Share

Bab 7. Pertemuan tak Terduga

Flashback.

"Ayah, tamu tadi siapa? Kok, Senja baru lihat ya?" Tanya Senja saat mereka menikmati makan siang bersama.

"Oh itu, namanya Langit. Dia tetangga baru kita yang membeli rumah Pak Agus, di blok C5. Kenapa? Tumben kepo?"

Senja pura-pura santai, padahal dalam hati dia begitu senang karena ternyata laki-laki tampan itu adalah tetangga barunya. Bahkan hanya terhalang satu rumah saja dengan rumah milik ayahnya itu.

"Habisnya, tamu ayah ganteng sih, makanya Senja kepo."

"Ganteng? Bukanya kamu bilang cowok paling ganteng sedunia itu, Ayah?" Ucap Bunda Ayu seraya meletakkan air minum untuk Ayah Andika.

"Paling kalau ada maunya anak bungsu Bunda mah bilang begitu sama Ayah. Sekarang udah kegeser tuh sama tetangga baru kita," ucap ayah Dika pura-pura kesal.

Yang sedang jadi bahan pembicaraan hanya tersenyum melihat tingkah sang ayah yang terlihat cemburu.

"Ish, kegantengan ayah mah nggak akan tertandingi. Tetap, Ayah adalah cowok paling ganteng sedunia raya. Nah tamu yang tadi, cowok terganteng kedua," ucap Senja sambil terkekeh. "Oh ya, nanti sore, Senja izin, mau ngerjain tugas ke rumah Dewi ya, Yah."

"Diantar Pak Amin ya."

"Ih, jangan dong Yah. Senja naik motor aja. Lagian, Senja malu, setiap kali mau kemana-mana selalu dianterin Pak Amin. Senja 'kan sudah besar. Pengen atuh sekali-kali kemana-mana sendiri."

Pak Amin adalah supir keluarga Pak Andika.

"Tapi kamu ngerjain tugasnya sore, sayang. Apa nggak takut, kalau pulangnya malam. 'kan gelap," ucap Bunda Ayu.

"Iya Sayang, Ayah khawatir. Jangan ya, kamu dianter Pak Amin aja."

Bibir Senja mengerucut sempurna. Selalu saja kedua orang tuanya mengkhawatirkan Senja secara berlebihan. Padahal gadis itu merasa, jika saat ini, dia sudah cukup dewasa, dan tentunya dia ingin mandiri seperti Dewi sahabatnya.

Waktu menunjukkan pukul empat sore. Sejak tadi, ponsel Senja terus saja berdering. Sang sahabat, Dewi ternyata menghubunginya dan mengabarkan jika teman-teman yang lain sudah hadir.

Setelah dihubungi sahabatnya, Senja benar-benar dikejar waktu. Andai saja tadi dia nggak tidur siang, mungkin saat ini dia tidak akan terlambat. Argh…Senja benar-benar menyesali perbuatannya.

"Bunda, Pak Amin kemana ya, kok nggak ada?" Tanya Senja saat dia tidak menemukan Pak Amin dimana pun.

"Oh Pak Amin sedang nganter Ayah ke rumah Om Bayu, sayang. Bunda kira kamu nggak jadi ke rumah Dewi, makanya Ayah minta Pak Amin nganterin Ayah."

"Senja ketiduran Bunda. Senja udah nggak bisa nunggu lagi. Senja udah terlambat Bunda. Teman-teman Senja udah pada ngumpul di rumah Dewi."

"Ya habis gimana, Pak Amin baru saja pergi sama Ayah, Nak."

Senja berpikir sejenak. Tidak mungkin rasanya, dia menunggu Pak Amin. Bisa-bisa teman-temannya kesal karena ia terlambat.

"Bunda, Senja pake motor aja ya. Beneran deh, Senja bakalan hati-hati bawanya. Ya, ya, please," mohon Senja sambil mengatupkan kedua tangannya.

"Jangan sayang, Bunda khawatir kalau kamu pake motor, Nak."

"Bunda, Senja udah terlambat. Barusan aja, Dewi nelpon Senja beberapa kali karena teman-teman yang lain udah ada di rumah Dewi. Kalau Senja nunggu sampai Pak Amin pulang, bisa-bisa teman yang lain pada kesel sama Senja. Ayolah Bunda please."

