Karina termenung di dalam mobil Aksa yang menghadap ke arah pantai, angin semilir berhembus pelan menerpa wajahnya. Terasa begitu sejuk, sebuah senyum menghiasi bibir mungilnya. Dengan pelan ia menutup kedua matanya merasakan udara yang menyejukkan hati Karina.
“Sedang apa kamu, jangan tidur...” tegur Aksa membuat Karina membuka kembali kedua matanya. Karina menoleh dan menatap ke arah Aksa sambil merenggut kesal.
“Kenapa kamu selalu saja menghancurkan kesenanganku,” kata Karina, ia menunduk kesal. Seketika kembali ia palingkan wajahnya ke samping dan bergumam tidak jelas.
Aksa menghembuskan nafas pelan menatap kearah Karina, “kamu tetap mau ikut denganku?” tanya Aksa membuat Karina terdiam. Sedetik kemudian, ia menolehkan wajahnya ke arah Aksa.
“Kamu keberatan aku ikut denganmu?” tanya Karina menatap lekat Aksa.
“Aku akan pergi ke rumah temanku, rumah itu dihuni oleh para pria. Kamu tidak akan merasa nyaman tinggal disana,” sahut Aksa. Karina termenung dan menghembuskan napas kasar. Ia jadi serba salah, ikut dengan Aksa berarti harus hidup dengan para pria yang aneh pastinya. Sedangkan kalau tidak ikut, Karina tidak punya tempat tujuan.
“Aku akan ikut denganmu, aku memang tidak punya tempat tujuan,” ungkap Karina.
“Kamu jangan menyesal nantinya,” Aksa menghidupkan lagi mesin mobilnya dan perlahan melajukan mobilnya meninggalkan pantai. Karina beberapa kali menghela napas, semoga keputusan ini tidak berakibat fatal.
Mobil Aksa melaju dijalanan kota surabaya, Karina terdiam melihat lalu lalang kendaran yang memadati jalanan. Setengah jam perjalanan, akhirnya mobil Aksa tiba di sebuah rumah kecil bergaya modern minimalis. Aksa menghentikan kendaraannya, ia memandang Karina yang sudah menatapnya. Aksa memberi kode untuk turun, Karina ikut turun bersama Aksa. Mereka berjalan masuk ke dalam rumah itu. Saat akan menekan bel pintu, ternyata pintu rumahnya terbuka sedikit.
Aksa langsung membukanya tanpa pikir panjang. Saat pintu terbuka lebar, Aksa membelalakan kedua matanya terkejut. Seketika ia menarik tangan Karina membuat tubuh Karina merapat ketubuhnya. Dengan refleks, Aksa memeluk tubuh Karina dan membalikkan punggungnya. Menghalangi sesuatu yang melayang te pat kearah Karina. Aksa meringis kesakitan saat dirasakan sesuatu mengenai punggungnya. Karina yang berada dipelukkan Aksa hanya bisa terdiam, ia merasakan detak jantung Aksa membuat dekat jantungnya sendiri ikut berdetak tidak karuan.
“Aksa...” pekik seseorang dengan khawatir dan segera berhambur kearah Aksa yang masih diambang pintu. Aksa melepaskan pelukkannya, sesaat mereka saling berpandangan. Aksa membalikkan tubuhnya menatap kearah orang yang kini menatapnya cemas. Karina melihat sesuatu seperti darah keluar dari punggung Aksa. Karina terkesiap melihatnya dan terdiam sambil terus memandangi punggung Aksa.
“Aksa, kamu tidak apa-apa?” tanya orang itu khawatir. Aksa melihat wanita yang berdiri tidak jauh dari tempatnya berdiri. Nafasnya memburu karena marah, wanita itu yang tidak sengaja melemparkan sesuatu ke arah pintu bertepatan saat Aksa membuka pintu.
“Anita, bisakah kita bicara baik-baik. Kamu hampir membunuh orang,” bentak orang itu menatap wanita yang ternyata Anita.
“Aku tidak akan seperti ini kalau kamu tidak selingkuh,” teriaknya marah.
