Share

Bab 3. Berteman

Hari ini.

[Mas, bisa jemput aku nggak di kampus?]

Langit menyandarkan tubuhnya di kursi ruang kerjanya. Mendapatkan notifikasi pesan dari sang istri membuatnya semakin lelah.

[Mas, kok nggak jawab? Mau jemput nggak?]

Kembali, sang istri mengirimi pesan lagi, setelah tak dibalas olehnya.

[Mas aku udah mau pulang ini. Bales dong chat aku! Jangan di baca doang!]

[Kenapa nggak naik taksi online aja sih? Saya sedang sibuk mengoreksi hasil tugas mahasiswa saya]

Di tempat lain di waktu yang sama, Senja hanya bisa menghela nafas panjang. Dadanya terasa sesak, karena sang suami, kembali tak memperdulikannya. Sekalinya sang suami membalas pesan yang dia kirim, suaminya itu malah membuat hatinya terasa nyeri. Argh, menyesal dia meminta Langit menjemputnya. Jika dia akan mendapat perlakuan dingin dari suaminya itu.

Dia pikir sejak kejadian tadi pagi, suaminya akan berubah. Nyatanya, Senja harus kembali kecewa dengan sikap Langit, suaminya itu yang masih saja tak menghiraukan keberadaannya.

[Kamu nggak takut, kalau nanti aku di culik?]

Beberapa menit kemudian.

[Nggak mungkin ada yang nyulik kamu, makan kamu banyak. Penculiknya pasti nyesel sudah menjadikan kamu tawanannya.]

Senja tersenyum saat sang suami membalas pesannya dengan nada candaan.

[Tapi body aku 'kan bagus, Mas. Bagaimana kalau penculiknya ngapa-ngapain aku? Memang kamu nggak takut gitu?]

Beberapa detik, menit. Sang suami tidak menjawab pesannya kali ini.

Akhirnya, Senja memutuskan untuk memesan taksi online, karena dia yakin jika sang suami tidak akan menjemputnya.

Namun Senja di kejutkan dengan suara klakson yang begitu memekakkan telinganya. Dan saat Senja menoleh, ternyata pelakunya adalah sahabat kakaknya sendiri yaitu Samudera Wijaya.

"Bang Sam!" Seru Senja seraya tersenyum manis kepada Samudera. "Abang ngapain ada di sini?"

"Abang habis ada urusan didaerah sini dan kebetulan lihat kamu. Kamu ngapain di pinggir jalan?"

"Aku mau pulang, Bang. Kebetulan mobil aku mogok. Jadi rencananya aku mau pesan taksi online, begitu."

Sesaat Samudera mengernyitkan dahinya.

"Suami kamu nggak jemput?"

"Hm...nggak Bang. Mas Langit lagi sibuk banget hari ini. Makanya dia nggak sempet jemput aku."

Dada Senja kembali sesak karena harus berbohong kepada semua orang tentang pernikahan yang dijalaninya bersama Langit.

"Kalau begitu, sekarang kamu ikut Abang! Biar Abang yang antar kamu pulang!" Ajak Samudera seraya menarik tangan Senja.

*****

"Akhirnya kamu pulang juga!"

Suara bariton sang suami begitu jelas terdengar saat Senja baru tiba di rumahnya. Dengan wajah lelahnya, gadis itu kemudian menghampiri sang suami lalu mengecup punggung tangan Langit dengan takzim.

"Penculiknya nggak jadi ngapa-ngapain kamu?" Lanjut Langit sambil menatap sinis istrinya itu.

"Mas berharap terjadi sesuatu sama aku?"

Langit hanya terdiam saat sang istri berbicara seperti itu kepadanya.

"Nggak jadi lah, aku berusaha menjaga kehormatan aku biar hanya suamiku saja yang mendapatkannya," lanjutnya.

Deg...!!!

Hati Langit seolah tercubit. Selama satu bulan dia menikah dengan gadis aneh ini, belum pernah sekalipun dia menyentuh sang istri.

