Share

Bab 8. Terima Kasih

"Sekali lagi, terima kasih ya, Nak Langit, sudah menolong anak saya," ucap Ayah Dika.

"Sama-sama Pak. Saya tadi kebetulan lewat, dan melihat anak Bapak tergeletak di pinggir jalan."

"Saya tidak tahu, bagaimana caranya kami membalas semua kebaikan Nak Langit. Maaf sudah merepotkan."

"Jangan bilang seperti itu Bu. Bapak dan Ibu juga sering membantu saya. Kalau begitu, saya pamit pulang dulu ya. Semoga, Senja cepat sembuh."

"Aamiin ya Rabbal'alamiin. Sekali lagi terima kasih ya Nak Langit."

Langit tersenyum," Assalamualaikum"

"Wa'alaikum salam."

*****

Keesokkan harinya, Senja sudah merasa lebih baik. Namun memang dia masih belum bisa beraktivitas seperti biasanya. Hari ini pun terpaksa dia harus izin kuliah karena tubuhnya masih terasa sakit.

"Bunda lagi ngapain?" Tanya Senja saat melihat sang Bunda sibuk membuat kue.

"Kamu kenapa kesini, sayang? Kamu 'kan belum pulih."

"Justru badan Senja makin sakit kalau tiduran terus, Bunda," ucap Senja sambil duduk di kursi meja makan. "Bunda belum jawab pertanyaan Senja, Bunda sedang apa?"

"Oh ini, Bunda lagi bikin kue buat Nak Langit."

Kembali, mendengar nama Langit disebut, mata Senja berbinar-binar.

"Sebagai ucapan terima kasih, karena sudah menolong kamu, sayang."

"Hm, kalau begitu nanti kalau kue nya udah jadi, Senja yang ngasihin kuenya ke Mas Langit ya, Bun."

"Jangan, kamu masih sakit sayang. Nanti biar Bunda aja ya."

"Ih jangan Bunda, Senja aja ya. Sekalian, Senja juga mau bilang makasih sama Mas Langit, soalnya Senja belum sempat bilang itu sama dia. Kan lebih afdhol kalau Senja ngomong secara langsung ke Mas Langit."

"Tapi kaki kamu masih pincang, emang kamu kuat jalannya?"

"Ya Allah Bunda, rumah Mas Langit itu nggak di Cimahi. Cuma ke halang satu rumah aja kok, Bun. Senja kuat."

Bunda Ayu tampak pasrah, akhirnya beliau pun menyerahkan satu toples kue kering dan dua kotak kue brownies buatannya.

"Ya udah, nih!" Ucap Bunda Ayu seraya menyerahkan hasil karyanya kepada sang anak.

"Oke, kalau begitu, Senja pergi dulu ya Bun, Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

Dengan perlahan dan terpincang, Senja berjalan menuju rumah Langit. Dia sangat antusias sekali, karena ini pertama kalinya dia datang ke rumah lelaki pujaan hatinya. Argh, kenapa tiba-tiba jantungnya berdebar kencang ya. Padahal ini kali ketiga dia bertemu dengan lelaki itu.

Senja sempat terdiam beberapa saat, kala dia melihat Langit sedang mencuci mobil. Tubuh atletisnya tampak mempesona karena laki-laki itu hanya memakai celana pendek dan kaos ketat yang membentuk tubuh atletisnya. Keberuntungan kembali menghampiri Senja, karena selama ini, gadis itu melihat sang pujaan hati selalu memakai kemeja formalnya.

"Assalamualaikum, Mas Langit," sapa Senja dengan suara dibuat lembut selembut lembutnya.

"Waalaikumsalam. Ngapain kamu ke rumah saya? Memangnya Kamu sudah sembuh?" Tanya Langit heran. Karena gadis itu datang kepadanya dengan  perban yang masih menempel di dahi serta lututnya. Kemudian laki-laki itu membantu memapah Senja, karena melihat gadis itu seperti kewalahan membawa sesuatu yang ada di kedua tangannya.

"Alhamdulillah sudah baikan Mas. Berkat kamu. Oh ya, Mas lagi ngapain?" Tanya Senja basa basi.

"Saya lagi masak," jawab Langit asal.

Tentu saja, Senja mengernyitkan dahinya saat jawaban yang dikemukakan Langit berbeda dengan apa yang dilihatnya.

"Ya lagian pake nanya segala. Sudah tahu saya lagi cuci mobil," lanjut Langit saat melihat reaksi Senja.

Senja hanya nyengir kuda, dia sebenarnya hanya basa basi saja. Karena ingin lebih akrab dengan laki-laki yang sudah menggetarkan hatinya beberapa hari ini.

