Hah…!!! berteman?
Mata Senja membulat sempurna, saat mendengar permintaan sang suami. Agak aneh sih, karena Senja tak pernah mengira Langit punya pemikiran seperti itu. Padahal, sejatinya mereka sudah lebih dari sekedar berteman. Mereka suami istri yang hubungannya jauh lebih dari hanya sekedar teman. Namun, Senja akhirnya menerima untuk bisa berteman dengan suaminya itu, sekalipun itu terasa aneh untuknya. Daripada dirinya merasa menjadi musuh Langit, ya ini jauh lebih baik. ***** "Jangan melamun Pak Lang, nanti ke sambet lho!" Lamunan langit buyar saat tiba-tiba ada seseorang yang masuk ke ruangannya. Dan dia sangat tahu, jika sahabatnya lah yang berani masuk tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu. "Sudah saya bilang jangan panggil saya dengan sebutan itu, nggak enak dengernya!" Abimana, tertawa melihat wajah kekesalan yang di tampakkan Langit saat ini. Maklum, selama ini wajah jutek dan dinginnya selalu menghiasi wajah tampan sahabatnya itu. "Baiklah, maaf. Oh ya, hari ini gue mau nongkrong sama anak-anak, Lo ikut?" "Hm, nggak deh. Saya sedang nggak enak badan. Saya mau pulang, mau istirahat." "Wih tumben-tumbenan Lo pulang jam segini, biasanya sorean." "Tadi 'kan saya sudah bilang sama kamu, Abimana Satya, saya sedang tidak enak badan." "Iya, iya sensi amat sih. Mau gue antar?" "Nggak usah, saya masih kuat kok." "Kuat berapa ronde?" Langit menatap sahabatnya dengan tatapan tajam. Kesal dengan apa yang diucapkan sahabatnya itu. Padahal, Abimana tahu jika pernikahannya itu tidak senormal pernikahan pada umumnya. "Maaf-maaf, bercanda Lang. Tapi siapa tahu sekarang Lo udah nerima Senja sebagai istri Lo." "Belum bisa, tepatnya nggak akan bisa." "Lo parah Lang. Masa Lo ngomong gitu. Lo nggak ada usaha gitu, buka hati Lo buat istri Lo?" "Saya ngak bisa begitu saja membuka hati saya untuk wanita manapun. Kamu tahu sendiri, Rasya itu cinta pertama saya. Dan perceraian saya dengan dia terjadi karena kesalahpahaman. Saya masih sangat mencintai Rasya, Bi. Dan kamu tahu sendiri 'kan, pernikahan saya dengan Senja adalah sebuah kesalahan." "Lang gue ngerti. Apapun alasan dibalik pernikahan Lo sama Senja, tetap saja dia sekarang istri Lo. Seharusnya, Lo fokus dengan pernikahan Lo saat ini. Bukan malah mikirin masa lalu yang seharusnya Lo kubur. Rasya hanya masa lalu. Dia yang mau perceraian itu terjadi. Mending Lo buka lembaran baru hidup Lo bersama Senja, lupain Rasya. Ayolah, Lo sadar dong, Lang!" "Kamu nggak ngerti dengan perasaan saya, Bi. Cinta itu nggak bisa dipaksakan. Sekalipun Senja adalah istri saya, tetap saja saya nggak bisa menghilangkan perasaan saya untuk Rasya. Jika saya mau, saya sudah melakukan kewajiban saya sejak dulu terhadap Senja. Tapi bayang-bayang Rasya selalu ada di pikiran saya, Bi. Sampai saat ini, saya nggak pernah menyentuh Senja sedikit pun." "Astaghfirullah Lang. Lo nggak kasian sama Senja? Sudah sebulan loh kalian nikah, masa Senja belum Lo apa-apain sih?" "Saya sudah bilang, saya nggak bisa, Bi." Abimana hanya bisa menggelengkan kepalanya, dia pikir Langit sudah mau menerima Senja sebagai istrinya. Ternyata sampai saat ini, sang sahabat belum juga membuka hatinya untuk gadis itu. "Kalau begitu, Lo lepaskan Senja buat gue!" Deg...!!! Langit terkejut