"Lagian kalau itu sampai kejadian, ini bisa menjadi alasan, kamu menceraikan aku. Ya 'kan Mas?" Lanjut Senja lagi.

Pertanyaan yang dilontarkan Senja kembali membuat Langit tak bisa berkata-kata. Bahkan saat Senja melengos begitu saja, laki-laki itu hanya berdiri mematung.

Karena merasa lelah, Senja lebih memilih merebahkan tubuhnya sejenak sebelum dia membersihkan diri. Namun tiba-tiba, perutnya bersuara. Senja tersenyum miris, karena sejak tadi dia belum memakan apapun ke dalam perutnya. Argh, kenapa jatuh cinta membuat dia bodoh? Ya karena ciuman di keningnya tadi, Senja sampai lupa makan.

Senja kemudian bangkit untuk membersihkan diri. Setelahnya dia akan melaksanakan shalat Maghrib lalu akan pergi ke dapur untuk memasak mie instan.

Tadi sebelum pulang ke rumahnya, Senja dan Samudera mampir ke rumah Bunda Ayu. Sejak sebulan ini, gadis itu benar-benar sangat merindukan wanita yang sangat dicintainya itu. Gadis itu kemudian beristirahat sejenak di rumah Bundanya untuk sekedar memulihkan tenaga dan pikirannya yang sempat terkuras.

Setelah menyelesaikan semua hajatnya, Senja pergi ke dapur untuk mengisi perutnya yang sejak tadi masih kosong. Dan seperti biasa di jam-jam seperti ini ,sang suami tidak terlihat. Dia pasti sudah hibernasi di kamarnya atau tidak dia sedang berada di ruang kerjanya.

Dengan tenaga yang masih tersisa, Senja memasak mie instan kuah. Aroma yang menggugah selera, membuatnya tak sabar ingin segera memakannya.

"Masak mie lagi?"

Suara khas laki-laki yang dicintainya itu membuyarkan lamunannya.

"Tadinya aku mau masak rendang Mas, tapi males, masaknya lama. Keburu pingsan aku," jawab Senja asal.

"Jangan dibiasakan makan mie setiap hari nggak baik buat kesehatan kamu."

Kayaknya Mas Langit kesurupan deh. Kok tiba-tiba perhatian gitu. Aneh! Gumam Senja dalam hati

"Kamu bisa 'kan beli lauknya di warung nasi atau warung masakan padang? Itu lebih praktis lho, dibanding kamu makan mie terus tiap malam."

"Iya, nanti aku pertimbangkan saran kamu itu Mas. Tapi untuk malam ini, satu-satunya yang bisa aku makan ya, mie ini," ucap Senja seraya menuangkan mie instannya ke dalam mangkuk. Tak lupa topping telor mata sapi dan cabe rawit merah, membuatnya semakin tak sabar untuk memakannya.

Senja kemudian membawa mie instannya itu ke ruang tengah. Seperti biasa dia akan menikmati hasil masakannya Sambil menonton TV. Ah, nikmat sekali rasanya saat-saat seperti ini. Setidaknya, bisa menghilangkan sedikit rasa gundah di hatinya.

Namun Senja merasa heran karena tidak seperti biasanya, sang suami malah ikut duduk di sampingnya.

"Kenapa melihat saya seperti itu?" Ucap Langit saat sadar, sang istri meliriknya dengan heran. Ya wajar saja, selama mereka menikah, belum pernah mereka sedekat ini. "Kamu nggak nyaman saya disini?"

Ya Allah, kalau bukan karena aku cinta sama kamu Mas, sudah aku tumpahin ini mie ke kepala kamu. Aku justru sangat nyaman kalau kamu disisi aku, Mas. Kamunya aja yang keliatan nggak nyaman kalau aku deket kamu. Eh, tapi ngomong-ngomong, kenapa Mas Langit tiba-tiba aneh ya? Jangan-jangan bener nih, dia kesurupan! Hih...

