Karina berdiri di depan cermin, menatap dirinya yang kini kembali mengenakan gaun pengantin. Sesaat ia termenung. Perasaan ini kembali memasuki relung hatinya yang terdalam, perasaan ragu yang begitu membumbung tinggi. Haruskah ia menikah, menikah dengan pria yang baru beberapa minggu ia mengenalnya. Semudah itu kah ia menjatuhkan pilihan. Ia menghembuskan napas kasar, sedari tadi ia tidak bisa bernafas normal disela detak jantung yang terus menerus bertalu tidak henti seakan membuat dirinya akan menyesali keputusannya ini.
Seseorang masuk ke dalam ruangan yang hanya di isi olehnya, orang itu tersenyum dan berjalan menghampiri Karina yang masih berada di depan cermin. Orang itu berdiri di sampingnya, mereka tampak begitu serasi. Orang yang tidak lain adalah Aksa, tubuh pria itu berbalut jas putih. Ia tampak sangat tampan.
“Aku tidak pernah mengira akan menikah seperti ini, aku bertemu pertama kali denganmu memakai gaun ini...” Karina tersenyum sambil menoleh kearah Aksa yang berada di sampingnya.
“Sepertinya sejak awal kita bertemu, kita memang ditakdirkan untuk bersama...” Aksa menatapnya lekat. Karina hanya terdiam mematung, menatap mata sendu dan hangat milik pria di hadapannya.
“Sepertinya memang begitu...” sahut Karina. Aksa memegang pundaknya, membuat tubuh Karina menghadap ke arahnya. Mereka saling berpandangan sejenak.
“Aku punya sesuatu untuk kuberikan padamu,” kata Aksa membuat Karina menatapnya bingung. Ia merogoh saku jasnya dan mengeluarkan sesuatu yang berkilauan. Sebuah gelang putih dengan beberapa taburan berlian berkilauan. Ia memperlihatkan gelang itu padanya. Karina seakan mengenal gelang itu.
“Ini...” gumam Karina sambil berusaha mengingat.
“Mungkin kamu tidak mengingatnya, tapi ini adalah gelangmu...”
Karina memutar ingatan di otaknya. Sesaat ia termenung sambil menatap Aksa yang berada di hadapannya memandangnya dengan tatapan penuh. Seketika sebuah bayangan akan ingatan masa lalu muncul begitu saja.
“Sedang apa kamu di sini?” tanya seorang anak laki-laki yang menghampirinya, saat itu Karina tersesat dihutan. Saat ia mengejar kupu-kupu kuning, tanpa sadar ia meninggalkan villa keluarganya dan masuk ke hutan. Saat itu usia Karina baru tujuh tahun.
Karina menghapus airmatanya, “aku tidak tahu jalan pulang...” sahutnya sambil terisak.
“Aku akan mengantarmu pulang, rumahmu di mana?”
Karina menggelengkan kepala pelan. Ia tersesat dan tidak tahu harus mencari villa milik keluarganya di mana. Anak laki-laki yang tidak lain adalah Aksa menghela napas, saat itu Aksa berumur delapan tahun. Ia mengulurkan tangan kearah Karina, dengan ragu gadis itu meraih tangannya. Aksa membantu Karina ke luar dari hutan dan membawanya pulang.
“Bagaimana bisa kamu tersesat?”
“Aku sedang bermain di halaman belakang, tiba-tiba ada kupu-kupu yang sangat cantik. Aku mengikutinya dan tanpa sadar masuk ke dalam hutan,” sahutnya.
Aksa mengangguk tanda mengerti, setengah jam mereka berjalan untuk mencari keberadaan rumah Karina. Gadis itu sama sekali tidak bisa mengingat di mana rumahnya.
“Kamu benar-benar tidak ingat di mana rumahmu?” tanya Aksa memandang ke arah Karina yang tampak bingung sambil menggelengkan kepala pelan.
Kembali Aksa menghembuskan napas kasar, mereka sudah berjalan lama. Namun, gadis itu benar-benar tidak ingat di mana rumahnya. Sudah beberapa villa yang mereka singgahi. Karina selalu menggeleng dan mengatakan itu bukan villa-nya. Ia hampir menyerah menemukan villa Karina.
