"Panggil Diandra, Dik!" Raut wajah Zaid terlihat sangat serius.
Zaid sudah lima menit membaca proposal perencanaan kerja yang dikerjakan oleh Tim Diandra. Zaid tidak habis pikir, Diandra bisa meloloskan proposal itu tiba di meja Zaid."Baik Pak, saya akan memanggil Bu Diandra setelah jam makan siang usai.""Jangan menunggu jam istirahat selesai Dik, panggil Diandra sekarang juga!""Tapi Pak.. Sepertinya Bu Dian tidak ada di ruangannya sekarang.""Cari Dik, cari sampai ketemu dan bawa Diandra ke ruangan saya!""Baik Pak, saya akan mencari Bu Diandra. Saya pergi sekarang Pak.""Hmm.. " Ucap Zaid.Zaid adalah seorang CEO Muda yang sangat perfeksionis dan terkenal sangat menjengkelkan.Setiap karyawan mengeluhkan cara kerja Zaid, tidak ada proposal rencana kerja yang berhasil lolos tanpa pengulangan setelah tiba di meja kerjanya. Bukannya kinerja pegawai Zaid yang buruk, tapi Zaid terlalu pemilih. Jika tidak begitu, mungkin Zaid tidak akan sukses di usianya seperti sekarang. Zaid sangat disiplin dan menilai kinerja seseorang seobjektif mungkin.Setelah keluar dari ruangan Zaid, Dikta sangat bingung harus mencari Diandra kemana. Wanita itu sering keluar pada jam makan siang. Entah itu keluar untuk makan siang maupun melakukan kegiatan lain."Dimana aku harus mencari Bu Diandra? Uhhh.. Aku sangat bingung." Dikta sudah memeriksa ruangan kerja Diandra dan tidak menemukan Diandra disana."Tap.. Tap.. " Terdengar suara langkah kaki seseorang mendekat ke arah Dikta."Bu Dian.. Syukurlah." Dikta langsung lega. Ia menemukan wanita yang dicarinya."Ada apa? Kenapa kamu terlihat begitu gelisah Dik?" Tanya Diandra.Seperti biasa, Diandra sudah paham dengan mimik wajah yang ditampilkan oleh Dikta, tapi Diandra tidak menyangka akan melihat ekspresi itu pada jam makan siang seperti ini."Gawat Bu, Pak Zaid lagi lagi gak puas sama proposal yang Tim Ibu kerjakan.""Gak puas gimana? Proposal itu sudah dikerjakan sesuai arahan Pak Zaid kok. Hampir semua bagian sudah direvisi. Masih gak sesuai keinginan Pak Zaid juga?" Tanya Diandra."Saya juga tahu kalau Ibu dan Tim sudah merevisi semuanya Bu, tapi Pak Zaid sepertinya tidak suka. Ibu dipanggil Pak Zaid ke ruangannya.""Katakan pada Pak Zaid saya akan segera kesana setelah makan siang," Diandra menujukan bungkusan makanan yang dipegang olehnya."Baik Bu, setelah menyantap makanan Ibu, Ibu harus segera ke ruangan Pak Zaid ya Bu," Pinta Dikta."Baiklah, kamu tidak perlu khawatir. Saya tidak akan lama.""Baiklah Bu, saya tunggu disana.""Iya," Jawab Diandra singkat.Diandra berjalan menuju mejanya, lalu membuka file proposal yang dimaksud oleh Dikta tadi. Layar komputer sudah menampilkan bagian pendanaan.Sampul menyantap Sushi yang sudah dibelinya tadi, Diandra kembali meninjau bagian pendanaan pada proposal itu.Sedangkan Dikta kembali ke ruangan Zaid."Tok.. Tok..""Masuk Dik!" Suara bariton Zaid terdengar dari dalam ruangan.Dikta segera membuka pintu ruangan Zaid dan masuk."Dimana Diandra?" Tanya Zaid."Bu