Karina dengan gelisah menggigiti kukunya, tangan satunya memegang gagang telphone. Dari raut wajahnya gadis itu kini tengah sedang cemas, sesekali ia melirik kearah belakang dimana kelima orang itu memandangnya dengan tatapan tidak biasa. Karina harus menghela napas panjang kala melihat tatapan dari mereka. Terlebih lagi tatapan dari Aksa, setelah berita itu. Anita menanyakan masalah itu padanya, jelas saja ia bingung harus menjawab apa. ia merasa tidak pernah menikah dengan pria yang bernama Ferro, tapi kenapa pria itu dengan beraninya mengatakan hal itu di media. Karina dengan tidak sabar menunggu seseorang mengangkat telphonenya.
“Hallo...” sapa seseorang di sebrang sana.
“Sena, apa maksud semua ini? Kenapa pria itu mengaku sebagai suamiku, sebenarnya apa yang ayahku lakukan. Apakah ini salah satu rencana ayah untuk membawaku pulang, kalau memang itu yang ayah inginkan. Jangan harap aku akan pulang karena hal itu...” cecar Karina tanpa jeda dengan nafas memburu, ia tidak membiarkan Sena menjawab pertanyaannya. Sena menghela nafas di sebrang sana.
“Tenanglah dulu, aku juga sudah melihat berita itu. Seperti dirimu, aku juga shock...” sahut Sena. Ia tahu temannya sedang dalam masalah besar sekarang, apalagi setelah tayangan yang di televisi dengan pengakuan Ferro. Sebenarnya apa yang ada dipikiran pria itu, kenapa dia mengatakan berita bohong tersebut.
“Bagaimana aku bisa tenang, apa yang ayah rencanakan sebenarnya?” teriak Karina histeris membuat orang-orang yang ada di rumah itu memandang kearahnya yang sibuk menelphone.
“Karina, bagaimana aku tahu apa yang direncanakan ayahmu. Mungkin dia ingin kamu pulang,” sahut Sena sebal, Karina seperti menyalahkannya atas semua yang terjadi padanya.
Karina menutup telphonenya kasar, ia menghembuskan nafas berat. Sedikit mengusap wajahnya frustasi. Ia tidak pernah berpikir akan seperti ini jadinya. Sungguh membuat ia marah atas tindakan sang ayah yang begitu tega pada dirinya. Setelah memaksanya untuk menikah dengan orang yang tidak dicintainya. Sekarang berita bohong yang disebar pria itu sedikit membuat Karina geram. Aksa berjalan mendekat kearahnya.
“Apa yang terjadi? Kamu berhutang penjelasan padaku,” Aksa berucap sambil melipat kedua tangannya di depan dada. Karina mendengus kesal kala Aksa memandangnya curiga.
“Penjelasan apa?” Karina berpura-pura tidak tahu dengan sangat acuh.
Aksa tersenyum simpul, ia memandang ke arah teman-temannya yang melotot padanya. Mereka mengira kalau Aksa sudah membawa kabur istri orang, Aksa sangat kesal. Padahal ia tidak pernah melakukan hal itu, bertemu dengan Karina pun suatu ketidak sengajaan saat Karina menerobos masuk kedalam mobilnya.
“Aku dituduh mereka melarikan istri orang, kamu setidaknya harus memberi mereka penjelasan,” Aksa mengarahkan dagunya pada mereka yang menatap keduanya intens. Karina terkesiap, bibirnya terkatup rapat. Ia menenggak air liurnya pelan.
“Kamu memang telah membawa kabur istri orang,” sahut Karina setelah lama terdiam.
“Apa? Jadi itu benar?”
“Kenapa kamu terkejut, kamu yang membuatku berada di sini. Apa kamu ingat?” Karina tersenyum penuh kemenangan.
“Bukankah kamu yang ingin ikut, kenapa sekarang...”
“Sudahlah, aku tidak ingin bertengkar denganmu. Aku akan menjelaskannya pada mereka,” Karina melenggang meninggalkan Aksa yang berdecak kesal. Ia menatap Karina yang berjalan mendekat pada mereka. Ia masih memandanginya, sesaat Aksa berjalan menuju dapur untuk mengambil minum.