“Bagaimana sekarang?” tanya Aksa. Karina hanya terdiam.
“Tidak tahu,” jawabnya lemas. Saat keduanya sedang kebingungan dari kejauhan dua orang yang mengenal Karina memicingkan mata untuk melihatnya lebih jelas.
“Nona Karina...” teriak seorang wanita yang berjalan menghambur ke arahnya. ia memegang kedua pundak Karina dan menatapnya dengan cemas. “Kami mencari nona kemana-mana, kami khawatir nona tiba-tiba menghilang...”
“Maaf bi...” gumam Karina menyesal.
“Tidak apa-apa, syukurlah nona baik-baik saja, lebih baik sekarang kita pulang. Nyonya dan Tuan benar-benar mencemaskan nona... ayo...” ia menuntun Karina dan membawanya pergi. Aksa terdiam mematung, bahkan gadis itu tidak mengatakan apapun padanya dan pergi begitu saja. Sesaat Karina menoleh ke belakang dan melihat Aksa yang hendak berbalik pergi.
“Tunggu...” teriak Karina, ia melepaskan tangannya yang dipegang pelayan rumahnya. Dengan berlari kecil ia menghampiri Aksa. “Ini...” Karina memberikan gelang yang dipakainya pada Aksa. Ia tersenyum dan kembali pada pelayannya, mereka berjalan menjauh dari Aksa. Ia menatap Karina yang mulai menghilang di kejauhan dengan tatapan bingung. Untuk apa gadis itu memberinya sebuah gelang. Gelang yang cocok dipakai untuk anak perempuan. Apakah dia memintanya untuk memakai gelang itu? dengan tersenyum geli, ia memasukkan gelang itu dan bergumam, “anggap saja ini sebagai bayaran untukku karena telah menolongnya, tapi lebih baik dia mengatakan ‘terimakasih’...”
Karina terdiam mematung. Ia masih menatap lekat Aksa yang juga memandang kearahnya. “Jadi, kamu anak laki-laki itu...” tunjuk Karina membuat Aksa gemas, ia menurunkan telunjuk yang mengarah padanya.
“Waktu itu aku heran, kenapa kamu memberiku gelang ini? dari pada mengatakan kata terimakasih...”
“Ah... itu, gelang itu sebagai ucapan terimakasihku...”
“Apakah aku seorang pengemis yang membutuhkan uang?”
“Tidak... aku benar-benar memberikan gelang itu sebagai tanda terimakasih.”
Aksa mengangguk pelan. “Baiklah, aku mengerti. Aku akan menganggap itu sebagai tanda terimakasih. Tapi...”
Karina mendongakkan kepalanya menatap kearah Aksa menunggu pria itu menyelesaikan ucapannya.
“Tapi... gelang ini juga sebagai jembatan masa depanku denganmu...”
Karina mengerutkan kening tidak mengerti. Ia mengenakan kembali gelang itu ke lengan Karina. Saat ia kecil dulu, gelang itu terlalu longgar. Sekarang gelang miliknya itu sangat pas ditangannya. Aksa mengecup singkat kening Karina, membuat gadis itu tampak canggung. Sesaat mereka saling berpandangan dalam diam, Aksa meraih tubuh Karina ke dalam pelukkannya sambil tersenyum bahagia.
***
Tn. Rama duduk di hadapan tiga orang yang menunduk takut dan duduk dengan tidak nyaman. Sesekali mereka menghela napas. Tn. Rama mengetuk-ngetuk jarinya pada penyangga kursi. Ia melirik ke arah orang-orang yang terdiam.
“Aku tidak akan membiarkan putriku menikah dengan pria itu, anak dari keluarga Anggara. Kalau sampai itu terjadi, lebih baik aku membunuh putriku...” kata Tn. Rama dengan mata menyalak marah.
