Gimana Mas bisa tenang Sayang, hah?"
"Istighfar Zaid. Untuk apa kamu meributkan hal yang gak perlu diributkan Zaid!""Gak perlu gimana Ma? Zaid benar benar terluka, Ma." Zaid sangat kecewa dan langsung meningggalkan tempat itu. Diandra segera menyusulnya."Mas, tunggu Diandra." Diandra mengejar Zaid tergesa-gesa."Mas!" Diandra mempercepat langkahnya. Bersyukurnya, Diandra berhasil mengejar Zaid sebelum Zaid menyalakan mesin mobil."Huhhh" Napas Diandra tersengal.Zaid mulai mengendarai mobilnya sangat laju. Bukan cuma laju, tapi juga ugal-ugalan."Mas, istighfar!" Diandra menyentuh lengan Zaid. Wajah Diandra terlihat lumayan pucat. Zaid masih saja diam dan enggan menurunkan kecepatan laju mobilnya."Mas, Diandra mual. Pelan pelan please Mas!" Suara Diandra melemah. Diandra sungguh merasa sangat mual."Huek.."Mendengar Diandra seperti itu, Zaid langsung khawatir. Segera ia menurunkan kecepatan mobilnya."Mas berhenti sebentar!" D"Panggil Diandra, Dik!" Raut wajah Zaid terlihat sangat serius. Zaid sudah lima menit membaca proposal perencanaan kerja yang dikerjakan oleh Tim Diandra. Zaid tidak habis pikir, Diandra bisa meloloskan proposal itu tiba di meja Zaid. "Baik Pak, saya akan memanggil Bu Diandra setelah jam makan siang usai.""Jangan menunggu jam istirahat selesai Dik, panggil Diandra sekarang juga!""Tapi Pak.. Sepertinya Bu Dian tidak ada di ruangannya sekarang.""Cari Dik, cari sampai ketemu dan bawa Diandra ke ruangan saya!""Baik Pak, saya akan mencari Bu Diandra. Saya pergi sekarang Pak." "Hmm.. " Ucap Zaid. Zaid adalah seorang CEO Muda yang sangat perfeksionis dan terkenal sangat menjengkelkan. Setiap karyawan mengeluhkan cara kerja Zaid, tidak ada proposal rencana kerja yang berhasil lolos tanpa pengulangan setelah tiba di meja kerjanya. Bukannya kinerja pegawai Zaid yang buruk, tapi Zaid terlalu pemilih. Jika tidak begitu, mungkin Zaid tidak akan sukses di usianya seperti sekarang. Zaid san
"Apa Bapak tidak puas dengan bagian ini?" Diandra berhenti di halaman yang mungkin menyebabkan Zaid marah. "Huk... Uhukk..." Zaid tersedak. "Pelan pelan makannya Pak." Diandra memberikan air minum pada Zaid. Zaid segera meminum air itu. "Glupp...glup.." Zaid menghabiskan satu gelas penuh. Wajahnya merah karena tersedak dan merasa malu. Sedangkan Diandra, dalam hatinya merasa sangat senang. Ia memang bermaksud untuk membuat Bosnya itu kesal. Bukan Diandra namanya jika tidak membalas perbuatan snag Bos yang sangat kenak kanakan seperti ini. "Kamu mau ngebunuh saya atau gimana?" Tanya Zaid. "Bapak kok ngomong gitu?" Diandra pura-pura tidak paham."Kenapa angkanya berubah drastis dari yang ini?" Zaid menunjukan proposal yang tadi ia baca. "Hmm.. Itu... Mungkin salah print Pak. Mohon maafkan saya." "Bukan itu yang saya maksud Di. Kenapa jumlahnya jauh lebih besar dari print outnya?""Ooo.. Yang bener yang ini Pak. Memang sejak awal rincian dana ini yang bener Pak. Kami berusaha mer