"Ini saya bawakan kue untuk Mas Langit dari Bunda," kata Senja sambil menyerahkan kue yang tadi di bawanya.

"Kenapa repot-repot? Bilang terima kasih sama Bunda kamu ya."

"Hm, itu bentuk ucapan terima kasih dari saya juga, karena Mas Langit sudah menolong saya."

"Iya sama-sama Senja."

"Hm, nggak ngasih minum sama saya, Mas?"

Langit memicingkan matanya saat gadis di sampingnya itu mengatakan sesuatu padanya.

"Saya haus, Mas. Saya sudah susah payah lho datang ke rumah Mas Langit. Mana berat lagi bawa titipan Bunda," keluh Senja.

Sedikit heran dengan apa yang dikatakan Senja, langit hanya menganggukkan kepalanya.

"Baiklah, sebentar saya ambilkan minum dulu."

"Aduh maaf ya Mas, saya jadi ngerepotin. Padahal mah nggak apa-apa juga kalau sekalian sama cemilannya."

Hah..!!! Gubrak...!!!

Langit langsung beranjak dari tempatnya lalu kemudian ke dalam rumah untuk mengambilnya apa yang gadis itu minta.

Laki-laki itu sama sekali tidak menyangka, jika tetangganya seunik Senja. Laki-laki itupun hanya bisa tersenyum dengan tingkah gadis yang baru di kenalnya beberapa waktu yang lalu.

Hanya beberapa menit saja, Langit sudah membawa minuman dan makanan yang diinginkan Senja. Sebenarnya laki-laki itu jarang sekali ngemil, sehingga tidak pernah menyediakan makanan ringan apapun di rumahnya. Namun kebetulan sekali, kemarin mahasiswanya memberikan sekotak kue kepadanya saat selesai bimbingan skripsinya.

"Masya Allah, saya benar-benar merepotkan ya Mas? Maaf ya."

"Nggak apa-apa. Jarang juga 'kan kamu ke rumah saya."

Jangan sampai sering-sering. Bisa-bisa kamu benar-benar ngerepotin saya, Senja. Batin Langit.

"Kalau sering-sering ke sini, boleh Mas?"

Ya Allah, baru juga berharap.

"Boleh, asal bareng Pak Andika."

"Ish, masa ke rumah Mas Langit harus bareng Ayah sih."

"Kita bukan muhrim, Senja. Saya takut nanti ada fitnah. Apalagi saya di rumah sendirian."

"Ya kita ngobrol-ngobrol di luar saja Mas. Kalau kayak gini, nggak apa-apa 'kan?"

Langit hanya bisa menghela nafas panjang. Gadis dihadapannya ini sungguh keras kepala sekali.

"Terserah kamu saja!" Pungkas Langit menyerah.

                     *****

Senja sangat bersyukur karena kondisinya saat ini sudah membaik pasca kecelakaan seminggu yang lalu. Kini, gadis cantik itu sudah siap untuk melakukan aktivitas seperti biasanya.

"Ayah kemana Bunda?" Tanya Senja kepada sang Bunda saat tidak melihat sang ayah duduk bersama mereka untuk sarapan.

"Ayah ke rumah Abang kamu tadi pagi."

"Lho kok tumben pagi banget ke rumah Bang Bintang-nya. Emang ada apa sih Bun?"

"Ayah mau ke kantor hari ini. Dan mau bareng abang kamu."

"Ngapain Ayah ke kantor?"

Sudah dua tahun ini, Pak Andika menyerahkan perusahannya untuk di urus oleh anak sulungnya, Bintang Pamungkas. Alasannya karena Pak Andika ingin pensiun dini dan menikmati masa tuanya lebih cepat. Maklum, anak laki-laki nya itu memang cukup berbakat di bidang bisnis. Tak ayal, perusahaan yang di bangun Pak Dika itu kini lebih berkembang.

"Ayahmu sudah lama nggak ke kantor sayang. Mungkin Ayah jenuh di rumah terus dan kangen dengan suasana kerja lagi kayaknya."

Senja hanya menganggukkan kepalanya saat tahu alasan dibalik menghilangkan sang Ayah saat sarapan. Dan Senja pun kembali menyantap nasi goreng sarapannya pagi ini.

"Sepertinya ada tamu, Bunda,"ujar Senja saat mendengar suara bel rumahnya berbunyi. "Biar Senja aja yang bukain Bun."

Senja kemudian beranjak dari tempat duduknya untuk membukakan pintu. Dan tampak laki-laki dengan perawakan tinggi gagah serta wajah tampan rupawan yang berhasil membuat Senja mematung untuk sejenak, saat gadis itu sudah membukakan pintu rumahnya.

"Mas Langit!"

                     

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status