Di dalam mobil, Aksa merasakan perasaan yang aneh, kenapa hatinya ingin kembali ke tempat itu. Seperti ada seseorang yang meminta bantuannya. Beberapa kali Aksa menghela napas. Ini membuatnya gila, kenapa ia tiba-tiba teringat pada Karina. Aksa menghentikan mobilnya dan terdiam sejenak di dalam mobil. Aksa mengacak rambutnya kasar dan juga mengusap wajahnya dengan pelan. Ia kembali melajukan mobilnya dengan membalikkan arah kembali ke tempat di mana mungkin Karina berada.
“Kenapa aku harus peduli padanya,” gumam Aksa merasa heran akan perasaannya. Apalagi saat mengingat wajah sedih Karina saat mereka berpisah tadi. “Sebenarnya aku sedang apa?!” keluhnya dan terus melajukan kembali kendaraannya. Sepanjang perjalanan ia terlihat mencari sosok Karina. Tidak ada tanda-tanda keberadaan Karina disepanjang jalan yang dilalui Aksa. Setelah lama, saat ia melalui sebuah pasar yang cukup ramai. Dari kejauhan ia melihat seorang gadis sedang berlari dan di belakangnya beberapa pria mengejar. Aksa terkesiap melihat siapa gadis itu, gadis itu yang ia cari. Mobil Aksa berhenti tepat di mana gadis yang tidak lain Karina berlari menuju kearahnya. Dengan refleks ia membuka pintu mobil membuat Karina yang berada tidak jauh darinya dengan tatapan bingung. Seketika Karina menghentikan kakinya yang berlari dan menatap Aksa yang berada di dalam mobil.
“Cepat masuk...” teriak Aksa membuat Karina terbangun dari lamunannya, ia melihat ke belakang dan orang-orang suruhan ayahnya sudah mulai mendekat. Tanpa banyak kata, Karina memasukkan tubuhnya ke dalam mobil Aksa. Mobil Aksa kembali melaju dengan cepat meninggalkan mereka yang mengejar Karina dengan susah payah. Pria-pria itu menatap mobil Aksa yang membawa Karina sudah menjauh.
“Bagaimana ini?” tanya salah seorang pria menatap kawan-kawannya.
“Yang pasti kita dalam masalah besar kalau tidak secepatnya membawa Nona Karina,” kata pria yang lain dengan frustasi.
“Sepertinya aku pernah melihat pria itu,” ujar pria yang bertubuh kecil menatap kearah kawan-kawannya. “Aku pernah melihat pria itu,” katanya dengan yakin.
“Kamu yakin?”
“Iya...”
“Siapa pria itu?”
“Kalau tidak salah, dia adalah putra dari Anggara Sutomo,” sahut pria bertubuh kecil itu.
“Apa??!” teriak mereka terkejut.
“Benar aku yakin, aku pernah melihat wajahnya. Walau tidak jelas, tapi aku tahu dia adalah putra Anggara dari GIO Corp,” jelasnya membuat kawan-kawannya termenung.
“Kita harus segera melaporkan hal ini pada Tuan, kalau kamu yakin. Ini akan menjadi perang yang tidak akan mungkin pernah berakhir,” kata pria bertubuh tinggi menatap mereka berlima. Mereka mengangguk mengiyakan.
***
Sementara itu Karina yang berada di dalam mobil Aksa menatap pria itu dengan tatapan tidak biasa. Aksa yang merasa diperhatikan oleh gadis yang duduk di sampingnya mulai menghembuskan napas kasar. Ia menoleh sekilas kearah Karina, membuat gadis itu terkejut dan dengan refleks mengalihkan pandangannya dengan wajah malu.
“Aku kembali karena kamu meninggalkan barangmu di dalam mobilku,” kata Aksa membuat Karina kembali melihat ke arahnya, Aksa menunjuk sesuatu di kursi belakang. “Itu, kamu harus membawanya juga. Ini menyusahkanku,” ujar Aksa. Padahal dia sedang berbohong, entah kenapa tiba-tiba saja perasaannya menjadi tidak enak dan ingin kembali mencari Karina.
Karina melihat gaun pengantinnya yang terbungkus rapi di dalam bag besar dijok belakang.
“Kamu kan bisa membuangnya kalau kamu mau,” sahut Karina. “Tapi terimakasih kamu sudah mau menolongku, aku bisa mati kalau tertangkap orang-orang suruhan ayahku,” ujar Karina, ia tampak frustasi. Walaupun ia tidak akan bisa selamanya menghindar atau terus bersembunyi. Suatu hari nanti, ia pasti akan tertangkap oleh anak buah ayahnya. Karina kembali termenung.