Bunda Ayu tampak ragu untuk mengizinkan sang anak mengendarai motornya. Namun, karena permohonan sang anak yang membuat hatinya luluh, akhirnya beliau mengizinkannya.

"Ya sudah, tapi kamu hati-hati mengendarainya ya."

Senja berjingkrak senang. "Oke, makasih Bunda."

Tanpa berpikir panjang lagi, Senja mengeluarkan motor dari garasi rumahnya.

Senja sudah tidak ada waktu lagi. Sore ini jalanan cukup sepi. Maklum, hari Minggu sebagian orang-orang memilih untuk menghabiskan waktu di rumah. Sehingga, nampak sekali perbedaan jalanan di hari kerja dengan hari libur. Dan Senja merasakan sekali bagaimana lenggangnya jalanan sore ini di hari Minggu, hingga dia pun mengendarai motornya dengan kecepatan tinggi.

Hanya membutuhkan waktu 20 menit, Senja sudah sampai di rumah Dewi.

"Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam, ih kenapa Lo terlambat, Senja Aurora!" Kesal Dewi.

"Ya maaf, gue tadi ketiduran. Teman-teman masih ada 'kan?"

Dewi mendengus kesal.

"Mereka sudah pulang!"

"Ish, kenapa pulang? Emang tugasnya udah selesai."

"Udah selesai Senja Aurora," kesal Dewi.

"Ya terus kalau sudah selesai, ngapain gue ke rumah Lo!"

Plak…!!!

"Aw, sakit Dewi Mutia!"

Senja mengusap-usap tangannya yang terasa panas, akibat pukulan manja sahabatnya itu.

"Bukannya minta maaf karena terlambat, Lo malah pasang muka nggak bersalah gitu."

"Hehehe…iya maaf. Yang penting 'kan tugas kelompok kita selesai, Iya 'kan? Lo nggak usah marah-marah, nanti cepet tua lho!"

"Habisnya gue kesel sama Lo. Yang namanya tugas kelompok ya harus di kerjakan sama-sama dong. Lah ini, Lo nggak bantuin kita sama sekali, 'kan gue jadi kesel."

"Iya gue 'kan udah minta maaf, Dewi Mutia. Lagian gue juga udah usaha, buktinya gue tetep datang ke rumah Lo sekalipun tugasnya udah selesai," ucap Senja membela diri.

Meskipun tugas sudah selesai, Senja masih betah berada di rumah sahabatnya itu. Bagaimana tidak, rumah sederhana yang begitu asri dengan pepohonan yang berjejer rapi di halaman depan rumahnya, membuat Senja ingin berlama-lama di rumah Dewi. Apalagi, banyak sekali tanaman bunga yang mulai bermekaran, semakin membuat Senja tak ingin beranjak dari tempat duduknya.

Waktu sudah menunjukkan pukul setengah tujuh malam. Setelah shalat Maghrib, Senja pamit untuk segera pulang.

"Lo hati-hati di jalan ya!"

"Iya Dewi, bawel banget sih," kesal Senja karena sejak tadi sahabatnya itu selalu mengingatkannya untuk hati-hati. Mungkin sudah kesepuluh kalinya Senja mendengar itu dari Dewi.

"Gue pulang ya, assalamualaikum."

"Waalaikumsalam, hati-hati Senja!"

Jalanan yang dilalui Senja tampak lengang, membuat gadis itu kembali menancapkan gasnya dengan kecepatan lumayan tinggi. Entahlah hari ini dia ingin sekali mengeluarkan kemampuannya mengendarai motor seperti legenda Moto GP, Valentino Rossi. Karena sudah sejak lama, gadis itu mengidolakan pembalap asal Italia itu.

Senja memang sudah sangat mahir mengendarai motor. Bahkan sejak SMP gadis itu sudah bisa, ya tentunya tanpa sepengetahuan Ayah Bundanya. Hingga usianya 17 tahun, Senja sudah sangat khatam dengan motor matic kesayangannya itu. Walaupun akhirnya, setelah lulus SMA, Senja harus rela diantar jemput Pak Amin, karena mengalami kecelakaan saat pergi ke sekolah.

