Hari ini.
[Mas, bisa jemput aku nggak di kampus?] Langit menyandarkan tubuhnya di kursi ruang kerjanya. Mendapatkan notifikasi pesan dari sang istri membuatnya semakin lelah. [Mas, kok nggak jawab? Mau jemput nggak?] Kembali, sang istri mengirimi pesan lagi, setelah tak dibalas olehnya. [Mas aku udah mau pulang ini. Bales dong chat aku! Jangan di baca doang!] [Kenapa nggak naik taksi online aja sih? Saya sedang sibuk mengoreksi hasil tugas mahasiswa saya] Di tempat lain di waktu yang sama, Senja hanya bisa menghela nafas panjang. Dadanya terasa sesak, karena sang suami, kembali tak memperdulikannya. Sekalinya sang suami membalas pesan yang dia kirim, suaminya itu malah membuat hatinya terasa nyeri. Argh, menyesal dia meminta Langit menjemputnya. Jika dia akan mendapat perlakuan dingin dari suaminya itu. Dia pikir sejak kejadian tadi pagi, suaminya akan berubah. Nyatanya, Senja harus kembali kecewa dengan sikap Langit, suaminya itu yang masih saja tak menghiraukan keberadaannya. [Kamu nggak takut, kalau nanti aku di culik?] Beberapa menit kemudian. [Nggak mungkin ada yang nyulik kamu, makan kamu banyak. Penculiknya pasti nyesel sudah menjadikan kamu tawanannya.] Senja tersenyum saat sang suami membalas pesannya dengan nada candaan. [Tapi body aku 'kan bagus, Mas. Bagaimana kalau penculiknya ngapa-ngapain aku? Memang kamu nggak takut gitu?] Beberapa detik, menit. Sang suami tidak menjawab pesannya kali ini. Akhirnya, Senja memutuskan untuk memesan taksi online, karena dia yakin jika sang suami tidak akan menjemputnya. Namun Senja di kejutkan dengan suara klakson yang begitu memekakkan telinganya. Dan saat Senja menoleh, ternyata pelakunya adalah sahabat kakaknya sendiri yaitu Samudera Wijaya. "Bang Sam!" Seru Senja seraya tersenyum manis kepada Samudera. "Abang ngapain ada di sini?" "Abang habis ada urusan didaerah sini dan kebetulan lihat kamu. Kamu ngapain di pinggir jalan?" "Aku mau pulang, Bang. Kebetulan mobil aku mogok. Jadi rencananya aku mau pesan taksi online, begitu." Sesaat Samudera mengernyitkan dahinya. "Suami kamu nggak jemput?" "Hm...nggak Bang. Mas Langit lagi sibuk banget hari ini. Makanya dia nggak sempet jemput aku." Dada Senja kembali sesak karena harus berbohong kepada semua orang tentang pernikahan yang dijalaninya bersama Langit. "Kalau begitu, sekarang kamu ikut Abang! Biar Abang yang antar kamu pulang!" Ajak Samudera seraya menarik tangan Senja. ***** "Akhirnya kamu pulang juga!" Suara bariton sang suami begitu jelas terdengar saat Senja baru tiba di rumahnya. Dengan wajah lelahnya, gadis itu kemudian menghampiri sang suami lalu mengecup punggung tangan Langit dengan takzim. "Penculiknya nggak jadi ngapa-ngapain kamu?" Lanjut Langit sambil menatap sinis istrinya itu. "Mas berharap terjadi sesuatu sama aku?" Langit hanya terdiam saat sang istri berbicara seperti itu kepadanya. "Nggak jadi lah, aku berusaha menjaga kehormatan aku biar hanya suamiku saja yang mendapatkannya," lanjutnya. Deg...!!! Hati Langit seolah tercubit. Selama satu bulan dia menikah dengan gadis aneh ini, belum pernah sekalipun dia menyentuh sang istri. "Lagian kalau itu sampai kejadian, ini bisa menjadi alasan, kamu menceraikan aku. Ya 'kan Mas?" Lanjut Senja lagi. Pertanyaan yang dilontarkan Senja kembali membuat Langit