Home / Romansa / Mas Duda Pencuri Hati / Bab 7. Pertemuan tak Terduga

Share

Bab 7. Pertemuan tak Terduga

Author: Purnama Lingga
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Flashback.

"Ayah, tamu tadi siapa? Kok, Senja baru lihat ya?" Tanya Senja saat mereka menikmati makan siang bersama.

"Oh itu, namanya Langit. Dia tetangga baru kita yang membeli rumah Pak Agus, di blok C5. Kenapa? Tumben kepo?"

Senja pura-pura santai, padahal dalam hati dia begitu senang karena ternyata laki-laki tampan itu adalah tetangga barunya. Bahkan hanya terhalang satu rumah saja dengan rumah milik ayahnya itu.

"Habisnya, tamu ayah ganteng sih, makanya Senja kepo."

"Ganteng? Bukanya kamu bilang cowok paling ganteng sedunia itu, Ayah?" Ucap Bunda Ayu seraya meletakkan air minum untuk Ayah Andika.

"Paling kalau ada maunya anak bungsu Bunda mah bilang begitu sama Ayah. Sekarang udah kegeser tuh sama tetangga baru kita," ucap ayah Dika pura-pura kesal.

Yang sedang jadi bahan pembicaraan hanya tersenyum melihat tingkah sang ayah yang terlihat cemburu.

"Ish, kegantengan ayah mah nggak akan tertandingi. Tetap, Ayah adalah cowok paling ganteng sedunia raya. Nah tamu yang tadi, cowok terganteng kedua," ucap Senja sambil terkekeh. "Oh ya, nanti sore, Senja izin, mau ngerjain tugas ke rumah Dewi ya, Yah."

"Diantar Pak Amin ya."

"Ih, jangan dong Yah. Senja naik motor aja. Lagian, Senja malu, setiap kali mau kemana-mana selalu dianterin Pak Amin. Senja 'kan sudah besar. Pengen atuh sekali-kali kemana-mana sendiri."

Pak Amin adalah supir keluarga Pak Andika.

"Tapi kamu ngerjain tugasnya sore, sayang. Apa nggak takut, kalau pulangnya malam. 'kan gelap," ucap Bunda Ayu.

"Iya Sayang, Ayah khawatir. Jangan ya, kamu dianter Pak Amin aja."

Bibir Senja mengerucut sempurna. Selalu saja kedua orang tuanya mengkhawatirkan Senja secara berlebihan. Padahal gadis itu merasa, jika saat ini, dia sudah cukup dewasa, dan tentunya dia ingin mandiri seperti Dewi sahabatnya.

Waktu menunjukkan pukul empat sore. Sejak tadi, ponsel Senja terus saja berdering. Sang sahabat, Dewi ternyata menghubunginya dan mengabarkan jika teman-teman yang lain sudah hadir.

Setelah dihubungi sahabatnya, Senja benar-benar dikejar waktu. Andai saja tadi dia nggak tidur siang, mungkin saat ini dia tidak akan terlambat. Argh…Senja benar-benar menyesali perbuatannya.

"Bunda, Pak Amin kemana ya, kok nggak ada?" Tanya Senja saat dia tidak menemukan Pak Amin dimana pun.

"Oh Pak Amin sedang nganter Ayah ke rumah Om Bayu, sayang. Bunda kira kamu nggak jadi ke rumah Dewi, makanya Ayah minta Pak Amin nganterin Ayah."

"Senja ketiduran Bunda. Senja udah nggak bisa nunggu lagi. Senja udah terlambat Bunda. Teman-teman Senja udah pada ngumpul di rumah Dewi."

"Ya habis gimana, Pak Amin baru saja pergi sama Ayah, Nak."

Senja berpikir sejenak. Tidak mungkin rasanya, dia menunggu Pak Amin. Bisa-bisa teman-temannya kesal karena ia terlambat.

"Bunda, Senja pake motor aja ya. Beneran deh, Senja bakalan hati-hati bawanya. Ya, ya, please," mohon Senja sambil mengatupkan kedua tangannya.

"Jangan sayang, Bunda khawatir kalau kamu pake motor, Nak."

"Bunda, Senja udah terlambat. Barusan aja, Dewi nelpon Senja beberapa kali karena teman-teman yang lain udah ada di rumah Dewi. Kalau Senja nunggu sampai Pak Amin pulang, bisa-bisa teman yang lain pada kesel sama Senja. Ayolah Bunda please."