“Sayang, apa yang kamu bicarakan? Kamu ingin membunuh Karina. Tidak boleh... kalau kamu mau melakukan hal itu, kamu juga harus membunuhku lebih dulu...” teriak Ny. Arta yang menahan kesal. Kenapa suaminya begitu keras kepala? Sebegitu dendamkah suaminya itu pada keluarga Anggara Dendam yang tidak akan mungkin hilang begitu saja.
“Kalau begitu, bagaimana caranya batalkan pernikahan mereka. Aku mengandalkanmu Sena...” ujar Tn. Rama membuat Sena mengepalkan kedua tangannya erat.
“Paman...” Nando merasa bersalah membawa pacarnya dalam masalah keluarga. Tn. Rama memanfaatkan Sena sebagai sahabat Karina, hanya dia yang bisa membujuk Karina. walaupun terkadang Sena juga susah untuk membujuk Karina.
Sena menghela napas, “Aku mengerti paman, aku akan melakukannya sebisaku...” sahut Sena dengan bibir bergetar. Nando meraih tangan Sena dan menggenggamnya erat.
“Aku mengandalkanmu, kalau kamu tidak bisa membawanya. Aku tidak tahu apa yang akan aku lakukan pada anak itu...” ujar Tn. Rama seraya bangkit dari sofa dan berjalan masuk ke dalam kamarnya.
“Sayang...” lirih Ny. Arta cemas, ia memandang ke arah Sena. “Kamu harus bisa membawa Karina dan membatalkan pernikahan itu. Aku tidak ingin terjadi apa-apa pada putriku. Aku mohon padamu Sena, bawa Karina kembali...” kata Ny. Arta dengan penuh pengharapan. Sena mengangguk dengan penuh tekanan.
Setelah keluar dari rumah keluarga Karina, Sena terdiam di dalam mobil Nando. Pria itu menatapnya khawatir. Ia meraih tangan Sena yang begitu dingin, “Sena, kamu tidak apa-apa?”
Sena mengangguk kecil.
Nando menghembuskan nafas pelan, ia menatap kekasihnya itu. Ia tahu Sena begitu tertekan dengan apa yang dipinta Tn. Rama dan Ny. Arta padanya. Tidak mudah untuk membatalkan pernikahan Karina. Beberapa kali Sena menarik napas. Ia memalingkan wajah menatap ke arah Nando yang memandangnya.
“Apa yang harus aku lakukan kak? kalau aku tidak bisa membatalkan pernikahan itu? apa Tn. Rama akan mencelakai Karina?” tanya Sena dengan mata berkaca-kaca.
Nando menggelengkan kepalanya pelan, “aku tidak tahu, tapi mungkin saja itu hanya gertakan. Tidak mungkin pamanku dengan tega membunuh putrinya sendiri.”
“Tetap saja aku takut, apa yang akan terjadi pada Karina. Kenapa masalah ini semakin besar, setelah dia kabur dari pernikahannya dan sekarang dia akan menikah dengan pria yang merupakan anak musuh ayahnya. Dia benar-benar sudah gila,” Sena memegang kepalanya yang terasa sangat pusing.
“Lebih baik kita pergi ke tempat di mana Karina akan menikah, kita pikirkan sama-sama jalan keluar terbaik untuk masalah ini...” ujar Nando yang langsung mendapatkan anggukkan setuju dari Sena. ia menyalakan mesin mobil dan mulai melajukan mobilnya ke luar dari halaman rumah Karina.
.
.
.