tak bisa berkata-kata. Bahkan saat Senja melengos begitu saja, laki-laki itu hanya berdiri mematung. Karena merasa lelah, Senja lebih memilih merebahkan tubuhnya sejenak sebelum dia membersihkan diri. Namun tiba-tiba, perutnya bersuara. Senja tersenyum miris, karena sejak tadi dia belum memakan apapun ke dalam perutnya. Argh, kenapa jatuh cinta membuat dia bodoh? Ya karena ciuman di keningnya tadi, Senja sampai lupa makan. Senja kemudian bangkit untuk membersihkan diri. Setelahnya dia akan melaksanakan shalat Maghrib lalu akan pergi ke dapur untuk memasak mie instan. Tadi sebelum pulang ke rumahnya, Senja dan Samudera mampir ke rumah Bunda Ayu. Sejak sebulan ini, gadis itu benar-benar sangat merindukan wanita yang sangat dicintainya itu. Gadis itu kemudian beristirahat sejenak di rumah Bundanya untuk sekedar memulihkan tenaga dan pikirannya yang sempat terkuras. Setelah menyelesaikan semua hajatnya, Senja pergi ke dapur untuk mengisi perutnya yang sejak tadi masih kosong. Dan seperti biasa di jam-jam seperti ini ,sang suami tidak terlihat. Dia pasti sudah hibernasi di kamarnya atau tidak dia sedang berada di ruang kerjanya. Dengan tenaga yang masih tersisa, Senja memasak mie instan kuah. Aroma yang menggugah selera, membuatnya tak sabar ingin segera memakannya. "Masak mie lagi?" Suara khas laki-laki yang dicintainya itu membuyarkan lamunannya. "Tadinya aku mau masak rendang Mas, tapi males, masaknya lama. Keburu pingsan aku," jawab Senja asal. "Jangan dibiasakan makan mie setiap hari nggak baik buat kesehatan kamu." Kayaknya Mas Langit kesurupan deh. Kok tiba-tiba perhatian gitu. Aneh! Gumam Senja dalam hati "Kamu bisa 'kan beli lauknya di warung nasi atau warung masakan padang? Itu lebih praktis lho, dibanding kamu makan mie terus tiap malam." "Iya, nanti aku pertimbangkan saran kamu itu Mas. Tapi untuk malam ini, satu-satunya yang bisa aku makan ya, mie ini," ucap Senja seraya menuangkan mie instannya ke dalam mangkuk. Tak lupa topping telor mata sapi dan cabe rawit merah, membuatnya semakin tak sabar untuk memakannya. Senja kemudian membawa mie instannya itu ke ruang tengah. Seperti biasa dia akan menikmati hasil masakannya Sambil menonton TV. Ah, nikmat sekali rasanya saat-saat seperti ini. Setidaknya, bisa menghilangkan sedikit rasa gundah di hatinya. Namun Senja merasa heran karena tidak seperti biasanya, sang suami malah ikut duduk di sampingnya. "Kenapa melihat saya seperti itu?" Ucap Langit saat sadar, sang istri meliriknya dengan heran. Ya wajar saja, selama mereka menikah, belum pernah mereka sedekat ini. "Kamu nggak nyaman saya disini?" Ya Allah, kalau bukan karena aku cinta sama kamu Mas, sudah aku tumpahin ini mie ke kepala kamu. Aku justru sangat nyaman kalau kamu disisi aku, Mas. Kamunya aja yang keliatan nggak nyaman kalau aku deket kamu. Eh, tapi ngomong-ngomong, kenapa Mas Langit tiba-tiba aneh ya? Jangan-jangan bener nih, dia kesurupan! Hih... "Jangan sok tahu. Aku mah seneng aja kalau kamu kayak gini. Kamunya aja yang nggak mau deket-deket sama aku. Ya 'kan? Takut kalau akhirnya kamu khilaf, Mas?" Pletak!!! Langit menjentikkan jarinya tepat di kening Senja. Membuat sang empunya meringis kesakitan. "Jangan terlalu percaya diri kamu! Semoga itu tidak sampai terjadi. Saya nggak mau melukai hati