Bunda Ayu tampak ragu untuk mengizinkan sang anak mengendarai motornya. Namun, karena permohonan sang anak yang membuat hatinya luluh, akhirnya beliau mengizinkannya.

"Ya sudah, tapi kamu hati-hati mengendarainya ya."

Senja berjingkrak senang. "Oke, makasih Bunda."

Tanpa berpikir panjang lagi, Senja mengeluarkan motor dari garasi rumahnya.

Senja sudah tidak ada waktu lagi. Sore ini jalanan cukup sepi. Maklum, hari Minggu sebagian orang-orang memilih untuk menghabiskan waktu di rumah. Sehingga, nampak sekali perbedaan jalanan di hari kerja dengan hari libur. Dan Senja merasakan sekali bagaimana lenggangnya jalanan sore ini di hari Minggu, hingga dia pun mengendarai motornya dengan kecepatan tinggi.

Hanya membutuhkan waktu 20 menit, Senja sudah sampai di rumah Dewi.

"Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam, ih kenapa Lo terlambat, Senja Aurora!" Kesal Dewi.

"Ya maaf, gue tadi ketiduran. Teman-teman masih ada 'kan?"

Dewi mendengus kesal.

"Mereka sudah pulang!"

"Ish, kenapa pulang? Emang tugasnya udah selesai."

"Udah selesai Senja Aurora," kesal Dewi.

"Ya terus kalau sudah selesai, ngapain gue ke rumah Lo!"

Plak…!!!

"Aw, sakit Dewi Mutia!"

Senja mengusap-usap tangannya yang terasa panas, akibat pukulan manja sahabatnya itu.

"Bukannya minta maaf karena terlambat, Lo malah pasang muka nggak bersalah gitu."

"Hehehe…iya maaf. Yang penting 'kan tugas kelompok kita selesai, Iya 'kan? Lo nggak usah marah-marah, nanti cepet tua lho!"

"Habisnya gue kesel sama Lo. Yang namanya tugas kelompok ya harus di kerjakan sama-sama dong. Lah ini, Lo nggak bantuin kita sama sekali, 'kan gue jadi kesel."

"Iya gue 'kan udah minta maaf, Dewi Mutia. Lagian gue juga udah usaha, buktinya gue tetep datang ke rumah Lo sekalipun tugasnya udah selesai," ucap Senja membela diri.

Meskipun tugas sudah selesai, Senja masih betah berada di rumah sahabatnya itu. Bagaimana tidak, rumah sederhana yang begitu asri dengan pepohonan yang berjejer rapi di halaman depan rumahnya, membuat Senja ingin berlama-lama di rumah Dewi. Apalagi, banyak sekali tanaman bunga yang mulai bermekaran, semakin membuat Senja tak ingin beranjak dari tempat duduknya.

Waktu sudah menunjukkan pukul setengah tujuh malam. Setelah shalat Maghrib, Senja pamit untuk segera pulang.

"Lo hati-hati di jalan ya!"

"Iya Dewi, bawel banget sih," kesal Senja karena sejak tadi sahabatnya itu selalu mengingatkannya untuk hati-hati. Mungkin sudah kesepuluh kalinya Senja mendengar itu dari Dewi.

"Gue pulang ya, assalamualaikum."

"Waalaikumsalam, hati-hati Senja!"

Jalanan yang dilalui Senja tampak lengang, membuat gadis itu kembali menancapkan gasnya dengan kecepatan lumayan tinggi. Entahlah hari ini dia ingin sekali mengeluarkan kemampuannya mengendarai motor seperti legenda Moto GP, Valentino Rossi. Karena sudah sejak lama, gadis itu mengidolakan pembalap asal Italia itu.

Senja memang sudah sangat mahir mengendarai motor. Bahkan sejak SMP gadis itu sudah bisa, ya tentunya tanpa sepengetahuan Ayah Bundanya. Hingga usianya 17 tahun, Senja sudah sangat khatam dengan motor matic kesayangannya itu. Walaupun akhirnya, setelah lulus SMA, Senja harus rela diantar jemput Pak Amin, karena mengalami kecelakaan saat pergi ke sekolah.

Dan ini kali pertamanya, gadis itu kembali mengendarai motornya setelah sekian lama tidak berkutat dengan kendaraan kesayangannya itu. Sehingga dia ingin sekali kembali ke masa-masa SMA dulu.

Namun entah kenapa, tiba-tiba motor yang dikendarai Senja sulit dikendalikan dan akhirnya…

BRAK…!!!