"Jangan sok tahu. Aku mah seneng aja kalau kamu kayak gini. Kamunya aja yang nggak mau deket-deket sama aku. Ya 'kan? Takut kalau akhirnya kamu khilaf, Mas?"

Pletak!!!

Langit menjentikkan jarinya tepat di kening Senja. Membuat sang empunya meringis kesakitan.

"Jangan terlalu percaya diri kamu! Semoga itu tidak sampai terjadi. Saya nggak mau melukai hati kamu, Senja."

Kembali, Senja memasukkan mie ke dalam mulutnya. Rasa pedas yang dirasakan dari mie buatannya tidak sepedas ucapan suaminya yang selalu dia dengar. Ah, kenapa dia bisa jatuh cinta dengan seseorang yang tidak pernah peduli padanya ya?

Senja masih menikmati mie sambil menonton tayangan kesukaannya di televisi tanpa menghiraukan sang suami yang masih anteng duduk di sampingnya.

"Senja..."

"Hm..."

"Selama sebulan ini, kamu nyaman nggak tinggal bareng saya?"

Senja hampir saja tersedak saat Langit bertanya itu padanya.

"Kenapa kamu nanya itu Mas?"

"Hm, nggak. Saya hanya ingin tahu saja perasaan kamu, Senja."

"Hm, sejak kapan kamu peduli dengan perasaan aku, Mas?"

Langit melirik istrinya dengan tatapan yang tidak bisa diartikan, yang membuat Senja buru-buru mengalihkan pandangannya karena tidak sanggup dengan cara Langit menatapnya.

Duh, bisa jantungan aku kalau ditatap seperti itu sama Mas Langit. Gumam Senja dalam hati.

"Kalau aku nggak nyaman, mana mungkin aku bisa bertahan sejauh ini," lanjut Senja.

Senja kembali memasukan mie instan ke dalam mulutnya. Tidak menghiraukan Langit yang masih menatapnya lekat.

"Senja, saya mau minta maaf sama kamu karena saya masih belum bisa membuat kamu nyaman bersama saya. Saya pernah bilang sama kamu, saya belum bisa membuka hati saya saat ini untuk kamu. Kamu bisa ngertiin saya 'kan?

"Dari dulu juga aku selalu ngertiin kamu Mas. Kamunya aja yang nggak bisa ngerasain bagaimana aku selalu berusaha untuk bisa membuat kamu membuka hati untuk aku. Aku nggak bisa maksa kamu juga untuk hal itu, karena aku tahu, nggak mudah untuk kamu melakukannya, iya 'kan?"

Langit hanya bisa menghela nafas dengan kasar. Senja benar, dia memang tidak pernah berusaha untuk membuka hatinya untuk gadis itu. Ada nama seseorang dimasa lalunya yang masih melekat erat di hatinya. Dan Langit sama sekali tidak bisa menghapus nama itu, sekalipun sudah hampir dua tahun berlalu.

"Tenang Mas. Aku masih bisa kok bertahan sama kamu. Selain aku nggak mau ngecewain kedua orang tua aku, aku juga mau kalau pernikahan yang aku jalani saat ini sekali seumur hidup. Ya kecuali, kalau kamu nyerah. Aku nggak bisa berbuat apa-apa."

Deg...!!!

Kembali Senja merasakan dadanya terasa sesak. Apalagi tidak ada tanggapan dari suaminya itu. Laki-laki itu hanya diam seribu bahasa.

Karena merasa sudah sangat tidak nyaman, Senja akhirnya memutuskan untuk kembali ke kamarnya. Toh makanannya sudah habis tak tersisa, sehingga dia tidak perlu berlama-lama bersama suaminya itu.

Namun saat Senja hendak beranjak dari duduknya, tiba-tiba tangan kokoh itu menariknya. Tentu saja, Senja terkejut dan refleks menghentikan langkahnya.

"Senja, jika kita sama-sama nggak nyaman sebagai suami istri, bagaimana kalau mulai saat ini kita berteman."

Hah....!!!! Berteman?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status