kamu, Senja." Kembali, Senja memasukkan mie ke dalam mulutnya. Rasa pedas yang dirasakan dari mie buatannya tidak sepedas ucapan suaminya yang selalu dia dengar. Ah, kenapa dia bisa jatuh cinta dengan seseorang yang tidak pernah peduli padanya ya? Senja masih menikmati mie sambil menonton tayangan kesukaannya di televisi tanpa menghiraukan sang suami yang masih anteng duduk di sampingnya. "Senja..." "Hm..." "Selama sebulan ini, kamu nyaman nggak tinggal bareng saya?" Senja hampir saja tersedak saat Langit bertanya itu padanya. "Kenapa kamu nanya itu Mas?" "Hm, nggak. Saya hanya ingin tahu saja perasaan kamu, Senja." "Hm, sejak kapan kamu peduli dengan perasaan aku, Mas?" Langit melirik istrinya dengan tatapan yang tidak bisa diartikan, yang membuat Senja buru-buru mengalihkan pandangannya karena tidak sanggup dengan cara Langit menatapnya. Duh, bisa jantungan aku kalau ditatap seperti itu sama Mas Langit. Gumam Senja dalam hati. "Kalau aku nggak nyaman, mana mungkin aku bisa bertahan sejauh ini," lanjut Senja. Senja kembali memasukan mie instan ke dalam mulutnya. Tidak menghiraukan Langit yang masih menatapnya lekat. "Senja, saya mau minta maaf sama kamu karena saya masih belum bisa membuat kamu nyaman bersama saya. Saya pernah bilang sama kamu, saya belum bisa membuka hati saya saat ini untuk kamu. Kamu bisa ngertiin saya 'kan? "Dari dulu juga aku selalu ngertiin kamu Mas. Kamunya aja yang nggak bisa ngerasain bagaimana aku selalu berusaha untuk bisa membuat kamu membuka hati untuk aku. Aku nggak bisa maksa kamu juga untuk hal itu, karena aku tahu, nggak mudah untuk kamu melakukannya, iya 'kan?" Langit hanya bisa menghela nafas dengan kasar. Senja benar, dia memang tidak pernah berusaha untuk membuka hatinya untuk gadis itu. Ada nama seseorang dimasa lalunya yang masih melekat erat di hatinya. Dan Langit sama sekali tidak bisa menghapus nama itu, sekalipun sudah hampir dua tahun berlalu. "Tenang Mas. Aku masih bisa kok bertahan sama kamu. Selain aku nggak mau ngecewain kedua orang tua aku, aku juga mau kalau pernikahan yang aku jalani saat ini sekali seumur hidup. Ya kecuali, kalau kamu nyerah. Aku nggak bisa berbuat apa-apa." Deg...!!! Kembali Senja merasakan dadanya terasa sesak. Apalagi tidak ada tanggapan dari suaminya itu. Laki-laki itu hanya diam seribu bahasa. Karena merasa sudah sangat tidak nyaman, Senja akhirnya memutuskan untuk kembali ke kamarnya. Toh makanannya sudah habis tak tersisa, sehingga dia tidak perlu berlama-lama bersama suaminya itu. Namun saat Senja hendak beranjak dari duduknya, tiba-tiba tangan kokoh itu menariknya. Tentu saja, Senja terkejut dan refleks menghentikan langkahnya. "Senja, jika kita sama-sama nggak nyaman sebagai suami istri, bagaimana kalau mulai saat ini kita berteman." Hah....!!!! Berteman?Hah…!!! berteman?Mata Senja membulat sempurna, saat mendengar permintaan sang suami. Agak aneh sih, karena Senja tak pernah mengira Langit punya pemikiran seperti itu. Padahal, sejatinya mereka sudah lebih dari sekedar berteman. Mereka suami istri yang hubungannya jauh lebih dari hanya sekedar teman. Namun, Senja akhirnya menerima untuk bisa berteman dengan suaminya itu, sekalipun itu terasa aneh untuknya. Daripada dirinya merasa menjadi musuh Langit, ya ini jauh lebih baik. *****"Jangan