“Apa benar yang tadi itu suamimu?” tanya Anita begitu hati-hati menatap manik mata hitam Karina yang memandangnya. Karina mendudukkan tubuhnya di samping Anita.
“Tentu saja bukan, sebenarnya aku kabur dari pernikahanku,” sahutnya pelan namun begitu jelas terdengar oleh telinga mereka berempat.
“Apa? Jadi kamu...” Bino menatap Karina yang mengangguk pelan. “Tapi bagaimana bisa? Bukankah tadi pria itu mengatakan kamu istrinya?” Bino memandang bingung sekaligus heran. kalau Karina belum menikah, kenapa pria itu mengaku sudah menikah denganya.
“Itulah yang tidak aku mengerti, apa pria itu sudah gila?”
“Mungkin dia terlalu menyukaimu, sampai-sampai dia mengira telah menikah denganmu,” sahut Jaki. Semua mata tertuju padanya. “Kenapa? apa ada yang salah dengan ucapanku?”
“Tidak, mungkin saja itu benar.” Karina membalas dengan nada lemas.
“Bagaimana bisa kamu dijodohkan dan kabur begitu saja saat hari pernikahanmu?” Anita memandang lekat Karina yang kini menatapnya. Ia begitu penasaran dengan hal nekad yang dilakukan Karina.
“Aku benci perjodohan. Sangat membencinya,” ungkap Karina.
“Perjodohan sepertinya sedang trend saat ini, teman kita juga mengalaminya,” seru Jaki sambil menunjuk Aksa dengan dagunya. Mereka semua melihat ke arah Aksa, Aksa yang merasa diperhatikan menoleh ke arah mereka semua.
“Kenapa kalian menatapku seperti itu?” tanya Aksa dengan nada kesal.
“Sepertinya kalian berjodoh, sama-sama kabur dari perjodohan masing-masing. Lalu tidak sengaja bertemu, bagaimana kalau kalian berdua yang menikah,” ujar Anita heboh, ia melihat ke arah Karina dan Aksa bergantian.
“Menikah dengannya, aku tidak mau,” sahut Karina.
“Siapa juga yang mau menikah denganmu,” Aksa beranjak dari dapur. Berjalan menuju kamar meninggalkan mereka semua yang masih berada di ruang televisi. Karina melipat kedua tangan di dada, tubuhnya bersandar ke sofa. Ia menekuk wajah kesal, apa yang harus ia lakukan sekarang. Pria itu sudah mengatakan kalau dia adalah istrinya, bahkan ia menunjukkan foto Karina pada semua orang. Karina benar-benar kesal, mungkin saja kali ini orang suruhan ayahnya akan menemukannya. Membawa Karina pulang ke rumah itu, dipaksa menikah, itu pasti. Ia tahu betul sikap ayahnya, sikap keras kepala ayahnya. Karina menghela nafas frustasi.
***
Malam itu, Tn. Rama menghadiri sebuah pesta yang diselenggarakan rekan bisnisnya. Ia begitu berwibawa dengan jas hitam yang rapi. Ny. Arta menemaninya, dengan setia mendampingi suaminya. Kini mereka sedang bertegur sapa dengan orang yang menyelenggarakan pesta tersebut. Di sisi lain, seorang pria dengan istrinya juga sedang menghadiri pesta malam ini. Pesta untuk perayaan hari jadi Direktur James dengan istrinya Jesika, mereka yang memiliki hotel Ambarawa Hotel. Hotel yang mewah berkelas internasional yang sudah mendunia.
Selesai berbicang dengan Direktur James, Tn. Rama harus menahan amarahnya akibat kelakuan putri semata wayangnya itu. Bagaimana bisa, Karina melakukan tindakan bodoh mencoreng nama baik keluarga. Untung saja ia memiliki ide untuk mempublikasikan pernikahan melakukan kesepakatan dengan keluarga Ferro. Untungnya mereka mau melakukan itu, yah, setidaknya mereka masih bisa menjalin bisnis bersama. Kedua keluarga itu memiliki bisnis yang sama-sama menguntungkan. Tn. Rama tidak akan melepaskan keluarga itu begitu saja.