saat mendengar pernyataan sahabatnya yang tidak pernah dia duga. Namun karena dia sama sekali tidak mencintai Senja. Langit menanggapi pernyataan sahabatnya dengan santai. "Kamu harus sabar, saya tidak mungkin menceraikan Senja secepat ini. Kalau saya lakukan itu sekarang, Mama saya bisa kena serangan jantung. Kamu tunggu saja ya!" Ucap Langit dambil menepuk bahu sahabatnya itu. Abimana benar-benar dibuat kesal oleh Langit. Dia tidak habis pikir dengan sahabatnya itu. Niatnya hanya untuk menguji Langit. Eh, sahabatnya itu malah terlihat santai saat dia mengatakan itu padanya. Langit kemudian membereskan meja kerjanya. Hari ini seperti biasa dia akan pulang ke apartemennya dan akan pulang ke rumah ya sekitar jam sepuluh malam. "Saya makin pusing karena berdebat dengan kamu, Bi. Saya pulang duluan. Assalamualaikum." "Wa'alaikumsalam. Setelah sampai di parkiran kampus. Langit mendapatkan pesan dari Senja. Sepertinya, untuk pertama kalinya, dia tidak akan mampir dulu ke apartemenya tapi hari ini dia akan langsung pulang ke rumahnya. ***** Pukul tiga sore, Senja sudah tiba di rumahnya. Seperti biasanya, dia akan langsung membersihkan diri dan beristirahat sejenak untuk memulihkan tenaga dan pikirannya setelah tadi beraktivitas. Tak lupa di sela-sela istirahatnya itu dia selalu menyempatkan menonton drakor kesayangannya di laptop. Drt...drt...drt...drt. Senja menjeda sejenak aktivitasnya saat ponselnya tiba-tiba berdering. Sang ibu mertua ternyata yang menghubunginya. "Assalamualaikum, Ma!" "Waalaikumsalam sayang. Langit sudah pulang?" "Hm...belum, Ma. Memangnya ada apa ya Ma?" "Tadi mama telpon Langit tapi nggak diangkat. Mama titip pesan aja ya sama kamu, Sayang. Bilang sama dia, nanti malam, tante Rima mau datang ke rumah, jadi kita sekalian makan malam bersama. Kamu juga harus ikut ya." "Oh iya Ma Insya Allah, nanti Senja sampaikan pesan Mama ke Mas Langit ya." "Ya sudah makasih sayang, Mama tutup telponnya ya. Assalamualaikum." "Wa'alaikumsalam." Klik...!!! Bagaimana cara bilang ke Mas Langit? Dia 'kan biasa pulang malam. Ah...apa aku telpon aja ya? Ah, nggak deh. Mending lewat pesan aja. Batin Senja. Ya, Langit memang selalu pulang diatas jam sepuluh malam. Biasanya setelah mengajar, laki-laki itu pulang ke apartemennya terlebih dahulu sebelum pulang ke rumahnya. Itu dia lakukan agar bisa mengurangi interaksi bersama Senja. Senja mengakhiri kegiatan menonton drakornya sore ini. Dia akan menghubungi Langit untuk menyampaikan pesan dari Mama mertuanya tadi. [Mas, tadi Mama Dona nelpon aku. Kata Mama , malam ini tante Rima mau ke rumah Mama sekalian mau makan malam bersama. Mama ngundang kita. Kamu bisa 'kan?] Terkirim. Senja menatap ponselnya beberapa kali. Namun, tidak ada balasan apapun dari suaminya itu. Padahal sudah lima menit yang lalu, tanda ceklis itu sudah berwarna biru. Sambil menunggu balasan dari suaminya, Senja memutuskan untuk membawa cemilan di dapur. Dia kemudian membuka kulkas dan akan membawa cemilan itu ke kamarnya. Tapi sebelum gadis itu melangkahkan kakinya, terdengar suara mobil sang suami di depan rumahnya. Tumben jam segini udah pulang? Gumam Senja dalam hati. "Waalaikumsalam." Langit menghentikan langkahnya saat dia baru saja membuka pintu rumahnya. Ternyata