Mati Kembar

Mati Kembar

last updateTerakhir Diperbarui : 2022-05-03
Oleh:  Kalara Marvela  On going
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
9 Peringkat. 9 Ulasan-ulasan
30Bab
4.5KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Dunia Adinda hancur berkeping-keping saat menemukan putri kembarnya terbujur kaku bersimbah darah. Tanpa tangan dan leher yang nyaris putus dengan mengalirkan darah segar yang siapa saja melihatnya bisa mengancam nyawa sama sepertinya. Tanpa tahu siapa pelakunya dan apa alasan ia melakukan perbuatas sadis itu. Apa yang akan dilakukan Adinda demi mengungkap pembunuhan? Baca sekarang dan ikutlah menyelami dunia kegelapan bersama Adinda.

Lihat lebih banyak

Bab terbaru

Pratinjau Gratis

1. Pernikahan

Aku melirik setumpuk file di meja lelaki yang baru berhasil menarik perhatianku. Setiap kali memasuki ruangannya, jantungku berdetak lebih cepat di luar dugaan. Sial! Sudah dua puluh menit lamanya kakiku menapak di hadapan Pak Beni—direktur kantor. Untung saja wajahnya tampan dan hidungnya juga mancung. Yang lebih membuatku mati kutu lagi ketika rambutnya yang tak pernah lupa untuk dibelah ke samping. Ah, sungguh sangat membuat diri ini bertekuk lutut dihapannya. “Adinda, tolong kamu kamu cek lagi file yang bertanda tangan saya,” ucap Pak Beni yang sempat membuatku kaget. “I-iya, Pak.” Aku bahkan menjawabnya dengan nada bicara yang membuatku gugup. Aku berharap Pak Beni tidak menyadari kalau pikiran gugup selalu melanda setiap kali masuk ke ruangannya. Entah, beberapa hari ini bayangan rambut belah sampingnya selalu saja terlintas dalam benakku. Benar saja, wanita berumur dua puluh

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen

user avatar
Rosenorchid
merinding baca blurbnya. masuk rak
2022-01-03 11:37:57
0
user avatar
Eneng Susanti
Wow blurb nya gore, bikin penasaran ini tuh. Semangat, Kak
2021-12-23 17:12:53
1
user avatar
athena_vivian
thriller gore ini,....mantappppp!!! suka dengan cerita genre ini
2021-12-23 12:58:26
1
user avatar
Aisy Luqman
Semangat dan sukses selalu buat author dan cerita kerennya ...
2021-12-23 10:08:57
1
user avatar
Rosa Rasyidin
Fighting keep posting
2021-12-23 09:15:54
1
user avatar
heny saja
Ceritanya seru dan bikin penasaran. Keren, Thor......
2021-12-23 08:42:58
1
user avatar
Friya Anshari
Kereen.. Openingnya cakep. Chaiyoo. semangat otor ......
2021-12-23 08:13:45
0
user avatar
Tane
Suka openingnyaa dan seru ceritanyaaa. Semangat, Thor
2021-12-23 08:13:43
0
user avatar
Nia Mardiani
Next, Thor
2021-12-23 07:55:20
1
30 Bab

1. Pernikahan

Aku melirik setumpuk file di meja lelaki yang baru berhasil menarik perhatianku. Setiap kali memasuki ruangannya, jantungku berdetak lebih cepat di luar dugaan. Sial! Sudah dua puluh menit lamanya kakiku menapak di hadapan Pak Beni—direktur kantor. Untung saja wajahnya tampan dan hidungnya juga mancung. Yang lebih membuatku mati kutu lagi ketika rambutnya yang tak pernah lupa untuk dibelah ke samping. Ah, sungguh sangat membuat diri ini bertekuk lutut dihapannya.   “Adinda, tolong kamu kamu cek lagi file yang bertanda tangan saya,” ucap Pak Beni yang sempat membuatku kaget.   “I-iya, Pak.” Aku bahkan menjawabnya dengan nada bicara yang membuatku gugup.   Aku berharap Pak Beni tidak menyadari kalau pikiran gugup selalu melanda setiap kali masuk ke ruangannya. Entah, beberapa hari ini bayangan rambut belah sampingnya selalu saja terlintas dalam benakku.    Benar saja, wanita berumur dua puluh
Baca selengkapnya