“Aku dengar putrimu kabur saat ini,” ujar seseorang dari belakang Tn. Rama yang baru mengambil wine dari meja. Ia berbalik menatap seseorang yang menegurnya. Orang itu tersenyum simpul di hadapan Tn. Rama.
“Sejak kapan kamu mengurusi urusan keluargaku, kamu memata-mataiku?” tanya Tn. Rama menyipitkan mata menatap heran orang itu yang tidak lain adalah Anggara Sutomo dari DG Contruction. Musuhnya.
“Aku hanya tidak sengaja melihat berita hari ini dan cukup terkejut. Aku dengar pernikahan putrimu batal karena dia kabur. Tapi ternyata aku salah, dia sudah menikah tapi masih kabur karena hal kekanak-kanakan seperti itu,” cibir Tn. Anggara menatap remeh kearah Tn. Rama.
Tn. Rama tampak geram memandang ke arah Tn. Anggara yang menatapnya santai. “Apa kamu pura-pura tidak tahu, atau memang kamu tidak tahu.” Ucapan dari Tn. Rama mampu membuat Tn. Anggara mengerutkan kening bingung.
“Apa yang kamu bicarakan?”
“Aku tidak ingin menjalin sesuatu dengan keluargamu, tapi sungguh diluar dugaan. Sekarang putriku sedang bersama dengan putramu,” kata Tn. Rama membuat Tn. Anggara membulatkan kedua matanya terkejut.
“Apa katamu?”
“Kamu tidak tahu, benar-benar tidak tahu? Aku rasa ini rencanamu untuk menghacurkanku, tapi ingat lah aku tidak akan mudah dijatuhkan. Walaupun sekarang putriku ada bersama dengan putramu. Aku pastikan, kalau dia menyentuh satu helai rambut putriku. Aku akan memberinya pelajaran,” ancam Tn. Rama yang sudah kelewat kesal. Tn. Rama berjalan meninggalkan Tn. Anggara yang termenung, Aksa bersama dengan putri dari Tn. Rama. Ini sungguh tidak masuk akal, ia kabur dari pertunangannya. Apakah pria bodoh itu menyukai putri Tn. Rama. Ia berharap kalau semua itu kebohongan. Tidak terjadi apa-apa diantara mereka. Ini akan menjadi masalah besar kalau mereka saling jatuh cinta.
Tn. Anggara meraih ponselnya dan menelphone seseorang dengan serius. Ia begitu kesal saat mendengar seseorang di sebrang sana yang tidak lain adalah kakak Aksa. Renita mengatakan tidak tahu keberadaan adiknya itu. Ia menutup telphonenya kasar, tatapannya tajam kearah Tn. Rama yang kini sedang berbincang dengan tamu lain. Sekilas ia memandang kearah Tn. Anggara yang menatapnya tajam. Terjadi perang dingin diantara mereka.
