Ruby istri yang setia, itu yang dikatakan Adam. Ia melakukannya untuk menyelamatkan kesejahteraan rumah tangganya!
Attar tak berhenti menunggui istrinya. Beberapa jam kemudian, keadaan istrinya membaik. Ruby meregangkan tubuhnya dengan hati-hati karena sedikit guncangan saja perutnya terasa nyeri.
Kakinya sudah bisa digerakan. “Aku ingin menemui anakku,” katanya berusaha untuk menegakkan tubuhnya untuk bersandar di dipan ranjang.
Empat hari kemudian, Ruby sudah mulai menyusui anaknya. Diperhatikannya bayi mungil yang berada dalam dekapannya. Diletakkannya ujung jarinya di dada anaknya. Jantungmu begitu teratur, Sayang, meski lahir prematur. Rasanya Mama tidak sanggup lagi melihatmu di sini. Mama ingin membawamu pulang!
Pulang. Pulang ke mana? Pulang ke apartemen? Tidak, aku tidak bisa kembali ke sana. Akan sangat menyakitkan tinggal bersama pembunuh ayahnya. Dan pertengkaran mereka yang terakhir membuatnya takut untuk berada di sana lagi. Baga
“Boleh aku menggendongnya?” tanya Attar. Istrinya mengangguk, lalu diraihnya putra mereka ke dalam dekapannya. “Cakepnya… Sudah ada nama untuk anak kita yang ganteng ini?”“Ya, Kakek yang mengusulkan. Aldrin Endra Adiwangsa, bagus kan?”“Tak ada nama keluargaku di belakangnya?”“Apakah tidak terkesan rakus, dua nama keluarga besar digabungkan dalam satu nama?” Dahi istrinya mengerut.“Aku rasa tidak ada salahnya. Jadi, Aldrin Endra Adiwangsa Hardana. Atau kita singkat saja jadi Adidana?”Ruby menggeleng. Tidak setuju. “Aku tidak sreg dengan Adidana,” katanya. “Atau… kita tidak usah memakai nama keluarga saja? Jadi Aldrin Endra, tok.”“Jangan dong.” Attar duduk di tepi ranjang istrinya. “Lagipula, apa sih arti Aldrin Endra itu? Aku baru dengar.”“Justru karena tidak pasaran aku mau memakainya. Kata
“Aku ingin kamu tidak cemburui aku lagi. Aku bukan perempuan binal yang kamu temui di jalan, kan? Jadi jangan cemburu padaku, karena aku hanya mencintai kamu, Sayang.”Baiklah.“Aku tidak yakin kamu bisa melakukannya.”Dengan berat hati Attar mengangguk. “Ada lagi?”“Aku ingin mulai sekarang kamu belajar memasak, menyetrika, dan melayani dirimu sendiri. Karena aku tidak ingin pulang.”“Loh, kenapa?”“Katakan saja ya, kalau tidak aku akan..”“Oke, oke. Lalu apa lagi?”“Aku ingin kita berpisah sementara waktu.”“Apa?” Suara Attar meninggi bagaikan decitan suara mobil. “Aku tidak mau!”“Kalau begitu aku akan meminta Mas Edo untuk mencarikanku pengacara.”“Mengapa sekejam ini padaku, Nia? Aku tidak bisa berpisah darimu. Bahkan selama kita pisah begini, aku tidak bisa berhenti
“Kamu itu bagaikan rongsokan dari sejuta rongsokan lainnya. Sementara istrimu, dia itu satu berlian dari sekian berlian langka lainnya!” Suara makian ibunya terdengar di speaker ponselnya. Tentu saja ibunya tahu mengenai pisah ranjangnya dengan istrinya. Dari siapa lagi kalau bukan manusia serba tahu, kakeknya.“Sudahlah, Ma, biarkan ini menjadi urusanku dengan Ruby,” sahut Attar jemu. Anak sendiri kok dibilang rongsokan!“Mama sudah tahu semuanya, Attar. Kamu kira, ada perempuan yang bisa berkorban sebesar istrimu? Bahkan Mama yakin, Lucy-mu itu memilih kabur daripada…”“Ma! Lucy itu sudah jadi artefak!” tegas Attar jengkel. “Bukannya bantuin anaknya, malah ngomel!”“Kamu bilang biarkan urusan ini jadi urusanmu dengan Ruby, kan?”Attar langsung menekan tombol end di ponselnya. Menyebalkan! Mengapa tidak ada yang bisa membantu dirinya untuk menyel