Senja terjatuh, dan tak sadarkan diri.

*****

Setelah dibawa oleh seseorang ke rumah sakit, kondisi Senja sudah membaik. Ada luka di bagian dahi dan lututnya, tapi tidak terlalu parah. Saat ini pun Senja masih tak sadarkan diri akibat kecelakaan itu.

Sampai akhirnya, Senja membuka mata perlahan. Dia masih merasakan nyeri di bagian kepalanya. Pusing sekali.

Nampak ada seseorang begitu samar terlihat oleh Senja. Namun dia seperti mengenal orang itu.

"Saya ada dimana?" Tanya Senja seraya memegang kepalanya yang terasa pusing.

"Kamu di rumah sakit sekarang."

Senja berusaha bangkit saat tahu jika seseorang yang tadi terlihat samar, kini penglihatannya sudah sangat jelas. Dan seseorang itu adalah tamu yang sempat datang waktu itu ke rumahnya.

"Kata dokter, kamu baik-baik saja," Lanjut laki-laki itu.

"Terima kasih sudah menolong saya."

"Kamu saya antar pulang ya, sekarang!"

"Motor saya?"

"Tenang, motor kamu aman. Tadi sudah saya titipkan di bengkel terdekat saat kamu kecelakaan."

Senja tersipu malu. Argh… kenapa dia menjadi sangat beruntung dengan musibah ini? Ditolong oleh seseorang yang sejak pertama kali bertemu, membuat hatinya berbunga-bunga.

"Yuk, kita pulang!" Ajak Langit.

"Tapi kepala saya pusing Mas! Trus administrasinya gimana?" Keluh Senja.

"Kamu jangan khawatir, saya sudah mengurusnya."

"Makasih Mas, nanti biar diganti sama Ayah."

"Nggak usah diganti. Saya ikhlas kok."

"Makasih ya Mas."

"Iya sama-sama. Kamu tunggu di sini ya!"

Tak lama kemudian, Langit membawa kursi roda untuk membantu Senja.

Ya, aku kira, bakal digendong kayak drama-drama romantis. Eh, malah bawa kursi roda. Nggak peka banget nih cowok.

Walaupun nampak kecewa, Senja akhirnya duduk di kursi roda itu. Dan dengan senyum manisnya, dia pun pulang dengan kondisi tubuh yang terasa sakit.

Sampai di rumah Senja. Langit tidak langsung membawa gadis itu. Dia keluar mobil untuk memberitahukan keluarga Senja. Dan alangkah terkejutnya, saat orang tua gadis itu tahu, jika sang anak mengalami kecelakaan.

"Astagfirullah, Senja. Kamu kenapa bisa sampai celaka sih?" Nada suara Ayah Andika lebih terdengar kesal dibandingkan khawatir.

"Kamu nggak apa-apa sayang?"

Nah, ucapan Bunda Ayu jauh lebih lembut, membuat Senja mengurungkan niatnya untuk menangis.

"Alhamdulillah, tadi setelah saya membawa Senja ke rumah sakit, kata dokter lukanya nggak terlalu parah."

"Ya Allah untung ada Nak Langit. Terima kasih ya Nak."

"Iya, sama-sama Pak Dika."

Ayah Dika hendak menggendong sang anak yang masih ada di mobil Langit, agar laki-laki paruh baya itu bisa menginterogasi anak bungsunya itu. Namun tiba-tiba laki-laki itu memegang lengan ayah Senja itu.

"Jika Pak Dika nggak keberatan, biar saya yang bantu Senja ke kamarnya."

Mata Senja berbinar saat tahu, jika laki-laki itu akan menggendongnya.

Ah, akhirnya kesampaian juga. Sorak Senja dalam hati.