“Siapa yang selingkuh, aku sudah menjelaskan padamu. Wanita itu hanya seorang pengantar susu tidak lebih,” jelas orang itu mencoba memberi pengertian pada kekasihnya.
“Hanya pengantar susu, tapi kamu terus menggodanya. Bahkan bersikap manis,” teriaknya. Aksa mengeryitkan dahi heran melihat tingkah dua orang ini.
“Hentikan pertengkaran bodoh kalian, aku pusing mendengarnya. Kenapa kalian tidak berubah, kekanak-kanakan sekali,” ujar Aksa sekenanya membuat mereka terdiam. Sedangkan Anita langsung memalingkan wajahnya. Dengan hitungan detik ia menjatuhkan tubuhnya ke sofa. Orang itu menghembuskan napas lelah menatap kekasihnya, kembali ia memandang Aksa yang masih berdiri di depan pintu.
“Aku terus menelphonemu, tapi nomormu tidak aktif. Aku kira kamu tidak jadi datang kemari,” kata orang itu memandang lekat Aksa yang berada di depannya.
“Ada sedikit masalah, dan ponselku dirusak oleh seseorang,” Aksa melirik kearah Karina yang menatapnya sebal. Orang itu melihat Karina yang berdiri di belakang Aksa.
“Aksa, siapa dia?” tanya orang itu menatap Karina. “Apa dia pacarmu?” tanyanya kini tatapannya beralih pada Aksa.
“Bukan, mana mungkin dia pacarku,” sahut Aksa dengan santai membuat Karina menatapnya tajam.
“Jadi kalau dia bukan pacarmu, lalu siapa dia?” tanyanya begitu penasaran.
“Sudahlah, kamu jangan banyak bertanya. Aku lelah, setidaknya biarkan aku masuk. Kamu mau terus membuatku berdiri disini...” kesalnya, orang itu menyeringai sambil tersenyum malu.
“Iya, iya... masuk lah...” orang itu mempersilahkan Aksa masuk ke dalam rumah dengan Karina yang mengikutinya dari belakang.
***
Aksa baru melangkahkan kaki masuk ke dalam kamar yang akan ia tempati untuk tidur, baru saja ia menutup pintu dan hendak mengganti bajunya. Karina membuka pintu yang tidak Aksa kunci dengan tiba-tiba. Aksa terperanjat kaget dan melihat kearahnya.
“Apa yang kamu lakukan di sini?” tanya Aksa kesal karena Karina tiba-tiba saja membuka pintu kamarnya dengan tidak sopan.
Karina menatapnya santai, “memangnya kenapa? tidak ada yang menarik dari tubuhmu,” sahut Karina. ia membalikkan ucapan Aksa padanya saat dengan tidak sopan Aksa membuka pintu kamar hotel waktu itu di mana Karina yang hendak mengganti pakaiannya. Ia sama terkejutnya dengannya saat ini.
Aksa menghela napas mencoba sabar. Karina mendekat kearahnya. Aksa memutar tubuhnya dan kembali meneruskan aktivitasnya mengganti pakaian. Walaupun agak aneh, karena harus berganti pakaian di depan seorang gadis.
“Aku akan mengobati lukamu,” kata Karina menatap punggung Aksa yang ada luka robek kecil akibat kejadian tadi.
“Tidak perlu, lukanya akan sembuh tanpa diobati...” sahut Aksa. Karina kesal, ia menarik tangan Aksa dan dengan kuat ia mendudukkan tubuh Aksa pada tempat tidur. Kembali Aksa menghela nafas, ia terpaksa menuruti keingingan Karina.
Karina membuka kotak p3k yang dipinjam Handi, pemilik rumah ini padanya saat ia memberitahu kalau Aksa terluka. Dengan pelan, Karina mengobati luka Aksa. Walaupun lukanya tidak parah.
“Apa kamu selalu hidup seperti ini,” sindir Karina membuat Aksa yang memunggunginya mengerutkan kening tidak mengerti. “Bersikap acuh, bahkan saat dirimu sendiri terluka,” kata Karina. Ia menempelkan plester besar pada luka Aksa setelah ia mengobati lukanya dengan antiseptik. Sesaat Karina terdiam.