Diandra baru saja kembali dari luar Pak. Bu Diandra mengatakan, dia akan segera ke ruangan Bapak setelah makan siang.""Hahh?? Saya gak salah dengar?" Tanya zaid. Ia merasa tidak seharusnya menunggu Diandra selesai makan siang. Dia seorang Bos, tapi diminta untuk menunggu karyawannya selesai makan siang."Benar Pak. Ini masih 20 menit lagi jam istirahat selesai. Bu Diandra berjanji akan segera kesini.""Kamu.." Zaid benar-benar kesal sekarang."Sekarang Dik, panggil Diandra sekarang juga," Titah Zaid.Sedangkan di luar ruangan, Diandra sedang mendengarkan perintah yang harus segera dilakukan Dimta, yaitu meminta dirinya untuk segera ke ruangan Zaid."Ba.. Ba..ik.. Pak," Dikta terbata-bata."Cekrekk.. " Suara pintu terbuka mengagetkan kedua pria yang ada di dalam ruangan itu."Wah... Sepertinya Bapak tidak sabar sekali," Diandra berjalan mendekat ke meja Zaid."Keluarlhh Dik, nikmati makan siangmu," Bisik Diandra."Terimakasih telah menyelamatkan saya, Bu."Diandra mengangguk."Jangan lupa tutup ruangannya Dik," Pinta Diandra.Dikta segera keluar dan tidak lupa melaksanakan permintaan Diandra untuk menutup pintu.Diandra meletakkan kresek yang berisi Sushi yang sama dengan yang dinikmatinya tadi di atas meja Zaid."Apa ini?" Tanya Zaid. Wajahnya masih begitu ketat."Sushi kesukaan Bapak. Saya tadi pergi keluar untuk makan siang, tapi saya mendapat banyak panggilan masuk dari Bapak. Saya tidak sempat makan disana dan membungkusnya untuk di makan di kantor saja.""Saya juga tahu ini Sushi. Terus kenapa di letakin disini.""Bapak pasti belum makan siang karena memeriksa proposal Tim saya, jadi saya membeli satu lagi untuk Bapak." Wajah Diandra tampak rileks.Semenjak bergabung dengan perusahaan Zaid, tidak ada waktu baginya untuk bersantai. Kehidupan Diandra dipenuhi dengan kerja kerja dan kerja.Ia harus menghadapi perangai Bosnya itu dengan tegar. Sedikit saja Diandra lengah, pasti ia akan langsung dijatuhkan habis habisan oleh Bosnya itu."Lain kali tidak perlu membelikan saya makan siang. Berapa uang kamu yang terpakai untuk ini?" Zaid menujuk kresek yang berisi makanan itu."Saya membelinya agar Bapak bisa makan siang. Tidak perlu mengganti uang untuk membelinya Pak.""Baiklah, bukan saya yang mau free.""Iya.. " Diandra memilih duduk dan membuka kresek itu. Dikeluarkannya Sushi yang ia beli di tempat favorit Zaid."Kamu mau apa?" Zaid menghentikan Diandra.Diandra menatap tangan Zaid yang menggengam lengannya. Buru buru Zaid melepaskan lengan Diandra."Apa Bapak gak lapar? Gimana kalau Bapak makan sambil mendengarkan penjelasan saya. Dikta bilang Bapak tidak suka dengan proposal yang Tim saya kerjakan.""Saya tidak bisa makan sambil bekerja.""Ohh... Kalau begitu, Bapak makan saja dulu. Saya akan menunggu Bapak selesai.""Gak perlu. Buang buang waktu, Saya akan makan sambil mendegarkan kamu.""Baiklah," Diandra menyerahkan sumpit yang sudah dibukanya dari plastik pembungkus kepada Zaid.Zaid menerima sumpit itu, lalu langsung menyantap Sushi