sang istri sedang berdiri dan tersenyum manis kepadanya. "Kalau masuk rumah itu biasakan ucap salam dulu Mas. Mau itu ada orang atau nggak tetap harus dilakukan, ya. Masa kamu nggak tahu?" Sindir Senja. Maklum saja, sekalipun mereka satu rumah, mereka jarang sekali bertemu. Bahkan Langit sering menghabiskan waktu di kamarnya jika libur mengajar. Jikapun mengajar, setelah selesai dia tidak pernah langsung pulang ke rumah. "Assalamu'alaikum warahmatullahi wa barakaatuh." "Waalaukumsalam warrahmatullahi wabaraakatuh. Masya Allah lengkap sekali ucapan salamnya. Nah gitu dong Mas. Lain kali jangan lupa lagi ya." Langit tak menghiraukan Senja yang masih berdiri dengan senyum manis yang mengembang di sudut bibirnya. Seperti biasa, Laki-laki itu melenggang pergi begitu saja tanpa menghiraukan istrinya yang begitu berusaha menyambut sang suami pulang. "Mas!" Panggil Senja sambil menarik tangan suaminya. "Kenapa?" Senja melepaskan tangannya dari tangan kekar suaminya. Dia tahu, sang suami tidak nyaman dengan apa yang dilakukannya baru saja. "Katanya kita sudah berteman, tapi kenapa sikap kamu masih gitu sama aku?" Protes Senja sambil mengerucutkan bibirnya karena kesal. Sejak semalam, Senja berharap sang suami bisa berubah. Setelah keinginan konyol suaminya yang sangat membuat Senja terkejut. Namun sepertinya Langit lupa, sehingga laki-laki itu masih bersikap dingin padanya. "Maaf," ucap Langit singkat. "Iya nggak apa-apa, aku maklumin kok. Belum 24 jam kita temenan, jadi wajar kalau kamu lupa," kata Senja. "Itu, kamu sudah baca pesan aku 'kan?" "Sudah," jawab Langit singkat. "Lalu?" "Lalu apa?" "Kamu mau datang apa nggak ke acara makan malam di rumah Mama?" "Kita lihat saja nanti, saya mau istirahat dulu" Helaan nafas terdengar begitu nyata di mulut Senja. Kembali, gadis itu harus rela mendapatkan perlakuan tidak baik dari sang suami. Untungnya dia sudah terbiasa, sehingga itu tidak menjadi masalah untuk dirinya. Senja memutuskan untuk kembali ke kamarnya. Dengan cemilan di tangannya, gadis itu kembali membuka laptopnya untuk melanjutkan aktivitas yang tadi sempat tertunda. Lagipula masih ada waktu jika mereka benar-benar akan menghadiri makan malam itu. Tok...tok...tok… Senja membuka pintu kamarnya saat ada ketukan terdengar olehnya. "Kamu siap-siap, kita ke rumah Mama sekarang!" Senja hanya bisa terdiam saat sang suami mengatakan itu padanya. Bisa nggak ngajaknya dengan cara lembut? Nggak pake jutek. Argh...nggak usah berharap banyak Senja. Modelan kayak suami kamu, emang begitu, sabar...sabar. gumam Senja sambil mengusap dadanya beberapa kali.Senja tampak canggung saat dirinya sudah berada di antara keluarga Langit. Mungkin karena ada Tante Rima, kakak dari Mama Dona yang kini tinggal di Jogjakarta, ada bersama mereka.Jujur, Senja memang sedikit sungkan kepada kakak dari mertuanya itu. Maklum, Senja baru bertemu dengan Tante Rima saat melaksanakan akad nikah waktu itu. Melihat dari wajah wanita paruh baya itu, Senja merasa jika Tante Rima kurang suka padanya. Entahlah, perasaan itu masih dia rasakan saat ini, ketika bertemu tante dari sang suami."Lang, Tante tuh kangen banget sama kamu. Kenapa nggak pernah main lagi ke rumah tante sih?" Ucap Tante Rima di sela-sela makan malam mereka."Iya nanti ya Tante. Nanti kalau saya ada waktu, Insya Allah, saya nyempetin main ke rumah tante," ucap Langit."Beneran ya, tante tunggu loh. Padahal dulu kamu sama Rasya sering banget main ke rumah tante, bahkan sampai menginap segala!"Uhuk...uhuk..."Senja, kamu nggak apa-apa, Nak?" Tanya Mama Dona seraya menyerahkan gelas berisi air mi
