Hari hari berlalu, semua orang di kantor disibukkan dengan pekerjaan mereka masing-masing. "Di, kamu nanti ikut saya bertemu klien di Bandara. Kita ikut mengantar mereka ke hotel dan makan malam.""Tapi Pak... ""Tapi apa?" Tanya Zaid. "Kenapa mendadak Pak? Pakaian saya kurang rapi dan.. ""Sudah gak usah banyak omong. Nurut aja, lagian pakaian yang kamu pakai setiap hari menunjukkan kamu yang unik dan selalu yah.. begitu la.""Bapak menghina cara berpakaian saya?""Sudah lah, siap siap dulu. Saya ada urusan mendesak, kita akan segera pergi.""Iya Pak."Zaid segera kembali ke ruangannya untuk mengambil tasnya, sementara rekan tim Diandra hanya memperhatikan Diandra tanpa bertanya apapun. Ketika Diandra akan segera pergi, ketiganya serentak menyemangati Diandra."Fighting Bu," ucap mereka.Diandra langsung mengekori Zaid yang sudah melewati ruangan mereka dengan membawa tasnya. "Pak.. Tunggu saya!" teriak Diandra. Tanpa mengurangi ritme berjalannya, Zaid sudah berada jauh di depan
. "Iya, saya ingat kalau kamu pingsan dan..""Dan apa Pak?" Zaid langsung memeriksa sebagian tubuhnya yang ada di balik selimut. Ia menyadari jika penampilan Diandra sangat kacau. "Astaghfirullahal'azim" Zaid sangat kaget menyadari apa yang terjadi. "Apa yang kita lakukan?" tanya Zaid. "Hikss.. Hiks.." Air mata mulai mengucur dari mata Diandra. Sedangkan Zaid, buru-buru bangkit dan memungut pakaiannya. Ia mengenakan kaos dalam dan juga memakai celana pendek miliknya. Ia segera memakai kemeja dan juga celana panjang yang tadinya juga berserakan di lantai. Setelah itu, Zaid lanjut memungut pakaian Diandra dan memberikannya pada Diandra. "Diandra, sepertinya saya telah membuat kekacauan. Segera bersihkan diri kamu, saya akan segera kembali lagi kesini Di," Ucap Zaid. Pikiran Zaid sangat kalut. Tanpa menunggu respon dari Diandra, Zaid menuju pintu keluar dan menghilang dari kamar yang menjadi saksi kecerobohannya. Zaid sedikit oyong saat menuju kamarnya, seolah kakinya tidak berd
"Pak Zaid?" Diandra terkejut. Ia tidak menyangka Zaid akan mendatanginya.Buru buru Diandra menutup kembali pintu rumahnya. "Tunggu dulu Di!" Zaid berusaha menghalangi Diandra. Tangan Zaid tersangkut di pintu yang berusaha ditutup oleh Diandra. "Lepas Pak! Tangan Bapak entar sakit loh. "Asal kamu mengizinkan saya bicara sama kamu, Di.""Bapak mau bicara apalagi sama saya?" Tolak Diandra. Suara Diandra sedikit meninggi. "Bicara apalagi gimana Di, kita belum ada bicara setelah kamu tiba-tiba menghilang.""Ya karena saya rasa memang tidak ada yang perlu saya bicarakan sama Bapak.""Gak ada gimana sih Di?" ucap Zaid. "Iih.. Awasin tangan Bapak. Saya mau tutup pintunya Pak!""Diandra, dengerin saya!Gimana kalau Ibu kamu tahu apa yang terjadi diantara kita? Bagaimana kalau kamu hamil?" "Deg.. " Jantung Diandra tersentak. Bisa biasanya Zaid mengatakan hal itu sekarang, sedangkan Ibu Diandra ada di rumah. "Jaga mulut Bapak! Berani berani mengancam saya. Disini saya yang korban, dan Ba