yang merupakan makanan favoritnya."Syukurlah, Bu Diandra memang paling handal dalam menangani Pak Zaid," Ungkap Dikta. Dikta belum beranjak dari depan ruangan Zaid. Dikta sedikit khawatir dengan amarah Zaid yang mungkin akan menyebabkan Zaid bertingkah berlebihan pada Diandra.Pintu ruangan Zaid terbuat dari kaca pada bagian tengah ke atas, jadi Dikta bisa melihat apa yang terjadi di dalam ruangan Zaid."Silahkan jelaskan apa yang ingin kamu jelasin," Ucap Zaid sambil mengunyah makanannya."Sebentar, saya ambilkan minum untuk Bapak dulu." Diandra segera bangkit untuk mengambil air minum untuk Zaid."Ini Pak. Makan pelan pelan ya Pak."Diandra kembali duduk di hadapan Zaid. Ia mengatur layar komputer yang ada di meja Zaid dan membuka wa-nya di komputer Zaid. Ia segera mencari file proposal yang membuat Zaid tidak puas dengan kinerjanya."Apa Bapak tidak puas dengan bagian ini?" Diandra berhenti di halaman yang mungkin menyebabkan Zaid marah."Huk... Uhukk..." Zaid tersedak."Apa Bapak tidak puas dengan bagian ini?" Diandra berhenti di halaman yang mungkin menyebabkan Zaid marah. "Huk... Uhukk..." Zaid tersedak. "Pelan pelan makannya Pak." Diandra memberikan air minum pada Zaid. Zaid segera meminum air itu. "Glupp...glup.." Zaid menghabiskan satu gelas penuh. Wajahnya merah karena tersedak dan merasa malu. Sedangkan Diandra, dalam hatinya merasa sangat senang. Ia memang bermaksud untuk membuat Bosnya itu kesal. Bukan Diandra namanya jika tidak membalas perbuatan snag Bos yang sangat kenak kanakan seperti ini. "Kamu mau ngebunuh saya atau gimana?" Tanya Zaid. "Bapak kok ngomong gitu?" Diandra pura-pura tidak paham."Kenapa angkanya berubah drastis dari yang ini?" Zaid menunjukan proposal yang tadi ia baca. "Hmm.. Itu... Mungkin salah print Pak. Mohon maafkan saya." "Bukan itu yang saya maksud Di. Kenapa jumlahnya jauh lebih besar dari print outnya?""Ooo.. Yang bener yang ini Pak. Memang sejak awal rincian dana ini yang bener Pak. Kami berusaha mer
"Assalamualaikum Bu," ucap Diandra. "Walaikumsalam Di," Sambut sang Ibu. "Loh.. Baju kamu kenapa basah gitu, Di?""Gak Papa Bu, cuma kecipratan air aja.""Siapa yang tega ke kamu gini, Di?""Biasa Bu. Ulah Orang gak ada adab, si Bos nyebelin itu Bu.""Pak Zaid? Bos kamu?" Tanya Ibu Diandra. "Siapa lagi kalau bukan Bos nyebelin itu Bu." "Kalau gitu kamu mandi dulu gih. Nanti kita langsung makan malam selesai sholat.""Iya Bu, Diandra mandi dulu Bu." Diandra segera pergi ke kamar mandi. Di dalam kamar mandi ia masih sangat kesal pada Zaid. "Baju ini baru aku pake sekali lagi, nodanya bisa ilang atau enggak ya?" Diandra ngedumel. ***"Di, kamu udah selesai sholat belum?" Ibu Diandra berasa di depan kamarnya. "Udah Bu.""Ayo buruan ke bawah Di. Kita makan malam bareng.""Iya Bu. Diandra keluar sebentar lagi." Buru buru Diandra melipat muken dan sajadahnya. "Tap.. Tap.. " Langkah kaki Diandra menuju meja makan yang ada di dapur. "Di, kamu mau Ibu ambilin nasinya?" Tanya Ibu Diand