Aksa melihat sekilas ke arah Karina yang terdiam, “memangnya apa yang akan dilakukan ayahmu kalau kamu tertangkap?” tanya Aksa menjadi penasaran dengan apa yang akan terjadi pada gadis yang kini menghela nafas lelah.
“Aku pasti dikurung dan dipaksa menikah tentunya,” sahut Karina.
Aksa tersenyum hambar, “Jadi sekarang kamu mau ke mana?” tanya Aksa. Karina melihat kearahnya dengan wajah merengut.
“Tidak ada tempat yang bisa aku tuju,” sahut Karina. Aksa terdiam. Dia dalam masalah besar, kenapa harus kembali. Sekarang dirinya menyesal. Karina melihat ke luar jendela. Keduanya terdiam dalam keheningan dan sibuk dengan pikirannya masing-masing.
***
Di rumah Karina , Tn. Rama begitu cemas menunggu kabar dari anak buahnya yang sedang mencari Karina. Pintu ruang kerja Tn. Rama diketuk seseorang dari luar. Pandangannya teralihkan ke pintu.
“Masuk...” perintahnya pada orang yang mengetuk pintu ruangannya dari luar. Seseorang masuk ke dalam ruangan. Tn. Rama memandangnya dengan harap cemas karena sampai sekarang tidak mendapatkan kabar bagaimana keadaan putrinya itu.
“Kalian sudah menemukan putriku?” tanya Tn.Rama pada anak buahnya.
“Iya tuan, dia ada di daerah selatan, tapi…” sahut salah satu anak buahnya, ia kemudian menggantungkan ucapannya dan tertunduk.
“Tapi apa?” Tn.Rama begitu penasaran.
“Nona Karina bersama dengan seorang pria dan pria itu adalah putra dari Tn.Anggara,” ujar anak buah Tn.Rama memberitahu.
“Apa? Kalian yakin?” Tn.Rama terkejut. “Anak Tn.Anggara, bagaimana bisa dia bersama anak dari musuh besarku,” teriaknya marah. Tn.Rama dan Tn.Anggara sudah bermusuhan sejak lama, mereka tidak pernah akur satu sama lain. Hanya ada dendam diantara keduanya. Dendam lama yang tidak akan pernah hilang.
“Kami tidak tahu Tuan, saat kami mengejar nona Karina. Tiba-tiba saja pria itu muncul dan membawa nona Karina pergi,” jelas anak buahnya memberitahu. Tn. Rama mengepalkan kedua tangannya kuat-kuat.
“Apakah ini termasuk rencana orang itu untuk menghancurkanku? Itu tidak akan berhasil. Kalau dia menganggap aku akan kalah dengan rencana bodoh ini mengumpankan anaknya. Aku akan mengikuti permainanya,” mata Tn. Rama menyalak garang dengan dipenuhi rasa benci. Keluarga Sutomo dan Keluaga Handoko memang tidak pernah akur satu sama lain. Di dalam bisnispun mereka selalu bersaing terang-terangan. Tidak ada yang mau mengalah. Permusuhan ini memang sudah terjadi sejak lama, saat keduanya masih muda.
Tn. Rama kembali memandang anak buahnya yang masih berdiri didepannya, “Kamu harus terus mencarinya. Bawa secepatnya putriku kehadapanku, kalau pria itu masih mengganggu. Beri saja dia sedikit pelajaran,” perintah Tn. Rama pada anak buahnya itu yang langsung mengangguk patuh.
“Baik, Tuan...” sahutnya. Setelah ditinggalkan anak buahnya, Ny. Arta masuk ke dalam ruang kerja Tn. Rama.
“Sayang, kamu sudah menemukan Karina?” tanyanya menatap lekat ke arah suaminya itu.
“Anak itu, kenapa dia bisa bertemu dengan putra dari Anggara,” heran Tn. Rama, kini tatapannya beralih pada istrinya yang menatapnya bingung.
“Apa yang kamu bicarakan, siapa yang bertemu dengan siapa?” tanya Ny. Arta.
“Tentu saja putrimu dengan putra Direktur GIO Crop, putra dari musuh besarku,” kata Tn. Rama dengan nada kesal. Ny. Arta terhenyak mendengarnya.
