Janice kembali membelalak lebar mendengar pilihan hukuman yang diberikan padanya itu. "Dasar pria brengsek yang cabul! Bisa-bisanya kau berpikiran untuk melecehkanku di kantor! Keterlaluan!" "Aku sudah memberimu pilihan, Janice!" seru Edgard yang langsung bangkit berdiri sambil membuka kancing kemejanya. Tapi Janice langsung panik dan seketika menyambar sapu di sampingnya. "Bersihkan ya bersihkan, apa susahnya?" Sambil melangkah menjauhi Edgard secepat kilat, Janice pun mulai bekerja. Janice mengelap perabot dan langsung menyapu lantai dengan begitu cepat dan lincah seperti yang biasanya ia lakukan di rumah. Edgard yang melihatnya pun langsung tersenyum puas, sesuatu yang sangat jarang ia rasakan. Biasanya Edgard hanya puas saat sudah menjatuhkan lawan bisnisnya atau saat berhasil menghukum karyawan yang nakal atau melakukan korupsi. Standar kepuasan Edgard semuanya berhubungan dengan pekerjaannya, walaupun akhir-akhir ini Edgard merasakan kepuasan yang lain, yaitu saat melih
"Wah, rumahnya besar sekali!" pekik Collin saat Jefry membawanya ke rumah Edgard. "Iya, bagus sekali rumah Uncle Edgard," timpal Calista. Nara sendiri hanya mengagumi dalam diam karena rasanya tidak sopan mengagumi rumah orang secara berlebihan. "Hehe, kita akan tinggal di sini. Collin dan Calista mau kan?" "Mau mau mau!" pekik Collin dan Calista bersama. Jefry pun tertawa senang mendengarnya. Awalnya Jefry tidak terlalu setuju dengan perintah Edgard untuk menculik keluarga Janice. Tapi ternyata kosa kata "menculik" itu terlalu kejam karena Edgard hanya ingin membawa keluarga Janice tinggal di rumah Edgard agar Janice tidak punya alasan kabur lagi. Dan tentu saja akhirnya Jefry setuju, apalagi Jefry sudah berpikir tentang kemungkinan bahwa si kembar adalah anak Edgard. Bukankah anak-anak memang harus tinggal dan dekat dengan ayahnya? Jefry pun menjadi ikut antusias. "Nah, nanti Uncle akan membawa kalian berkeliling, tapi sekarang kita akan makan malam dulu bersama Mama dan Un
Semua orang langsung terdiam mendengar permohonan absurd Calista. "Collin juga mau punya Papa sultan!" timpal Collin menanggapi Calista. Janice sampai begitu syok mendengarnya. "Astaga, Collin, Calista, apa yang kalian katakan? Sstt, diam saja! Jangan bicara lagi!" Janice pun kembali memelototi anak-anaknya. Nara sendiri pun nampak melirik Edgard dengan sungkan. "Eh, maafkan cucuku ya, Pak Edgard! Mereka hanya asal bicara. Astaga, Collin, Calista, itu tidak sopan!" tegur Nara. Collin dan Calista pun menunduk mendengarnya dan tidak membantah lagi. Edgard sendiri malah masih terdiam dan belum bisa bereaksi apa-apa, namun ia berusaha untuk tetap tenang. "Tidak apa, Bu Nara. Namanya juga anak kecil. Mereka bebas mengatakan apa saja yang mereka mau.""Ah, iya, tapi aku jadi sungkan padamu."Nara tersenyum sungkan, sedangkan Janice masih terus memelototi kedua anaknya. "Ayo kita pulang saja setelah ini!" ajak Janice akhirnya. "Kok pulang, Mama? Kan Collin mau tidur di sini!" seru
Janice langsung membelalak kaget dan menahan napasnya gugup. "T-tidur di kamar ini bersamamu? Jangan mimpi, Edgard! Menjauhlah dariku!" Janice langsung mendorong dada Edgard menjauh dan sontak Edgard pun langsung menegakkan tubuhnya dengan tatapan yang tidak pernah berpaling dari Janice. Sedangkan Jefry yang masih berdiri di sana pun mengulum senyumnya melihat interaksi yang menggemaskan antara Edgard dan Janice itu, apalagi selama ini belum pernah ada orang yang berani bersikap seperti itu pada Janice. Dan selama ini juga belum pernah ada orang yang bisa membuat Edgard sampai sejahil ini karena Edgard sendiri sebenarnya adalah pria yang sangat serius. "Jadi bagaimana?" ulang Edgard dengan santai. "Aku tidak akan tidur di sini bersamamu!" tegas Janice garang. Edgard pun mengangkat bahunya tetap dengan santai."Kau sudah memilih kan tadi?""Pilihanmu tidak ada yang menyenangkan!""Tidur denganku menyenangkan, Janice! Kamarnya besar, acnya dingin, namun kau akan tetap merasakan k