"Dret.. Dret... " Panggil masuk dari Zaid berhasil membuyarkan pikiran Diandra. Ia sudah menduga Zaid akan menghubunginya. Pria itu bagai trouble yang tidak akan pernah usai dalam kehidupan Diandra. Ia sebenarnya sudah lelah bekerja disana, tapi bayaran yang ia Terima sangat mencukupi kebutuhan hidupnya dan keluarga. Mau tidak mau, Diandra terus bertahan. Menghadapi Zaid juga bukan perkara yang terlalu sulit karena sudah menjadi kebiasaan. "Halo, selamat malam Pak." "Malam Diandra, kamu ada dimana?""Di rumah Pak," Jawab Diandra singkat. "Kamu ambil project yang tadi siang. Saya akan menyetujui anggaran yang kamu ajukan!""Baik Pak.""Pastikan kamu melakukan yang terbaik, awas saja kalau tidak!" Ancam Zaid. "Saya dan Tim selalu bekerja dengan baik Pak, jangan khawatir. Emm.. Satu hal lagi... ""Apa?" Tanya Zaid. "Apa napak tidak berencana minta maaaf pada saya?" Tanya Diandra. "Untuk??" Tanya Zaid. "Apa yang Bapak lakukan tadi siang dan sore tadi di parkiran..""Siapa suruh k
"Cekrekkk" Diandra membuka pintu ruangan rapat dengan terburu-buru. Di dalam ruangan sudah berkumpul semua orang. Mereka melihat ke arah Diandra. Penampilan Diandra berantakan dan menjadi perhatian orang orang. Ia juga berkeringat. "Maafkan saya." Diandra segera masuk ke dalam ruangan. "Syukurlah Ibu tiba tepat waktu, jika tidak pasti saya sudah dihabisi oleh Pak Zaid," Bisik Fifi. Kali ini Fifi yang ikut rapat bersama Diandra. "Maaf, kejadian tidak terduga terjadi, Fi."Diandra sudah tahu kebiasaan kliennya itu, pasti Zaid akan mengajak kliennya itu mengobrol dan minum kopi dulu sebelum rapat. Ini memungkinkan untuk Diandra tiba di kantor sebelum rapat. Mata Zaid tidak lepas dari Diandra sejak wanita itu tiba. Zaid pasti akan memarahinya abis baisan nanti, dan Diandra sudah tahu itu. Diandra merapikan sedikit penampilannya dan membuka file yang akan ditampilkan pada klien. 20 menit berlalu, respon klien sangat baik. Mereka suka dengan kinerja Diandra dan Tim. "Sangat bagus d
"Uhukk.. Uhukk.. Uhukk" Suara batuk Diandra di dengar oleh Rinal. Rinal tidak yakin jika membawa pulang sang kakak menjadi pilihan terbaik. "Cekrekk" Rinal membuka pintu ruangan Diandra. Di sana sudah ada perawat yang melepaskan selang infus milik Diandra. "Uhuk..uhukk.. ""Mba, atuknya lebih parah dari tadi. Apa gak lebih baik kalau Mba tetap dirawat di rumah sakit?""Mba gak papa kok, Ri. Kita pulang sekarang hmm?" Pinta DiandraWajahnya terlihat sangat pucat dan membuat Rinal tidak bisa berhenti khawatir. "Baiklah, Mba. Tapi kalau Mba gak ngerasa baikan setelah kita pulang, kita harus segera kembali ke rumah sakit ya, Mba.""Baiklah, jangan khawatir Ri. Mbamu ini cuma demam doang kok.""Iya Mba.""Sudah selesai Bu," Ucap Suster yang membantu Diandra. "Terima kasih, Sus," Ucap Rinal dan Diandra bersamaan. "Sama sama Bu, Pak," Balas Suster itu. Perawat itu segera meninggalkan ruangan Diandra. Tidak lama, Rinal dan Diandra juga pergi dari sana. Dibantu Rinal, Diandra menuju tem