Aroma wangi masakan menyeruak ke dalam hidung bangir Senja pagi ini. Aroma itu semakin kuat saat gadis itu menuju dapur tempat asal muasal bau harum yang membuat perutnya keroncongan. Maklum selama ini, Senja tidak pernah sarapan di rumah. Dia lebih sering sarapan di kampus, karena tidak pernah merasa nyaman jika berlama-lama tinggal di rumah suaminya itu. Mata Senja menatap takjub saat seseorang sedang bergelut dengan peralatan masak dengan sangat lihai. Bahkan kini, gadis itu hanya berdiri mematung, menikmati pemandangan indah yang ada di hadapannya saat ini."Ngapain berdiri di situ!" Kata Langit yang sontak saja membuyarkan lamunan Senja."Hm, a..aku cuma mau pamit, mau berangkat kuliah, Mas," ujar Senja.Walaupun jujur saja, perutnya saat ini sedang berontak minta di isi. Namun karena gengsinya yang terlalu kuat, Senja memutuskan untuk segera pergi kuliah demi menghindari suaminya itu dan memilih sarapan di kantin kampusnya."Sepagi ini?" Tanya Langit heran. Padahal ini masih p
Flashback."Ayah, tamu tadi siapa? Kok, Senja baru lihat ya?" Tanya Senja saat mereka menikmati makan siang bersama."Oh itu, namanya Langit. Dia tetangga baru kita yang membeli rumah Pak Agus, di blok C5. Kenapa? Tumben kepo?"Senja pura-pura santai, padahal dalam hati dia begitu senang karena ternyata laki-laki tampan itu adalah tetangga barunya. Bahkan hanya terhalang satu rumah saja dengan rumah milik ayahnya itu."Habisnya, tamu ayah ganteng sih, makanya Senja kepo." "Ganteng? Bukanya kamu bilang cowok paling ganteng sedunia itu, Ayah?" Ucap Bunda Ayu seraya meletakkan air minum untuk Ayah Andika."Paling kalau ada maunya anak bungsu Bunda mah bilang begitu sama Ayah. Sekarang udah kegeser tuh sama tetangga baru kita," ucap ayah Dika pura-pura kesal.Yang sedang jadi bahan pembicaraan hanya tersenyum melihat tingkah sang ayah yang terlihat cemburu."Ish, kegantengan ayah mah nggak akan tertandingi. Tetap, Ayah adalah cowok paling ganteng sedunia raya. Nah tamu yang tadi, cowok t
"Sekali lagi, terima kasih ya, Nak Langit, sudah menolong anak saya," ucap Ayah Dika."Sama-sama Pak. Saya tadi kebetulan lewat, dan melihat anak Bapak tergeletak di pinggir jalan.""Saya tidak tahu, bagaimana caranya kami membalas semua kebaikan Nak Langit. Maaf sudah merepotkan.""Jangan bilang seperti itu Bu. Bapak dan Ibu juga sering membantu saya. Kalau begitu, saya pamit pulang dulu ya. Semoga, Senja cepat sembuh.""Aamiin ya Rabbal'alamiin. Sekali lagi terima kasih ya Nak Langit."Langit tersenyum," Assalamualaikum""Wa'alaikum salam."*****Keesokkan harinya, Senja sudah merasa lebih baik. Namun memang dia masih belum bisa beraktivitas seperti biasanya. Hari ini pun terpaksa dia harus izin kuliah karena tubuhnya masih terasa sakit."Bunda lagi ngapain?" Tanya Senja saat melihat sang Bunda sibuk membuat kue."Kamu kenapa kesini, sayang? Kamu 'kan belum pulih.""Justru badan Senja makin sakit kalau tiduran terus, Bunda," ucap Senja sambil duduk di kursi meja makan. "Bunda belum