“Apa pedulimu, itu tidak merugikanmu kan...” sahutnya dengan santai. Ia memakai kembali baju setelah dirasa Karina selesai mengobati lukanya. “Jangan selalu mengkhawatirkan orang yang bahkan tidak kamu kenal, itu membuat orang yang kamu khawatirkan merasa tidak nyaman. Seperti aku...” Aksa beranjak dari tempat duduknya dan berjalan keluar dari kamar meninggalkan Karina. Karina terdiam merenung memikirkan perkataan Aksa barusan.
Kenapa dia harus mengkhawatirkan Aksa, bahkan orang yang ia khawatirkan sama sekali tidak nyaman dengan perlakuannya itu. Karina menghela nafas.
Malam itu, Karina membantu Anita memasak didapur menyiapkan makan malam. Di rumah itu tinggal tiga orang pria. Sekarang ditambah dengan Karina dan Aksa. Karina memperhatikan ke empat pria yang kini sedang mengobrol asik sambil bermain game. Pandangan Karina kini tertuju kearah Aksa yang begitu tertawa lepas dengan teman-temannya.
“Kalau para pria sudah berkumpul mereka berisik. Benarkan...?” tanya Anita menatap kearah Karina, Karina terperanjat dan menatap ke arah Anita.
“Iya,” sahut Karina membenarkan sambil mengangguk kecil.
“Terkadang aku kesal pada pacarku, dia lebih mementingkan temannya dibandingkan denganku. Tapi yah tidak apa, aku bisa memakluminya. Sebenarnya kamu dengan Aksa punya hubungan seperti apa?” tanya Anita menatap kearah Karina.
“Tidak ada hubungan apa-apa,” sahutnya sambil tersenyum hambar.
“Benarkah? Ini sungguh aneh, jarang aku melihat Aksa jalan dengan wanita apalagi wanita itu tidak ada hubungan apa-apa dengannya. Tadi juga sepertinya dia sangat melindungimu,” jelas Anita memandang ke arah Karina yang termenung dan melihat Aksa yang sedang bercanda dengan teman-temannya.
“Apakah itu benar-benar sangat aneh, apakah Aksa tidak pernah membawa kekasihnya pada kalian?” Karina bertanya dengan wajah penasaran.
“Pernah ada satu orang yang membuatnya hampir gila, dia pernah dicampakan seorang wanita. Wanita itu memilih pergi meninggalkannya disaat mereka akan bertunangan.”
“Bertunangan... hari itu juga seharusnya dia bertunangan, tapi...”
“... Tapi dia melarikan diri.” Anita memotong perkataan Karina. “Aku sudah tahu sifatnya, dia tidak mungkin bisa bertunangan dengan wanita lain karena dihatinya masih ada Amanda.” Anita menatap Aksa yang sedang tertawa dengan Handi, Jaki, dan juga Bino.
“Jadi itu alasannya dia menolak pertunangan?”
“Aku heran, kenapa dia mau menunggu wanita yang jelas-jelas sudah mencampakannya,” Anita merasa tidak mengerti dengan sikap Aksa. Apakah pria itu begitu mencintai wanitanya dulu sampai dia rela menunggu dan bersabar karena yakin suatu hari nanti wanita itu akan kembali padanya.
Karina ikut memandang ke arah Aksa, tanpa ia duga. Aksa menoleh padanya membuat Karina terkesiap dan seketika menundukkan kepalanya malu.
“Ada apa dengan wanita itu? sepertinya dia menyukaimu?” temannya Bino berkomentar.
Aksa hanya tersenyum, “biarkan saja,” ia berucap acuh, tidak pernah terpikirkan dalam hidupnya akan menyukai wanita seperti Karina.
“Kamu juga lebih terbuka sekarang, biasanya kamu tidak akan peduli pada seorang wanita. Kamu akan memilih untuk menjauhi mereka kalau ada yang mendekatimu, tapi apa sekarang, kamu membawanya kemari,” heran Jaki menatap ke arah Aksa yang baru saja menghela nafasnya.