“Bagaimana bisa itu terjadi?” tanya Ny.Arta, Tn.Rama hanya terdiam. Ia menghembuskan nafas kasar. “Apa jangan-jangan mereka saling mencintai dan merencanakan pelarian ini...” ujarnya mengira-ngira. Tn. Rama memandang istrinya itu dengan terkejut.
“Saling mencintai, itu menggelikan. Aku tidak akan pernah membiarkan putriku dekat-dekat dengan putra dari Anggara. Jangan harap itu terjadi, aku tidak akan membiarkannya,” Tn. Rama berjalan ke luar dari ruangannya dengan perasaan marah. Sedangkan Ny. Arta tampak termenung, perlahan ia menghela napas pelan. Tangannya ia remas dengan perasaan cemas. Kecemasan itu tampak jelas terukir diwajahnya. Ia benar-benar mengkhawatirkan Karina. Apa yang akan terjadi kalau ia berhasil ditemukan dan diseret pulang. Dengan pelan Ny. Arta memijat keningnya saat dirasakan kepalanya pusing.
Bersambung
Karina termenung di dalam mobil Aksa yang menghadap ke arah pantai, angin semilir berhembus pelan menerpa wajahnya. Terasa begitu sejuk, sebuah senyum menghiasi bibir mungilnya. Dengan pelan ia menutup kedua matanya merasakan udara yang menyejukkan hati Karina. “Sedang apa kamu, jangan tidur...” tegur Aksa membuat Karina membuka kembali kedua matanya. Karina menoleh dan menatap ke arah Aksa sambil merenggut kesal. “Kenapa kamu selalu saja menghancurkan kesenanganku,” kata Karina, ia menunduk kesal. Seketika kembali ia palingkan wajahnya ke samping dan bergumam tidak jelas. Aksa menghembuskan nafas pelan menatap kearah Karina, “kamu tetap mau ikut denganku?
Karina dengan gelisah menggigiti kukunya, tangan satunya memegang gagang telphone. Dari raut wajahnya gadis itu kini tengah sedang cemas, sesekali ia melirik kearah belakang dimana kelima orang itu memandangnya dengan tatapan tidak biasa. Karina harus menghela napas panjang kala melihat tatapan dari mereka. Terlebih lagi tatapan dari Aksa, setelah berita itu. Anita menanyakan masalah itu padanya, jelas saja ia bingung harus menjawab apa. ia merasa tidak pernah menikah dengan pria yang bernama Ferro, tapi kenapa pria itu dengan beraninya mengatakan hal itu di media. Karina dengan tidak sabar menunggu seseorang mengangkat telphonenya. “Hallo...” sapa seseorang di sebrang sana. “Sena, apa maksud semua ini? Kenapa pria itu mengaku sebagai suamiku, sebenarnya apa yang ayahku lakukan. Apakah ini salah satu rencana ayah untuk
Tn. Anggara memandang tajam ke arah dua wanita yang duduk didepannya. Mereka hanya bisa menghela nafas. Tn. Anggara mendesah. “Apa yang akan kalian jelaskan padaku? Setelah anak itu lari dari acara pertunangan dan aku mendapatkan kabar yang tidak mengenakkan. Bagaimana bisa dia bersama dengan putri dari Rama Handoko...” “Ayah... sepertinya mungkin itu hanya kesalahpahaman.” Renita mencoba menenangkan ayahnya. “Kesalahpahaman seperti apa?” “Sayang, tenang lah. Aksa tidak mungkin melakukan hal itu?” “Melakukan apa?” Tn. Anggara memandang istrinya lekat.&n
Di hotel mewah. Tepatnya di Aula lantai bawah Candy’s Hotel. Tengah diadakan acara pertunangan, di mana para tamu undangan yang menghadari acara itu sebagian besar dihadiri artis dan aktor ternama, juga beberapa tamu penting lainnya yang menghadiri acara besar itu. Seorang gadis yang mengenakan gaun panjang berwarna crem keemasan, dengan rambut di sanggul kecil. Punggung putih dan mulusnya terekpose. Riasan wajahnya juga cukup baik, tampak sangat cantik untuk seorang model terkenal. Ia menyapa semua tamu dengan tersenyum ramah. Ini adalah acara pertunangannya sebelum melangkah ke pelaminan bulan depan. Hanya beberapa tamu yang diundang, tidak terlalu banyak. Wartawan juga tidak banyak yang diundang hanya beberapa. Tunangannya juga menyapa beberapa teman lama, musik slow mengalun memenuhi ruangan. Acara pun dimulai, setelah panyambutan, tukar cincin, menuangkan minuman pada gelas-gelas yang disusun rapi diatas meja. Para tamu bisa menikmati makanan yang tersaji.“A