Flash on."Kamu serius? Beneran kita mau liburan ke Pantai, Mas?" Tanya Senja sambil berusaha menahan rasa sakit di tenggorokannya karena tersedak.Senja sempat tersedak saat sang suami mengatakan kepadanya, jika besok laki-laki itu akan mengajaknya berlibur ke Pantai. Tentu saja, Senja menghiraukan rasa sakit di tenggorokannya berganti rasa bahagia yang tiada tara. Bagaimana bisa suami secuek Langit bisa membuat hatinya membuncah bahagia. Ah, kalau begini caranya, dia tidak akan bisa menghilangkan rasa cintanya kepada Langit."Tadi siang, Pak Rektor ngasih liburan gratis ke saya untuk tiga hari, hadiah pernikahan kita katanya. Tadinya saya mau nolak, tapi nggak enak.""Ish, ngapain di tolak, Ini tuh rezeki, Mas. Lagian, Pak Rektor udah baik sama kita. Jangan bikin beliau kecewa," kata Senja. "Ngomong-ngomong, kenapa pengen nolak hadiah dari Pak Rektor? Kamu takut khilaf saat kita berada di sana?"Wajah Langit tiba-tiba merona. "Bener 'kan Mas? Kamu takut kalau kamu tiba-tiba menyent
"RASYA…!!!"Langit terbangun dari tidurnya dengan nafas memburu. Mimpi yang baru saja dialaminya membuatnya frustasi. Kenapa Rasya kembali hadir di mimpinya? Argh…Langit sangat kesal saat ini, karena harus mengingat kembali wanita yang masih ada di hatinya sampai saat ini.Namun, Langit sadar saat dia melihat Senja sedang berdiri mematung dengan air mata yang mengalir di pipinya. Ini pasti karena dirinya yang tanpa sengaja menyebut nama Rasya di saat gadis itu percaya, jika Langit akan berusaha membuka hatinya.Refleks, Langit menghampiri Senja dan langsung memeluk tubuh mungil istrinya itu. Ini semua diluar kendalinya, dan dia pun menyesal. Ini pertama kalinya, laki-laki itu memeluk sang istri, setelah enam bulan lebih menjalani pernikahannya."Maaf, maafkan saya, Senja," ucap Langit sambil mempererat pelukannya.Bukannya menghentikan tangisannya, Senja justru semakin terisak. Sungguh, senja merasakan sakit di bagian dadanya, saat sang suami menyebut wanita lain dihadapannya."Makany
Flashback."Mas Langit?""Assalamualaikum, Pak Dika-nya ada?""Walaikumsalam. Mas Langit mau ketemu Ayah?" Tanya Senja seolah tidak mendengar apa yang menjadi alasan tetangganya itu datang ke rumahnya. Langit menganggukkan kepalanya. Laki-laki itu tidak berniat menjawab pertanyaan gadis yang ada dihadapannya itu, karena tadi sudah sangat jelas jika dia ingin bertemu dengan ketua Rt di kompleks perumahan tempat tinggalnya."Maaf Mas, sejak tadi pagi, Ayah sudah berangkat ke kantor. Bagaimana kalau nanti sore atau malam saja, Mas Langit datang lagi kemari," usul Senja."Baiklah kalau begitu. Ngomong-ngomong kamu sudah rapi pagi-pagi begini, mau kemana?" Tanya Langit agak heran, karena belum pernah lihat Senja berpakaian formal seperti saat ini."Oh, saya mau kuliah Mas. Kenapa?""Kalau begitu Kebetulan saya juga mau ngajar pagi ini. Mau sekalian saya antar kamu kuliah?.""Beneran Mas? Mau...mau, Alhamdulillah," ucap Senja senang. "Tapi ngerepotin nggak?""Nggak lah, saya yang ngajak ka