"Wah.. Mulai nih, saya gak rencana ngajak Bapak ribut ya Pak!" Retina mata Diandra membelalak. 'Benar benar gak tau diri nih orang!' Umpat Diandra dalam hati. "Diandra..!" Bu Rina mencegah Diandra untuk berbuat lebih jauh. "Maaf Bu, habisnya Pak Zaid resek banget.""Gak papa Bu, saya udah maafin Diandra kok Bu," ucap Zaid. "Ini Pak diminum!" Diandra meletakkan cangkir yang berisi teh buatannya di depan Zaid. "Silahkan diminum Nak Zaid," Ucap Bu Rina. "Terima kasih Bu," Ucap Zaid. Bu Rina juga mengambil gelas lain yang juga berisi teh buatan Diandra. Diandra juga membuatkan sang Ibu teh. Zaid mengangkat cangkir teh, dan langsung menyeruput teh buatan Diandra itu. "Huk.. Uhuk.." Zaid langsung tersedak karena teh itu. "Nak Zaid, kamu gak papa?" Tanya Bu Rina. "Tehnya rasanya asin banget Bu, uhuk..uhuk..""Minum airnya Pak," Diandra menyodorkan segelas air putih. Zaid langsung menyambar dan meminum air putih itu. D
"Astaghfirullah Diandra.. Kalau ngomong itu apa gak bisa gak mancing emosi saya?" Zaid semakin mendekat ke Diandra. "Ih.. Bapak ngapain sih deket banget sama saya?" Diandra sedikit risih. "Saya makan juga kamu Di," Bisik Zaid di telinga kanan Diandra. "PLAKK!!" Sebuah tamparan tepat mendarat di pipi Zaid. Wajah Zaid langsung merah akibat tamparan keras dari Diandra. Seketika dunia rasanya dunia Zaid berhenti. Seumur hidup dia tidak pernah ditampar oleh siapapun. Zaid pastinya shock dengan reaksi Diandra. "Dian, kamu...?" Zaid menatap lekat mata Diandra. "Kenapa? Bapak mau marah? Siapa yang mancing mancing saya duluan?" Mata Diandra membelalak. "Astaghfirullah, andai saja itu orang lain.. Pasti sudah saya bales.""Ohh.. Bapak ada rencana ngebales saya? Nih. Kalau berani," Diandra menyodorkan wajahnya pada Zaid. "Diandra, saya cuma mau bicara sama kamu. Apa kamu gak bisa sedikit saja calm dan dengarkan saya!""Kan saya udah bilang, angga
Emang aku ini hantu Di? Pake ngucap segala kamu ya," Protes lawan bicara Diandra. "Hahaha..." Tawa Diandra pecah karena respon dari sang lawan bicara yang tidak terduga. "Ditanya malah ketawa sih," ucap Zain. Zain bermaksud ingin menyelesaikan pekerjaannya sebelum berangkat ke luar negeri pagi. Sewaktu memasuki parkiran, Zain melihat motor Diandra di parkiran. Zain langsung menuju ruang kerja Diandra untuk menyapanya. "Iya bener, kamu kayak hantu Zain. Hahaha.." Jawab Diandra. "Dasar! Ngomong sembarangan. Mana ada hantu secakep aku Di. Ngawur kamu.""Hahaha.." Sejenak Diandra lupa tentang obrolannya dengan Zaid tadi. "Kemarin kamu libur kemana? Kok gak bisa dihubungi?" Tanya Zain. "Wah.. Sepertinya semua orang heboh karena aku tidak masuk kerja, ya?""Bukan gitu, biasanya si Bos kan pasti akan mencegah kamu libur. Kali ini si Bos juga tidak mampu menghalangi kamu libur.""Hoh.. Aku menggunakan cuti tahunanku Zain. Sesekali istirahat dari neraka ini boleh la ya," Jelas Diandra.
