"Apa tidak lain untuk bermesraan?" Ucap Zaid. Pria itu melanjutkan langkahnya masuk ke dalam gedung melewati Zain dan Diandra. Zain dan Diandra melempar senyum sumringah bpada Zaid, tapi Zaid tidak peduli. "Apa pria itu selalu seperti itu Di?" tanya Zain. "Kamu kayak gak kenal aja. Emang bentukannya udah begitu sejak lahir." Mereka tertawa berdua. Setibanya di ruangannya, Zaid melihat ada satu Map proposal yang sebelumnya tidak ada di atas mejanya. 'Apa Diandra sudah menyelesaikannya?' Pikir Zaid. Segera ia memeriksa map itu. Zaid duduk di kursinya dan mulai membaca apa isi dari map itu. "Kamu emang aneh ya, aku udah balas pesannya eh malah enggak di read.""Ey iya Di?" Pura-pura polos. "Eh iya, kalimat apa itu? Padahal kamu yang gangguin aku kerja duluan!" Diandra pura pura kesal. Raut wajahnya jadi serius. "I'm so sorry. Habisnya si Max lama banget jempu aku di Bandara. Aku gabut, jadi aku gangguin kamu deh.""Ada ada aja, ngeles. Tapi syukurnya foto random kamu tadi malem
"Ganti sepatumu," Bisik Zaid. Pria itu sudah berada di belakang Diandra. Diandra memang sangat sensitif, dia bisa tahu jika seseorang ada di belakangnya. Jadi dia tidak kaget dengan keberadaan Zaid. Diandra menoleh ke belakang, "Emang sepatu saya kenapa Pak?" Tanya Diandra. "Astaghfirullah, emang kamu gak kerasa? Basah itu Di, buruan ganti pake ini," Zaid memberikan paper bag berisi sepatu kets. Diandra langsung menyambut paper bag yang hampir saja jatuh jika tidak ditangkap oleh Diandra. Zaid langsung pergi dari sana, ia juga punya banyak kerjaan. Ia datang ke lokasi syuting hanya untuk mengecek kegiatan syuting berjalan lancar atau tidak. Selebihnya ia percaya dengan kinerja Diandra dan Tim. Waktu berlalu, seluruh proses syuting berjalan lancar. "Haishhu.. Haishhu... " Diandra sudah bersin bersih sejak sejam lalu. "Ibu gak papa, Bu?" Tanya Fifi. "Kayaknya saya terserang flu nih. Kalian langsung pulang aja, gak usah ke kantor lagi. Hari ini sangat melelahkan.""Baik Bu," Jojo
Hari hari berlalu, semua orang di kantor disibukkan dengan pekerjaan mereka masing-masing. "Di, kamu nanti ikut saya bertemu klien di Bandara. Kita ikut mengantar mereka ke hotel dan makan malam.""Tapi Pak... ""Tapi apa?" Tanya Zaid. "Kenapa mendadak Pak? Pakaian saya kurang rapi dan.. ""Sudah gak usah banyak omong. Nurut aja, lagian pakaian yang kamu pakai setiap hari menunjukkan kamu yang unik dan selalu yah.. begitu la.""Bapak menghina cara berpakaian saya?""Sudah lah, siap siap dulu. Saya ada urusan mendesak, kita akan segera pergi.""Iya Pak."Zaid segera kembali ke ruangannya untuk mengambil tasnya, sementara rekan tim Diandra hanya memperhatikan Diandra tanpa bertanya apapun. Ketika Diandra akan segera pergi, ketiganya serentak menyemangati Diandra."Fighting Bu," ucap mereka.Diandra langsung mengekori Zaid yang sudah melewati ruangan mereka dengan membawa tasnya. "Pak.. Tunggu saya!" teriak Diandra. Tanpa mengurangi ritme berjalannya, Zaid sudah berada jauh di depan
. "Iya, saya ingat kalau kamu pingsan dan..""Dan apa Pak?" Zaid langsung memeriksa sebagian tubuhnya yang ada di balik selimut. Ia menyadari jika penampilan Diandra sangat kacau. "Astaghfirullahal'azim" Zaid sangat kaget menyadari apa yang terjadi. "Apa yang kita lakukan?" tanya Zaid. "Hikss.. Hiks.." Air mata mulai mengucur dari mata Diandra. Sedangkan Zaid, buru-buru bangkit dan memungut pakaiannya. Ia mengenakan kaos dalam dan juga memakai celana pendek miliknya. Ia segera memakai kemeja dan juga celana panjang yang tadinya juga berserakan di lantai. Setelah itu, Zaid lanjut memungut pakaian Diandra dan memberikannya pada Diandra. "Diandra, sepertinya saya telah membuat kekacauan. Segera bersihkan diri kamu, saya akan segera kembali lagi kesini Di," Ucap Zaid. Pikiran Zaid sangat kalut. Tanpa menunggu respon dari Diandra, Zaid menuju pintu keluar dan menghilang dari kamar yang menjadi saksi kecerobohannya. Zaid sedikit oyong saat menuju kamarnya, seolah kakinya tidak berd