Aksa menjawab dengan menggendikkan bahu, ia benar-benar tidak tahu apa yang terjadi padanya. Kenapa dia begitu peduli pada wanita itu, padahal ia merasa tidak mengenal wanita itu. Aksa kembali melihat ke arah Karina yang sedang sibuk menyiapkan makan malam bersama Anita.
Bino memindahkan chanel televisi, sebuah wawancara eksklusif dengan seorang anak konglomerat terkenal Group HJ, Ferro Aryadi Kanzaro.
“Bukankah anda sudah menikah, kenapa istri anda tidak ikut menemani wawancara ini. Apakah dia terlalu pemalu?” tanya pembawa acara talk show tersebut.
“Bukan pemalu, tapi dia sedang marah padaku. Padahal baru kemarin kami menikah, tapi dia sudah pergi meninggalkan rumah,” jawab Ferro pada pembawa acara itu.
“Meninggalkan rumah,” pembawa acara tersebut begitu terkejut, penonton yang mendengarkan ikut terkejut. “Kenapa dia marah padamu?”
“Ini mengenai bulan madu kami,” Ferro terkekeh kecil dengan wajah malu.
“Ohhh saya bisa memakluminya,” pembawa acara itu mengangguk mengerti.
“Kekanak-kanakan, masa hanya karena bulan madu. Dia ditinggal istrinya,” Handi mencibir. “Itulah wanita,” ia melirik kearah Anita yang sedang serius dengan Karina memasak makan malam mereka.
Mereka berempat kembali focus pada layar televisi, sedangkan Aksa ia memilih membaca buku.
“Apakah ada pesan untuk istri anda, semoga saja saat ini ia sedang melihat acara kita,” kata pembaca acara tersebut pada Ferro. Ferro berdehem sejenak dan menatap kearah kamera.
“Karina Rosallia...” sapanya.
Karina yang mendengar namanya disebut, mendongakkan kepala kearah televisi. Aksa yang mendengarnya ikut melihat kelayar.
“Aku tahu kamu begitu marah padaku, tapi bisakah kamu pulang. Aku sangat merindukanmu,” kata Ferro mengungkapkan perasaannya.
“Manisnya, Nyonya Karina. kamu tidak melihat begitu suamimu merindukan belaianmu. Pulang lah...” pembawa acara itu membantu Ferro yang membuat seisi studio tertawa, sedangkan Ferro hanya tersenyum kecil.
Semua mata kini memandang ke arah Karina yang tatapannya tidak lepas dari televisi yang tengah ia tonton saat ini. Aksa ikut memandangnya, Karina mengalihkan pandangan dan melihat ke arah Aksa yang menatapnya santai. Tidak seperti ketiga temannya dan juga Anita yang begitu terkejut.
“Aksa, jangan katakan kamu membawa kabur istri orang,” Bino begitu tidak percaya menatap ke arah sahabatnya. Aksa hanya terdiam dan masih melihat ke arah Karina yang berdiri mematung. Ia juga shock mendengar wawancara Ferro ditelevisi. Ia merasa tidak pernah menikah dengannya, tapi kenapa pria itu bisa mengatakan hal semacam itu ditelevisi. Apakah semua ini rencana ayahnya untuk membuat Karina kembali. Tanpa ia sadari tangannya sudah terkepal kuat.