Related chapters

  • Mas Duda Pencuri Hati   Bab 8. Terima Kasih

    "Sekali lagi, terima kasih ya, Nak Langit, sudah menolong anak saya," ucap Ayah Dika."Sama-sama Pak. Saya tadi kebetulan lewat, dan melihat anak Bapak tergeletak di pinggir jalan.""Saya tidak tahu, bagaimana caranya kami membalas semua kebaikan Nak Langit. Maaf sudah merepotkan.""Jangan bilang seperti itu Bu. Bapak dan Ibu juga sering membantu saya. Kalau begitu, saya pamit pulang dulu ya. Semoga, Senja cepat sembuh.""Aamiin ya Rabbal'alamiin. Sekali lagi terima kasih ya Nak Langit."Langit tersenyum," Assalamualaikum""Wa'alaikum salam."*****Keesokkan harinya, Senja sudah merasa lebih baik. Namun memang dia masih belum bisa beraktivitas seperti biasanya. Hari ini pun terpaksa dia harus izin kuliah karena tubuhnya masih terasa sakit."Bunda lagi ngapain?" Tanya Senja saat melihat sang Bunda sibuk membuat kue."Kamu kenapa kesini, sayang? Kamu 'kan belum pulih.""Justru badan Senja makin sakit kalau tiduran terus, Bunda," ucap Senja sambil duduk di kursi meja makan. "Bunda belum

  • Mas Duda Pencuri Hati   Bab 9. Liburan

    Flash on."Kamu serius? Beneran kita mau liburan ke Pantai, Mas?" Tanya Senja sambil berusaha menahan rasa sakit di tenggorokannya karena tersedak.Senja sempat tersedak saat sang suami mengatakan kepadanya, jika besok laki-laki itu akan mengajaknya berlibur ke Pantai. Tentu saja, Senja menghiraukan rasa sakit di tenggorokannya berganti rasa bahagia yang tiada tara. Bagaimana bisa suami secuek Langit bisa membuat hatinya membuncah bahagia. Ah, kalau begini caranya, dia tidak akan bisa menghilangkan rasa cintanya kepada Langit."Tadi siang, Pak Rektor ngasih liburan gratis ke saya untuk tiga hari, hadiah pernikahan kita katanya. Tadinya saya mau nolak, tapi nggak enak.""Ish, ngapain di tolak, Ini tuh rezeki, Mas. Lagian, Pak Rektor udah baik sama kita. Jangan bikin beliau kecewa," kata Senja. "Ngomong-ngomong, kenapa pengen nolak hadiah dari Pak Rektor? Kamu takut khilaf saat kita berada di sana?"Wajah Langit tiba-tiba merona. "Bener 'kan Mas? Kamu takut kalau kamu tiba-tiba menyent

  • Mas Duda Pencuri Hati   Bab 10. Akhir Kisah

    "RASYA…!!!"Langit terbangun dari tidurnya dengan nafas memburu. Mimpi yang baru saja dialaminya membuatnya frustasi. Kenapa Rasya kembali hadir di mimpinya? Argh…Langit sangat kesal saat ini, karena harus mengingat kembali wanita yang masih ada di hatinya sampai saat ini.Namun, Langit sadar saat dia melihat Senja sedang berdiri mematung dengan air mata yang mengalir di pipinya. Ini pasti karena dirinya yang tanpa sengaja menyebut nama Rasya di saat gadis itu percaya, jika Langit akan berusaha membuka hatinya.Refleks, Langit menghampiri Senja dan langsung memeluk tubuh mungil istrinya itu. Ini semua diluar kendalinya, dan dia pun menyesal. Ini pertama kalinya, laki-laki itu memeluk sang istri, setelah enam bulan lebih menjalani pernikahannya."Maaf, maafkan saya, Senja," ucap Langit sambil mempererat pelukannya.Bukannya menghentikan tangisannya, Senja justru semakin terisak. Sungguh, senja merasakan sakit di bagian dadanya, saat sang suami menyebut wanita lain dihadapannya."Makany

  • Mas Duda Pencuri Hati   Bab 11. Kesan Yang Baik.

    Flashback."Mas Langit?""Assalamualaikum, Pak Dika-nya ada?""Walaikumsalam. Mas Langit mau ketemu Ayah?" Tanya Senja seolah tidak mendengar apa yang menjadi alasan tetangganya itu datang ke rumahnya. Langit menganggukkan kepalanya. Laki-laki itu tidak berniat menjawab pertanyaan gadis yang ada dihadapannya itu, karena tadi sudah sangat jelas jika dia ingin bertemu dengan ketua Rt di kompleks perumahan tempat tinggalnya."Maaf Mas, sejak tadi pagi, Ayah sudah berangkat ke kantor. Bagaimana kalau nanti sore atau malam saja, Mas Langit datang lagi kemari," usul Senja."Baiklah kalau begitu. Ngomong-ngomong kamu sudah rapi pagi-pagi begini, mau kemana?" Tanya Langit agak heran, karena belum pernah lihat Senja berpakaian formal seperti saat ini."Oh, saya mau kuliah Mas. Kenapa?""Kalau begitu Kebetulan saya juga mau ngajar pagi ini. Mau sekalian saya antar kamu kuliah?.""Beneran Mas? Mau...mau, Alhamdulillah," ucap Senja senang. "Tapi ngerepotin nggak?""Nggak lah, saya yang ngajak ka