"Hassyu.. Hassyu.." Diandra bersin bersin. "Seperti kamu kena flu sih, Di.""Ah... Enggak Zain. Mungkin karena kedinginan aja ini mah.""Hassyu.. Hassyu.." Bersin bersin Diandra makin parah. "Bu Dian... " Suara seorang wanita terdengar menggelegar dan berhasil mengejutkan keduanya. "Bianca.." Gumam Diandra. Bianca berlari ke arahnya dan memeluk Diandra. "Bu Dian.. Apa Ibu baik baik saja?" Bianca mendekap erat Diandra. "Hmm.. Saya baik baik saja," Diandra mencoba melepas pelukan Bianca. Bianca memeluknya terlalu erat dan membuat Diandra kesulitan bernafas. "Syukurlah, kami pikir telah terjadi sesuatu Bu.""Hassyu.. Hassyu.. " Diandra kembali bersin bersin. "Sepertinya kamu kena flu Di, aku beli obat untuk kamu dulu ya," Inisiatif Zain. "Aku selalu merepotkan kamu Zain, maafkan aku ya," Diandra merasa tidak enak. "Hmm.. Tidak perlu sungkan Di, kayak sama siapa aja.""Hemm.. Makasih banyak ya," ucap Diandra. Bianca menjadi pemerhati diantara mereka berdua. "Aku pergi dulu ya
"Ada apa Jo? Apa terjadi...?" Diandra tidak menyelesaikan kata katanya. Jojo langsung mengangguk tanda kata iya. "Apa itu?" Tanya Diandra. "Kita lansung ke lokasi aja, Bu!" Ajak Diandra. Segera Jojo dan Diandra menuju tempat yang dimaksud Jojo. Sekitar 40 menit berkendara, Jojo dan Diandra tiba di tempat yang dituju. "Astaghfirullah, apa yang terjadi disini?" ucap Diandra. "Apa yang terjadi Jo?" Tanya Diandra. "Angin pusing beliung Bu, semuanya jadi kacau!" Jelas Jojo. "Astaghfirullah, kenapa harus terjadi sekarang?" Keluh Diandra. Mereka sedang berada di lokasi syuting, tepatnya di salah satu venue outdoor. Mereka akan syuting salah satu brand disana. Persiapan yang telah disiapkanpun kacau balau, sedangkan mereka harus syuting pagi sekali esok hari. "Apa yang harus kita lakukan Bu, kita tidak akan punya waktu untuk memperbaikinya sampai besok.""Saya akan menelpon tim yang bisa membantu kita," ucap Diandra. "Tapi propertinya Bu... " ucap Jojo. "Saya memikirkan ide lain
Gimana Mas bisa tenang Sayang, hah?""Istighfar Zaid. Untuk apa kamu meributkan hal yang gak perlu diributkan Zaid!""Gak perlu gimana Ma? Zaid benar benar terluka, Ma." Zaid sangat kecewa dan langsung meningggalkan tempat itu. Diandra segera menyusulnya. "Mas, tunggu Diandra." Diandra mengejar Zaid tergesa-gesa. "Mas!" Diandra mempercepat langkahnya. Bersyukurnya, Diandra berhasil mengejar Zaid sebelum Zaid menyalakan mesin mobil. "Huhhh" Napas Diandra tersengal. Zaid mulai mengendarai mobilnya sangat laju. Bukan cuma laju, tapi juga ugal-ugalan. "Mas, istighfar!" Diandra menyentuh lengan Zaid. Wajah Diandra terlihat lumayan pucat. Zaid masih saja diam dan enggan menurunkan kecepatan laju mobilnya. "Mas, Diandra mual. Pelan pelan please Mas!" Suara Diandra melemah. Diandra sungguh merasa sangat mual. "Huek.." Mendengar Diandra seperti itu, Zaid langsung khawatir. Segera ia menurunkan kecepatan mobilnya. "Mas berhenti sebentar!" D
iandra dan Bianca sangat bertekad untuk menggolkan proposal mereka kali ini. Apapun yang terjadi Diandra benar-benar tidak akan mundur. Walaupun harus bertengkar atau berdebat habis habisan dnegen Zaid. Belakangan ini Zaid memang sedikit santai dan kendur terhadap Diandra dan timnya. Sekarang Zaid sudah mode sadar, sesadar sadarnya.Setelah berada di dalam ruangan Zaid sekitar 10 menit, Diandra dan Bianca mulai menyerang Zaid. "Kami sudah mengusahakan yang terbaik Pak. Kami rasa Bapak terlalu ketat dan tidak memberi kami ruang. Seharusnya gak begitu Pak!" Tegas Diandra.Satu minggu berlalu"Halo Pak, saya sudah menemukan orang yang Bapak cari. Kami sudah menahannya agar tidak meninggalkan negara ini. Namanya Jason, Pak. Salah satu orang kepercayaan dari keluarga Bapak. Orang itu tidak mengakui tuduhan yang telah kami sampaikan, padahal jelas jelas pelakunya adalah orang itu.""Baiklah. Kerja bagus, saya akan segera menemui orang itu." Zaid mematikan ponselnya. "Siapa yang menelpon M
