Share

Bab 2. Flashback.

Tiga tahun yang lalu.

"Ayah sama Bunda mau kemana, kok rapi amat?" Tanya Senja saat melihat sang ayah hendak pergi lagi setelah shalat isya. Bahkan kini ,sang Bunda pun ikut dengan sang ayah dan berpenampilan cantik dengan gamis warna peach yang dikenakannya.

"Ayah sama Bunda ada undangan pengajian dari tetangga baru kita, sayang," jawab sang ayah kepada Senja Aurora anak gadisnya yang kini sudah masuk kuliah semester awal. "Kamu mau ikut?" Ajak Pak Andika, Ayah senja.

"Hm, nggak deh Yah. Lagi banyak tugas nih," tolak Senja.

"Ya sudah kalau begitu, Ayah sama Bunda  berangkat dulu ya. Oh ya, jangan lupa kunci pintu. Bunda bawa kunci cadangan kok. Takutnya Ayah sama Bunda pulangnya malam," ucap Bunda mengingatkan Senja.

"Siap Bos! Hati-hati ya Ayah, Bunda."

"Iya sayang, Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

*****

Suasana rumah yang baru ditempati Langit Putra Angkasa, begitu ramai malam ini. Ya, Langit baru saja membeli rumah ini seminggu yang lalu. Dan malam ini, sengaja laki-laki itu mengadakan pengajian sebagai bentuk rasa syukurnya atas nikmat yang telah Allah SWT berikan kepadanya. Dan juga, untuk menjalin tali silaturahim dengan tetangganya agar dia lebih nyaman hidup dilingkungan baru.

Di pengajiannya kali ini, banyak tetangga yang hadir. Salah satunya sepasang suami istri yang begitu diharapkan kedatangannya oleh Langit. Pak Rt yang begitu banyak membantu Langit selama pindahan seminggu belakangan ini.

"Alhamdulillah, Bapak dan ibu bisa datang di acara saya. Terima kasih, Pak Andika dan Ibu Ayu."

"Sama-sama Mas Langit, saya juga senang, bisa bertetangga dengan anak muda sukses seperti Mas Langit," kata Pak Andika setelah selesai acara pengajian.

"Semoga Mas Langit bisa betah ya di lingkungan komplek kami. Kalau ada apa-apa, bisa langsung lapor ke Pak Rt," timpal Ibu Ayu dengan senyuman teduhnya.

"Siap Bu. Terima kasih sudah sangat membantu saya selama saya pindahan. Tapi maaf sebelumnya, boleh saya minta, Pak Andika sama Ibu Ayu, panggil Langit saja. Nggak usah pakai, Mas," ucap Langit tersipu. "Saya merasa sudah dewasa banget gitu Pak, Bu."

Kedua paruh baya itu pun tertawa dengan permintaan laki-laki yang kini menyembunyikan rona merah di pipinya karena malu dengan permintaan konyolnya itu.

"Tentu saja, jika Mas Langit merasa nggak nyaman dengan panggilan itu. Baiklah kami tidak akan menambahkan Mas di nama Langit," ucap Pak Andika, membuat Langit merasa lega. "Baiklah kalau begitu karena sudah malam, kami pamit ya."

"Sekali lagi terima kasih ya Pak, Bu atas kedatangannya."

"Sama-sama, Kami pamit ya, Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

*****

Keesokkan harinya, gadis manis dengan lesung pipit yang begitu kentara, sedang asyik menyirami tanaman di depan rumahnya. Hari ini hari libur, seperti biasa gadis itu tidak pernah berleha-leha. Sekalipun libur Senja selalu membantu sang Bunda setelah shalat subuh.

"Assalamualaikum!"

Atensi Senja tertuju kepada laki-laki berperawakan tinggi dengan bulu halus yang menghiasi wajah laki-laki tampan itu. Entahlah, kenapa tiba-tiba Senja tak bisa menahan debaran jantungnya saat beradu pandang dengan laki-laki yang sedang tersenyum ke arahnya. Gadis itu kini hanya bisa mematung menikmati pemandangan indah pagi ini.

Masya Allah, Tabarakallah kenapa ada makhluk tampan datang ke rumah aku pagi-pagi begini ya? Batin Senja.

"Maaf, Pak Andika nya ada?"

Laki-laki itu pun kembali bersuara saat gadis yang ada di halaman depan rumah Pak Rt hanya diam mematung.

"Waalaikumsalam. A..ada, Mas siapa ya? Ada keperluan apa?" Tanya Senja yang kini menghampiri laki-laki tampan bermata biru itu.

Argh…Kenapa juga pake nyamperin dia sih? 'kan jantungnya malah kenceng debarannya. Sial! Sesal Senja saat dia sudah berada dekat dengan laki-laki itu. Ternyata, gadis itu malas semakin tidak bisa mengontrol detak jantungnya yang semakin tak terkendali.

"Oh saya Langit, tetangga baru Pak Andika. Saya ada perlu sama Pak Rt," ucap Langit memperkenalkan diri.

"Oh begitu ya. Sebentar saya panggil Ayah dulu. Kalau begitu,  Mas masuk dulu ya," ajak Senja sambil membuka pagar rumahnya.