Bersambung
Karina dengan gelisah menggigiti kukunya, tangan satunya memegang gagang telphone. Dari raut wajahnya gadis itu kini tengah sedang cemas, sesekali ia melirik kearah belakang dimana kelima orang itu memandangnya dengan tatapan tidak biasa. Karina harus menghela napas panjang kala melihat tatapan dari mereka. Terlebih lagi tatapan dari Aksa, setelah berita itu. Anita menanyakan masalah itu padanya, jelas saja ia bingung harus menjawab apa. ia merasa tidak pernah menikah dengan pria yang bernama Ferro, tapi kenapa pria itu dengan beraninya mengatakan hal itu di media. Karina dengan tidak sabar menunggu seseorang mengangkat telphonenya. “Hallo...” sapa seseorang di sebrang sana. “Sena, apa maksud semua ini? Kenapa pria itu mengaku sebagai suamiku, sebenarnya apa yang ayahku lakukan. Apakah ini salah satu rencana ayah untuk
Tn. Anggara memandang tajam ke arah dua wanita yang duduk didepannya. Mereka hanya bisa menghela nafas. Tn. Anggara mendesah. “Apa yang akan kalian jelaskan padaku? Setelah anak itu lari dari acara pertunangan dan aku mendapatkan kabar yang tidak mengenakkan. Bagaimana bisa dia bersama dengan putri dari Rama Handoko...” “Ayah... sepertinya mungkin itu hanya kesalahpahaman.” Renita mencoba menenangkan ayahnya. “Kesalahpahaman seperti apa?” “Sayang, tenang lah. Aksa tidak mungkin melakukan hal itu?” “Melakukan apa?” Tn. Anggara memandang istrinya lekat.&n
Di hotel mewah. Tepatnya di Aula lantai bawah Candy’s Hotel. Tengah diadakan acara pertunangan, di mana para tamu undangan yang menghadari acara itu sebagian besar dihadiri artis dan aktor ternama, juga beberapa tamu penting lainnya yang menghadiri acara besar itu. Seorang gadis yang mengenakan gaun panjang berwarna crem keemasan, dengan rambut di sanggul kecil. Punggung putih dan mulusnya terekpose. Riasan wajahnya juga cukup baik, tampak sangat cantik untuk seorang model terkenal. Ia menyapa semua tamu dengan tersenyum ramah. Ini adalah acara pertunangannya sebelum melangkah ke pelaminan bulan depan. Hanya beberapa tamu yang diundang, tidak terlalu banyak. Wartawan juga tidak banyak yang diundang hanya beberapa. Tunangannya juga menyapa beberapa teman lama, musik slow mengalun memenuhi ruangan. Acara pun dimulai, setelah panyambutan, tukar cincin, menuangkan minuman pada gelas-gelas yang disusun rapi diatas meja. Para tamu bisa menikmati makanan yang tersaji.“A
Aksa dan Karina berada disebuah kafe, dihadapannya seorang pria duduk dengan tenang memandang mereka. Kedua pria itu tanpa sepengetahuan Karina saling berpandangan, sesaat terjadi perang dingin diantara mereka. Sedangkan sedari tadi, Karina tatapannya tidak lepas dari Aksa yang tidak menghiraukannya. Namun tangannya terpaut erat. Seakan tidak ingin melepaskan tangan gadis itu.Di dalam benaknya, Karina sedang berpikir. Sebenarnya apa yang diinginkan pria ini? menciumnya didepan semua orang, bahkan di hadapan suami sahnya di mata negara.“Aku tidak ingin mengatakan hal ini, tapi aku ingin kamu bercerai dengannya.”Perkataan yang dilontarkan Aksa, membuat Karina membulatkan kedua matanya terkejut. Pria yang berada di hadapan mereka hanya tersenyum simpul, ia merasa lucu dengan keadaan ini.“Kenapa aku harus melakukannya? Apa hakmu menyuruhku menceraikan istriku?”Aksa mengangkat tangannya yang menggenggam erat tangan Karina.