“Tidak.” Perceraian memang menyakitkan Attar. Tapi aku ingin menyiksanya lebih dari itu. Kalau kami bercerai, ia takkan lama menemukan penggantiku. Aku akan membuatnya merasa terhukum dengan mempertahankan pernikahan ini. “Aku memiliki rencana yang lebih baik.”Ia menemui Attar yang tengah asyik menggoda anaknya. Belum sempat ia membuka mulut untuk menyapa, suaminya sudah menyela, “Anak ini. Adem sekali, tidak rewel, tahunya sudah basah!”Ruby hanya melihat sekilas kemeja Attar yang basah. Oh, mengapa kamu seperti memiliki banyak keperibadian? Di satu sisi aku tahu kamu pria yang sangat baik, tapi di sisi lain kamu seperti kakekmu, bisa melakukan apa saja. Dan kata penyesalan hanyalah omong kosong bagimu.Seolah merenggut nyawa sudah bukan hal yang tabu bagi keluarga suaminya. Ia jadi teringat pada pengakuan Kakek Has mengenai istri Fariz yang dibunuh. Itu sedikit membuatnya menggigil. Meski ia berasal dari keluarga yang baik,
Jadi karena itu kamu menikahiku? Karena kamu mengira, aku akan pasrah saja ketika suamiku membunuh ayahku, begitu maksudmu? Nein, nein, nein! Tapi aku toh tak bisa terus-terusan begini. Bagaimanapun, dia seorang lelaki yang memiliki kebutuhan. “Aku tidak membalas dendam. Tapi aku rasa ini yang terbaik untuk kita. Apakah kamu merasa nyaman, kalau aku tidak nyaman dengan sentuhanmu?”“Kamu tidak nyaman?” Dahi suaminya berkerut. “Kamu tidak pernah memberikan kesempatan padaku untuk menyentuhmu, bagaimana kamu tahu kamu tidak akan nyaman?”“Ngg… mana kutahu? Melihatmu saja sudah membuatku sakit.”&n
Cih, cih, cih! Lagaknya, sudah kayak pengantin baru saja! Kamu kira pintu maafku akan terbuka dengan makan malam di teras belakang? Uh, jangan harap. Dasar lelaki!Karena dari awalnya sudah tak niat dengan makan malam itu, Ruby dandan seadanya saja. Mengapa dia bersemangat sekali mengundangku makan, pikirnya heran. Ingin memperbaiki hubungan kami yang sudah mendingin? Mungkin aku akan memaafkannya jika ia bersimpuh di depan makam ayahku. Barulah itu impas.Hari ini bukan hari ulang tahun suaminya maupun dirinya, tapi… Ya ampun! Baru disadarinya mengapa Attar begitu ngotot mengundangnya. Hari ini hari jadi mereka yang ketiga! Mengapa dirinya bodoh sekali, lupa dengan hari jadi mereka!Setahun yang lalu Ruby sengaja melupakannya karena perasaan marah dan kecewa itu masih ada di hatinya. Tapi sekarang, begitu melihat perhatian yang diberikan suaminya, ia tidak tega untuk mengecewakan suaminya lagi.Sudah bukan saatnya ngambek seperti ini. Ia sudah men
Ia segera menyambut suaminya di pintu depan.Begitu melihat dengan siapa suaminya pulang, nyeri di dadanya datang lagi.“Saya bisa mengurus suami saya sendiri!” Dengan gemas Ruby menarik suaminya dari rangkulan Lucy. Suaminya sempoyongan menyangga pada dirinya, dan Ruby langsung tahu, suaminya mabuk! “Kenapa sih kamu!?”Daripada disembur umpatannya, Lucy pamit. “Saya yang mengajaknya minum wine di bar langganan kami. Saya tidak tahu kalau kalian sudah menikah. Ia tidak memberitahu saya. Permisi.”Ruby memanggil Bik Minah untuk membantunya membopong suaminya ke kamar. Dilentangkannya suaminya di tempat tidur. Barangkali putranya tahu ayahnya sedang mabuk. Eda seketika menangis.Ruby merasa kepalanya pusing sekali. Masalah yang satu belum selesai, masalah yang lain datang. Segera digendongnya Eda dan ditepuk-tepuknya bagian belakang bayinya. Begitu anaknya anteng, dibaringkannya di boks bayi.
"...Dan aku mohon, jangan pernah meragukan cintaku padamu.”Bibir Ruby mulai bergetar mendengarnya. Ya ampun, seumur hidupnya, tidak pernah ada yang menatapnya seperti ini. Bibir mungkin bisa saja berdusta, tapi mata yang tengah memandanginya ini… Tiba-tiba keyakinan itu datang dengan sendirinya.Attar tidak berbohong.Dia mencintaiku, sama seperti aku mencintainya.Ia tak kuasa menahan air matanya. “Aku ingin sekali percaya padamu…” Ia menyandarkan dahinya di dada suaminya yang keras. “Tapi rasanya sulit sekali. Aku takut kamu tidak bisa mempertahankan kepercayaan dariku lagi…”“Aku tahu kesalahanku akan selalu membekas dan tidak akan hilang dari memorimu, Nia. Segebung dusta kuberikan padamu, tapi tak pernah kudustai perasaanku padamu.” Attar menyentuhkan bibirnya di kening istrinya. “Aku memang egois dan bodoh dalam tindakanku. Tidak maukah kamu memberi kesempatan pada orang bo