Bersambung
Di apartement Amanda. Gadis itu tengah duduk kursi meja rias. Ia termenung menatap dirinya yang telah siap mengenakan dress sederhana berwarna hijau muda dengan riasan wajah minimalis. Sejenak ia menarik nafas dan menghembuskannya pelan untuk menetralkan detak jantungnya yang bertalu cepat. ini pertama kalinya ia bertemu dengan pria yang dulu dicintainya dan ia tinggalkan begitu saja hanya karena alasan sepele. Sebersit keraguan dihatinya. Haruskah ia datang ketempat itu, tempat dulu dirinya pernah berikrar janji. Suatu hari nanti, ia akan menikah dengan Aksa. Sesaat matanya memejam dalam. Ia membukanya kembali dan mencoba meyakinkan perasaannya. Dengan pelan ia merapihkan dress dan rambutnya. Apapun yang terjadi? Sudah saatnya ia bertemu dengan Aksa lagi setelah hari itu. Amanda beranjak dari kursi, mengambil tasnya, ia mulai melangkah keluar dari kamar dan meninggalkan apartemen tempat tinggalnya saat ini. s
Amanda terduduk di tempat tidur sambil termenung, mengingat kembali pertemuan pertamanya setelah 3 tahun dengan Aksa. Walaupun ia sudah tidak memiliki perasaan apa-apa lagi padanya. Namun entah kenapa, ia merasakan perasaan gelisah ini. Apakah mungkin perasaannya kini kembali berubah. Tangannya terpaut erat, kata-kata Aksa masih terngiang-ngiang di dalam kepalanya. Malam semakin larut, ia masih belum bergeming dari sana seakan semua pikirannya tersita untuk satu orang. Ingatannya menerawang pada kejadian tadi siang yang membuatnya terus memikirkan pria yang telah ia campakan.Amanda baru saja turun dari dalam mobil, ia menatap taman bunga didepannya. Sebuah taman bunga yang indah, tempat Aksa memberitahunya untuk bertemu. Ia menundukkan kepala sejenak, sepertinya ia begitu ragu untuk bertemu dengannya lagi. Untuk sesaat ia hanya terpaku di tempat, setelah lama merenung akhirnya ia melangkahkan kaki masuk ke dalam taman.Baru beberapa langkah, Amanda
Tn. Rama hanya mengetukkan jari pada penyangga kursi kayu yang sedang dudukinya. Semua orang berada di sana hanya bungkam, ibu Karina meremas tanganya gelisah. Putrinya sudah mengambil keputusan yang telah memecah belah keluarga ini dan semakin membuat ayahnya membenci keluarga Anggara.Sena dan Nando saling berpandangan sejenak sebelum kembali menundukkan kepala. Melihat ekspresi wajah Tn. Rama yang diliputi kekesalan. Bahkan seseorang yang ikut duduk bersama mereka. Ferro yang secara resmi telah didaftarkan sebagai suami Karina yang sah di kantor kepengurusan pernikahan. Bahkan semua orang tahu. Kalau Karina adalah istrinya karena ia sendiri yang mengumumkan itu pada khalayak publik. Ia hanya terdiam.Tn. Rama memenggang pelipisnya dengan kuat karena merasakan denyutan tak tertahan dikepalanya."Apa yang harus saya lakukan saat ini?" Pertanyaan Ferro membuat Tn. Rama memandangnya. "Apakah saya harus membatalkan pendaftaran pernikahan itu, sekarang Karina
Karina melihat kedua orang di depannya saling berpandangan, larut dengan lamunannya masing-masing. Apa ini situasi yang tidak menguntungkan untuknya. Bagaimana bisa Aksa merencanakan semua ini? Bersikeras tinggal di apartemen yang telah dibelinya dan ternyata bertetanggaan dengan mantan kekasihnya dulu. Apa Aksa berencana untuk memanas manasi mantan kekasihnya itu? Mengatakan kalau ia sudah bisa melupakan Amanda. Karina menjadi kesal, ia tidak bisa menebak apa yang ada dipikiran Aksa sekarang. Dia tahu sekarang, kenapa Aksa begitu ingin segera pindah."Ehhhmmmm..." Karina berdeham keras membuat keduanya terperanjat dan melihat ke arah Karina yang memasang muka sebal. "Sampai kapan kamu akan memandanginya," sengit Karina dengan tatapan galak pada Aksa. Ia mengalihkan pandangan dan melihat Amanda. Karina menarik Senyum."Maafkan suamiku, dia benar-benar tidak sopan melihatmu. Wajar saja, di depannya ada seorang model terkenal yang sangat cantik. Siapa yang tidak terpeson
Karina dan Aksa pulang ke Apartemen. Aksa menenteng tas belanjaan yang banyak, sedangkan Karina menggandeng tangan suaminya. Tiba di lantai 10, keduanya berpapasan dengan Randi yang akan masuk kedalam lift. Randi terkejut melihat Aksa. Mereka berdua saling berpandangan, sebelum akhirnya Karina dan Aksa keluar dari lift dan Randi masuk ke dalam lift. Sebelum pintu lift tertutup, Randi melihat keduanya masuk ke apartemen yang bersebrangan dengan apartemen Amanda. Sekarang Randi tahu, keraguan seperti apa yang didapatkan Amanda. Karena mantan kekasihnya tinggal di sebrang apartemennya. Aksa dan Karina masuk ke dalam apartemen. Karina masih ada yang janggal melihat Aksa dan Randi berpapasan tadi di lift. Aksa meletakkan belanjaannya di meja bar. Mulai mengeluarkan beberapa makanan dari dalam kantung.