melamun Pak Lang, nanti ke sambet lho!"Lamunan langit buyar saat tiba-tiba ada seseorang yang masuk ke ruangannya. Dan dia sangat tahu, jika sahabatnya lah yang berani masuk tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu."Sudah saya bilang jangan panggil saya dengan sebutan itu, nggak enak dengernya!"Abimana, tertawa melihat wajah kekesalan yang di tampakkan Langit saat ini. Maklum, selama ini wajah jutek dan dinginnya selalu menghiasi wajah tampan sahabatnya itu."Baiklah, maaf. Oh
Senja tampak canggung saat dirinya sudah berada di antara keluarga Langit. Mungkin karena ada Tante Rima, kakak dari Mama Dona yang kini tinggal di Jogjakarta, ada bersama mereka.Jujur, Senja memang sedikit sungkan kepada kakak dari mertuanya itu. Maklum, Senja baru bertemu dengan Tante Rima saat melaksanakan akad nikah waktu itu. Melihat dari wajah wanita paruh baya itu, Senja merasa jika Tante Rima kurang suka padanya. Entahlah, perasaan itu masih dia rasakan saat ini, ketika bertemu tante dari sang suami."Lang, Tante tuh kangen banget sama kamu. Kenapa nggak pernah main lagi ke rumah tante sih?" Ucap Tante Rima di sela-sela makan malam mereka."Iya nanti ya Tante. Nanti kalau saya ada waktu, Insya Allah, saya nyempetin main ke rumah tante," ucap Langit."Beneran ya, tante tunggu loh. Padahal dulu kamu sama Rasya sering banget main ke rumah tante, bahkan sampai menginap segala!"Uhuk...uhuk..."Senja, kamu nggak apa-apa, Nak?" Tanya Mama Dona seraya menyerahkan gelas berisi air mi
Aroma wangi masakan menyeruak ke dalam hidung bangir Senja pagi ini. Aroma itu semakin kuat saat gadis itu menuju dapur tempat asal muasal bau harum yang membuat perutnya keroncongan. Maklum selama ini, Senja tidak pernah sarapan di rumah. Dia lebih sering sarapan di kampus, karena tidak pernah merasa nyaman jika berlama-lama tinggal di rumah suaminya itu. Mata Senja menatap takjub saat seseorang sedang bergelut dengan peralatan masak dengan sangat lihai. Bahkan kini, gadis itu hanya berdiri mematung, menikmati pemandangan indah yang ada di hadapannya saat ini."Ngapain berdiri di situ!" Kata Langit yang sontak saja membuyarkan lamunan Senja."Hm, a..aku cuma mau pamit, mau berangkat kuliah, Mas," ujar Senja.Walaupun jujur saja, perutnya saat ini sedang berontak minta di isi. Namun karena gengsinya yang terlalu kuat, Senja memutuskan untuk segera pergi kuliah demi menghindari suaminya itu dan memilih sarapan di kantin kampusnya."Sepagi ini?" Tanya Langit heran. Padahal ini masih p
Flashback."Ayah, tamu tadi siapa? Kok, Senja baru lihat ya?" Tanya Senja saat mereka menikmati makan siang bersama."Oh itu, namanya Langit. Dia tetangga baru kita yang membeli rumah Pak Agus, di blok C5. Kenapa? Tumben kepo?"Senja pura-pura santai, padahal dalam hati dia begitu senang karena ternyata laki-laki tampan itu adalah tetangga barunya. Bahkan hanya terhalang satu rumah saja dengan rumah milik ayahnya itu."Habisnya, tamu ayah ganteng sih, makanya Senja kepo." "Ganteng? Bukanya kamu bilang cowok paling ganteng sedunia itu, Ayah?" Ucap Bunda Ayu seraya meletakkan air minum untuk Ayah Andika."Paling kalau ada maunya anak bungsu Bunda mah bilang begitu sama Ayah. Sekarang udah kegeser tuh sama tetangga baru kita," ucap ayah Dika pura-pura kesal.Yang sedang jadi bahan pembicaraan hanya tersenyum melihat tingkah sang ayah yang terlihat cemburu."Ish, kegantengan ayah mah nggak akan tertandingi. Tetap, Ayah adalah cowok paling ganteng sedunia raya. Nah tamu yang tadi, cowok t