Aksa berbicara dengan santai di telphone sambil berjalan pulang kerumah Handi. Sesekali sesungging senyum tersuguh di bibir tebalnya, ini ada pertama kalinya ia kembali mendengar suara lembut dari wanita yang selalu dirindukannya. Pembicaraan itu cukup singkat, ia pun mengakhiri telphonenya dan seketika raut wajahnya berubah. Tersimpan kekesalan dan juga kemarahan akan merasa dibohongi. Saat baru menyusupkan ponsel dalam jas-nya. Di kejauhan ia melihat Karina sedang terduduk sambil menutup kedua matanya. Entah apa yang dilakukan gadis itu, Aksa berjalan menghampirinya dan kini ia berada tepat di hadapan Karina yang matanya masih terpejam. Ia tersenyum simpul melihat kerutan didahi gadis itu. “Menyebalkan, Aksa... aku akan membunuhmu.” Teriaknya, membuat beberapa orang yang sedang berjalan-jalan dan juga Aksa yang memandangnya terkesiap. Karina meraba bibirnya pelan, matanya masih terpejam. “C
"Ayah..." gumam Karina terkejut melihat ayahnya berada di rumah Handi dan memandangnya dengan tatapan marah. Matanya semakin berkilat penuh benci melihat kemesraan anaknya dengan anak dari orang yang ia benci."Apakah karena ini kamu kabur dari pernikahanmu, karena pria ini," geram Tn. Rama memandang putrinya. ia benar-benar murka. Kenapa putrinya harus memilih bersama dengan pria yang merupakan anak dari orang yang sangat ia benci."Ayah..." Karina memandang takut sang ayah. Pria paruh baya itu berjalan mendekat kearah keduanya, tanpa disangka-sangka ia memukul keras wajah Aksa yang tidak sempat menghindar membuat tubuhnya terjatuh ke belakang. Karina terhenyak melihatnya. Orang-orang yang berada di rumah itu juga memandangnya terkejut. Aksa dengan santai bangun sambil mengelap darah yang keluar dari sudut bibirnya."Aksa, kamu tidak apa-apa?" tanya Karina, ia hendak menyentuh wajah Aksa dengan khawatir. Namun tangannya segera diraih Tn. Rama dan mencengkramnya
Di rumah Handi. Ketiga sahabat Aksa memandanginya dengan tatapan tidak percaya dan meminta sahabatnya itu menjelaskan apa yang sebenarnya dipikirkan Aksa saat ini. “Jangan menatapku seperti itu,” tegur Aksa tidak suka. “Kalau begitu jelaskan pada kami, apa kamu sudah gila ...? bagaimana bisa kamu ingin menikah dengannya?” tanya Handi. Aksa menghela napas kasar, ia memandang ketiganya. “Kamu tahu gadis itu kan, dia juga sudah memiliki suami sah. Walaupun dia mengaku belum menikah, hanya karena ayahnya mendaftarkan pernikahaannya dengan pria itu. Tapi tetap saja, statusnya adalah seorang istri. Kamu bisa dituntut karena hal ini, pikirkan baik-baik sebelum kamu meng
Karina berdiri di depan cermin, menatap dirinya yang kini kembali mengenakan gaun pengantin. Sesaat ia termenung. Perasaan ini kembali memasuki relung hatinya yang terdalam, perasaan ragu yang begitu membumbung tinggi. Haruskah ia menikah, menikah dengan pria yang baru beberapa minggu ia mengenalnya. Semudah itu kah ia menjatuhkan pilihan. Ia menghembuskan napas kasar, sedari tadi ia tidak bisa bernafas normal disela detak jantung yang terus menerus bertalu tidak henti seakan membuat dirinya akan menyesali keputusannya ini. Seseorang masuk ke dalam ruangan yang hanya di isi olehnya, orang itu tersenyum dan berjalan menghampiri Karina yang masih berada di depan cermin. Orang itu berdiri di sampingnya, mereka tampak begitu serasi. Orang yang tidak lain adalah Aksa, tubuh pria itu berbalut jas putih. Ia tampak sangat tampan. “Aku tida