Sena berada di dalam kamarnya, dia baru saja mendengarkan voice mail dari Karina. Sena menghela nafas. Dia masih tidak mau menerima telphone dari sahabatnya itu, karena dia masih kesal dengan Karina. Sena keluar dari kamarnya. Dia melihat bibinya sedang menyiapkan makan malam, Sena berjalan menuju sofa di ruang tengah. Sena memang tinggal dengan bibinya, kedua orang tuanya sudah meninggal saat Sena masih kecil. Melihat wajah Sena yang selalu murung, bibinya berjalan menghampiri setelah selesai menyiapkan makan malam. “Masih marahan dengan Karina?” tanya bibinya yang bernama Winda. Sena melihat ke arah bibinya itu. Sena kembali menghela nafas. “Iya bi, aku masih kesal padanya. Aku yang dibawa-bawa dalam masalahnya itu, hubunganku dengan Nando juga kena imbasnya,” kata Sena dengan
Karina terbangun dari tidurnya yang panjang, terdengar suara alarm dari ponselnya berdering keras memekakkan telinganya. Karina perlahan membuka matanya, dia meraba-raba meja nakas dekat tempat tidur di mana ponselnya di letakkan. Setelah mendapatkan ponselnya, Karina mematikan alarm. Dia melihat jam di ponsel menunjukkan pukul 7 pagi. Cahaya matahari sudah masuk kedalam kamar dari celah gorden. Karina menggerakkan badannya, namun tertahan sesuatu. Dia melihat tangan melingkar memeluk perutnya. Karina menoleh kesamping, di sana Aksa masih tertidur dengan pulas sambil memeluknya. Karina membalikkan badan yang tadinya berbaring membelakangi Aksa kini menghadap kearahnya. Karina menatap wajah Aksa yang tertidur, setelah mengatakan rahasia yang tidak ingin dia bicarakan lagi membuatnya menangis semalam kemarin. Aksa dengan setia mendengarkan membuatnya merasa lebih baik. Karina tersenyum. K
Tn. Rama memandang ke arah anak buahnya, dengan tatapannya dia ingin menanyakan kebenaran dari info yang di bawa anak buahnya itu. “Jadi, dulu putranya Anggara pernah batal menikah. Siapa wanita yang menjadi mantannya putra Anggara?” Anak buahnya memberikan amplop coklat. Tn. Rama segera membuat isi amplop coklat itu dan melihat beberapa foto yang berhasil di dapatkan. Tn. Rama dengan seksama melihat wanita yang berada di dalam foto itu. “Dia, bukankah wanita ini adalah model yang banyak diberitakan karena akan segera menikah dengan aktor terkenal?” tanya Tn. Rama, kepalanya mendongak kearah anak buahnya yang berdiri didepan meja kerjanya. “Iya tuan, walaupun merek
Ciuman mereka masih berlanjut, Aksa tidak melepaskan ciumannya dan membawa Karina ke kamar mereka. Aksa juga mengangkat tubuh Karina dan mendudukkannya di buffet yang tidak terlalu tinggi agar dia bisa dengan leluasa mencium Karina. Tangan Karina memeluk leher Aksa, jari-jari tangannya meremas rambut Aksa. Menahan gejolak gairah yang di dapatkan dari ciuman panas nan basah dengan bercampurnya air liur mereka. Tangan Aksa yang tadinya mengelus punggung Karina, berpindah mengelus paha Karina yang terekpos merasakan sentuhan yang membuat tubuhnya menggelinjang sampai membuat perutnya geli. Karina refleks menjauhkan kepalanya membuat ciuman mereka terlepas. Keduanya saling mengambil napas dengan terengah. Mata keduanya bertemu. Aksa masih mengelus paha Karina, sentuhannya semakin masuk kedalam kimono yang di kenakan Karina. Handuk Kimono itu terbuka memperlihatkan belahan dada Karina walaupun tidak sepenuhnya terbuka. Karina merasakan tubuhnya berkeringat dan kepanasan. Aksa yang melihat