Bersambung
Tn. Anggara memandang tajam ke arah dua wanita yang duduk didepannya. Mereka hanya bisa menghela nafas. Tn. Anggara mendesah. “Apa yang akan kalian jelaskan padaku? Setelah anak itu lari dari acara pertunangan dan aku mendapatkan kabar yang tidak mengenakkan. Bagaimana bisa dia bersama dengan putri dari Rama Handoko...” “Ayah... sepertinya mungkin itu hanya kesalahpahaman.” Renita mencoba menenangkan ayahnya. “Kesalahpahaman seperti apa?” “Sayang, tenang lah. Aksa tidak mungkin melakukan hal itu?” “Melakukan apa?” Tn. Anggara memandang istrinya lekat.&n
Di hotel mewah. Tepatnya di Aula lantai bawah Candy’s Hotel. Tengah diadakan acara pertunangan, di mana para tamu undangan yang menghadari acara itu sebagian besar dihadiri artis dan aktor ternama, juga beberapa tamu penting lainnya yang menghadiri acara besar itu. Seorang gadis yang mengenakan gaun panjang berwarna crem keemasan, dengan rambut di sanggul kecil. Punggung putih dan mulusnya terekpose. Riasan wajahnya juga cukup baik, tampak sangat cantik untuk seorang model terkenal. Ia menyapa semua tamu dengan tersenyum ramah. Ini adalah acara pertunangannya sebelum melangkah ke pelaminan bulan depan. Hanya beberapa tamu yang diundang, tidak terlalu banyak. Wartawan juga tidak banyak yang diundang hanya beberapa. Tunangannya juga menyapa beberapa teman lama, musik slow mengalun memenuhi ruangan. Acara pun dimulai, setelah panyambutan, tukar cincin, menuangkan minuman pada gelas-gelas yang disusun rapi diatas meja. Para tamu bisa menikmati makanan yang tersaji.“A
Aksa dan Karina berada disebuah kafe, dihadapannya seorang pria duduk dengan tenang memandang mereka. Kedua pria itu tanpa sepengetahuan Karina saling berpandangan, sesaat terjadi perang dingin diantara mereka. Sedangkan sedari tadi, Karina tatapannya tidak lepas dari Aksa yang tidak menghiraukannya. Namun tangannya terpaut erat. Seakan tidak ingin melepaskan tangan gadis itu.Di dalam benaknya, Karina sedang berpikir. Sebenarnya apa yang diinginkan pria ini? menciumnya didepan semua orang, bahkan di hadapan suami sahnya di mata negara.“Aku tidak ingin mengatakan hal ini, tapi aku ingin kamu bercerai dengannya.”Perkataan yang dilontarkan Aksa, membuat Karina membulatkan kedua matanya terkejut. Pria yang berada di hadapan mereka hanya tersenyum simpul, ia merasa lucu dengan keadaan ini.“Kenapa aku harus melakukannya? Apa hakmu menyuruhku menceraikan istriku?”Aksa mengangkat tangannya yang menggenggam erat tangan Karina.
Aksa berbicara dengan santai di telphone sambil berjalan pulang kerumah Handi. Sesekali sesungging senyum tersuguh di bibir tebalnya, ini ada pertama kalinya ia kembali mendengar suara lembut dari wanita yang selalu dirindukannya. Pembicaraan itu cukup singkat, ia pun mengakhiri telphonenya dan seketika raut wajahnya berubah. Tersimpan kekesalan dan juga kemarahan akan merasa dibohongi. Saat baru menyusupkan ponsel dalam jas-nya. Di kejauhan ia melihat Karina sedang terduduk sambil menutup kedua matanya. Entah apa yang dilakukan gadis itu, Aksa berjalan menghampirinya dan kini ia berada tepat di hadapan Karina yang matanya masih terpejam. Ia tersenyum simpul melihat kerutan didahi gadis itu. “Menyebalkan, Aksa... aku akan membunuhmu.” Teriaknya, membuat beberapa orang yang sedang berjalan-jalan dan juga Aksa yang memandangnya terkesiap. Karina meraba bibirnya pelan, matanya masih terpejam. “C