"Sekali lagi, terima kasih ya, Nak Langit, sudah menolong anak saya," ucap Ayah Dika."Sama-sama Pak. Saya tadi kebetulan lewat, dan melihat anak Bapak tergeletak di pinggir jalan.""Saya tidak tahu, bagaimana caranya kami membalas semua kebaikan Nak Langit. Maaf sudah merepotkan.""Jangan bilang seperti itu Bu. Bapak dan Ibu juga sering membantu saya. Kalau begitu, saya pamit pulang dulu ya. Semoga, Senja cepat sembuh.""Aamiin ya Rabbal'alamiin. Sekali lagi terima kasih ya Nak Langit."Langit tersenyum," Assalamualaikum""Wa'alaikum salam."*****Keesokkan harinya, Senja sudah merasa lebih baik. Namun memang dia masih belum bisa beraktivitas seperti biasanya. Hari ini pun terpaksa dia harus izin kuliah karena tubuhnya masih terasa sakit."Bunda lagi ngapain?" Tanya Senja saat melihat sang Bunda sibuk membuat kue."Kamu kenapa kesini, sayang? Kamu 'kan belum pulih.""Justru badan Senja makin sakit kalau tiduran terus, Bunda," ucap Senja sambil duduk di kursi meja makan. "Bunda belum
Flash on."Kamu serius? Beneran kita mau liburan ke Pantai, Mas?" Tanya Senja sambil berusaha menahan rasa sakit di tenggorokannya karena tersedak.Senja sempat tersedak saat sang suami mengatakan kepadanya, jika besok laki-laki itu akan mengajaknya berlibur ke Pantai. Tentu saja, Senja menghiraukan rasa sakit di tenggorokannya berganti rasa bahagia yang tiada tara. Bagaimana bisa suami secuek Langit bisa membuat hatinya membuncah bahagia. Ah, kalau begini caranya, dia tidak akan bisa menghilangkan rasa cintanya kepada Langit."Tadi siang, Pak Rektor ngasih liburan gratis ke saya untuk tiga hari, hadiah pernikahan kita katanya. Tadinya saya mau nolak, tapi nggak enak.""Ish, ngapain di tolak, Ini tuh rezeki, Mas. Lagian, Pak Rektor udah baik sama kita. Jangan bikin beliau kecewa," kata Senja. "Ngomong-ngomong, kenapa pengen nolak hadiah dari Pak Rektor? Kamu takut khilaf saat kita berada di sana?"Wajah Langit tiba-tiba merona. "Bener 'kan Mas? Kamu takut kalau kamu tiba-tiba menyent
"RASYA…!!!"Langit terbangun dari tidurnya dengan nafas memburu. Mimpi yang baru saja dialaminya membuatnya frustasi. Kenapa Rasya kembali hadir di mimpinya? Argh…Langit sangat kesal saat ini, karena harus mengingat kembali wanita yang masih ada di hatinya sampai saat ini.Namun, Langit sadar saat dia melihat Senja sedang berdiri mematung dengan air mata yang mengalir di pipinya. Ini pasti karena dirinya yang tanpa sengaja menyebut nama Rasya di saat gadis itu percaya, jika Langit akan berusaha membuka hatinya.Refleks, Langit menghampiri Senja dan langsung memeluk tubuh mungil istrinya itu. Ini semua diluar kendalinya, dan dia pun menyesal. Ini pertama kalinya, laki-laki itu memeluk sang istri, setelah enam bulan lebih menjalani pernikahannya."Maaf, maafkan saya, Senja," ucap Langit sambil mempererat pelukannya.Bukannya menghentikan tangisannya, Senja justru semakin terisak. Sungguh, senja merasakan sakit di bagian dadanya, saat sang suami menyebut wanita lain dihadapannya."Makany
