"Wah, rumahnya besar sekali!" pekik Collin saat Jefry membawanya ke rumah Edgard. "Iya, bagus sekali rumah Uncle Edgard," timpal Calista. Nara sendiri hanya mengagumi dalam diam karena rasanya tidak sopan mengagumi rumah orang secara berlebihan. "Hehe, kita akan tinggal di sini. Collin dan Calista mau kan?" "Mau mau mau!" pekik Collin dan Calista bersama. Jefry pun tertawa senang mendengarnya. Awalnya Jefry tidak terlalu setuju dengan perintah Edgard untuk menculik keluarga Janice. Tapi ternyata kosa kata "menculik" itu terlalu kejam karena Edgard hanya ingin membawa keluarga Janice tinggal di rumah Edgard agar Janice tidak punya alasan kabur lagi. Dan tentu saja akhirnya Jefry setuju, apalagi Jefry sudah berpikir tentang kemungkinan bahwa si kembar adalah anak Edgard. Bukankah anak-anak memang harus tinggal dan dekat dengan ayahnya? Jefry pun menjadi ikut antusias. "Nah, nanti Uncle akan membawa kalian berkeliling, tapi sekarang kita akan makan malam dulu bersama Mama dan Un
Semua orang langsung terdiam mendengar permohonan absurd Calista. "Collin juga mau punya Papa sultan!" timpal Collin menanggapi Calista. Janice sampai begitu syok mendengarnya. "Astaga, Collin, Calista, apa yang kalian katakan? Sstt, diam saja! Jangan bicara lagi!" Janice pun kembali memelototi anak-anaknya. Nara sendiri pun nampak melirik Edgard dengan sungkan. "Eh, maafkan cucuku ya, Pak Edgard! Mereka hanya asal bicara. Astaga, Collin, Calista, itu tidak sopan!" tegur Nara. Collin dan Calista pun menunduk mendengarnya dan tidak membantah lagi. Edgard sendiri malah masih terdiam dan belum bisa bereaksi apa-apa, namun ia berusaha untuk tetap tenang. "Tidak apa, Bu Nara. Namanya juga anak kecil. Mereka bebas mengatakan apa saja yang mereka mau.""Ah, iya, tapi aku jadi sungkan padamu."Nara tersenyum sungkan, sedangkan Janice masih terus memelototi kedua anaknya. "Ayo kita pulang saja setelah ini!" ajak Janice akhirnya. "Kok pulang, Mama? Kan Collin mau tidur di sini!" seru
Janice langsung membelalak kaget dan menahan napasnya gugup. "T-tidur di kamar ini bersamamu? Jangan mimpi, Edgard! Menjauhlah dariku!" Janice langsung mendorong dada Edgard menjauh dan sontak Edgard pun langsung menegakkan tubuhnya dengan tatapan yang tidak pernah berpaling dari Janice. Sedangkan Jefry yang masih berdiri di sana pun mengulum senyumnya melihat interaksi yang menggemaskan antara Edgard dan Janice itu, apalagi selama ini belum pernah ada orang yang berani bersikap seperti itu pada Janice. Dan selama ini juga belum pernah ada orang yang bisa membuat Edgard sampai sejahil ini karena Edgard sendiri sebenarnya adalah pria yang sangat serius. "Jadi bagaimana?" ulang Edgard dengan santai. "Aku tidak akan tidur di sini bersamamu!" tegas Janice garang. Edgard pun mengangkat bahunya tetap dengan santai."Kau sudah memilih kan tadi?""Pilihanmu tidak ada yang menyenangkan!""Tidur denganku menyenangkan, Janice! Kamarnya besar, acnya dingin, namun kau akan tetap merasakan k