"Ayah..." gumam Karina terkejut melihat ayahnya berada di rumah Handi dan memandangnya dengan tatapan marah. Matanya semakin berkilat penuh benci melihat kemesraan anaknya dengan anak dari orang yang ia benci."Apakah karena ini kamu kabur dari pernikahanmu, karena pria ini," geram Tn. Rama memandang putrinya. ia benar-benar murka. Kenapa putrinya harus memilih bersama dengan pria yang merupakan anak dari orang yang sangat ia benci."Ayah..." Karina memandang takut sang ayah. Pria paruh baya itu berjalan mendekat kearah keduanya, tanpa disangka-sangka ia memukul keras wajah Aksa yang tidak sempat menghindar membuat tubuhnya terjatuh ke belakang. Karina terhenyak melihatnya. Orang-orang yang berada di rumah itu juga memandangnya terkejut. Aksa dengan santai bangun sambil mengelap darah yang keluar dari sudut bibirnya."Aksa, kamu tidak apa-apa?" tanya Karina, ia hendak menyentuh wajah Aksa dengan khawatir. Namun tangannya segera diraih Tn. Rama dan mencengkramnya
Di rumah Handi. Ketiga sahabat Aksa memandanginya dengan tatapan tidak percaya dan meminta sahabatnya itu menjelaskan apa yang sebenarnya dipikirkan Aksa saat ini. “Jangan menatapku seperti itu,” tegur Aksa tidak suka. “Kalau begitu jelaskan pada kami, apa kamu sudah gila ...? bagaimana bisa kamu ingin menikah dengannya?” tanya Handi. Aksa menghela napas kasar, ia memandang ketiganya. “Kamu tahu gadis itu kan, dia juga sudah memiliki suami sah. Walaupun dia mengaku belum menikah, hanya karena ayahnya mendaftarkan pernikahaannya dengan pria itu. Tapi tetap saja, statusnya adalah seorang istri. Kamu bisa dituntut karena hal ini, pikirkan baik-baik sebelum kamu meng
Karina berdiri di depan cermin, menatap dirinya yang kini kembali mengenakan gaun pengantin. Sesaat ia termenung. Perasaan ini kembali memasuki relung hatinya yang terdalam, perasaan ragu yang begitu membumbung tinggi. Haruskah ia menikah, menikah dengan pria yang baru beberapa minggu ia mengenalnya. Semudah itu kah ia menjatuhkan pilihan. Ia menghembuskan napas kasar, sedari tadi ia tidak bisa bernafas normal disela detak jantung yang terus menerus bertalu tidak henti seakan membuat dirinya akan menyesali keputusannya ini. Seseorang masuk ke dalam ruangan yang hanya di isi olehnya, orang itu tersenyum dan berjalan menghampiri Karina yang masih berada di depan cermin. Orang itu berdiri di sampingnya, mereka tampak begitu serasi. Orang yang tidak lain adalah Aksa, tubuh pria itu berbalut jas putih. Ia tampak sangat tampan. “Aku tida
Di apartement Amanda. Gadis itu tengah duduk kursi meja rias. Ia termenung menatap dirinya yang telah siap mengenakan dress sederhana berwarna hijau muda dengan riasan wajah minimalis. Sejenak ia menarik nafas dan menghembuskannya pelan untuk menetralkan detak jantungnya yang bertalu cepat. ini pertama kalinya ia bertemu dengan pria yang dulu dicintainya dan ia tinggalkan begitu saja hanya karena alasan sepele. Sebersit keraguan dihatinya. Haruskah ia datang ketempat itu, tempat dulu dirinya pernah berikrar janji. Suatu hari nanti, ia akan menikah dengan Aksa. Sesaat matanya memejam dalam. Ia membukanya kembali dan mencoba meyakinkan perasaannya. Dengan pelan ia merapihkan dress dan rambutnya. Apapun yang terjadi? Sudah saatnya ia bertemu dengan Aksa lagi setelah hari itu. Amanda beranjak dari kursi, mengambil tasnya, ia mulai melangkah keluar dari kamar dan meninggalkan apartemen tempat tinggalnya saat ini. s