Aksa dan Karina berada disebuah kafe, dihadapannya seorang pria duduk dengan tenang memandang mereka. Kedua pria itu tanpa sepengetahuan Karina saling berpandangan, sesaat terjadi perang dingin diantara mereka. Sedangkan sedari tadi, Karina tatapannya tidak lepas dari Aksa yang tidak menghiraukannya. Namun tangannya terpaut erat. Seakan tidak ingin melepaskan tangan gadis itu.Di dalam benaknya, Karina sedang berpikir. Sebenarnya apa yang diinginkan pria ini? menciumnya didepan semua orang, bahkan di hadapan suami sahnya di mata negara.“Aku tidak ingin mengatakan hal ini, tapi aku ingin kamu bercerai dengannya.”Perkataan yang dilontarkan Aksa, membuat Karina membulatkan kedua matanya terkejut. Pria yang berada di hadapan mereka hanya tersenyum simpul, ia merasa lucu dengan keadaan ini.“Kenapa aku harus melakukannya? Apa hakmu menyuruhku menceraikan istriku?”Aksa mengangkat tangannya yang menggenggam erat tangan Karina.
Aksa berbicara dengan santai di telphone sambil berjalan pulang kerumah Handi. Sesekali sesungging senyum tersuguh di bibir tebalnya, ini ada pertama kalinya ia kembali mendengar suara lembut dari wanita yang selalu dirindukannya. Pembicaraan itu cukup singkat, ia pun mengakhiri telphonenya dan seketika raut wajahnya berubah. Tersimpan kekesalan dan juga kemarahan akan merasa dibohongi. Saat baru menyusupkan ponsel dalam jas-nya. Di kejauhan ia melihat Karina sedang terduduk sambil menutup kedua matanya. Entah apa yang dilakukan gadis itu, Aksa berjalan menghampirinya dan kini ia berada tepat di hadapan Karina yang matanya masih terpejam. Ia tersenyum simpul melihat kerutan didahi gadis itu. “Menyebalkan, Aksa... aku akan membunuhmu.” Teriaknya, membuat beberapa orang yang sedang berjalan-jalan dan juga Aksa yang memandangnya terkesiap. Karina meraba bibirnya pelan, matanya masih terpejam. “C
"Ayah..." gumam Karina terkejut melihat ayahnya berada di rumah Handi dan memandangnya dengan tatapan marah. Matanya semakin berkilat penuh benci melihat kemesraan anaknya dengan anak dari orang yang ia benci."Apakah karena ini kamu kabur dari pernikahanmu, karena pria ini," geram Tn. Rama memandang putrinya. ia benar-benar murka. Kenapa putrinya harus memilih bersama dengan pria yang merupakan anak dari orang yang sangat ia benci."Ayah..." Karina memandang takut sang ayah. Pria paruh baya itu berjalan mendekat kearah keduanya, tanpa disangka-sangka ia memukul keras wajah Aksa yang tidak sempat menghindar membuat tubuhnya terjatuh ke belakang. Karina terhenyak melihatnya. Orang-orang yang berada di rumah itu juga memandangnya terkejut. Aksa dengan santai bangun sambil mengelap darah yang keluar dari sudut bibirnya."Aksa, kamu tidak apa-apa?" tanya Karina, ia hendak menyentuh wajah Aksa dengan khawatir. Namun tangannya segera diraih Tn. Rama dan mencengkramnya
Di rumah Handi. Ketiga sahabat Aksa memandanginya dengan tatapan tidak percaya dan meminta sahabatnya itu menjelaskan apa yang sebenarnya dipikirkan Aksa saat ini. “Jangan menatapku seperti itu,” tegur Aksa tidak suka. “Kalau begitu jelaskan pada kami, apa kamu sudah gila ...? bagaimana bisa kamu ingin menikah dengannya?” tanya Handi. Aksa menghela napas kasar, ia memandang ketiganya. “Kamu tahu gadis itu kan, dia juga sudah memiliki suami sah. Walaupun dia mengaku belum menikah, hanya karena ayahnya mendaftarkan pernikahaannya dengan pria itu. Tapi tetap saja, statusnya adalah seorang istri. Kamu bisa dituntut karena hal ini, pikirkan baik-baik sebelum kamu meng