  • Mas Duda Pencuri Hati   Bab 12. Kesalahpahaman

    Semakin hari interaksi Langit dan Senja semakin sering mereka lakukan. Jika waktu luang, Langit sering menyempatkan diri untuk mengobrol dengan Pak Andika. Dan setelahnya, laki-laki itu selalu menyempatkan berbincang juga dengan Senja pula. Senja pun sudah merasa, jika Langit sudah benar-benar menjadi sahabatnya. Karena semakin hari, Langit semakin terbuka untuk sekedar ngobrol masalah pribadi kepada Senja. "Tumben nggak nemuin pacar kamu, Dek?" Tanya Bintang, kakak satu-satunya Senja. Senja menggeser tubuhnya saat sang Kakak kini ikut duduk di sampingnya. "Maksud Abang Mas Langit?" "Iya siapa lagi kalau bukan dia," ucap Bintang seraya mengambil cemilan yang ada ditangan Senja. "Mas Langit lagi bahas sesuatu yang penting sama Ayah. Jadi Adek nggak mau ganggu obrolan mereka. Lagian Adek 'kan sudah bilang sama Abang...Adek itu nggak pacaran sama Mas Langit." "Yakin? Kok Abang nggak percaya kalian nggak pacaran. Secara, Mas Langit sering banget datang ke rumah kita. kalau nggak pac

  • Mas Duda Pencuri Hati   Bab 1. Pernikahan Yang Tak diinginkan

    "Ayo kita berangkat sekarang, Mas!"Langit melirik ke arah sang istri yang tiba-tiba masuk ke dalam mobil dan duduk di sampingnya tanpa izin."Kenapa sih, kamu selalu saja seenaknya kayak gini?"Langit kembali dibuat kesal oleh sang istri, Senja Aurora. Seperti biasa dia tidak akan pernah hidup tenang selama bersama istrinya itu.Setiap hari Langit selalu harus menyiapkan stok sabarnya untuk Senja yang selalu membuat ulah. Hari ini pun sama, sang istri seenaknya masuk ke dalam mobilnya. Sementara, tempat kuliah sang istri dan kampus tempatnya mengajar berbeda arah. Tentu saja, Langit tidak mungkin mengantarkan sang istri terlebih dahulu, jika dia tidak ingin terlambat."Mobil aku mogok Mas, baru mau aku service ke bengkel hari ini," ucap Senja dengan wajah tanpa dosa."Tapi saya nggak bisa nganterin kamu. Hari ini saya ngajar pagi.""Yaelah Mas, paling terlambat lima belas menit, mahasiswa kamu pasti memaklumi. Jalanan Bandung sekarang sama macetnya seperti di Jakarta 'kan."Namun ap

  • Mas Duda Pencuri Hati   Bab 2. Flashback.

    Tiga tahun yang lalu."Ayah sama Bunda mau kemana, kok rapi amat?" Tanya Senja saat melihat sang ayah hendak pergi lagi setelah shalat isya. Bahkan kini ,sang Bunda pun ikut dengan sang ayah dan berpenampilan cantik dengan gamis warna peach yang dikenakannya."Ayah sama Bunda ada undangan pengajian dari tetangga baru kita, sayang," jawab sang ayah kepada Senja Aurora anak gadisnya yang kini sudah masuk kuliah semester awal. "Kamu mau ikut?" Ajak Pak Andika, Ayah senja."Hm, nggak deh Yah. Lagi banyak tugas nih," tolak Senja."Ya sudah kalau begitu, Ayah sama Bunda berangkat dulu ya. Oh ya, jangan lupa kunci pintu. Bunda bawa kunci cadangan kok. Takutnya Ayah sama Bunda pulangnya malam," ucap Bunda mengingatkan Senja."Siap Bos! Hati-hati ya Ayah, Bunda.""Iya sayang, Assalamualaikum.""Waalaikumsalam."*****Suasana rumah yang baru ditempati Langit Putra Angkasa, begitu ramai malam ini. Ya, Langit baru saja membeli rumah ini seminggu yang lalu. Dan malam ini, sengaja laki-laki itu me

