“Bagaimana dengan kontrak itu? Ketika kamu bilang mengenai lamaran itu, aku teringat pada kontrak itu.”
“Curse the contract. Kamu tidak akan meninggalkan suamimu yang satu ini, kan?” Attar terus mencium, menggigit, leher serta bahu istrinya. “I will never give up on you, Rubiniaku. You’re the light of my life, I love you so much. Way too much.”
“Attar, katakan dulu apa yang terjadi dengan kontrak itu.” Ruby membalikkan tubuhnya dan menatap suaminya dengan penuh tuntutan. “Apa yang kamu lakukan dengan perjanjian itu?”
“Well, aku tidak peduli dengan perjanjian itu. Kakekmu juga sudah tidak ada, bukan? Bahkan notaris yang menyaksikan perjanjian itu sudah pergi juga. Dan aku.” Attar terdiam sejenak. “Aku tidak perlu kontrak atau jaminan apa pun untuk memilikimu dan anak-anak.”
“Benarkah?”
“Mau taruhan? Sebelumnya, aku ingin tahu apakah aku masih kuat menggendongmu atau tidak.” Dengan tubuhnya yang kekar Attar ma
semoga kalian suka cerita ini
New York. Di balik gelas wine itu terlihat sepasang mata yang menatap seorang wanita cantik dengan tajam. Dengan perlahan, seorang pria yang memiliki rambut cepak, kulit yang terlalu putih untuk seorang pria dan dan wajah yang terlihat penuh keyakinan, menenggak wine-nya. “Ini mengherankan,” kata Lucy. “Kamu mengajakku ke Delmonico’s. Bukankah kamu selalu enggan mengajakku ke tempat seperti ini?” Attar menggeleng. “Kita sudah lama tidak bertemu. Lagipula, apakah aku salah mengajakmu makan malam? Atau kamu takut suamimu akan melihat kita di tempat seperti ini?” Perempuan yang memiliki rambut pirang itu tersenyum tenang. Dari awal ia bertemu dengan Attar, sekitar dua tahun lalu, ia tahu Attar memiliki sifat sarkasme yang tidak bisa dikendalikan. “Suamiku sedang di Pound Ridge, entah apa yang sedang dilakukannya. Ya, aku tahu, kamu tidak akan peduli dengan hal itu. Hanya saja ini sangat mengherankan, Sayangku, kamu mengajakku ma
Itu kebiasaan mereka. Setiap malam Sabtu, Ruby selalu menjemput Adam dan mengajak kekasihnya ke tempat yang ia mau, seperti bar, klub, atau menonton bioskop.Setelah Adam dan dirinya memakai sabuk pengaman, Ruby meluncurkan mobilnya dari Wall St ke suatu tempat yang membuat Adam kesal karena penasaran. Ruby sama sekali tidak merasa bersalah mengenai hal itu. Semakin pria itu marah, pria itu semakin terlihat seksi. Dan Ruby senang melihatnya.“Mengapa kamu senang sekali membuatku marah,” keluh Adam dengan nada pasrah. Marah pada kekasihnya hanya menghabiskan waktu. Adam tidak pernah bisa marah sekali pada Ruby, karena ia terlalu mencintai perempuan itu. “Ini sudah tengah malam, By. Apakah kamu tidak mau aku yang menyetir?”“Terima kasih, tapi aku sama sekali belum mengantuk.” Ruby menyetel lagu Far East Movement. “Bankir sepertimu harus dihibur, Adam. Kamu terlihat sangat tertekan dengan setelan formal seperti it
Ketika pelayan datang mengantarkan pesanan mereka, Ruby sama sekali tidak bersemangat untuk memakan lobster-nya. Sementara Adam memakan makanannya dengan tenang, seolah Ruby memang mengerti pada situasi yang dihadapi Adam.Duh bodoh sekali sih diriku, keluh Ruby. Adam tidak akan melamarmu, Ruby. Sekalipun iya, itu akan membutuhkan waktu yang lama sekali. Ruby pernah membaca buku agenda pria itu, dan tertulis bahwa target pria itu menikah saat adiknya lulus kuliah. Sementara adiknya saja baru lulus SMA. Ya ampun. Berapa lama lagikah itu? Tiga tahun? Empat tahun? Ruby tidak yakin ia bisa menunggu Adam selama itu.Di tengah kerisauannya, Ruby tertawa melihat sepasang kekasih yang bertengkar di depannya. Bukan pertengkaran yang anarkis. Sang pria disiram segelas wine oleh kekasihnya, dan setelah kekasih pria itu pergi, pria itu hanya tersenyum saja.Tersenyum seolah tidak terjadi apa-apa. Bahkan kelihatannya pria itu sangat senang