"Cepat sembuh Mba, jangan sakit!" gumam Rinal pelan. Rinal juga membenarkan letak selimut Diandra yang tersingkap tadi. Kekhawatiran Rinal perlahan menghilang, ia keluar dari kamar Diandra. "Ada apa Ri?" Tanya sang Ibu. "Astaghfirullah," Rinal kaget. Rinal tidak sadar dengan keberadaan sang IbuSejak tadi sang Ibu ternyata mengamati apa yang dilakukan Rinal di dalam kamar Diandra. Bu Rina melihat Rinal masuk ke dalam kamar Diandra tadi. "Shuttt!! Dian bisa kebangun nanti.""Maaf, Bu. Rinal kaget."Bu Rina buru buru menarik lengan Rinal dan menjauh dari depan kamar Diandra. "Sebenarnya ada apa? Kamu tahu, Ibu paling tau anak Ibu. Kamu menyembunyikan sesuatu dari Ibu ya, Ri?""Mba Dian gak mau Ibu ikut khawatir, tadi Rinal baru aja pulang dari rumah sakit ngebawa Mba Dian berobat. Waktu Rinal tib di rumah, Mba Dian gak sadarkan diri, Bu. Tubuhnya dingin dan berkeringat, Rinal sangat takut, Bu.""Terus bagaimana kata Dokter?""Dilakukan pemeriksaan darah tadi, Bu. Tapi hasilnya belu
"Iya. Kamu diam saja disana, dulu!" balas Zaid. Diandra enggan bersuara lagi. Ia hanya menunggu Zaid bekerja. "Tik.. Tok.. Tik.. Tok.." Heningnya ruangan itu membuat gema perputaran jarum jam terdengar jelas. Tidak ada tanda tanda Zaid akan menyuruhnya duduk ataupun memulai percakapan. Diandra mulai pegal karena sudah 20 menitan berdiri menggunakan sepatu berhak 3 cm. Diandra memilih membuka sepatunya sambil memandangi satu satu bagian dari ruangan Zaid.Tidak lama keberaniannya muncul Diandra muncul dan memilih beranjak dari posisi awalnya. Diandra berjalan menuju tempat yang sangat menarik perhatiannya. "Apa saya bilang kamu boleh tour di ruangan saya?" suara berat Zaid memecah keheningan. "Astaghfirullah," Diandra kaget. Ia menghentikan langkahnya menuju jendela kaca yang selalu tertutup setiap kali ia berada di ruangan itu. Diandra ingin protes pada Zaid karena mengejutkan dan mengabaikannya sejak tadi, tapi ia lebih tertarik menemukan jawaban mengapa jendela itu tidak pern
"ASTAGHFIRULLAH.. Bapak ngapain?" Suara cempreng Diandra teriak. Zaid masih belum beranjak dan spontan membungkam mulut Diandra yang berteriak padanya. "Saya mau apa, hah? Jangan berpikiran aneh aneh. Saya cuma ngebangunin kamu." Zaid segera menjauhkan dirinya dari Diandra. "Kalau mau bangunin saya kan bisa manggil saya, Pak. Atau pake goyang goyangin tangan saya. Gak tiba-tiba bikin saya kaget gitu," ucap Diandra. "Makanya kalau tidur jangan kebo, Di. Saya udah bangunin kamu dari tadi. Mulai dari manggil manggil nama kamu sampe goyangin bahu kamu, kamunya gak bangun bangun.""Masa sih Pak? Kok saya gak ngerasa?""Makanya jangan kebo tidurnya Di," Jawab Zaid malas."Maaf Pak. Kita udah sampe ya Pak?" Diandra menyadari ia sudah tiba di rumahnya. "Hmm.. Kamu harus memikirkan konsep lain untuk iklan itu. Usaha saya akan sia sia mengajak kamu berkeliling hari ini kalau kamu tidak bekerja dengan baik.""Iya iya, Bapak cerewet banget sih Pak. Biarin saya istirahat dengan tenang dulu k