"Mas tunggu dulu disini. Saya panggilkan ayah dulu."

Senja sedikit berlari untuk menemui ayahnya yang berada di taman belakang rumahnya. Dengan nafas yang masih ngos-ngosan, akhirnya Senja sudah berada di hadapan sang ayah.

"Kenapa lari-lari sayang? Ada apa?" Tanya Bunda saat melihat sang anak dengan nafas yang tak beraturan.

"Itu Bunda!" Ucap Senja sambil kembali menghirup oksigen.

"Itu apa?" Tanya sang ayah.

Akhirnya, Senja bisa mengendalikan nafasnya saat ini. "Ada tamu Yah."

"Ya Allah, Ayah kira ada apa. Siapa?"

"Katanya sih tetangga baru kita Yah!"

"Oh, Nak Langit. Ya sudah ayah ke depan dulu."

Senja hendak mengikuti sang Ayah ke depan rumahnya. Rasanya belum puas baginya untuk menikmati wajah tampan tamu ayahnya itu. Hingga dia sama sekali tidak peduli jika sang ayah kini menatapnya dengan tatapan curiga.

"Ngapain ngikutin ayah, Senja?"

"Ish, siapa yang ngikutin Ayah, Senja cuma mau lanjutin nyiram tanaman Ayah!" Ucap Senja sambil nyengir. "Tadi belum selesai, keburu ada tamu," kilah Senja. Padahal sebenarnya, kegiatan menyiram tanaman sudah selesai sebelum tamu ayahnya datang. Itu hanya alasan saja, agar Senja bisa menikmati pemandangan langka pagi ini.

Pak Andika hanya melengos meninggalkan sang anak yang masih tersenyum senang. Biasanya, Senja selalu cuek jika sang ayah ada tamu. Namun entahlah, kali ini sang ayah di buat terheran-heran dengan tingkah anak bungsunya itu.

"Eh, Nak Langit!" Sapa Pak Andika.

"Assalamualaikum, Pak Dika," ucap Langit sambil menyalami laki-laki paruh baya itu.

"Waalaikumsalam. Duduk, Nak Langit."

"Terima kasih Pak."

"Maaf, saya kasih embel-embel Nak di nama Nak Langit. Nggak enak kalau saya panggil nama saja."

"Nggak apa-apa Pak. Asal jangan Mas saja."

"Kenapa? Berasa tua ya?" Ucap Pak Andika sambil tersenyum.

"Ah Bapak, nggak juga Pak. Tapi emang bener juga sih!"

Kedua laki-laki yang beda usia itu pun sama-sama tertawa.

"Oh ya, ada keperluan apa Nak Langit bertamu ke rumah saya sepagi ini?"

"Maaf kalau saya menganggu Pak Dika. Saya datang kesini, ingin memberikan ini sama Bapak."

Langit menyerahkan sebuah tas plastik dengan logo sebuah toko Bakery terkenal di kota Bandung.

"Apa ini Nak Langit?" Tanya Pak Andika.

"Ini ucapan terima kasih saya untuk Bapak, karena sudah banyak membantu saya. Semalam kebetulan saya habis dari rumah orang tua saya, saya sekalian bawain ini untuk Bapak. Semoga Bapak suka ya."

"Wah jadi ngerepotin ini mah. Saya dulu kalau tugas ke Bandung, selalu beli kue dari toko ini. Berasa kembali lagi ke masa itu, terima kasih ya Nak Langit."

"Sama-sama Pak. Saya sama sekali tidak merasa direpotkan. Justru saya lah yang sudah merepotkan Bapak."

"Tidak usah sungkan Nak Langit. Saya dengan senang hati membantu warga kompleks ini, apalagi Nak Langit warga baru di sini. Sudah menjadi kewajiban saya membantu Nak Langit."

"Terima kasih Pak, saya rasa saya akan betah tinggal di kompleks ini, karena Pak Rt nya sangat baik sama saya."

"Ah, Nak Langit bisa saja!"

"Saya tidak bisa lama-lama Pak, Kalau begitu saya pamit."

"Loh, kok buru-buru, mau ikut sarapan sama kita?"

"Oh nggak usah repot-repot Pak, kebetulan saya tadi sudah sarapan sebelum saya ke rumah Bapak. Kalau begitu saya permisi dulu ya Pak. Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam.

Saat melihat Langit berjalan melewatinya, Senja berusaha menghentikan laki-laki yang sejak tadi menjadi pusat perhatiannya.

"Tunggu…!!!" Cegah Senja sambil merentangkan tangan di hadapan laki-laki yang kini sedang menatapnya heran.

"Ada apa ya?"

"Hm…kenalin aku Senja Aurora, anak bungsu dari Bapak Rt di kompleks ini."

Senja mengulurkan tanganya, dan di sambut oleh Langit masih dengan tatapan heran.

"Langit."

Duh, udah kayak jodoh aja. Kalau disatuin jadinya Langit Senja. Apa mungkin cowok ganteng yang ada di hadapanku adalah jodoh yang Tuhan kasih buat aku? Semoga.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status