Ruby terpaku dengan jawaban Adam. Apa? Adam memutuskannya, di saat ia berharap penuh pada pria itu? Apa? Apa yang harus dilakukannya sekarang? Menangis, meminta Adam untuk bersamanya, dan mengatakan bahwa ia tidak keberatan untuk menjalankan hubungan mereka yang tidak berujung ini? Tidak, Ruby tidak akan melakukan itu. Sejak bertemu Adam, ia sudah memiliki mimpi dengan pria itu. Ia ingin menikah dengan seorang pekerja keras dan menjadi seorang ibu. Ya Allah. Apakah itu terlalu muluk? Kedua tangan Ruby digenggam oleh pria itu. “Aku tahu, Ruby, ini sangat berat untukmu. Tapi ini yang terbaik untuk kita, Sayang, karena aku tidak ingin kamu merasa lebih sakit daripada ini.” Mati-matian Ruby menahan air matanya agar Adam tidak melihatnya. “Aku akan pulang,” kata Ruby sambil melepaskan genggaman pria itu. Ia bangkit dari duduknya dan membuka dompetnya. Ditaruhnya seratus dolar di sana. “Terima kasih, Adam. Untuk segalanya.” Dan Ruby meninggalkan pria itu. M
Ruby enggan tinggal di New York. Satu-satunya alasan mengapa ia di sana ia ingin mewujudkan impiannya. Sekarang, Adam telah pergi. Apa yang bisa ia lakukan di sini selain menghabiskan uang keluarganya?Ia bisa pindah dari apartemennya yang berada di Brooklyn ke sebuah penthouse di Manhattan. Lalu menghabiskan uangnya dengan belanja pakaian, sepatu, dan keperluan wanita lainnya, tanpa merasa tidak enak hati karena Adam sudah tidak bersamanya lagi.Ah, Adam.Aneh sekali. Ruby memang merasa sedih, tetapi hanya sekadar itu. Ia tahu dirinya seharusnya sedih. Namun di sisi lain, ia merasa dirinya bebas. Ia bisa bebas berbelanja dan melakukan hal-hal yang menyenangkan.Seperti siang ini. Ia menghabiskan waktunya di Manhattan Mall. Membeli beberapa pakaian dalam di Victoria’s Secret dan membeli beberapa sepatu di Nine West. Hari ini adalah surganya.Di tengah-tengah ia mencari sepatu untuknya, ponselnya berbunyi. Tele
Cucu dari Hasyim Hardana. Perempuan macam apa Rubinia ini? Attar harus membuat perempuan itu tahu, bahwa kekayaan keluarga Hardana jauh di atas keluarga perempuan itu, menurut majalah Forbes tahun ini. Atau… perempuan itu tidak peduli?Perempuan itu telah berpacaran dengan pria kelas menengah. Attar mengenalnya di kelompok alumni Stanford di Indonesia. Tidak dekat memang, tapi setidaknya, mereka saling mengenal. Dan mudah bagi Attar untuk meminta nomor ponsel Ruby, dengan dalih ia ingin menawarkan pekerjaan pada Ruby.Sebelum ke NYC, Attar sudah menyelidiki kehidupan Ruby; pekerjaannya, tempat tinggalnya, dan kekasihnya. Namun ia simpan itu semua dari keluarga perempuan itu. Mungkin, itu bisa menjadi senjatanya untuk mengancam perempuan itu agar mau menikah dengannya.“Apakah saya belum memberitahu nama saya, Rubinia?“ desis Attar menahan marah.Perempuan itu mengangkat bahu. “Mungkin?“Benarkah, benark
“Kamu kira aku tidak memperhatikanmu sejak di restoran kemarin malam? Kamu disiram minuman oleh si pirang itu. Kamu pasti pria yang sangat bajingan sampai seorang wanita melakukan hal itu.”“Bajingan. Tidak tahukah kamu, kalau itu kata yang kasar?”“Untuk orang sepertimu, tidak. Apakah dia kekasihmu? Kalau itu benar, dan kalian putus karena pernikahan yang tiba-tiba ini, sebaiknya kamu kembali padanya. Aku benar-benar tidak tertarik dengan segala jenis pernikahan setelah putusnya hubunganku dengan Adam.”“Ya, si pirang itu adalah kekasihku. She was. Dia sudah memiliki suami, dan kurasa kita bernasib sama. Sama-sama tidak bisa memiliki orang yang kita cintai.” Cintai? Attar tertawa dalam hati. Ia sama sekali tidak pernah mencintai siapapun!Ruby menyeruput kopinya. “Hm, ini cappuccino kesukaanku.”Attar tidak percaya dengan perempuan itu. Gila. Perempuan itu tidak
"Dulu sebelum aku mengenal Adam, aku berteman dengan orang-orang seperti mereka. Pernah sekali aku iseng bilang perusahaan keluargaku bangkrut, dan sehari kemudian mereka tidak menyapaku lagi. Lalu ketika mereka tahu apa yang aku katakan bohong, mereka memintaku untuk mentraktir mereka di Dragonfly, tempat clubbing. Sebenarnya, bukan uang atau tempat yang mereka pilih, tapi cara mereka berpikir yang membuatku kapok berteman dengan orang-orang seperti mereka.”“Jadi kamu trauma. Apakah itu alasanmu untuk tinggal di sini?”Ya, karena alasan itulah Ruby pergi dari rumah. Ia memiliki keluarga yang “berkewajiban” mengadakan pesta besar-besaran setiap tiga bulan sekali. Dan terkadang, sebulan sekali. Selain itu Ruby merasakan kesepian hingga tinggal di Jakarta maupun New York terasa sama saja. Ayahnya sudah beristirahat di San Diego Hills. Kakaknya yang sudah berkeluarga tidak memiliki waktu untuknya. Dan ibunya yang berprofesi sebagai