namun hatinya berdebar lebih cepat dari sebelumnya. Keputusan itu muncul begitu cepat, hampir tanpa pertimbangan. Perasaan yang tiba-tiba datang begitu kuat, namun juga penuh dengan kebingungan. Ia menatap Jean dengan mata yang sedikit teralihkan, bingung dengan perasaan yang mengaduk di d

  • Melahirkan Anak Tuan Tampan   Bab 58 : Pesan Tertukar

    Charisa mencoba mengatur napasnya, berusaha untuk tetap tenang meskipun tubuhnya terasa lemas. Kehadiran Genta dengan ekspresi penuh amarah jelas menunjukkan bahwa sesuatu yang besar telah terjadi.“Aku pikir kita perlu bicara,” ujar Genta dengan nada dingin, meletakkan amplop cokelat itu ke atas meja Charisa.Charisa menatap amplop itu dengan tatapan bingung dan penuh waspada. “Apa ini?” tanyanya, suaranya nyaris bergetar.“Buka dan lihat sendiri,” balas Genta tanpa mengalihkan tatapannya.Dengan tangan gemetar, Charisa meraih amplop itu dan menarik keluar isinya. Sepasang mata cokelatnya membelalak saat melihat kertas hasil tes DNA di tangannya. Ia membaca isi dokumen itu dengan cepat, lalu mendongak menatap Genta.“Darimana kau mendapatkan ini?” tanya Charisa. Dia merasa kalau itu adalah perbuatan Jean.“Tidak penting bagaimana aku bisa mendapatkan ini,” jawab Genta dengan tegas, tapi dengan nada yang lebih mengarah ke perasaan kecewa. “Yang penting adalah, kenapa kau tidak pernah

  • Melahirkan Anak Tuan Tampan   Bab 57 : Waktunya Untuk Jujur

    “Nona Charisa ada paket datang. Sudah saya letakkan di atas meja Anda!” Kinara memberi tahu Charisa saat wanita itu datang.“Baik, terima kasih.” Charisa berjalan menuju ruangannya. Hatinya masih berada di dimensi lain. Perkataan Jean tadi berhasil membuatnya tidak fokus sepanjang perjalanan ke kantor. Charisa menarik napas dalam-dalam sebelum membuka pintu ruangannya. Di atas meja kerjanya, sebuah kotak cokelat sederhana dengan pita biru tergeletak rapi. Ia menatapnya beberapa detik, lalu mengambil cutter untuk membukanya.Kotak itu berisi sebuah sepatu dengan desain mewah dari brand terkenal. Bersama dengan sepatu itu, terdapat selembar kartu kecil dengan tulisan tangan.“Waktunya melangkah dengan lembaran baru bersama orang yang benar-benar peduli denganmu. Charisa aku ingin berada di sampingmu dan melindungimu dan juga Darren”Charisa merasakan denyutan di dadanya. Ia tahu tulisan itu milik Jean. Kata-kata itu membuat pikirannya berputar. Apa yang sebenarnya diinginkan Jean darin

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status