Semakin hari interaksi Langit dan Senja semakin sering mereka lakukan. Jika waktu luang, Langit sering menyempatkan diri untuk mengobrol dengan Pak Andika. Dan setelahnya, laki-laki itu selalu menyempatkan berbincang juga dengan Senja pula. Senja pun sudah merasa, jika Langit sudah benar-benar menjadi sahabatnya. Karena semakin hari, Langit semakin terbuka untuk sekedar ngobrol masalah pribadi kepada Senja. "Tumben nggak nemuin pacar kamu, Dek?" Tanya Bintang, kakak satu-satunya Senja. Senja menggeser tubuhnya saat sang Kakak kini ikut duduk di sampingnya. "Maksud Abang Mas Langit?" "Iya siapa lagi kalau bukan dia," ucap Bintang seraya mengambil cemilan yang ada ditangan Senja. "Mas Langit lagi bahas sesuatu yang penting sama Ayah. Jadi Adek nggak mau ganggu obrolan mereka. Lagian Adek 'kan sudah bilang sama Abang...Adek itu nggak pacaran sama Mas Langit." "Yakin? Kok Abang nggak percaya kalian nggak pacaran. Secara, Mas Langit sering banget datang ke rumah kita. kalau nggak pac
Semakin hari interaksi Langit dan Senja semakin sering mereka lakukan. Jika waktu luang, Langit sering menyempatkan diri untuk mengobrol dengan Pak Andika. Dan setelahnya, laki-laki itu selalu menyempatkan berbincang juga dengan Senja pula. Senja pun sudah merasa, jika Langit sudah benar-benar menjadi sahabatnya. Karena semakin hari, Langit semakin terbuka untuk sekedar ngobrol masalah pribadi kepada Senja. "Tumben nggak nemuin pacar kamu, Dek?" Tanya Bintang, kakak satu-satunya Senja. Senja menggeser tubuhnya saat sang Kakak kini ikut duduk di sampingnya. "Maksud Abang Mas Langit?" "Iya siapa lagi kalau bukan dia," ucap Bintang seraya mengambil cemilan yang ada ditangan Senja. "Mas Langit lagi bahas sesuatu yang penting sama Ayah. Jadi Adek nggak mau ganggu obrolan mereka. Lagian Adek 'kan sudah bilang sama Abang...Adek itu nggak pacaran sama Mas Langit." "Yakin? Kok Abang nggak percaya kalian nggak pacaran. Secara, Mas Langit sering banget datang ke rumah kita. kalau nggak pac
Flashback."Mas Langit?""Assalamualaikum, Pak Dika-nya ada?""Walaikumsalam. Mas Langit mau ketemu Ayah?" Tanya Senja seolah tidak mendengar apa yang menjadi alasan tetangganya itu datang ke rumahnya. Langit menganggukkan kepalanya. Laki-laki itu tidak berniat menjawab pertanyaan gadis yang ada dihadapannya itu, karena tadi sudah sangat jelas jika dia ingin bertemu dengan ketua Rt di kompleks perumahan tempat tinggalnya."Maaf Mas, sejak tadi pagi, Ayah sudah berangkat ke kantor. Bagaimana kalau nanti sore atau malam saja, Mas Langit datang lagi kemari," usul Senja."Baiklah kalau begitu. Ngomong-ngomong kamu sudah rapi pagi-pagi begini, mau kemana?" Tanya Langit agak heran, karena belum pernah lihat Senja berpakaian formal seperti saat ini."Oh, saya mau kuliah Mas. Kenapa?""Kalau begitu Kebetulan saya juga mau ngajar pagi ini. Mau sekalian saya antar kamu kuliah?.""Beneran Mas? Mau...mau, Alhamdulillah," ucap Senja senang. "Tapi ngerepotin nggak?""Nggak lah, saya yang ngajak ka