Malam itu, di rumah keluarga Karina. Tn. Rama tersenyum saat mendengar berita bahkan Karina mengunjungi Ferro di kantornya siang tadi. Bahkan berita itu juga sudah masuk berita televisi. Salah seorang pelayannya memberitahukan kedatangan seseorang yang telah di tunggunya. Siapa lagi kalau bukan menantu kesayangannya. Walaupun Karina tidak pernah serumah dengan pria yang tidak lain adalah Ferro. “Aku harus menyambut menantu kesayanganku,” gumamnya setelah diberitahukan kedatangan Ferro atas panggilannya untuk mampir ke rumah. Ny. Arta yang duduk disana hanya diam, melihat wajah suaminya yang begitu semuringah bahagia. Dia merasa kasihan dengan putrinya dan juga suaminya yang terlalu mementingkan egonya. Ferro memasuki ruang keluarga. Dia tersenyum dan menyalami keduanya. Mereka duduk bertiga, sampai Nando datang dan mereka menjadi berempat di ruangan itu. Nando juga sudah mendengar berita itu, kalau Karina tiba-tiba datang ke kantor Ferro.
Karina diam di dalam mobil Ferro. Ferro beberapa kali melirik ke arah Karina saat sedang menyetir, bahkan saat mereka berada di lampu merah. Karina tetap diam, melihat kediaman Karina. Ferro menyadari mungkin karena kejadian tadi. Mood Karina menjadi tidak baik. Saat akan membuka suara, Karina lebih dulu berucap, “aku turun disini.” “Oh kamu sudah sampai rumahmu ya?” tanya Ferro. Karina tidak menjawab, Ferro menepikan mobilnya. Mobil telah berhenti dan Karina keluar begitu saja tanpa mengatakan apa-apa. Dari dalam mobil Ferro hanya bisa melihat punggung Karina yang perlahan menghilang di belokan jalan. Karina berjalan sendiri menuju taman yang ada di dekat sana. Dia duduk di salah satu kursi yang ada disan
Aksa yang berada di kantor sedang bekerja dengan laptopnya merasakan sesuatu yang tidak mengenakan, perasaannya gelisah. Saat melihat wajah Karina sebelum berangkat kerja setelah mereka di kunjungi sahabatnya itu. Wajah Karina berubah dingin kembali, dia bahkan tidak berbicara lagi dengannya. Membuat Aksa semakin khawatir, dia berusaha menghubungi Karina. Namun panggilannya tidak pernah di angkat, dia tahu Karina pasti kecewa padanya. Terlebih saat memergoki dirinya keluar dari apartemen Amanda. Istrinya itu tidak ingin mendengarkan penjelasan darinya. Seseorang mengetuk pintu dari luar ruangannya, setelah di ijinkan masuk. Orang yang tidak lain Dewi. Sekertaris sekaligus asistennya itu datang membawa beberapa berkas untuk di periksa Aksa. Aksa menerima berkas itu, m
Ferro berada di kantornya, dia tidak fokus untuk bekerja. Masalah pernikahannya yang batal, karena mempelai wanita kabur ditambah setelahnya, orang tua wanita itu memintanya mendaftarkan pernikahan di catatan sipil lalu mempublikasikannya. Sampai teman-temannya bertanya ada apa sebenarnya. Padahal waktu itu pernikahan di batalkan. Kalau tidak karena paksaan keluarganya, dia tidak akan mau melakukan semua ini. Ferro menutup berkasnya dan meregangkan tangan. Ferro mengingat Karina, wanita itu menikah dengan pria lain dan tidak di restui keluarganya. Pembicaraannya dengan Aksa suami dari Karina. Ferro tersadar. Kalau dirinya tidak memiliki keberanian seperti mereka, dia tetap menjadi anak yang penurut kepada orang tuanya. Seseorang masuk ke dalam ruangannya membawa beberapa berkas lagi, membuat Ferro menghela napas. Pekerjaannya sang