Dan ini kali pertamanya, gadis itu kembali mengendarai motornya setelah sekian lama tidak berkutat dengan kendaraan kesayangannya itu. Sehingga dia ingin sekali kembali ke masa-masa SMA dulu.

Namun entah kenapa, tiba-tiba motor yang dikendarai Senja sulit dikendalikan dan akhirnya…

BRAK…!!!

Senja terjatuh, dan tak sadarkan diri.

*****

Setelah dibawa oleh seseorang ke rumah sakit, kondisi Senja sudah membaik. Ada luka di bagian dahi dan lututnya, tapi tidak terlalu parah. Saat ini pun Senja masih tak sadarkan diri akibat kecelakaan itu.

Sampai akhirnya, Senja membuka mata perlahan. Dia masih merasakan nyeri di bagian kepalanya. Pusing sekali.

Nampak ada seseorang begitu samar terlihat oleh Senja. Namun dia seperti mengenal orang itu.

"Saya ada dimana?" Tanya Senja seraya memegang kepalanya yang terasa pusing.

"Kamu di rumah sakit sekarang."

Senja berusaha bangkit saat tahu jika seseorang yang tadi terlihat samar, kini penglihatannya sudah sangat jelas. Dan seseorang itu adalah tamu yang sempat datang waktu itu ke rumahnya.

"Kata dokter, kamu baik-baik saja," Lanjut laki-laki itu.

"Terima kasih sudah menolong saya."

"Kamu saya antar pulang ya, sekarang!"

"Motor saya?"

"Tenang, motor kamu aman. Tadi sudah saya titipkan di bengkel terdekat saat kamu kecelakaan."

Senja tersipu malu. Argh… kenapa dia menjadi sangat beruntung dengan musibah ini? Ditolong oleh seseorang yang sejak pertama kali bertemu, membuat hatinya berbunga-bunga.

"Yuk, kita pulang!" Ajak Langit.

"Tapi kepala saya pusing Mas! Trus administrasinya gimana?" Keluh Senja.

"Kamu jangan khawatir, saya sudah mengurusnya."

"Makasih Mas, nanti biar diganti sama Ayah."

"Nggak usah diganti. Saya ikhlas kok."

"Makasih ya Mas."

"Iya sama-sama. Kamu tunggu di sini ya!"

Tak lama kemudian, Langit membawa kursi roda untuk membantu Senja.

Ya, aku kira, bakal digendong kayak drama-drama romantis. Eh, malah bawa kursi roda. Nggak peka banget nih cowok.

Walaupun nampak kecewa, Senja akhirnya duduk di kursi roda itu. Dan dengan senyum manisnya, dia pun pulang dengan kondisi tubuh yang terasa sakit.

Sampai di rumah Senja. Langit tidak langsung membawa gadis itu. Dia keluar mobil untuk memberitahukan keluarga Senja. Dan alangkah terkejutnya, saat orang tua gadis itu tahu, jika sang anak mengalami kecelakaan.

"Astagfirullah, Senja. Kamu kenapa bisa sampai celaka sih?" Nada suara Ayah Andika lebih terdengar kesal dibandingkan khawatir.

"Kamu nggak apa-apa sayang?"

Nah, ucapan Bunda Ayu jauh lebih lembut, membuat Senja mengurungkan niatnya untuk menangis.

"Alhamdulillah, tadi setelah saya membawa Senja ke rumah sakit, kata dokter lukanya nggak terlalu parah."

"Ya Allah untung ada Nak Langit. Terima kasih ya Nak."

"Iya, sama-sama Pak Dika."

Ayah Dika hendak menggendong sang anak yang masih ada di mobil Langit, agar laki-laki paruh baya itu bisa menginterogasi anak bungsunya itu. Namun tiba-tiba laki-laki itu memegang lengan ayah Senja itu.

"Jika Pak Dika nggak keberatan, biar saya yang bantu Senja ke kamarnya."

Mata Senja berbinar saat tahu, jika laki-laki itu akan menggendongnya.

Ah, akhirnya kesampaian juga. Sorak Senja dalam hati.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status