"Assalamualaikum Bu," ucap Diandra. "Walaikumsalam Di," Sambut sang Ibu. "Loh.. Baju kamu kenapa basah gitu, Di?""Gak Papa Bu, cuma kecipratan air aja.""Siapa yang tega ke kamu gini, Di?""Biasa Bu. Ulah Orang gak ada adab, si Bos nyebelin itu Bu.""Pak Zaid? Bos kamu?" Tanya Ibu Diandra. "Siapa lagi kalau bukan Bos nyebelin itu Bu." "Kalau gitu kamu mandi dulu gih. Nanti kita langsung makan malam selesai sholat.""Iya Bu, Diandra mandi dulu Bu." Diandra segera pergi ke kamar mandi. Di dalam kamar mandi ia masih sangat kesal pada Zaid. "Baju ini baru aku pake sekali lagi, nodanya bisa ilang atau enggak ya?" Diandra ngedumel. ***"Di, kamu udah selesai sholat belum?" Ibu Diandra berasa di depan kamarnya. "Udah Bu.""Ayo buruan ke bawah Di. Kita makan malam bareng.""Iya Bu. Diandra keluar sebentar lagi." Buru buru Diandra melipat muken dan sajadahnya. "Tap.. Tap.. " Langkah kaki Diandra menuju meja makan yang ada di dapur. "Di, kamu mau Ibu ambilin nasinya?" Tanya Ibu Diand
"Dret.. Dret... " Panggil masuk dari Zaid berhasil membuyarkan pikiran Diandra. Ia sudah menduga Zaid akan menghubunginya. Pria itu bagai trouble yang tidak akan pernah usai dalam kehidupan Diandra. Ia sebenarnya sudah lelah bekerja disana, tapi bayaran yang ia Terima sangat mencukupi kebutuhan hidupnya dan keluarga. Mau tidak mau, Diandra terus bertahan. Menghadapi Zaid juga bukan perkara yang terlalu sulit karena sudah menjadi kebiasaan. "Halo, selamat malam Pak." "Malam Diandra, kamu ada dimana?""Di rumah Pak," Jawab Diandra singkat. "Kamu ambil project yang tadi siang. Saya akan menyetujui anggaran yang kamu ajukan!""Baik Pak.""Pastikan kamu melakukan yang terbaik, awas saja kalau tidak!" Ancam Zaid. "Saya dan Tim selalu bekerja dengan baik Pak, jangan khawatir. Emm.. Satu hal lagi... ""Apa?" Tanya Zaid. "Apa napak tidak berencana minta maaaf pada saya?" Tanya Diandra. "Untuk??" Tanya Zaid. "Apa yang Bapak lakukan tadi siang dan sore tadi di parkiran..""Siapa suruh k
"Cekrekkk" Diandra membuka pintu ruangan rapat dengan terburu-buru. Di dalam ruangan sudah berkumpul semua orang. Mereka melihat ke arah Diandra. Penampilan Diandra berantakan dan menjadi perhatian orang orang. Ia juga berkeringat. "Maafkan saya." Diandra segera masuk ke dalam ruangan. "Syukurlah Ibu tiba tepat waktu, jika tidak pasti saya sudah dihabisi oleh Pak Zaid," Bisik Fifi. Kali ini Fifi yang ikut rapat bersama Diandra. "Maaf, kejadian tidak terduga terjadi, Fi."Diandra sudah tahu kebiasaan kliennya itu, pasti Zaid akan mengajak kliennya itu mengobrol dan minum kopi dulu sebelum rapat. Ini memungkinkan untuk Diandra tiba di kantor sebelum rapat. Mata Zaid tidak lepas dari Diandra sejak wanita itu tiba. Zaid pasti akan memarahinya abis baisan nanti, dan Diandra sudah tahu itu. Diandra merapikan sedikit penampilannya dan membuka file yang akan ditampilkan pada klien. 20 menit berlalu, respon klien sangat baik. Mereka suka dengan kinerja Diandra dan Tim. "Sangat bagus d