"RASYA…!!!"Langit terbangun dari tidurnya dengan nafas memburu. Mimpi yang baru saja dialaminya membuatnya frustasi. Kenapa Rasya kembali hadir di mimpinya? Argh…Langit sangat kesal saat ini, karena harus mengingat kembali wanita yang masih ada di hatinya sampai saat ini.Namun, Langit sadar saat dia melihat Senja sedang berdiri mematung dengan air mata yang mengalir di pipinya. Ini pasti karena dirinya yang tanpa sengaja menyebut nama Rasya di saat gadis itu percaya, jika Langit akan berusaha membuka hatinya.Refleks, Langit menghampiri Senja dan langsung memeluk tubuh mungil istrinya itu. Ini semua diluar kendalinya, dan dia pun menyesal. Ini pertama kalinya, laki-laki itu memeluk sang istri, setelah enam bulan lebih menjalani pernikahannya."Maaf, maafkan saya, Senja," ucap Langit sambil mempererat pelukannya.Bukannya menghentikan tangisannya, Senja justru semakin terisak. Sungguh, senja merasakan sakit di bagian dadanya, saat sang suami menyebut wanita lain dihadapannya."Makany
Flash on."Kamu serius? Beneran kita mau liburan ke Pantai, Mas?" Tanya Senja sambil berusaha menahan rasa sakit di tenggorokannya karena tersedak.Senja sempat tersedak saat sang suami mengatakan kepadanya, jika besok laki-laki itu akan mengajaknya berlibur ke Pantai. Tentu saja, Senja menghiraukan rasa sakit di tenggorokannya berganti rasa bahagia yang tiada tara. Bagaimana bisa suami secuek Langit bisa membuat hatinya membuncah bahagia. Ah, kalau begini caranya, dia tidak akan bisa menghilangkan rasa cintanya kepada Langit."Tadi siang, Pak Rektor ngasih liburan gratis ke saya untuk tiga hari, hadiah pernikahan kita katanya. Tadinya saya mau nolak, tapi nggak enak.""Ish, ngapain di tolak, Ini tuh rezeki, Mas. Lagian, Pak Rektor udah baik sama kita. Jangan bikin beliau kecewa," kata Senja. "Ngomong-ngomong, kenapa pengen nolak hadiah dari Pak Rektor? Kamu takut khilaf saat kita berada di sana?"Wajah Langit tiba-tiba merona. "Bener 'kan Mas? Kamu takut kalau kamu tiba-tiba menyent
"Sekali lagi, terima kasih ya, Nak Langit, sudah menolong anak saya," ucap Ayah Dika."Sama-sama Pak. Saya tadi kebetulan lewat, dan melihat anak Bapak tergeletak di pinggir jalan.""Saya tidak tahu, bagaimana caranya kami membalas semua kebaikan Nak Langit. Maaf sudah merepotkan.""Jangan bilang seperti itu Bu. Bapak dan Ibu juga sering membantu saya. Kalau begitu, saya pamit pulang dulu ya. Semoga, Senja cepat sembuh.""Aamiin ya Rabbal'alamiin. Sekali lagi terima kasih ya Nak Langit."Langit tersenyum," Assalamualaikum""Wa'alaikum salam."*****Keesokkan harinya, Senja sudah merasa lebih baik. Namun memang dia masih belum bisa beraktivitas seperti biasanya. Hari ini pun terpaksa dia harus izin kuliah karena tubuhnya masih terasa sakit."Bunda lagi ngapain?" Tanya Senja saat melihat sang Bunda sibuk membuat kue."Kamu kenapa kesini, sayang? Kamu 'kan belum pulih.""Justru badan Senja makin sakit kalau tiduran terus, Bunda," ucap Senja sambil duduk di kursi meja makan. "Bunda belum
Flashback."Ayah, tamu tadi siapa? Kok, Senja baru lihat ya?" Tanya Senja saat mereka menikmati makan siang bersama."Oh itu, namanya Langit. Dia tetangga baru kita yang membeli rumah Pak Agus, di blok C5. Kenapa? Tumben kepo?"Senja pura-pura santai, padahal dalam hati dia begitu senang karena ternyata laki-laki tampan itu adalah tetangga barunya. Bahkan hanya terhalang satu rumah saja dengan rumah milik ayahnya itu."Habisnya, tamu ayah ganteng sih, makanya Senja kepo." "Ganteng? Bukanya kamu bilang cowok paling ganteng sedunia itu, Ayah?" Ucap Bunda Ayu seraya meletakkan air minum untuk Ayah Andika."Paling kalau ada maunya anak bungsu Bunda mah bilang begitu sama Ayah. Sekarang udah kegeser tuh sama tetangga baru kita," ucap ayah Dika pura-pura kesal.Yang sedang jadi bahan pembicaraan hanya tersenyum melihat tingkah sang ayah yang terlihat cemburu."Ish, kegantengan ayah mah nggak akan tertandingi. Tetap, Ayah adalah cowok paling ganteng sedunia raya. Nah tamu yang tadi, cowok t