Flashback."Mas Langit?""Assalamualaikum, Pak Dika-nya ada?""Walaikumsalam. Mas Langit mau ketemu Ayah?" Tanya Senja seolah tidak mendengar apa yang menjadi alasan tetangganya itu datang ke rumahnya. Langit menganggukkan kepalanya. Laki-laki itu tidak berniat menjawab pertanyaan gadis yang ada dihadapannya itu, karena tadi sudah sangat jelas jika dia ingin bertemu dengan ketua Rt di kompleks perumahan tempat tinggalnya."Maaf Mas, sejak tadi pagi, Ayah sudah berangkat ke kantor. Bagaimana kalau nanti sore atau malam saja, Mas Langit datang lagi kemari," usul Senja."Baiklah kalau begitu. Ngomong-ngomong kamu sudah rapi pagi-pagi begini, mau kemana?" Tanya Langit agak heran, karena belum pernah lihat Senja berpakaian formal seperti saat ini."Oh, saya mau kuliah Mas. Kenapa?""Kalau begitu Kebetulan saya juga mau ngajar pagi ini. Mau sekalian saya antar kamu kuliah?.""Beneran Mas? Mau...mau, Alhamdulillah," ucap Senja senang. "Tapi ngerepotin nggak?""Nggak lah, saya yang ngajak ka
Semakin hari interaksi Langit dan Senja semakin sering mereka lakukan. Jika waktu luang, Langit sering menyempatkan diri untuk mengobrol dengan Pak Andika. Dan setelahnya, laki-laki itu selalu menyempatkan berbincang juga dengan Senja pula. Senja pun sudah merasa, jika Langit sudah benar-benar menjadi sahabatnya. Karena semakin hari, Langit semakin terbuka untuk sekedar ngobrol masalah pribadi kepada Senja. "Tumben nggak nemuin pacar kamu, Dek?" Tanya Bintang, kakak satu-satunya Senja. Senja menggeser tubuhnya saat sang Kakak kini ikut duduk di sampingnya. "Maksud Abang Mas Langit?" "Iya siapa lagi kalau bukan dia," ucap Bintang seraya mengambil cemilan yang ada ditangan Senja. "Mas Langit lagi bahas sesuatu yang penting sama Ayah. Jadi Adek nggak mau ganggu obrolan mereka. Lagian Adek 'kan sudah bilang sama Abang...Adek itu nggak pacaran sama Mas Langit." "Yakin? Kok Abang nggak percaya kalian nggak pacaran. Secara, Mas Langit sering banget datang ke rumah kita. kalau nggak pac
Flashback."Mas Langit?""Assalamualaikum, Pak Dika-nya ada?""Walaikumsalam. Mas Langit mau ketemu Ayah?" Tanya Senja seolah tidak mendengar apa yang menjadi alasan tetangganya itu datang ke rumahnya. Langit menganggukkan kepalanya. Laki-laki itu tidak berniat menjawab pertanyaan gadis yang ada dihadapannya itu, karena tadi sudah sangat jelas jika dia ingin bertemu dengan ketua Rt di kompleks perumahan tempat tinggalnya."Maaf Mas, sejak tadi pagi, Ayah sudah berangkat ke kantor. Bagaimana kalau nanti sore atau malam saja, Mas Langit datang lagi kemari," usul Senja."Baiklah kalau begitu. Ngomong-ngomong kamu sudah rapi pagi-pagi begini, mau kemana?" Tanya Langit agak heran, karena belum pernah lihat Senja berpakaian formal seperti saat ini."Oh, saya mau kuliah Mas. Kenapa?""Kalau begitu Kebetulan saya juga mau ngajar pagi ini. Mau sekalian saya antar kamu kuliah?.""Beneran Mas? Mau...mau, Alhamdulillah," ucap Senja senang. "Tapi ngerepotin nggak?""Nggak lah, saya yang ngajak ka