  • Mas Duda Pencuri Hati   Bab 3. Berteman

    Hari ini.[Mas, bisa jemput aku nggak di kampus?]Langit menyandarkan tubuhnya di kursi ruang kerjanya. Mendapatkan notifikasi pesan dari sang istri membuatnya semakin lelah. [Mas, kok nggak jawab? Mau jemput nggak?]Kembali, sang istri mengirimi pesan lagi, setelah tak dibalas olehnya.[Mas aku udah mau pulang ini. Bales dong chat aku! Jangan di baca doang!][Kenapa nggak naik taksi online aja sih? Saya sedang sibuk mengoreksi hasil tugas mahasiswa saya]Di tempat lain di waktu yang sama, Senja hanya bisa menghela nafas panjang. Dadanya terasa sesak, karena sang suami, kembali tak memperdulikannya. Sekalinya sang suami membalas pesan yang dia kirim, suaminya itu malah membuat hatinya terasa nyeri. Argh, menyesal dia meminta Langit menjemputnya. Jika dia akan mendapat perlakuan dingin dari suaminya itu.Dia pikir sejak kejadian tadi pagi, suaminya akan berubah. Nyatanya, Senja harus kembali kecewa dengan sikap Langit, suaminya itu yang masih saja tak menghiraukan keberadaannya.[Kamu

Latest chapter

  • Mas Duda Pencuri Hati   Bab 12. Kesalahpahaman

    Semakin hari interaksi Langit dan Senja semakin sering mereka lakukan. Jika waktu luang, Langit sering menyempatkan diri untuk mengobrol dengan Pak Andika. Dan setelahnya, laki-laki itu selalu menyempatkan berbincang juga dengan Senja pula. Senja pun sudah merasa, jika Langit sudah benar-benar menjadi sahabatnya. Karena semakin hari, Langit semakin terbuka untuk sekedar ngobrol masalah pribadi kepada Senja. "Tumben nggak nemuin pacar kamu, Dek?" Tanya Bintang, kakak satu-satunya Senja. Senja menggeser tubuhnya saat sang Kakak kini ikut duduk di sampingnya. "Maksud Abang Mas Langit?" "Iya siapa lagi kalau bukan dia," ucap Bintang seraya mengambil cemilan yang ada ditangan Senja. "Mas Langit lagi bahas sesuatu yang penting sama Ayah. Jadi Adek nggak mau ganggu obrolan mereka. Lagian Adek 'kan sudah bilang sama Abang...Adek itu nggak pacaran sama Mas Langit." "Yakin? Kok Abang nggak percaya kalian nggak pacaran. Secara, Mas Langit sering banget datang ke rumah kita. kalau nggak pac

  • Mas Duda Pencuri Hati   Bab 11. Kesan Yang Baik.

    Flashback."Mas Langit?""Assalamualaikum, Pak Dika-nya ada?""Walaikumsalam. Mas Langit mau ketemu Ayah?" Tanya Senja seolah tidak mendengar apa yang menjadi alasan tetangganya itu datang ke rumahnya. Langit menganggukkan kepalanya. Laki-laki itu tidak berniat menjawab pertanyaan gadis yang ada dihadapannya itu, karena tadi sudah sangat jelas jika dia ingin bertemu dengan ketua Rt di kompleks perumahan tempat tinggalnya."Maaf Mas, sejak tadi pagi, Ayah sudah berangkat ke kantor. Bagaimana kalau nanti sore atau malam saja, Mas Langit datang lagi kemari," usul Senja."Baiklah kalau begitu. Ngomong-ngomong kamu sudah rapi pagi-pagi begini, mau kemana?" Tanya Langit agak heran, karena belum pernah lihat Senja berpakaian formal seperti saat ini."Oh, saya mau kuliah Mas. Kenapa?""Kalau begitu Kebetulan saya juga mau ngajar pagi ini. Mau sekalian saya antar kamu kuliah?.""Beneran Mas? Mau...mau, Alhamdulillah," ucap Senja senang. "Tapi ngerepotin nggak?""Nggak lah, saya yang ngajak ka