Malam harinya, Diandra sedang menonton televisi dan bersantai. Ia ingin melupakan sejenak pekerjaannya yang sangat menganggu. Sementara itu, Zaid juga baru selesai mandi dan sepertinya akan segera bergabung dengannya."Di, udah makan malam belum?""Belum Mas, lagi malas makan. Gak mood gara gara urusan kantor.""Hohh.. Mas laper nih Di. Kita pesan makan online aja gimana?""Boleh Mas. Beli apa ya?""Hemm.. Empek empek sayang?""Hohh boleh tu Mas."Zaid segera duduk di sebelah Diandra. Ia mengeluarkan ponselnya dan merangkul Diandra. Satu tangannya memegang ponsel, satunya lagi udah merayap kemana-mana. "Ini tangannya gak sopan banget ya Mas!" "Gak papa dong sayang. Udah seminggu yang lalu kita tidur bareng dan gak ngapa ngapain sejak itu. Mesum juga kan sama istri sendiri.""Mas lupa ya kalau kita menikah kontrak?""Mas ingat Sayang. Dari awal Mas gak ada niat menikah kontrak sama kamu. Mas beneran tulus mau menikah sama kamu. Mas jatuh
115."Wahh.. Sepertinya itu dilakukan oleh orang yang berkuasa Mas. Kalau malam itu kita beneran gak melakukan apa apa, berarti tadi malam kita beneran melakukannya untuk yang pertama kali. Dan gak pernah buat dosa dong Mas. Diandra pernah merasa bersalah banget karena kejadian itu.""Hah?" Zaid belum konek. "Iya Mas, Diandra dan Mas Zaid gak pernah ngelakuin dosa. Kita menikah bukan karena one night stand. Ini murni cuma kecelakaan, yang menjebak kita untuk segera menikah Mas. Alhamdulillah," Diandra merasa sangat plong, semua yang mengganjal dibenaknya hilang. Zaid masih memproses semua perkataan Diandra. "Ad apa Mas?""Diandra, sungguh ini darah perawankah? Kita tidak pernah berhubungan malam itu. Dan satu hal lagi, ini pertama kalinya kita berhubungan?" Zaid ingin memastikan. "Yes Mas.""Alhamdulillah Ya Tuhan. Ternyata diri Mas memang tidak pernah bertindak melanggar larangan Allah. Kamu masih suci saat Mas nikahi. Dan kita melakukannya dalam ikat
Kalau gak mau nerima yang ini, simpan saja sayang. Kalau yang ini harus kamu terima ya Di." Zaid memberikan sebuah bungkusan paper bag pada Diandra. "Apa lagi ini Mas?" Tanya Diandra. Bungkusan itu sudah berada di tangan Diandra. Diandra melihat isi dari paper itu, dan isinya ternyata berupa baju. "Ini apa Mas?" "Bukalah dan lihat. Mas gak tahu kamu suka apa. Mas udah berusaha memilih yang terbaik." Diandra segera membuka bungkus itu dan membentang isi dari paper bag itu. "Bagus banget Mas." Wajah Diandra terlihat bahagia. Sangat berbeda dari ekspresi Diandra saat menerima perhiasan tadi. "Kamu suka?""Suka.""Makasih Mas. Hemm terus kita mau kemana Mas?""Kamu mau kita kemana?""Hemm.. Gak tau sih Mas. Tapi ini masih jam 10, gak kecepatan kalau kita pulang sekarang Mas?""Mas tau harus kemana. Kamu yakin bakal ikut aja?""Yakin lah Mas.""Hohh.. Kalau gitu ayo kita ke suatu tempat.""Baiklah," Jawab Diandra. Diandra dan Zaid