Ciuman mereka masih berlanjut, Aksa tidak melepaskan ciumannya dan membawa Karina ke kamar mereka. Aksa juga mengangkat tubuh Karina dan mendudukkannya di buffet yang tidak terlalu tinggi agar dia bisa dengan leluasa mencium Karina. Tangan Karina memeluk leher Aksa, jari-jari tangannya meremas rambut Aksa. Menahan gejolak gairah yang di dapatkan dari ciuman panas nan basah dengan bercampurnya air liur mereka. Tangan Aksa yang tadinya mengelus punggung Karina, berpindah mengelus paha Karina yang terekpos merasakan sentuhan yang membuat tubuhnya menggelinjang sampai membuat perutnya geli. Karina refleks menjauhkan kepalanya membuat ciuman mereka terlepas. Keduanya saling mengambil napas dengan terengah. Mata keduanya bertemu. Aksa masih mengelus paha Karina, sentuhannya semakin masuk kedalam kimono yang di kenakan Karina. Handuk Kimono itu terbuka memperlihatkan belahan dada Karina walaupun tidak sepenuhnya terbuka. Karina merasakan tubuhnya berkeringat dan kepanasan. Aksa yang melihat
Malam itu, di rumah keluarga Karina. Tn. Rama tersenyum saat mendengar berita bahkan Karina mengunjungi Ferro di kantornya siang tadi. Bahkan berita itu juga sudah masuk berita televisi. Salah seorang pelayannya memberitahukan kedatangan seseorang yang telah di tunggunya. Siapa lagi kalau bukan menantu kesayangannya. Walaupun Karina tidak pernah serumah dengan pria yang tidak lain adalah Ferro. “Aku harus menyambut menantu kesayanganku,” gumamnya setelah diberitahukan kedatangan Ferro atas panggilannya untuk mampir ke rumah. Ny. Arta yang duduk disana hanya diam, melihat wajah suaminya yang begitu semuringah bahagia. Dia merasa kasihan dengan putrinya dan juga suaminya yang terlalu mementingkan egonya. Ferro memasuki ruang keluarga. Dia tersenyum dan menyalami keduanya. Mereka duduk bertiga, sampai Nando datang dan mereka menjadi berempat di ruangan itu. Nando juga sudah mendengar berita itu, kalau Karina tiba-tiba datang ke kantor Ferro.
Karina diam di dalam mobil Ferro. Ferro beberapa kali melirik ke arah Karina saat sedang menyetir, bahkan saat mereka berada di lampu merah. Karina tetap diam, melihat kediaman Karina. Ferro menyadari mungkin karena kejadian tadi. Mood Karina menjadi tidak baik. Saat akan membuka suara, Karina lebih dulu berucap, “aku turun disini.” “Oh kamu sudah sampai rumahmu ya?” tanya Ferro. Karina tidak menjawab, Ferro menepikan mobilnya. Mobil telah berhenti dan Karina keluar begitu saja tanpa mengatakan apa-apa. Dari dalam mobil Ferro hanya bisa melihat punggung Karina yang perlahan menghilang di belokan jalan. Karina berjalan sendiri menuju taman yang ada di dekat sana. Dia duduk di salah satu kursi yang ada disan
Aksa yang berada di kantor sedang bekerja dengan laptopnya merasakan sesuatu yang tidak mengenakan, perasaannya gelisah. Saat melihat wajah Karina sebelum berangkat kerja setelah mereka di kunjungi sahabatnya itu. Wajah Karina berubah dingin kembali, dia bahkan tidak berbicara lagi dengannya. Membuat Aksa semakin khawatir, dia berusaha menghubungi Karina. Namun panggilannya tidak pernah di angkat, dia tahu Karina pasti kecewa padanya. Terlebih saat memergoki dirinya keluar dari apartemen Amanda. Istrinya itu tidak ingin mendengarkan penjelasan darinya. Seseorang mengetuk pintu dari luar ruangannya, setelah di ijinkan masuk. Orang yang tidak lain Dewi. Sekertaris sekaligus asistennya itu datang membawa beberapa berkas untuk di periksa Aksa. Aksa menerima berkas itu, m