  • Mas Duda Pencuri Hati   Bab 10. Akhir Kisah

    "RASYA…!!!"Langit terbangun dari tidurnya dengan nafas memburu. Mimpi yang baru saja dialaminya membuatnya frustasi. Kenapa Rasya kembali hadir di mimpinya? Argh…Langit sangat kesal saat ini, karena harus mengingat kembali wanita yang masih ada di hatinya sampai saat ini.Namun, Langit sadar saat dia melihat Senja sedang berdiri mematung dengan air mata yang mengalir di pipinya. Ini pasti karena dirinya yang tanpa sengaja menyebut nama Rasya di saat gadis itu percaya, jika Langit akan berusaha membuka hatinya.Refleks, Langit menghampiri Senja dan langsung memeluk tubuh mungil istrinya itu. Ini semua diluar kendalinya, dan dia pun menyesal. Ini pertama kalinya, laki-laki itu memeluk sang istri, setelah enam bulan lebih menjalani pernikahannya."Maaf, maafkan saya, Senja," ucap Langit sambil mempererat pelukannya.Bukannya menghentikan tangisannya, Senja justru semakin terisak. Sungguh, senja merasakan sakit di bagian dadanya, saat sang suami menyebut wanita lain dihadapannya."Makany

  • Mas Duda Pencuri Hati   Bab 9. Liburan

    Flash on."Kamu serius? Beneran kita mau liburan ke Pantai, Mas?" Tanya Senja sambil berusaha menahan rasa sakit di tenggorokannya karena tersedak.Senja sempat tersedak saat sang suami mengatakan kepadanya, jika besok laki-laki itu akan mengajaknya berlibur ke Pantai. Tentu saja, Senja menghiraukan rasa sakit di tenggorokannya berganti rasa bahagia yang tiada tara. Bagaimana bisa suami secuek Langit bisa membuat hatinya membuncah bahagia. Ah, kalau begini caranya, dia tidak akan bisa menghilangkan rasa cintanya kepada Langit."Tadi siang, Pak Rektor ngasih liburan gratis ke saya untuk tiga hari, hadiah pernikahan kita katanya. Tadinya saya mau nolak, tapi nggak enak.""Ish, ngapain di tolak, Ini tuh rezeki, Mas. Lagian, Pak Rektor udah baik sama kita. Jangan bikin beliau kecewa," kata Senja. "Ngomong-ngomong, kenapa pengen nolak hadiah dari Pak Rektor? Kamu takut khilaf saat kita berada di sana?"Wajah Langit tiba-tiba merona. "Bener 'kan Mas? Kamu takut kalau kamu tiba-tiba menyent

  • Mas Duda Pencuri Hati   Bab 8. Terima Kasih

    "Sekali lagi, terima kasih ya, Nak Langit, sudah menolong anak saya," ucap Ayah Dika."Sama-sama Pak. Saya tadi kebetulan lewat, dan melihat anak Bapak tergeletak di pinggir jalan.""Saya tidak tahu, bagaimana caranya kami membalas semua kebaikan Nak Langit. Maaf sudah merepotkan.""Jangan bilang seperti itu Bu. Bapak dan Ibu juga sering membantu saya. Kalau begitu, saya pamit pulang dulu ya. Semoga, Senja cepat sembuh.""Aamiin ya Rabbal'alamiin. Sekali lagi terima kasih ya Nak Langit."Langit tersenyum," Assalamualaikum""Wa'alaikum salam."*****Keesokkan harinya, Senja sudah merasa lebih baik. Namun memang dia masih belum bisa beraktivitas seperti biasanya. Hari ini pun terpaksa dia harus izin kuliah karena tubuhnya masih terasa sakit."Bunda lagi ngapain?" Tanya Senja saat melihat sang Bunda sibuk membuat kue."Kamu kenapa kesini, sayang? Kamu 'kan belum pulih.""Justru badan Senja makin sakit kalau tiduran terus, Bunda," ucap Senja sambil duduk di kursi meja makan. "Bunda belum

  • Mas Duda Pencuri Hati   Bab 7. Pertemuan tak Terduga

    Flashback."Ayah, tamu tadi siapa? Kok, Senja baru lihat ya?" Tanya Senja saat mereka menikmati makan siang bersama."Oh itu, namanya Langit. Dia tetangga baru kita yang membeli rumah Pak Agus, di blok C5. Kenapa? Tumben kepo?"Senja pura-pura santai, padahal dalam hati dia begitu senang karena ternyata laki-laki tampan itu adalah tetangga barunya. Bahkan hanya terhalang satu rumah saja dengan rumah milik ayahnya itu."Habisnya, tamu ayah ganteng sih, makanya Senja kepo." "Ganteng? Bukanya kamu bilang cowok paling ganteng sedunia itu, Ayah?" Ucap Bunda Ayu seraya meletakkan air minum untuk Ayah Andika."Paling kalau ada maunya anak bungsu Bunda mah bilang begitu sama Ayah. Sekarang udah kegeser tuh sama tetangga baru kita," ucap ayah Dika pura-pura kesal.Yang sedang jadi bahan pembicaraan hanya tersenyum melihat tingkah sang ayah yang terlihat cemburu."Ish, kegantengan ayah mah nggak akan tertandingi. Tetap, Ayah adalah cowok paling ganteng sedunia raya. Nah tamu yang tadi, cowok t