"Ah, aku pasti sudah berendam begitu lama! Aku mengantuk sekali!" Janice menggelengkan kepalanya dan membuka matanya saat ia merasa hampir tertidur di bathtub itu. Janice pun akhirnya beranjak bangkit sambil mengeringkan rambut dengan tangannya dan menyeka wajahnya. Dan tepat saat Janice akhirnya melangkah keluar dari bathtubnya untuk meraih handuk yang masih digantung, Janice pun menoleh ke arah pintu karena ia merasa ada bayangan di sana. Tatapan Janice pun langsung bertemu dengan tatapan Edgard dan butuh beberapa detik untuk Janice menyadari keberadaan Edgard yang sedang menatap tubuh polosnya. Janice sedang berdiri dengan tubuh yang benar-benar polos dengan satu kaki yang masih ada di dalam bathtub dan kaki yang lain sudah keluar menapak lantai. Dan posenya saat ini benar-benar menantang sampai tatapan Edgard pun berkabut melihatnya. Namun Janice yang kaget pun langsung berteriak kencang. "Aarrgghh!!""Apa yang kau lakukan?" pekik Janice sambil langsung menyilangkan tangan
Janice terus meregangkan otot tubuhnya pagi itu karena rasanya pegal-pegal. Edgard begitu tega menyuruhnya tidur di lantai tanpa selimut ataupun bantal, tapi Janice sendiri terlalu gengsi untuk memintanya juga. Janice ingin membuktikan kalau walaupun ia tertekan, ia tidak butuh dikasihani. Tapi konsekuensinya ya sakit pinggang. Entah sampai kapan ia harus tidur di lantai seperti kemarin malam. Janice pun melangkah cepat ke kamar si kembar agar Edgard tidak mencarinya lagi. Sebelum Edgard bangun tadi, Janice sudah keluar dan menuju kamar Nara lalu meminjam baju ibunya itu. Untung saja ada kaos dan celana biasa yang bisa ia pakai. Janice pun memanfaatkan pagi itu dengan mengurus si kembar. "Selamat pagi, Sayang! Kalian sudah bangun?" "Woah, Mama... Collin tidurnya enak sekali..." pekik Collin sambil memeluk Janice. "Calista juga... ranjangnya empuk dan acnya dingin, Mama... Calista tidak takut tidur sendirian karena ada boneka besar ini yang Calista peluk tadi malam!" Calista
"Dasar pria cabul! Kalau memang dia sudah menyediakan baju untukku, mengapa membiarkan aku tidur dengan jubah mandi!"Janice tidak berhenti mengumpat kesal dan mengomel saat ia selesai mandi di kamar Edgard dan menemukan beberapa paper bag berisi baju di ranjang. Janice pun segera membongkar paper bag itu dan menemukan banyak baju baru yang semuanya cocok dengan ukurannya. Segera saja ia meraih kemeja dan rok formal serta pakaian dalam di sana. "Astaga, bahkan ukuran pakaian dalam ini juga pas, oh, dasar pria cabul! Dia sudah tahu ukuranku, aku malu sekali!" Janice menunduk dan menutup wajahnya malu untuk beberapa saat sebelum akhirnya ia memakai bajunya dan bersiap. Dengan cepat Janice pun akhirnya turun ke bawah dan langsung disambut suara ribut anaknya yang sedang berlarian di ruang tamu. Collin dan Calista terkekeh dengan begitu ribut sampai jantung Janice pun berdebar kencang, takut Edgard akan marah dan memukul anak-anak itu mengingat Edgard yang dulu sangat temperamen. W
"Kau ... tidak berniat jahat pada anak-anakku kan?" Janice nampak ragu saat ia sudah duduk di mobil di samping Edgard.Walaupun melihat sikap Edgard yang begitu lembut pada anak-anak tadi, tapi jujur saja hati Janice masih belum sepenuhnya plong dan ingin memastikannya lagi. Edgard yang mendengarnya pun langsung menoleh ke arah Janice dan memicingkan matanya. "Bukankah aku sudah pernah bilang aku tidak akan menyakiti mereka? Kau tidak percaya padaku? Lagipula apa kau pikir aku sejahat itu, hah?""Err, bukan begitu! Tapi kau sendiri bersikap sangat kasar padaku dari awal sampai akhir, lalu bagaimana aku bisa percaya kalau kau tidak akan kasar juga pada anak-anakku?""Aku hanya akan bersikap buruk pada orang yang sudah jahat padaku, begitupun sebaliknya. Dan mengapa aku kasar padamu karena kau juga kasar padaku." Janice menegang mendengarnya. "Itu ... kapan aku kasar padamu?""Oh, perlu kuingatkan kalau usaha pembunuhan adalah hal yang sangat jahat, Janice. Kau juga memukulku dan me