Ciuman mereka masih berlanjut, Aksa tidak melepaskan ciumannya dan membawa Karina ke kamar mereka. Aksa juga mengangkat tubuh Karina dan mendudukkannya di buffet yang tidak terlalu tinggi agar dia bisa dengan leluasa mencium Karina. Tangan Karina memeluk leher Aksa, jari-jari tangannya meremas rambut Aksa. Menahan gejolak gairah yang di dapatkan dari ciuman panas nan basah dengan bercampurnya air liur mereka. Tangan Aksa yang tadinya mengelus punggung Karina, berpindah mengelus paha Karina yang terekpos merasakan sentuhan yang membuat tubuhnya menggelinjang sampai membuat perutnya geli. Karina refleks menjauhkan kepalanya membuat ciuman mereka terlepas. Keduanya saling mengambil napas dengan terengah. Mata keduanya bertemu. Aksa masih mengelus paha Karina, sentuhannya semakin masuk kedalam kimono yang di kenakan Karina. Handuk Kimono itu terbuka memperlihatkan belahan dada Karina walaupun tidak sepenuhnya terbuka. Karina merasakan tubuhnya berkeringat dan kepanasan. Aksa yang melihat
Malam itu, di rumah keluarga Karina. Tn. Rama tersenyum saat mendengar berita bahkan Karina mengunjungi Ferro di kantornya siang tadi. Bahkan berita itu juga sudah masuk berita televisi. Salah seorang pelayannya memberitahukan kedatangan seseorang yang telah di tunggunya. Siapa lagi kalau bukan menantu kesayangannya. Walaupun Karina tidak pernah serumah dengan pria yang tidak lain adalah Ferro. “Aku harus menyambut menantu kesayanganku,” gumamnya setelah diberitahukan kedatangan Ferro atas panggilannya untuk mampir ke rumah. Ny. Arta yang duduk disana hanya diam, melihat wajah suaminya yang begitu semuringah bahagia. Dia merasa kasihan dengan putrinya dan juga suaminya yang terlalu mementingkan egonya. Ferro memasuki ruang keluarga. Dia tersenyum dan menyalami keduanya. Mereka duduk bertiga, sampai Nando datang dan mereka menjadi berempat di ruangan itu. Nando juga sudah mendengar berita itu, kalau Karina tiba-tiba datang ke kantor Ferro.
Karina diam di dalam mobil Ferro. Ferro beberapa kali melirik ke arah Karina saat sedang menyetir, bahkan saat mereka berada di lampu merah. Karina tetap diam, melihat kediaman Karina. Ferro menyadari mungkin karena kejadian tadi. Mood Karina menjadi tidak baik. Saat akan membuka suara, Karina lebih dulu berucap, “aku turun disini.” “Oh kamu sudah sampai rumahmu ya?” tanya Ferro. Karina tidak menjawab, Ferro menepikan mobilnya. Mobil telah berhenti dan Karina keluar begitu saja tanpa mengatakan apa-apa. Dari dalam mobil Ferro hanya bisa melihat punggung Karina yang perlahan menghilang di belokan jalan. Karina berjalan sendiri menuju taman yang ada di dekat sana. Dia duduk di salah satu kursi yang ada disan
Aksa yang berada di kantor sedang bekerja dengan laptopnya merasakan sesuatu yang tidak mengenakan, perasaannya gelisah. Saat melihat wajah Karina sebelum berangkat kerja setelah mereka di kunjungi sahabatnya itu. Wajah Karina berubah dingin kembali, dia bahkan tidak berbicara lagi dengannya. Membuat Aksa semakin khawatir, dia berusaha menghubungi Karina. Namun panggilannya tidak pernah di angkat, dia tahu Karina pasti kecewa padanya. Terlebih saat memergoki dirinya keluar dari apartemen Amanda. Istrinya itu tidak ingin mendengarkan penjelasan darinya. Seseorang mengetuk pintu dari luar ruangannya, setelah di ijinkan masuk. Orang yang tidak lain Dewi. Sekertaris sekaligus asistennya itu datang membawa beberapa berkas untuk di periksa Aksa. Aksa menerima berkas itu, m