  • Mas Duda Pencuri Hati   Bab 6. Mencoba Membuka Hati

    Aroma wangi masakan menyeruak ke dalam hidung bangir Senja pagi ini. Aroma itu semakin kuat saat gadis itu menuju dapur tempat asal muasal bau harum yang membuat perutnya keroncongan. Maklum selama ini, Senja tidak pernah sarapan di rumah. Dia lebih sering sarapan di kampus, karena tidak pernah merasa nyaman jika berlama-lama tinggal di rumah suaminya itu. Mata Senja menatap takjub saat seseorang sedang bergelut dengan peralatan masak dengan sangat lihai. Bahkan kini, gadis itu hanya berdiri mematung, menikmati pemandangan indah yang ada di hadapannya saat ini."Ngapain berdiri di situ!" Kata Langit yang sontak saja membuyarkan lamunan Senja."Hm, a..aku cuma mau pamit, mau berangkat kuliah, Mas," ujar Senja.Walaupun jujur saja, perutnya saat ini sedang berontak minta di isi. Namun karena gengsinya yang terlalu kuat, Senja memutuskan untuk segera pergi kuliah demi menghindari suaminya itu dan memilih sarapan di kantin kampusnya."Sepagi ini?" Tanya Langit heran. Padahal ini masih p

  • Mas Duda Pencuri Hati   Bab 5. Makan Malam Bersama

    Senja tampak canggung saat dirinya sudah berada di antara keluarga Langit. Mungkin karena ada Tante Rima, kakak dari Mama Dona yang kini tinggal di Jogjakarta, ada bersama mereka.Jujur, Senja memang sedikit sungkan kepada kakak dari mertuanya itu. Maklum, Senja baru bertemu dengan Tante Rima saat melaksanakan akad nikah waktu itu. Melihat dari wajah wanita paruh baya itu, Senja merasa jika Tante Rima kurang suka padanya. Entahlah, perasaan itu masih dia rasakan saat ini, ketika bertemu tante dari sang suami."Lang, Tante tuh kangen banget sama kamu. Kenapa nggak pernah main lagi ke rumah tante sih?" Ucap Tante Rima di sela-sela makan malam mereka."Iya nanti ya Tante. Nanti kalau saya ada waktu, Insya Allah, saya nyempetin main ke rumah tante," ucap Langit."Beneran ya, tante tunggu loh. Padahal dulu kamu sama Rasya sering banget main ke rumah tante, bahkan sampai menginap segala!"Uhuk...uhuk..."Senja, kamu nggak apa-apa, Nak?" Tanya Mama Dona seraya menyerahkan gelas berisi air mi

  • Mas Duda Pencuri Hati   Bab 4. Sulit Membuka Hati

    Hah…!!! berteman?Mata Senja membulat sempurna, saat mendengar permintaan sang suami. Agak aneh sih, karena Senja tak pernah mengira Langit punya pemikiran seperti itu. Padahal, sejatinya mereka sudah lebih dari sekedar berteman. Mereka suami istri yang hubungannya jauh lebih dari hanya sekedar teman. Namun, Senja akhirnya menerima untuk bisa berteman dengan suaminya itu, sekalipun itu terasa aneh untuknya. Daripada dirinya merasa menjadi musuh Langit, ya ini jauh lebih baik. *****"Jangan melamun Pak Lang, nanti ke sambet lho!"Lamunan langit buyar saat tiba-tiba ada seseorang yang masuk ke ruangannya. Dan dia sangat tahu, jika sahabatnya lah yang berani masuk tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu."Sudah saya bilang jangan panggil saya dengan sebutan itu, nggak enak dengernya!"Abimana, tertawa melihat wajah kekesalan yang di tampakkan Langit saat ini. Maklum, selama ini wajah jutek dan dinginnya selalu menghiasi wajah tampan sahabatnya itu."Baiklah, maaf. Oh

DMCA.com Protection Status