Ferro berada di kantornya, dia tidak fokus untuk bekerja. Masalah pernikahannya yang batal, karena mempelai wanita kabur ditambah setelahnya, orang tua wanita itu memintanya mendaftarkan pernikahan di catatan sipil lalu mempublikasikannya. Sampai teman-temannya bertanya ada apa sebenarnya. Padahal waktu itu pernikahan di batalkan. Kalau tidak karena paksaan keluarganya, dia tidak akan mau melakukan semua ini. Ferro menutup berkasnya dan meregangkan tangan. Ferro mengingat Karina, wanita itu menikah dengan pria lain dan tidak di restui keluarganya. Pembicaraannya dengan Aksa suami dari Karina. Ferro tersadar. Kalau dirinya tidak memiliki keberanian seperti mereka, dia tetap menjadi anak yang penurut kepada orang tuanya. Seseorang masuk ke dalam ruangannya membawa beberapa berkas lagi, membuat Ferro menghela napas. Pekerjaannya sang
Aksa telah masuk ke dalam apartemen Amanda. Amanda membuatkan coffe untuk Aksa, Coffe Latte dengan Cream kesukaannya. Aksa melihat coffe itu dan terdiam, suasana kembali hening. Amanda meremas jari-jarinya. Karena dia tidak pernah menyangka berita batalnya pernikahaan Amanda dan Randi sudah tersebar luas. "Kenapa kamu diam? Aku bertanya padamu, apa berita yang aku dengar itu benar. Kamu membatalkan pernikahanmu?" Aksa bertanya sambil menatap lekat ke arah Amanda yang masih meremas jarinya, Amanda berusaha untuk tidak menatap mata Aksa dan memalingkan wajahnya dari Aksa “Dari mana kamu mendengar berita itu?” Amanda balik bertanya. “Apa berita yang aku dengar itu benar?”
Tn. Rama memandang ke arah anak buahnya, dengan tatapannya dia ingin menanyakan kebenaran dari info yang di bawa anak buahnya itu. “Jadi, dulu putranya Anggara pernah batal menikah. Siapa wanita yang menjadi mantannya putra Anggara?” Anak buahnya memberikan amplop coklat. Tn. Rama segera membuat isi amplop coklat itu dan melihat beberapa foto yang berhasil di dapatkan. Tn. Rama dengan seksama melihat wanita yang berada di dalam foto itu. “Dia, bukankah wanita ini adalah model yang banyak diberitakan karena akan segera menikah dengan aktor terkenal?” tanya Tn. Rama, kepalanya mendongak kearah anak buahnya yang berdiri didepan meja kerjanya. “Iya tuan, walaupun merek
Karina terbangun dari tidurnya yang panjang, terdengar suara alarm dari ponselnya berdering keras memekakkan telinganya. Karina perlahan membuka matanya, dia meraba-raba meja nakas dekat tempat tidur di mana ponselnya di letakkan. Setelah mendapatkan ponselnya, Karina mematikan alarm. Dia melihat jam di ponsel menunjukkan pukul 7 pagi. Cahaya matahari sudah masuk kedalam kamar dari celah gorden. Karina menggerakkan badannya, namun tertahan sesuatu. Dia melihat tangan melingkar memeluk perutnya. Karina menoleh kesamping, di sana Aksa masih tertidur dengan pulas sambil memeluknya. Karina membalikkan badan yang tadinya berbaring membelakangi Aksa kini menghadap kearahnya. Karina menatap wajah Aksa yang tertidur, setelah mengatakan rahasia yang tidak ingin dia bicarakan lagi membuatnya menangis semalam kemarin. Aksa dengan setia mendengarkan membuatnya merasa lebih baik. Karina tersenyum. K
Sena berada di dalam kamarnya, dia baru saja mendengarkan voice mail dari Karina. Sena menghela nafas. Dia masih tidak mau menerima telphone dari sahabatnya itu, karena dia masih kesal dengan Karina. Sena keluar dari kamarnya. Dia melihat bibinya sedang menyiapkan makan malam, Sena berjalan menuju sofa di ruang tengah. Sena memang tinggal dengan bibinya, kedua orang tuanya sudah meninggal saat Sena masih kecil. Melihat wajah Sena yang selalu murung, bibinya berjalan menghampiri setelah selesai menyiapkan makan malam. “Masih marahan dengan Karina?” tanya bibinya yang bernama Winda. Sena melihat ke arah bibinya itu. Sena kembali menghela nafas. “Iya bi, aku masih kesal padanya. Aku yang dibawa-bawa dalam masalahnya itu, hubunganku dengan Nando juga kena imbasnya,” kata Sena dengan