Aksa telah masuk ke dalam apartemen Amanda. Amanda membuatkan coffe untuk Aksa, Coffe Latte dengan Cream kesukaannya. Aksa melihat coffe itu dan terdiam, suasana kembali hening. Amanda meremas jari-jarinya. Karena dia tidak pernah menyangka berita batalnya pernikahaan Amanda dan Randi sudah tersebar luas. "Kenapa kamu diam? Aku bertanya padamu, apa berita yang aku dengar itu benar. Kamu membatalkan pernikahanmu?" Aksa bertanya sambil menatap lekat ke arah Amanda yang masih meremas jarinya, Amanda berusaha untuk tidak menatap mata Aksa dan memalingkan wajahnya dari Aksa “Dari mana kamu mendengar berita itu?” Amanda balik bertanya. “Apa berita yang aku dengar itu benar?”
Tn. Rama memandang ke arah anak buahnya, dengan tatapannya dia ingin menanyakan kebenaran dari info yang di bawa anak buahnya itu. “Jadi, dulu putranya Anggara pernah batal menikah. Siapa wanita yang menjadi mantannya putra Anggara?” Anak buahnya memberikan amplop coklat. Tn. Rama segera membuat isi amplop coklat itu dan melihat beberapa foto yang berhasil di dapatkan. Tn. Rama dengan seksama melihat wanita yang berada di dalam foto itu. “Dia, bukankah wanita ini adalah model yang banyak diberitakan karena akan segera menikah dengan aktor terkenal?” tanya Tn. Rama, kepalanya mendongak kearah anak buahnya yang berdiri didepan meja kerjanya. “Iya tuan, walaupun merek
Karina terbangun dari tidurnya yang panjang, terdengar suara alarm dari ponselnya berdering keras memekakkan telinganya. Karina perlahan membuka matanya, dia meraba-raba meja nakas dekat tempat tidur di mana ponselnya di letakkan. Setelah mendapatkan ponselnya, Karina mematikan alarm. Dia melihat jam di ponsel menunjukkan pukul 7 pagi. Cahaya matahari sudah masuk kedalam kamar dari celah gorden. Karina menggerakkan badannya, namun tertahan sesuatu. Dia melihat tangan melingkar memeluk perutnya. Karina menoleh kesamping, di sana Aksa masih tertidur dengan pulas sambil memeluknya. Karina membalikkan badan yang tadinya berbaring membelakangi Aksa kini menghadap kearahnya. Karina menatap wajah Aksa yang tertidur, setelah mengatakan rahasia yang tidak ingin dia bicarakan lagi membuatnya menangis semalam kemarin. Aksa dengan setia mendengarkan membuatnya merasa lebih baik. Karina tersenyum. K
Sena berada di dalam kamarnya, dia baru saja mendengarkan voice mail dari Karina. Sena menghela nafas. Dia masih tidak mau menerima telphone dari sahabatnya itu, karena dia masih kesal dengan Karina. Sena keluar dari kamarnya. Dia melihat bibinya sedang menyiapkan makan malam, Sena berjalan menuju sofa di ruang tengah. Sena memang tinggal dengan bibinya, kedua orang tuanya sudah meninggal saat Sena masih kecil. Melihat wajah Sena yang selalu murung, bibinya berjalan menghampiri setelah selesai menyiapkan makan malam. “Masih marahan dengan Karina?” tanya bibinya yang bernama Winda. Sena melihat ke arah bibinya itu. Sena kembali menghela nafas. “Iya bi, aku masih kesal padanya. Aku yang dibawa-bawa dalam masalahnya itu, hubunganku dengan Nando juga kena imbasnya,” kata Sena dengan