"RASYA…!!!"Langit terbangun dari tidurnya dengan nafas memburu. Mimpi yang baru saja dialaminya membuatnya frustasi. Kenapa Rasya kembali hadir di mimpinya? Argh…Langit sangat kesal saat ini, karena harus mengingat kembali wanita yang masih ada di hatinya sampai saat ini.Namun, Langit sadar saat dia melihat Senja sedang berdiri mematung dengan air mata yang mengalir di pipinya. Ini pasti karena dirinya yang tanpa sengaja menyebut nama Rasya di saat gadis itu percaya, jika Langit akan berusaha membuka hatinya.Refleks, Langit menghampiri Senja dan langsung memeluk tubuh mungil istrinya itu. Ini semua diluar kendalinya, dan dia pun menyesal. Ini pertama kalinya, laki-laki itu memeluk sang istri, setelah enam bulan lebih menjalani pernikahannya."Maaf, maafkan saya, Senja," ucap Langit sambil mempererat pelukannya.Bukannya menghentikan tangisannya, Senja justru semakin terisak. Sungguh, senja merasakan sakit di bagian dadanya, saat sang suami menyebut wanita lain dihadapannya."Makany
Flash on."Kamu serius? Beneran kita mau liburan ke Pantai, Mas?" Tanya Senja sambil berusaha menahan rasa sakit di tenggorokannya karena tersedak.Senja sempat tersedak saat sang suami mengatakan kepadanya, jika besok laki-laki itu akan mengajaknya berlibur ke Pantai. Tentu saja, Senja menghiraukan rasa sakit di tenggorokannya berganti rasa bahagia yang tiada tara. Bagaimana bisa suami secuek Langit bisa membuat hatinya membuncah bahagia. Ah, kalau begini caranya, dia tidak akan bisa menghilangkan rasa cintanya kepada Langit."Tadi siang, Pak Rektor ngasih liburan gratis ke saya untuk tiga hari, hadiah pernikahan kita katanya. Tadinya saya mau nolak, tapi nggak enak.""Ish, ngapain di tolak, Ini tuh rezeki, Mas. Lagian, Pak Rektor udah baik sama kita. Jangan bikin beliau kecewa," kata Senja. "Ngomong-ngomong, kenapa pengen nolak hadiah dari Pak Rektor? Kamu takut khilaf saat kita berada di sana?"Wajah Langit tiba-tiba merona. "Bener 'kan Mas? Kamu takut kalau kamu tiba-tiba menyent
"Sekali lagi, terima kasih ya, Nak Langit, sudah menolong anak saya," ucap Ayah Dika."Sama-sama Pak. Saya tadi kebetulan lewat, dan melihat anak Bapak tergeletak di pinggir jalan.""Saya tidak tahu, bagaimana caranya kami membalas semua kebaikan Nak Langit. Maaf sudah merepotkan.""Jangan bilang seperti itu Bu. Bapak dan Ibu juga sering membantu saya. Kalau begitu, saya pamit pulang dulu ya. Semoga, Senja cepat sembuh.""Aamiin ya Rabbal'alamiin. Sekali lagi terima kasih ya Nak Langit."Langit tersenyum," Assalamualaikum""Wa'alaikum salam."*****Keesokkan harinya, Senja sudah merasa lebih baik. Namun memang dia masih belum bisa beraktivitas seperti biasanya. Hari ini pun terpaksa dia harus izin kuliah karena tubuhnya masih terasa sakit."Bunda lagi ngapain?" Tanya Senja saat melihat sang Bunda sibuk membuat kue."Kamu kenapa kesini, sayang? Kamu 'kan belum pulih.""Justru badan Senja makin sakit kalau tiduran terus, Bunda," ucap Senja sambil duduk di kursi meja makan. "Bunda belum
Flashback."Ayah, tamu tadi siapa? Kok, Senja baru lihat ya?" Tanya Senja saat mereka menikmati makan siang bersama."Oh itu, namanya Langit. Dia tetangga baru kita yang membeli rumah Pak Agus, di blok C5. Kenapa? Tumben kepo?"Senja pura-pura santai, padahal dalam hati dia begitu senang karena ternyata laki-laki tampan itu adalah tetangga barunya. Bahkan hanya terhalang satu rumah saja dengan rumah milik ayahnya itu."Habisnya, tamu ayah ganteng sih, makanya Senja kepo." "Ganteng? Bukanya kamu bilang cowok paling ganteng sedunia itu, Ayah?" Ucap Bunda Ayu seraya meletakkan air minum untuk Ayah Andika."Paling kalau ada maunya anak bungsu Bunda mah bilang begitu sama Ayah. Sekarang udah kegeser tuh sama tetangga baru kita," ucap ayah Dika pura-pura kesal.Yang sedang jadi bahan pembicaraan hanya tersenyum melihat tingkah sang ayah yang terlihat cemburu."Ish, kegantengan ayah mah nggak akan tertandingi. Tetap, Ayah adalah cowok paling ganteng sedunia raya. Nah tamu yang tadi, cowok t