"Uhukk.. Uhukk.. Uhukk" Suara batuk Diandra di dengar oleh Rinal. Rinal tidak yakin jika membawa pulang sang kakak menjadi pilihan terbaik. "Cekrekk" Rinal membuka pintu ruangan Diandra. Di sana sudah ada perawat yang melepaskan selang infus milik Diandra. "Uhuk..uhukk.. ""Mba, atuknya lebih parah dari tadi. Apa gak lebih baik kalau Mba tetap dirawat di rumah sakit?""Mba gak papa kok, Ri. Kita pulang sekarang hmm?" Pinta DiandraWajahnya terlihat sangat pucat dan membuat Rinal tidak bisa berhenti khawatir. "Baiklah, Mba. Tapi kalau Mba gak ngerasa baikan setelah kita pulang, kita harus segera kembali ke rumah sakit ya, Mba.""Baiklah, jangan khawatir Ri. Mbamu ini cuma demam doang kok.""Iya Mba.""Sudah selesai Bu," Ucap Suster yang membantu Diandra. "Terima kasih, Sus," Ucap Rinal dan Diandra bersamaan. "Sama sama Bu, Pak," Balas Suster itu. Perawat itu segera meninggalkan ruangan Diandra. Tidak lama, Rinal dan Diandra juga pergi dari sana. Dibantu Rinal, Diandra menuju tem
"Cepat sembuh Mba, jangan sakit!" gumam Rinal pelan. Rinal juga membenarkan letak selimut Diandra yang tersingkap tadi. Kekhawatiran Rinal perlahan menghilang, ia keluar dari kamar Diandra. "Ada apa Ri?" Tanya sang Ibu. "Astaghfirullah," Rinal kaget. Rinal tidak sadar dengan keberadaan sang IbuSejak tadi sang Ibu ternyata mengamati apa yang dilakukan Rinal di dalam kamar Diandra. Bu Rina melihat Rinal masuk ke dalam kamar Diandra tadi. "Shuttt!! Dian bisa kebangun nanti.""Maaf, Bu. Rinal kaget."Bu Rina buru buru menarik lengan Rinal dan menjauh dari depan kamar Diandra. "Sebenarnya ada apa? Kamu tahu, Ibu paling tau anak Ibu. Kamu menyembunyikan sesuatu dari Ibu ya, Ri?""Mba Dian gak mau Ibu ikut khawatir, tadi Rinal baru aja pulang dari rumah sakit ngebawa Mba Dian berobat. Waktu Rinal tib di rumah, Mba Dian gak sadarkan diri, Bu. Tubuhnya dingin dan berkeringat, Rinal sangat takut, Bu.""Terus bagaimana kata Dokter?""Dilakukan pemeriksaan darah tadi, Bu. Tapi hasilnya belu
"Iya. Kamu diam saja disana, dulu!" balas Zaid. Diandra enggan bersuara lagi. Ia hanya menunggu Zaid bekerja. "Tik.. Tok.. Tik.. Tok.." Heningnya ruangan itu membuat gema perputaran jarum jam terdengar jelas. Tidak ada tanda tanda Zaid akan menyuruhnya duduk ataupun memulai percakapan. Diandra mulai pegal karena sudah 20 menitan berdiri menggunakan sepatu berhak 3 cm. Diandra memilih membuka sepatunya sambil memandangi satu satu bagian dari ruangan Zaid.Tidak lama keberaniannya muncul Diandra muncul dan memilih beranjak dari posisi awalnya. Diandra berjalan menuju tempat yang sangat menarik perhatiannya. "Apa saya bilang kamu boleh tour di ruangan saya?" suara berat Zaid memecah keheningan. "Astaghfirullah," Diandra kaget. Ia menghentikan langkahnya menuju jendela kaca yang selalu tertutup setiap kali ia berada di ruangan itu. Diandra ingin protes pada Zaid karena mengejutkan dan mengabaikannya sejak tadi, tapi ia lebih tertarik menemukan jawaban mengapa jendela itu tidak pern