"Iya Ma."Mereka bedua menuju kasir untuk membayar dan segera keluar dari toko itu. "Di, kita pergi ke suatu tempat lagi ya!""Kemana Ma?""Restoran.""Ohh.. Iya boleh Ma. Diandra juga kehabisan energi pengen makan, laper Ma. Padahal tadi Diandra udah makan banyak.""Hahaha.. Itu karena energinya udah kepake buat jalan jalan sama Mama sayang." "Hahah iya mungkin Ma."Sementara itu di tempat lain Zaid udah menunggu kedatangan kedua wanita yang sangat berharga di hidupnya itu."Mama sama Diandra kok lama banget ya?" Zaid masih berusaha santai menunggu. Sementara itu, Bu Rina dan Rinal sendang dalam perjalanan menuju restoran. "Ibu yakin restoran W kan Bu?""Iya Ri. Nak Zaid tadi bilang itu nama restorannya. Nanti setelah tiba disana, kita diminta telepon aja.""Baiklah Bu. Kita berarti udjah bener. Tinggal belok di perempatan depan ini, kita langsung sampai.""Oki Ri."Sedangkan di tempat lain, Diandra dan Bu Tata juga sedang slama perjalanan ke restoran yang dimaksud oleh Zaid. "Ki
"Belinya dalam rangka apa ya Mas? Ulang tahun atau anniversary?""Ulang tahu istri saya Mba.""Oh tunggu sebentar ya Mas, kami punya koleksi terbaru.""Oh iya Mba." Zaid sabar menanti. Tidak lama pegawai toko itu datang dengan membawa beberapa koleksi perhiasan yang sangat elegan. Ada kalung, gelang dan juga cincin. "Yang ini edisi terbatas Pak. Hanya ada tiga di Asia. Buatan desainer terkenal Eropa.""Beauty," Sahut Zaid. Kalau yang ini buatan lokal Pak, tapi sangat cantik.""Ohh gitu Mba.""Saya suka yang ini sama yang ini!" Tunjuk Zaid ke dua pilihan yang ia maksud. "Bapak mau keduanya?""Iya, yang ini dan yang ini. Jangan lama lama ya Mba. Bungkus dan saya akan bayar.""Baiklah Pak."Zaid menyelesaikan urusannya xi toko perhiasan itu. Setelahnya, Zaid menghubungi sang Mama untuk membatalkan pertemuan di rumah sang Mama dan berkumpul di restoran yang sudah ia pesan untuk merayakan pesta ulang tahun Diandra. ***Dian
"Wah.. Harum banget Di. Masih lama gak? Mas jadi tambah lapar karena aromanya.""Sabar, lima belas menit lagi Mas.""Benarkah?" Zaid bangkit dari tempat duduknya. Zaid meletakkan ponsel yang tadi digenggamannya di atas meja. Kemudian ia berjalan menuju Diandra. "Ada yang bisa Mas bantu gak sayang?""Bantu aduk ini Mas! Diandra mau bikin bumbu mienya.""Baiklah." Zaid segera mengambil alih tempat Diandra. "Kita makan nasi apa makan mie sayang?""Makan nasi boleh Mas, makan mie juga boleh.""Oh.. Banyak banget loh ini Di.""Gak papa Mas. Kan mau kita bawa ke rumah Mama. Selama ini kita selalu bawa makanan yang kita beli, sekali ini gak papa dong kalau kita bawain makanan yang kita masak sendiri.""Iya bener sih sayang, tapi beneran kamu gak capek?""Capek Mas, tapi capek aja. Gak pake capek banget kok Mas!""Udah nih, Mas. Kamu geser lagi ya Mas!""Oh oke, oke. Mas bisa bantu apa lagi Di?""Bantu makan aja Mas. Mas Zaid udah sering banget masakin buat Diandra, hari ini tugas Mas Zaid
"Mas, bisa gak gak gangguin Diandra. Diandra lagi nyetir nih Mas.""Iya iya, lihatin jalannya Di. Awas nabrak entar loh!""Iya iya Mas, bisa gak kalau gak ngerecokin Diandra!" "Hahahaha gak asik kalau gak ngerecokin kamu Di.""Ada ya terniat banget gitu gangguin istrinya?""Adalah sayang." "Mas laper gak sih?""Banget, tapi Mas gak mau makan makanan dari luar. Masakin ya sayang.""Masakin? Capek loh Mas.""Yang gampang aja sayang, telur ceplok juga gak papa. Mas makan kok.""Bener ya?""Iya sayang.""Oke ya udah. Kita langsung pulang aja.""Iya sayang. Hati hati nyetirnya sayang.""Iya iya. Gak percayaan banget sih Mas.""Hemm, percaya kok sayang. Cuma ngingetin aja kok.""Ya udah, ini Diandra bakal lebih hati hati lagi Mas.""Oke sayang."***Setibanya di rumah, sepasang suami istri ini bukannya sarapan, Mereka justru memilih tidur lebih dahulu. Mereka tidur sambil berpelukan satu sama lain. Sangat n