Ciuman mereka masih berlanjut, Aksa tidak melepaskan ciumannya dan membawa Karina ke kamar mereka. Aksa juga mengangkat tubuh Karina dan mendudukkannya di buffet yang tidak terlalu tinggi agar dia bisa dengan leluasa mencium Karina. Tangan Karina memeluk leher Aksa, jari-jari tangannya meremas rambut Aksa. Menahan gejolak gairah yang di dapatkan dari ciuman panas nan basah dengan bercampurnya air liur mereka. Tangan Aksa yang tadinya mengelus punggung Karina, berpindah mengelus paha Karina yang terekpos merasakan sentuhan yang membuat tubuhnya menggelinjang sampai membuat perutnya geli. Karina refleks menjauhkan kepalanya membuat ciuman mereka terlepas. Keduanya saling mengambil napas dengan terengah. Mata keduanya bertemu. Aksa masih mengelus paha Karina, sentuhannya semakin masuk kedalam kimono yang di kenakan Karina. Handuk Kimono itu terbuka memperlihatkan belahan dada Karina walaupun tidak sepenuhnya terbuka. Karina merasakan tubuhnya berkeringat dan kepanasan. Aksa yang melihat
Malam itu, di rumah keluarga Karina. Tn. Rama tersenyum saat mendengar berita bahkan Karina mengunjungi Ferro di kantornya siang tadi. Bahkan berita itu juga sudah masuk berita televisi. Salah seorang pelayannya memberitahukan kedatangan seseorang yang telah di tunggunya. Siapa lagi kalau bukan menantu kesayangannya. Walaupun Karina tidak pernah serumah dengan pria yang tidak lain adalah Ferro. “Aku harus menyambut menantu kesayanganku,” gumamnya setelah diberitahukan kedatangan Ferro atas panggilannya untuk mampir ke rumah. Ny. Arta yang duduk disana hanya diam, melihat wajah suaminya yang begitu semuringah bahagia. Dia merasa kasihan dengan putrinya dan juga suaminya yang terlalu mementingkan egonya. Ferro memasuki ruang keluarga. Dia tersenyum dan menyalami keduanya. Mereka duduk bertiga, sampai Nando datang dan mereka menjadi berempat di ruangan itu. Nando juga sudah mendengar berita itu, kalau Karina tiba-tiba datang ke kantor Ferro.
Karina diam di dalam mobil Ferro. Ferro beberapa kali melirik ke arah Karina saat sedang menyetir, bahkan saat mereka berada di lampu merah. Karina tetap diam, melihat kediaman Karina. Ferro menyadari mungkin karena kejadian tadi. Mood Karina menjadi tidak baik. Saat akan membuka suara, Karina lebih dulu berucap, “aku turun disini.” “Oh kamu sudah sampai rumahmu ya?” tanya Ferro. Karina tidak menjawab, Ferro menepikan mobilnya. Mobil telah berhenti dan Karina keluar begitu saja tanpa mengatakan apa-apa. Dari dalam mobil Ferro hanya bisa melihat punggung Karina yang perlahan menghilang di belokan jalan. Karina berjalan sendiri menuju taman yang ada di dekat sana. Dia duduk di salah satu kursi yang ada disan
Aksa yang berada di kantor sedang bekerja dengan laptopnya merasakan sesuatu yang tidak mengenakan, perasaannya gelisah. Saat melihat wajah Karina sebelum berangkat kerja setelah mereka di kunjungi sahabatnya itu. Wajah Karina berubah dingin kembali, dia bahkan tidak berbicara lagi dengannya. Membuat Aksa semakin khawatir, dia berusaha menghubungi Karina. Namun panggilannya tidak pernah di angkat, dia tahu Karina pasti kecewa padanya. Terlebih saat memergoki dirinya keluar dari apartemen Amanda. Istrinya itu tidak ingin mendengarkan penjelasan darinya. Seseorang mengetuk pintu dari luar ruangannya, setelah di ijinkan masuk. Orang yang tidak lain Dewi. Sekertaris sekaligus asistennya itu datang membawa beberapa berkas untuk di periksa Aksa. Aksa menerima berkas itu, m