2. Andin dan Andita

Aku masih mematung di hadapan cermin, menatap dua bola mata sendiri sedang satu tangan sebelah kanan memegang alat uji tes kehamilan. Jujur, ini pengalaman pertama buat aku dan wajar kan jika saat ini tanganku bergetar. Kutatap wadah kecil yang berisi air seni yang baru saja kutampung dan lagi-lagi tanganku kaku ketika mencelupkan benda pipih kecil berwarna putih itu. Saat ini rasa gelisah mulai menguasai pikiran seakan tidak siap menerima kenyataan akan sebuah hasil yang akan mengecewakan.   Menunggu selama tiga menit cukup buat diri ini menggigit bibir dan melangkah maju mundur di ruangan mungil ini berharap sang suami tidak menyadari keberadaanku di sini karena biasanya ia selalu mencari jika aku tiba-tiba menghilang dari kamar. Akhirnya kuberanikan diri untuk mengangkat benda kecil itu dan sesaat kupejamkan mata ini lalu perlahan kubuka.    Seketika mata membelalak dan mulut pun menganga, dua garis merah tercetak jelas di alat uji i
Baca selengkapnya

3. Sosok Aneh

Mahluk buruk rupa itu menatap tajam dengan kedua bola mata merah menyala ke arahku. Tanpa rasa takut, kugerakkan langkah dan meraih ranjang bayiku. Anehnya, ketika kudekati , iblis itu menghilang  begitu saja. Dengan cepat kedua tanganku memeluk mereka yang masih terkulai lemah saking lelapnya tertidur.     “Sayang! Ternyata kamu di sini. Aku dari tadi manggil kamu,” seru Beni yang baru pulang dari kantor.     “Iya, Sayang. Aku cuma mau lihat si kembar aja kok,” jawabku singkat.     “Kamu sendiri udah selesai urusan kantor?” tanyaku penasaran.     “Udah, Sayang. Yuk kita tidur!” ajak suamiku sembari merangkul bahuku dan melangkah ke arah kamar kami.     Saat tidur, pikiranku menerawang entah kemana. Aku
Baca selengkapnya

4. Berubah

Hingga kejadian malam itu membuatku bergidik, melihat suamiku berdiri cukup lama di sisi ranjang bayi kami. Lelaki yang kucintai nyaris mengarahkan kedua tangannya ke leher Andin dan untung saja aku segera menegurnya. Namun, ketika kutanya Beni dan menuduhnya bermaksud jahat pada putri kami, dia berdalih karena dia ingin menggendong Andin yang masih tertidur pulas.        Walau kadang  rasa hati ingin membenarkan pendapat diri sendiri akan tetapi aku lebih percaya kepada suamiku sendiri karena tidak akan mungkin menyakiti anaknya sendiri terlebih kini kami mempunyai dua putri kembar yang sangat manis dan lucu.       “Mbak, sampai sekarang belum ada kabar dari perusahaan tempat aku interview kemarin. Kok, aku jadi sedih, ya, mbak?” ucap Nadia sembari memainkan tangan mungil Andin dan Andita.   
Baca selengkapnya

5. Mengawasi

“Terkadang mencoba untuk hidup damai berdampingan dengan mereka itu tidak terlalu buruk asal kita sebagai manusia tidak mempunyai niat buruk untuk mempersekutukan dirinya dengan Tuhan.”     “Ma, apa Papa nggak sayang, ya, sama kita?” ucap Andita yang ikut memelukku dengan matanya yang berkaca-kaca.   “Stt … Jangang bilang gitu, ah, Sayang. Papa kalian itu sayang banget sama kalian berdua hanya sama mungkin Papa lagi kelelahan aja karena di kantor banyak kerjaan yang harus diselesaikan.” Aku menatap kedua putriku dengan rasa gelisah yang mendera, berharap apa yang mereka pikirkan tidak benar-benar terjadi.     “Mama! Andin mau es krim,” seru gadis kecil itu dengan nada agak tinggi. Itulah sifat Andin setiap punya kemauan ingin segera dituruti.    
Baca selengkapnya

6. Pelukan Hangat

Udara pagi ini begitu sejuk hingga membuatku betah berlama-lama berjalan dengan langkah kecil di seputaran halaman rumah yang lumayan luas. Dengan senyum ceria kedua putriku ikut mengiringi langkah Mamanya. Pun aku ikut terbawa dalam gelak tawa mereka beberapa saat, memainkan beberapa helai rambutnya yang terurai panjang hingga ke punggung mungilnya.Ternyata sebagai seorang Ibu yang mengurus anak kembar tidak terlalu buruk juga.Bahkan, aku sangat menikmatinya terlebih kala dua senyum yang begitu manis mengembang dengan kelembutan antara keduanya. Aku masih ingat bagaimana manjanya Andin memintaku untuk setiap hari merapikan rambutnya dan memakaikan bando berpita untuknya. Pun tingkahnya andita yang selalu ingin terlihat cuek tanpa harus memakai bando yang menempel terus di kepalanya seperti kakaknya. Rasa syukur terus terucap kala menatap dua pasang bola mata yang indah dan bening terpaku ikut menatapku dengan ribuan rasa cinta yang mereka punyai. B
Baca selengkapnya