"Pelayan itu belum datang, Jefry?""Sabar, Bos! Kau tidak sabaran sekali!" goda Jefry saat Edgard sudah keluar dari ruang kerjanya. Jefry pun mengajak Edgard berdiri di depan meja salah satu karyawan untuk memeriksa berkas di sana dan Edgard pun masih serius membaca saat ia mendadak mendengar suara langkah sepatu hak tinggi yang begitu mantap. Sontak Edgard dan Jefry pun menoleh dan Jefry langsung menganga menatap seorang wanita cantik dengan penampilan paripurnanya. Wanita cantik bak model itu langsung tersenyum menatap Edgard dan Jefry. Sementara tatapan Edgard sendiri malah menangkap wanita lain yang sedang ia tunggu di belakang sana. Edgard menatap Janice yang sedang melangkah bersama Wina itu. Namun sedetik kemudian, fokus Edgard pecah karena sapaan wanita cantik yang berjalan di depan Janice. "Hai, Sayang ...."Edgard pun langsung menyadari keberadaan wanita lain yang mendadak mendekatinya dan memeluknya. "Aku sangat merindukanmu, Edgard!" seru wanita itu sambil tersenyu
"Daphne Sayang, jangan lari!"Nara begitu gemas memanggil Daphne yang sedang asik merangkak kesana kemari bersama Denzel di sekeliling rumah. Semakin Nara mau menangkapnya, semakin Daphne merangkak kabur sambil terkikik dan berteriak. Collin dan Calista yang melihatnya sampai tertawa begitu senang melihat tingkah adik-adiknya. Nara sendiri pun akhirnya ikut tertawa dan tidak memanggil lagi. Hari ini genap satu tahun umur Daphne dan Denzel. Kedua anak kembar itu sudah begitu gemuk dan makin menggemaskan. Mereka juga sudah pintar merangkak kesana kemari, walaupun mereka belum mulai berjalan. Tingkah kedua anak itu begitu menggemaskan sampai gelak tawa pun tidak berhenti memenuhi rumah keluarga mereka setiap harinya. "Astaga, Sayang, mengapa kau bisa merangkak sampai ke sini!" pekik Janice yang baru saja keluar dari dapur. "Ah, Ibu sudah tidak kuat mengejarnya lagi, Janice! Daphne terlalu lincah!" protes Nara. Janice pun langsung terkekeh sambil mengangkat anaknya yang sudah ber
"Semuanya perkenalkan, ini Viola, calon istriku!" Keluarga Edgard mengadakan makan malam bersama hari itu. Sejak anak Edgard lahir, Edgard memang lebih sering melakukan open house mengundang keluarganya agar rumah selalu ramai. Semua orang akan saling membantu menjaga si kembar Denzel dan Daphne sampai Janice benar-benar terbebas dari yang namanya stres dan baby blues. Sungguh, kali ini Janice memiliki support system terbaik dan Janice sangat bahagia dengan banyak berkat berlimpah dalam hidupnya. Devan pun datang malam itu sambil membawa seorang wanita yang sangat cantik, seorang wanita yang awalnya adalah asisten Devan, tapi benih-benih cinta muncul di sana dan dengan bangga, Devan memperkenalkannya pada semua. Elizabeth yang mendengarnya pun langsung memekik kegirangan. "Wah, selamat, Devan! Selamat! Setelah Edgard, akhirnya sebentar lagi kau akan menyusul, lalu Devina juga menyusul. Semua cucu Grandma akan menikah dan memberikan Grandma banyak cicit! Ini kabar bahagia, sangat