Ferro berada di kantornya, dia tidak fokus untuk bekerja. Masalah pernikahannya yang batal, karena mempelai wanita kabur ditambah setelahnya, orang tua wanita itu memintanya mendaftarkan pernikahan di catatan sipil lalu mempublikasikannya. Sampai teman-temannya bertanya ada apa sebenarnya. Padahal waktu itu pernikahan di batalkan. Kalau tidak karena paksaan keluarganya, dia tidak akan mau melakukan semua ini. Ferro menutup berkasnya dan meregangkan tangan. Ferro mengingat Karina, wanita itu menikah dengan pria lain dan tidak di restui keluarganya. Pembicaraannya dengan Aksa suami dari Karina. Ferro tersadar. Kalau dirinya tidak memiliki keberanian seperti mereka, dia tetap menjadi anak yang penurut kepada orang tuanya. Seseorang masuk ke dalam ruangannya membawa beberapa berkas lagi, membuat Ferro menghela napas. Pekerjaannya sang
Aksa telah masuk ke dalam apartemen Amanda. Amanda membuatkan coffe untuk Aksa, Coffe Latte dengan Cream kesukaannya. Aksa melihat coffe itu dan terdiam, suasana kembali hening. Amanda meremas jari-jarinya. Karena dia tidak pernah menyangka berita batalnya pernikahaan Amanda dan Randi sudah tersebar luas. "Kenapa kamu diam? Aku bertanya padamu, apa berita yang aku dengar itu benar. Kamu membatalkan pernikahanmu?" Aksa bertanya sambil menatap lekat ke arah Amanda yang masih meremas jarinya, Amanda berusaha untuk tidak menatap mata Aksa dan memalingkan wajahnya dari Aksa “Dari mana kamu mendengar berita itu?” Amanda balik bertanya. “Apa berita yang aku dengar itu benar?”
Tn. Rama memandang ke arah anak buahnya, dengan tatapannya dia ingin menanyakan kebenaran dari info yang di bawa anak buahnya itu. “Jadi, dulu putranya Anggara pernah batal menikah. Siapa wanita yang menjadi mantannya putra Anggara?” Anak buahnya memberikan amplop coklat. Tn. Rama segera membuat isi amplop coklat itu dan melihat beberapa foto yang berhasil di dapatkan. Tn. Rama dengan seksama melihat wanita yang berada di dalam foto itu. “Dia, bukankah wanita ini adalah model yang banyak diberitakan karena akan segera menikah dengan aktor terkenal?” tanya Tn. Rama, kepalanya mendongak kearah anak buahnya yang berdiri didepan meja kerjanya. “Iya tuan, walaupun merek
Karina terbangun dari tidurnya yang panjang, terdengar suara alarm dari ponselnya berdering keras memekakkan telinganya. Karina perlahan membuka matanya, dia meraba-raba meja nakas dekat tempat tidur di mana ponselnya di letakkan. Setelah mendapatkan ponselnya, Karina mematikan alarm. Dia melihat jam di ponsel menunjukkan pukul 7 pagi. Cahaya matahari sudah masuk kedalam kamar dari celah gorden. Karina menggerakkan badannya, namun tertahan sesuatu. Dia melihat tangan melingkar memeluk perutnya. Karina menoleh kesamping, di sana Aksa masih tertidur dengan pulas sambil memeluknya. Karina membalikkan badan yang tadinya berbaring membelakangi Aksa kini menghadap kearahnya. Karina menatap wajah Aksa yang tertidur, setelah mengatakan rahasia yang tidak ingin dia bicarakan lagi membuatnya menangis semalam kemarin. Aksa dengan setia mendengarkan membuatnya merasa lebih baik. Karina tersenyum. K
Sena berada di dalam kamarnya, dia baru saja mendengarkan voice mail dari Karina. Sena menghela nafas. Dia masih tidak mau menerima telphone dari sahabatnya itu, karena dia masih kesal dengan Karina. Sena keluar dari kamarnya. Dia melihat bibinya sedang menyiapkan makan malam, Sena berjalan menuju sofa di ruang tengah. Sena memang tinggal dengan bibinya, kedua orang tuanya sudah meninggal saat Sena masih kecil. Melihat wajah Sena yang selalu murung, bibinya berjalan menghampiri setelah selesai menyiapkan makan malam. “Masih marahan dengan Karina?” tanya bibinya yang bernama Winda. Sena melihat ke arah bibinya itu. Sena kembali menghela nafas. “Iya bi, aku masih kesal padanya. Aku yang dibawa-bawa dalam masalahnya itu, hubunganku dengan Nando juga kena imbasnya,” kata Sena dengan