"Ah, aku pasti sudah berendam begitu lama! Aku mengantuk sekali!" Janice menggelengkan kepalanya dan membuka matanya saat ia merasa hampir tertidur di bathtub itu. Janice pun akhirnya beranjak bangkit sambil mengeringkan rambut dengan tangannya dan menyeka wajahnya. Dan tepat saat Janice akhirnya melangkah keluar dari bathtubnya untuk meraih handuk yang masih digantung, Janice pun menoleh ke arah pintu karena ia merasa ada bayangan di sana. Tatapan Janice pun langsung bertemu dengan tatapan Edgard dan butuh beberapa detik untuk Janice menyadari keberadaan Edgard yang sedang menatap tubuh polosnya. Janice sedang berdiri dengan tubuh yang benar-benar polos dengan satu kaki yang masih ada di dalam bathtub dan kaki yang lain sudah keluar menapak lantai. Dan posenya saat ini benar-benar menantang sampai tatapan Edgard pun berkabut melihatnya. Namun Janice yang kaget pun langsung berteriak kencang. "Aarrgghh!!""Apa yang kau lakukan?" pekik Janice sambil langsung menyilangkan tangan
Janice terus meregangkan otot tubuhnya pagi itu karena rasanya pegal-pegal. Edgard begitu tega menyuruhnya tidur di lantai tanpa selimut ataupun bantal, tapi Janice sendiri terlalu gengsi untuk memintanya juga. Janice ingin membuktikan kalau walaupun ia tertekan, ia tidak butuh dikasihani. Tapi konsekuensinya ya sakit pinggang. Entah sampai kapan ia harus tidur di lantai seperti kemarin malam. Janice pun melangkah cepat ke kamar si kembar agar Edgard tidak mencarinya lagi. Sebelum Edgard bangun tadi, Janice sudah keluar dan menuju kamar Nara lalu meminjam baju ibunya itu. Untung saja ada kaos dan celana biasa yang bisa ia pakai. Janice pun memanfaatkan pagi itu dengan mengurus si kembar. "Selamat pagi, Sayang! Kalian sudah bangun?" "Woah, Mama... Collin tidurnya enak sekali..." pekik Collin sambil memeluk Janice. "Calista juga... ranjangnya empuk dan acnya dingin, Mama... Calista tidak takut tidur sendirian karena ada boneka besar ini yang Calista peluk tadi malam!" Calista
"Dasar pria cabul! Kalau memang dia sudah menyediakan baju untukku, mengapa membiarkan aku tidur dengan jubah mandi!"Janice tidak berhenti mengumpat kesal dan mengomel saat ia selesai mandi di kamar Edgard dan menemukan beberapa paper bag berisi baju di ranjang. Janice pun segera membongkar paper bag itu dan menemukan banyak baju baru yang semuanya cocok dengan ukurannya. Segera saja ia meraih kemeja dan rok formal serta pakaian dalam di sana. "Astaga, bahkan ukuran pakaian dalam ini juga pas, oh, dasar pria cabul! Dia sudah tahu ukuranku, aku malu sekali!" Janice menunduk dan menutup wajahnya malu untuk beberapa saat sebelum akhirnya ia memakai bajunya dan bersiap. Dengan cepat Janice pun akhirnya turun ke bawah dan langsung disambut suara ribut anaknya yang sedang berlarian di ruang tamu. Collin dan Calista terkekeh dengan begitu ribut sampai jantung Janice pun berdebar kencang, takut Edgard akan marah dan memukul anak-anak itu mengingat Edgard yang dulu sangat temperamen. W
"Kau ... tidak berniat jahat pada anak-anakku kan?" Janice nampak ragu saat ia sudah duduk di mobil di samping Edgard.Walaupun melihat sikap Edgard yang begitu lembut pada anak-anak tadi, tapi jujur saja hati Janice masih belum sepenuhnya plong dan ingin memastikannya lagi. Edgard yang mendengarnya pun langsung menoleh ke arah Janice dan memicingkan matanya. "Bukankah aku sudah pernah bilang aku tidak akan menyakiti mereka? Kau tidak percaya padaku? Lagipula apa kau pikir aku sejahat itu, hah?""Err, bukan begitu! Tapi kau sendiri bersikap sangat kasar padaku dari awal sampai akhir, lalu bagaimana aku bisa percaya kalau kau tidak akan kasar juga pada anak-anakku?""Aku hanya akan bersikap buruk pada orang yang sudah jahat padaku, begitupun sebaliknya. Dan mengapa aku kasar padamu karena kau juga kasar padaku." Janice menegang mendengarnya. "Itu ... kapan aku kasar padamu?""Oh, perlu kuingatkan kalau usaha pembunuhan adalah hal yang sangat jahat, Janice. Kau juga memukulku dan me