Spanduk bertuliskan "One Month Celebration of Denzel and Daphne" terbentang di pinggir kolam renang rumah Edgard dan Janice hari itu. Hiasan balon-balon yang didominasi warna biru dan merah itu pun memenuhi dinding dan sepanjang jalan di sekitar kolam renang itu. Selain itu banyak hiasan lain yang menambah meriah suasana pagi itu. Hari ini tepat satu bulan bayi kembar Janice lahir ke dunia. Bayi kembar laki-laki dan perempuan itu diberi nama Denzel William dan Daphne William. Bayi kembar yang membawa kebahagiaan bagi keluarga Edgard dan menyempurnakan keluarga mereka yang tidak lagi kecil karena keluarga inti mereka berjumlah enam orang sekarang. Edgard pun akhirnya merasakan bagaimana lelahnya menjadi orang tua baru yang mengurusi dua bayi sekaligus. Walaupun mereka memakai dua orang baby sitter baru untuk bayi kembar mereka, tapi Edgard tetap ingin tidur dengan bayi mereka. Edgard ingin menemani Janice mengurus bayi kembar mereka sekaligus menebus rasa bersalah karena dulu J
Janice terus merasa gelisah dalam tidurnya menjelang subuh hari itu. Saat melahirkan sudah tinggal menghitung hari dan Janice tidak berhenti berdebar sampai membuatnya insomnia beberapa hari ini. Janice pun masih terus gelisah sendiri sampai ia merasakan rasa aneh di bawah tubuhnya. "Apa yang lembab ini? Mengapa perutku juga terasa melilit?" gumam Janice sambil perlahan Janice bangkit berdiri dan melangkah ke kamar mandi. Janice memeriksa dan ternyata ada darah di sana, tanda bahwa ia sudah waktunya melahirkan. Jantung Janice langsung memacu kencang, apalagi rasa sakit di perutnya mulai makin kencang seperti meremat perutnya. "Edgard! Edgard!" panggil Janice sambil melangkah keluar dari kamar mandi. Edgard yang tadinya masih tertidur lelap di samping Janice pun seketika langsung membuka matanya waspada. Sejak Janice hamil, Edgard selalu waspada kapan pun istrinya itu membutuhkannya sehingga hanya perlu sedikit suara untuk membuat Edgard langsung membuka matanya. "Janice, ada
When I was just a little girl ....I asked my mother, what will I be ....Will I be pretty? Will I be rich?Here's what she said to me ....Que sera, sera ....Whatever will be, will be ....The future's not ours to see ....Que sera, sera ....What will be, will be ....Suara Calista bernyanyi terdengar begitu merdu memenuhi ruangan serbaguna yang digunakan untuk acara pementasan sekolah hari itu. Semua orang pun langsung bertepuk tangan begitu acara selesai. Termasuk Edgard, Janice, Nara, dan Grandma Elizabeth yang ikut hadir sebagai penonton. Mereka bertepuk tangan sambil meneteskan air mata begitu bangga melihat Collin dan Calista bersama teman-teman mereka yang menampilkan pertunjukkan drama musical yang begitu indah.Para anak-anak itu berdialog dalam bahasa Inggris, mereka berinteraksi bersama, melangkah kesana kemari, menari, dan diakhiri dengan nyanyian yang begitu merdu dari Calista. Sungguh semua orang tua yang melihatnya begitu bangga pada anak-anak mereka. Nara dan El
Di umur kehamilan Janice yang memasuki lima bulan, Edgard mengajak Janice melakukan babymoon sekaligus berlibur bersama keluarga mereka. Edgard membawa serta Nara, Collin, Calista, dan pengasuh kecil mereka, berlibur ke Bali. "Karena aku tidak mau mengambil resiko, jadi kita akan pergi ke tempat yang dekat saja ya, Sayang. Aku sudah menyuruh Jefry menyiapkan semuanya dan kita tinggal menyusun barang pribadi kita saja," kata Edgard malam itu saat mereka sudah berdua di kamar. "Ya ampun, Edgard, aku sungguh tidak perlu babymoon seperti ini." Edgard tersenyum lalu menangkup kedua tangan istrinya itu. "Janice, Sayang, babymoon memang bukan merupakan keharusan, bahkan honeymoon juga bukan merupakan keharusan." "Semua pasangan akan tetap baik-baik saja tanpa honeymoon maupun babymoon." "Hanya saja bedanya, ada pasangan yang memang menginginkannya dan kalau mereka mampu, mereka akan melakukannya." "Begitu juga dengan aku, Sayang. Aku menginginkannya, menyenangkanmu dan anak-anak kita