Ferro berada di kantornya, dia tidak fokus untuk bekerja. Masalah pernikahannya yang batal, karena mempelai wanita kabur ditambah setelahnya, orang tua wanita itu memintanya mendaftarkan pernikahan di catatan sipil lalu mempublikasikannya. Sampai teman-temannya bertanya ada apa sebenarnya. Padahal waktu itu pernikahan di batalkan. Kalau tidak karena paksaan keluarganya, dia tidak akan mau melakukan semua ini. Ferro menutup berkasnya dan meregangkan tangan. Ferro mengingat Karina, wanita itu menikah dengan pria lain dan tidak di restui keluarganya. Pembicaraannya dengan Aksa suami dari Karina. Ferro tersadar. Kalau dirinya tidak memiliki keberanian seperti mereka, dia tetap menjadi anak yang penurut kepada orang tuanya. Seseorang masuk ke dalam ruangannya membawa beberapa berkas lagi, membuat Ferro menghela napas. Pekerjaannya sang
Aksa telah masuk ke dalam apartemen Amanda. Amanda membuatkan coffe untuk Aksa, Coffe Latte dengan Cream kesukaannya. Aksa melihat coffe itu dan terdiam, suasana kembali hening. Amanda meremas jari-jarinya. Karena dia tidak pernah menyangka berita batalnya pernikahaan Amanda dan Randi sudah tersebar luas. "Kenapa kamu diam? Aku bertanya padamu, apa berita yang aku dengar itu benar. Kamu membatalkan pernikahanmu?" Aksa bertanya sambil menatap lekat ke arah Amanda yang masih meremas jarinya, Amanda berusaha untuk tidak menatap mata Aksa dan memalingkan wajahnya dari Aksa “Dari mana kamu mendengar berita itu?” Amanda balik bertanya. “Apa berita yang aku dengar itu benar?”
Tn. Rama memandang ke arah anak buahnya, dengan tatapannya dia ingin menanyakan kebenaran dari info yang di bawa anak buahnya itu. “Jadi, dulu putranya Anggara pernah batal menikah. Siapa wanita yang menjadi mantannya putra Anggara?” Anak buahnya memberikan amplop coklat. Tn. Rama segera membuat isi amplop coklat itu dan melihat beberapa foto yang berhasil di dapatkan. Tn. Rama dengan seksama melihat wanita yang berada di dalam foto itu. “Dia, bukankah wanita ini adalah model yang banyak diberitakan karena akan segera menikah dengan aktor terkenal?” tanya Tn. Rama, kepalanya mendongak kearah anak buahnya yang berdiri didepan meja kerjanya. “Iya tuan, walaupun merek
Karina terbangun dari tidurnya yang panjang, terdengar suara alarm dari ponselnya berdering keras memekakkan telinganya. Karina perlahan membuka matanya, dia meraba-raba meja nakas dekat tempat tidur di mana ponselnya di letakkan. Setelah mendapatkan ponselnya, Karina mematikan alarm. Dia melihat jam di ponsel menunjukkan pukul 7 pagi. Cahaya matahari sudah masuk kedalam kamar dari celah gorden. Karina menggerakkan badannya, namun tertahan sesuatu. Dia melihat tangan melingkar memeluk perutnya. Karina menoleh kesamping, di sana Aksa masih tertidur dengan pulas sambil memeluknya. Karina membalikkan badan yang tadinya berbaring membelakangi Aksa kini menghadap kearahnya. Karina menatap wajah Aksa yang tertidur, setelah mengatakan rahasia yang tidak ingin dia bicarakan lagi membuatnya menangis semalam kemarin. Aksa dengan setia mendengarkan membuatnya merasa lebih baik. Karina tersenyum. K
Sena berada di dalam kamarnya, dia baru saja mendengarkan voice mail dari Karina. Sena menghela nafas. Dia masih tidak mau menerima telphone dari sahabatnya itu, karena dia masih kesal dengan Karina. Sena keluar dari kamarnya. Dia melihat bibinya sedang menyiapkan makan malam, Sena berjalan menuju sofa di ruang tengah. Sena memang tinggal dengan bibinya, kedua orang tuanya sudah meninggal saat Sena masih kecil. Melihat wajah Sena yang selalu murung, bibinya berjalan menghampiri setelah selesai menyiapkan makan malam. “Masih marahan dengan Karina?” tanya bibinya yang bernama Winda. Sena melihat ke arah bibinya itu. Sena kembali menghela nafas. “Iya bi, aku masih kesal padanya. Aku yang dibawa-bawa dalam masalahnya itu, hubunganku dengan Nando juga kena imbasnya,” kata Sena dengan