"Pak Zaid?" Diandra terkejut. Ia tidak menyangka Zaid akan mendatanginya.Buru buru Diandra menutup kembali pintu rumahnya. "Tunggu dulu Di!" Zaid berusaha menghalangi Diandra. Tangan Zaid tersangkut di pintu yang berusaha ditutup oleh Diandra. "Lepas Pak! Tangan Bapak entar sakit loh. "Asal kamu mengizinkan saya bicara sama kamu, Di.""Bapak mau bicara apalagi sama saya?" Tolak Diandra. Suara Diandra sedikit meninggi. "Bicara apalagi gimana Di, kita belum ada bicara setelah kamu tiba-tiba menghilang.""Ya karena saya rasa memang tidak ada yang perlu saya bicarakan sama Bapak.""Gak ada gimana sih Di?" ucap Zaid. "Iih.. Awasin tangan Bapak. Saya mau tutup pintunya Pak!""Diandra, dengerin saya!Gimana kalau Ibu kamu tahu apa yang terjadi diantara kita? Bagaimana kalau kamu hamil?" "Deg.. " Jantung Diandra tersentak. Bisa biasanya Zaid mengatakan hal itu sekarang, sedangkan Ibu Diandra ada di rumah. "Jaga mulut Bapak! Berani berani mengancam saya. Disini saya yang korban, dan Ba
"Wah.. Mulai nih, saya gak rencana ngajak Bapak ribut ya Pak!" Retina mata Diandra membelalak. 'Benar benar gak tau diri nih orang!' Umpat Diandra dalam hati. "Diandra..!" Bu Rina mencegah Diandra untuk berbuat lebih jauh. "Maaf Bu, habisnya Pak Zaid resek banget.""Gak papa Bu, saya udah maafin Diandra kok Bu," ucap Zaid. "Ini Pak diminum!" Diandra meletakkan cangkir yang berisi teh buatannya di depan Zaid. "Silahkan diminum Nak Zaid," Ucap Bu Rina. "Terima kasih Bu," Ucap Zaid. Bu Rina juga mengambil gelas lain yang juga berisi teh buatan Diandra. Diandra juga membuatkan sang Ibu teh. Zaid mengangkat cangkir teh, dan langsung menyeruput teh buatan Diandra itu. "Huk.. Uhuk.." Zaid langsung tersedak karena teh itu. "Nak Zaid, kamu gak papa?" Tanya Bu Rina. "Tehnya rasanya asin banget Bu, uhuk..uhuk..""Minum airnya Pak," Diandra menyodorkan segelas air putih. Zaid langsung menyambar dan meminum air putih itu. D
"Astaghfirullah Diandra.. Kalau ngomong itu apa gak bisa gak mancing emosi saya?" Zaid semakin mendekat ke Diandra. "Ih.. Bapak ngapain sih deket banget sama saya?" Diandra sedikit risih. "Saya makan juga kamu Di," Bisik Zaid di telinga kanan Diandra. "PLAKK!!" Sebuah tamparan tepat mendarat di pipi Zaid. Wajah Zaid langsung merah akibat tamparan keras dari Diandra. Seketika dunia rasanya dunia Zaid berhenti. Seumur hidup dia tidak pernah ditampar oleh siapapun. Zaid pastinya shock dengan reaksi Diandra. "Dian, kamu...?" Zaid menatap lekat mata Diandra. "Kenapa? Bapak mau marah? Siapa yang mancing mancing saya duluan?" Mata Diandra membelalak. "Astaghfirullah, andai saja itu orang lain.. Pasti sudah saya bales.""Ohh.. Bapak ada rencana ngebales saya? Nih. Kalau berani," Diandra menyodorkan wajahnya pada Zaid. "Diandra, saya cuma mau bicara sama kamu. Apa kamu gak bisa sedikit saja calm dan dengarkan saya!""Kan saya udah bilang, angga
Emang aku ini hantu Di? Pake ngucap segala kamu ya," Protes lawan bicara Diandra. "Hahaha..." Tawa Diandra pecah karena respon dari sang lawan bicara yang tidak terduga. "Ditanya malah ketawa sih," ucap Zain. Zain bermaksud ingin menyelesaikan pekerjaannya sebelum berangkat ke luar negeri pagi. Sewaktu memasuki parkiran, Zain melihat motor Diandra di parkiran. Zain langsung menuju ruang kerja Diandra untuk menyapanya. "Iya bener, kamu kayak hantu Zain. Hahaha.." Jawab Diandra. "Dasar! Ngomong sembarangan. Mana ada hantu secakep aku Di. Ngawur kamu.""Hahaha.." Sejenak Diandra lupa tentang obrolannya dengan Zaid tadi. "Kemarin kamu libur kemana? Kok gak bisa dihubungi?" Tanya Zain. "Wah.. Sepertinya semua orang heboh karena aku tidak masuk kerja, ya?""Bukan gitu, biasanya si Bos kan pasti akan mencegah kamu libur. Kali ini si Bos juga tidak mampu menghalangi kamu libur.""Hoh.. Aku menggunakan cuti tahunanku Zain. Sesekali istirahat dari neraka ini boleh la ya," Jelas Diandra.