"Kembar lagi? Grandma akan punya cicit kembar lagi?" Elizabeth memekik senang saat Edgard memberitahunya tentang kehamilan Janice. "Benar, Grandma akan punya cicit lagi dan bukan hanya satu bayi tapi dua sekaligus," tegas Edgard. "Oh, Mefi, kau dengar itu? Oh, Grandma senang sekali! Grandma senang sekali! Janice ... oh, cucu Grandma ...." Elizabeth merentangkan kedua tangannya dan Janice pun langsung masuk ke dalam pelukan wanita tua itu. "Oh, cucu Grandma! Dengar ya, mulai hari ini Grandma akan selalu menyiapkan makanan sehat untukmu, Janice. Kau harus punya tenaga untuk menjaga dan melahirkan bayi kembar yang lucu itu. Haha ...." Janice hanya tertawa senang di pelukan Elizabeth dan Janice mengangguk bersemangat. Memang Janice belum sepenuhnya segar karena kehamilan kembar membuatnya begitu mudah lelah dan mengalami morning sickness parah, tapi ia begitu antusias melihat kebahagiaan semua orang. Elizabeth dan Nara pun langsung asik sendiri membayangkan anggota keluarga baru
Beberapa waktu berlalu dan Janice serta Edgard sudah kembali disibukkan dengan banyaknya kegiatan serta pekerjaan mereka. Pekerjaan Edgard makin sibuk dan makin berkembang, sedangkan Janice membantu suaminya dengan sepenuh hati sambil mengurus kedua anaknya. Namun, padatnya kegiatan mereka akhirnya membuat Janice tumbang juga. "Kau yakin tidak perlu ke dokter, Sayang? Aku tidak tega melihatmu seperti ini, apalagi aku harus ke luar kota besok," seru Edgard cemas. "Aku hanya kelelahan. Aku hanya butuh istirahat, Edgard! Sudahlah, tidak usah cemas!" Janice terus menenangkan Edgard sampai Edgard pun akhirnya pasrah. Namun, saat Edgard ke luar kota, Janice mulai mengalami mual-mual dan gejala yang mencurigakan bagi Nara. "Cobalah melakukan tespek, Janice! Ibu rasa kau sedang hamil." "Ah, tidak, Ibu. Aku hanya kelelahan, tidak apa." Janice berdebar mendengar kemungkinan ia hamil, tapi rasa trauma kehilangan janinnya masih membuatnya takut kecewa kalau ternyata ia tidak hamil. Jani
"Cheers!" Edgard dan Janice bersulang malam itu setelah menikmati makan malam romantis di restoran resort. Mereka pun tidak berhenti saling menatap dan melemparkan senyum. Setelah sepanjang sore berjalan bergandengan tangan menyusuri resort, mereka pun begitu kelaparan sampai Janice makan begitu banyak. "Bagaimana rasa winenya, Sayang?" "Hmm, ada rasa manis tapi ada pahitnya juga." "Kau menyukainya?" "Hmm, tidak. Tapi aku mau meminumnya sedikit lagi. Apa ini tidak membuat mabuk?" "Tidak, Sayang. Kecuali kau minum satu botol. Haha!" Edgard hanya tertawa mendengarnya. "Lagipula kalau kau mabuk, kau aman bersamaku, Sayang."Janice pun tertawa lebar mendengarnya dan terus meneguk winenya sambil memejamkan matanya. "Hmm, apa acara kita setelah ini, Edgard?" Edgard menaikkan alis mendengarnya. "Acara kita? Apa yang bisa kita lakukan di malam hari, Sayang? Haha, tentu saja berdua di kamar, bahkan mungkin kita tidak akan keluar sampai besok siang." "Astaga, Edgard! Kau membuatku me