7. Penunggu Baru

“Sayang, kok, berdiri aja? Sini peluk anak-anak kita!” Aku mencoba menepis pikiran buruk ini dengan mengajak suamiku ikut memeluk Andin dan Andita—putri kembar kami tersayang. “Udah nggak ada waktu lagi berpelukan sekarang, Dinda. Kita harus segera pindah dari rumah ini,” ujar suamiku yang terlihat kelelahan abis dalam perjalanan ke sini. “Papa … Andin senang banget bisa tinggal bareng sama Papa sekarang, Yeiii!” teriak gadis kecilku dengan penuh senyum bahagia yang terpancar jelas di wajah mungilnya. “Iya, iya tapi jangan nakal, ya, kalian?” lanjut Beni membulatkan matanya pada kedua putri kecil di depannya. “Iya, Pa,” jawab mereka serempak. Aku membantu Beni mengangkat semua koper kami dari kamar dan disusul ke kamar putri kami hingga berpindah turun ke bawah. Sebelumnya Beni telah memesan mobil angkutan untuk membawa semua bara-barangnya, lantas ti
Baca selengkapnya

8. Rasa Penasaran

Sepersekian detik aku masih mematung di tempat itu sampai kumpulkan seluruh keberanian untuk menoleh. “Dinda! Kamu ngapain di sini mendingan cek dulu barang-barang kita, sini!” Belum sempat aku melirik ke belakang tiba-tiba terdengar suara Beni memanggil. Aku lega karena tangan yang menyentuh tadi adalah milik suamiku.Aku dan Beni berjalan menuju halaman depan. Di sana terlihat Andin dan Andita sedang duduk di teras dengan raut wajah yang kelelahan. Kemudian aku mencoba untuk mengecek semua barang yang kami bawa sejak sore tadi ke rumah baru sekarang yang akan kami tempati. Sebagian sudah dimasukkan ke dalam sana hanya tersisa koper pakaian saja yang masih di luar. Setelah menunggu selama tiga puluh menit, akhirnya semua barang telah tertata seadanya untuk sementara. Mungkin nanti kami akan mengaturnya kembali secara bertahap karena waktu dipastikan selalu ada untuk berbenah. Usai membayar semua biaya pada dua orang pria yan
Baca selengkapnya

9. Hantu Bermata Sendu

"Sayang, bangun!" Aku mendengar suara suamiku dari dekat, ternyata sudah balik ke rumah."Iya, Sayang," jawabku dengan malas membuka mata karena masih terasa sangat berat."Yuk, makan dulu! Kamu belum makan, kan? Panggil Andin dan Andita juga, mereka harus ikut makan takutnya masuk angin pula." Beni mengajak kami semua makan malam padahal juga sudah sangat larut. Dengan tubuh yang masih terasa lemah aku melangkah ke kamar putri kembar ku. Perlahan membuka pintu dan berjalan ke arah dua gadis mungil yang masih pulas di alam mimpinya."Sayang, bangun! Kita makan malam dulu, Yuk!" ajakku dengan mengguncang ke dua bahu mungil mereka."Ma, tapi Andin masih ngantuk banget. Andita masih tidur tu, dia, Ma." Andin menoleh pada adiknya kemudian bangun menatap aku yang tersenyum kecil."Andita ... Andita ... Bangun, Sayang!" Adinda membangunkan putrinya untuk kedua kalinya."Ya udah, Sayang. Kamu duluan aja ada Papa nunggu di sana." Aku me
Baca selengkapnya

10. Kejutan Mengerikan

"JANGAN!" Aku berteriak sekeras mungkin agar suamiku segera bangun dari tidurnya.Sumpah!Aku takut setengah mati kali ini. Tapi, bagaimana caranya hantu itu tidak menggubris sama sekali teriakanku melainkan kukunya yang tajam itu telah mencengkram kuat leher Beni. Aku menatap wajah suamiku yang sudah tidak berdaya dengan matanya yang melotot menahan cekik sosok yang mengambang itu hingga darah mengucur begitu deras saking tajam kukinya mencengkram. Setelah Beni tak bernyawa lagi, kini kedua tangan perem puan itu menjulur ke arah batang leherku. Dengan sekuat tenaga aku meronta-ronta berusaha keras melepaskan tangan yang mengerikan itu dari leherku. Aku terbangun dengan keringat yang membanjiri seluruh tubuhku. Kupalingkan wajahku ke samping dan ternyata Beni masih tertidur di sebelahku. Astaga! Ternyata ini semua cuma mimpi? Aku mengucap syukur tanpa henti lantas kuedarkan pandangan ke seluruh sisi kamar, lega karena
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status