Aroma wangi masakan menyeruak ke dalam hidung bangir Senja pagi ini. Aroma itu semakin kuat saat gadis itu menuju dapur tempat asal muasal bau harum yang membuat perutnya keroncongan. Maklum selama ini, Senja tidak pernah sarapan di rumah. Dia lebih sering sarapan di kampus, karena tidak pernah merasa nyaman jika berlama-lama tinggal di rumah suaminya itu. Mata Senja menatap takjub saat seseorang sedang bergelut dengan peralatan masak dengan sangat lihai. Bahkan kini, gadis itu hanya berdiri mematung, menikmati pemandangan indah yang ada di hadapannya saat ini."Ngapain berdiri di situ!" Kata Langit yang sontak saja membuyarkan lamunan Senja."Hm, a..aku cuma mau pamit, mau berangkat kuliah, Mas," ujar Senja.Walaupun jujur saja, perutnya saat ini sedang berontak minta di isi. Namun karena gengsinya yang terlalu kuat, Senja memutuskan untuk segera pergi kuliah demi menghindari suaminya itu dan memilih sarapan di kantin kampusnya."Sepagi ini?" Tanya Langit heran. Padahal ini masih p
Senja tampak canggung saat dirinya sudah berada di antara keluarga Langit. Mungkin karena ada Tante Rima, kakak dari Mama Dona yang kini tinggal di Jogjakarta, ada bersama mereka.Jujur, Senja memang sedikit sungkan kepada kakak dari mertuanya itu. Maklum, Senja baru bertemu dengan Tante Rima saat melaksanakan akad nikah waktu itu. Melihat dari wajah wanita paruh baya itu, Senja merasa jika Tante Rima kurang suka padanya. Entahlah, perasaan itu masih dia rasakan saat ini, ketika bertemu tante dari sang suami."Lang, Tante tuh kangen banget sama kamu. Kenapa nggak pernah main lagi ke rumah tante sih?" Ucap Tante Rima di sela-sela makan malam mereka."Iya nanti ya Tante. Nanti kalau saya ada waktu, Insya Allah, saya nyempetin main ke rumah tante," ucap Langit."Beneran ya, tante tunggu loh. Padahal dulu kamu sama Rasya sering banget main ke rumah tante, bahkan sampai menginap segala!"Uhuk...uhuk..."Senja, kamu nggak apa-apa, Nak?" Tanya Mama Dona seraya menyerahkan gelas berisi air mi
Hah…!!! berteman?Mata Senja membulat sempurna, saat mendengar permintaan sang suami. Agak aneh sih, karena Senja tak pernah mengira Langit punya pemikiran seperti itu. Padahal, sejatinya mereka sudah lebih dari sekedar berteman. Mereka suami istri yang hubungannya jauh lebih dari hanya sekedar teman. Namun, Senja akhirnya menerima untuk bisa berteman dengan suaminya itu, sekalipun itu terasa aneh untuknya. Daripada dirinya merasa menjadi musuh Langit, ya ini jauh lebih baik. *****"Jangan melamun Pak Lang, nanti ke sambet lho!"Lamunan langit buyar saat tiba-tiba ada seseorang yang masuk ke ruangannya. Dan dia sangat tahu, jika sahabatnya lah yang berani masuk tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu."Sudah saya bilang jangan panggil saya dengan sebutan itu, nggak enak dengernya!"Abimana, tertawa melihat wajah kekesalan yang di tampakkan Langit saat ini. Maklum, selama ini wajah jutek dan dinginnya selalu menghiasi wajah tampan sahabatnya itu."Baiklah, maaf. Oh