Aroma wangi masakan menyeruak ke dalam hidung bangir Senja pagi ini. Aroma itu semakin kuat saat gadis itu menuju dapur tempat asal muasal bau harum yang membuat perutnya keroncongan. Maklum selama ini, Senja tidak pernah sarapan di rumah. Dia lebih sering sarapan di kampus, karena tidak pernah merasa nyaman jika berlama-lama tinggal di rumah suaminya itu. Mata Senja menatap takjub saat seseorang sedang bergelut dengan peralatan masak dengan sangat lihai. Bahkan kini, gadis itu hanya berdiri mematung, menikmati pemandangan indah yang ada di hadapannya saat ini."Ngapain berdiri di situ!" Kata Langit yang sontak saja membuyarkan lamunan Senja."Hm, a..aku cuma mau pamit, mau berangkat kuliah, Mas," ujar Senja.Walaupun jujur saja, perutnya saat ini sedang berontak minta di isi. Namun karena gengsinya yang terlalu kuat, Senja memutuskan untuk segera pergi kuliah demi menghindari suaminya itu dan memilih sarapan di kantin kampusnya."Sepagi ini?" Tanya Langit heran. Padahal ini masih p
Senja tampak canggung saat dirinya sudah berada di antara keluarga Langit. Mungkin karena ada Tante Rima, kakak dari Mama Dona yang kini tinggal di Jogjakarta, ada bersama mereka.Jujur, Senja memang sedikit sungkan kepada kakak dari mertuanya itu. Maklum, Senja baru bertemu dengan Tante Rima saat melaksanakan akad nikah waktu itu. Melihat dari wajah wanita paruh baya itu, Senja merasa jika Tante Rima kurang suka padanya. Entahlah, perasaan itu masih dia rasakan saat ini, ketika bertemu tante dari sang suami."Lang, Tante tuh kangen banget sama kamu. Kenapa nggak pernah main lagi ke rumah tante sih?" Ucap Tante Rima di sela-sela makan malam mereka."Iya nanti ya Tante. Nanti kalau saya ada waktu, Insya Allah, saya nyempetin main ke rumah tante," ucap Langit."Beneran ya, tante tunggu loh. Padahal dulu kamu sama Rasya sering banget main ke rumah tante, bahkan sampai menginap segala!"Uhuk...uhuk..."Senja, kamu nggak apa-apa, Nak?" Tanya Mama Dona seraya menyerahkan gelas berisi air mi
Hah…!!! berteman?Mata Senja membulat sempurna, saat mendengar permintaan sang suami. Agak aneh sih, karena Senja tak pernah mengira Langit punya pemikiran seperti itu. Padahal, sejatinya mereka sudah lebih dari sekedar berteman. Mereka suami istri yang hubungannya jauh lebih dari hanya sekedar teman. Namun, Senja akhirnya menerima untuk bisa berteman dengan suaminya itu, sekalipun itu terasa aneh untuknya. Daripada dirinya merasa menjadi musuh Langit, ya ini jauh lebih baik. *****"Jangan melamun Pak Lang, nanti ke sambet lho!"Lamunan langit buyar saat tiba-tiba ada seseorang yang masuk ke ruangannya. Dan dia sangat tahu, jika sahabatnya lah yang berani masuk tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu."Sudah saya bilang jangan panggil saya dengan sebutan itu, nggak enak dengernya!"Abimana, tertawa melihat wajah kekesalan yang di tampakkan Langit saat ini. Maklum, selama ini wajah jutek dan dinginnya selalu menghiasi wajah tampan sahabatnya itu."Baiklah, maaf. Oh