"Assalamualaikum Bu," ucap Diandra.
"Walaikumsalam Di," Sambut sang Ibu."Loh.. Baju kamu kenapa basah gitu, Di?""Gak Papa Bu, cuma kecipratan air aja.""Siapa yang tega ke kamu gini, Di?""Biasa Bu. Ulah Orang gak ada adab, si Bos nyebelin itu Bu.""Pak Zaid? Bos kamu?" Tanya Ibu Diandra."Siapa lagi kalau bukan Bos nyebelin itu Bu.""Kalau gitu kamu mandi dulu gih. Nanti kita langsung makan malam selesai sholat.""Iya Bu, Diandra mandi dulu Bu." Diandra segera pergi ke kamar mandi.Di dalam kamar mandi ia masih sangat kesal pada Zaid."Baju ini baru aku pake sekali lagi, nodanya bisa ilang atau enggak ya?" Diandra ngedumel.***"Di, kamu udah selesai sholat belum?" Ibu Diandra berasa di depan kamarnya."Udah Bu.""Ayo buruan ke bawah Di. Kita makan malam bareng.""Iya Bu. Diandra keluar sebentar lagi." Buru buru Diandra melipat muken dan sajadahnya."Tap.. Tap.. " Langkah kaki Diandra menuju meja makan yang ada di dapur."Di, kamu mau Ibu ambilin nasinya?" Tanya Ibu Diandra.Ibu Diandra bernama Rina. Wanita itu sudah menjadi orang tua tinggal sejak suaminya meninggal saat Diandra masih duduk di bangku Sekolah Menengah Atas.Bu Rina wanita yang tangguh dan tabah. Ia berhasil membesarkan Diandra dan kedua adiknya. Adik Diandra bernama Rinal dan sudah bekerja dan si Bungsu sedang belajar di salah satu negeri Timur Tengah sejak setahun lalu."Iya Bu, tapi dikit aja. Diandra gak selera makan Bu.""Loh, kok dikit aja. Ibu udah masak banyak lo Di. Di rumah cuma ada kita berdua. Rinal ada urusan kantor, pulangnya larut malam.""Iya Bu. Diandra cuma lagi gak napsu makan aja."Bu Rina enggan bertanya lagi, Ia membawa dia piring berisi nasi. Sedangkan lauknya ada di meja di hadapan mereka berdua."Ini, coba habisin ya Di.""Iya Bu."Diandra dan sang Ibu menikmati makan malam mereka tanpa banyak bicara. Bu Rina paling tau jika mengobrol saat makan akan membuat mood Diandra lebih buruk lagi.Usai menyantap makanannya hingga habis, Diandra bermaksud mencuci piring dan alat alat memasak yang berserakan di wastafel."Di, apa kamu gak kepikiran untuk menikah?" Bak petir di tengah gurun luas, Diandra mendengar pertanyaan yang tidak bisa Ia jawab.Tidak ada kata yang keluar dari mulut Diandra, Ia menyabuni gelas gelas kotor. Mereka berdua terjebak dalam keheningan tanpa suara untuk beberapa saat."Apa Ibu akan bahagia jika Diandra menikah, Bu?" Tanya Diandra. Wanita itu masih mebelakangi sang Ibu dan terus menyabuni peralatan masak yang kotor"Ibu pasti akan bahagia jika kamu segera menikah, Di.""Apa ini ada kaitannya dengan rencana pernikahan Rinal, Bu?" Diandra berbalik dan menghadap sang Ibu."Bukan. Ibu hanya ingin melihat kamu hidup bahagia dengan seseorang Di. Ibu tidak tahu usia Ibu sampai kapan. Ibu khawatir jika kamu tidak kunjung menikah."'DEGG.. ' Batin Diandra. Hati anak aman yang tidak terenyuh jika seorang Ibu mengatakan hal seperti itu.Diandra segera mencuci tangannya dan duduk di samping sang Ibu."Ibu pasti akan panjang umur dan melihat Diandra menikah. Diandra janji Bu. Suatu hari nanti hari itu pasti akan tiba. Ibu jangan ngomong aneh aneh gitu ya Bu.""Ibu serius Di. Ibu ingin sekali melihat kamu menikah sebelum Ibu meninggal.""Bu, udah Diandra bilang, Ibu pasti akan tetap sehat. Sampai nanti, Bu." Mata Diandra berkaca kaca.Keinginan sang Ibu yang satu ini terlalu sulit untuk Ia makbulkan. Tahun ini usia Diandra menginjak 29 tahun, namun belum memiliki rencana untuk menikah.Menikah bukan perkara yang mudah bagi Diandra. Ia merasa belum siap dan belum pantas untuk menikah. Entah pernikahan seperti apa yang akan Ia jalanin jika menikah di waktu yang kurang tepat."Gak ada yang tahu usia Ibu sampai kapan, Di. Apa tidak ada satupun dari pria yang kamu kenal yang kamu sukai?""Mereka semua baik, Bu. Tapi Diandra tidak menyukai mereka.""Tolong pikirkan lagi permintaan Ibu, Di. Ibu ingin segera melihat kamu menikah.""Diandra akan berusaha, Bu."'Ini sesuatu yang tidak mungkin Bu, bagaimana Diandra bisa mewujudkannya?' Batin Diandra.Usai obrolan itu, Diandra menyelesaikan cucian piringnya dan kembali ke kamarnya.Di lihatnya banyak pesan masuk dari Ketua Tim 1. Ketua Tim 1 bernama Sequ, pria berusia 25 tahun dan sangat cerdas.[Bu Dian, Pak Bos benar benar gila. Awalnya saya pikir saya bebas menentukan konsep dan anggaran iklan yang akan perusahaan kita buat, ternyata enggak][Andai saya tahu apa yang terjadi sejak awal, saya pasti tidak akan menyanggupinya Bu][Apa yang harus saya lakukan Bu? Si Bos crazy mengirimi saya banyak pesan]3 kali panggilan tidak terjawab dari Sequ.Diandra merasa kasian dan membalas pesan itu.[Katakan pada Pal Zaid jika kamu sudah berusaha melakukan yang terbaik, tapi anggarannya benar-benar minim dan tidak memungkinkan] sent.Sequ is tyiping..Rupanya Sequ sedang menunggu jawaban langsung dari Dian untuk membalas pesan Zaid.[Apa Pak Bos tidak akan murka, Bu?][Tenanglah, kamu sudah berusaha yang terbaik. Si bos akan ngerti kok]Sequ langsung mengikuti saran Diandra, alhasil ia dikatai katain lewat pesan singkat oleh Zaid.Itu sudah menjadi hal biasa, Sequ tidak akan tersinggung. Mereka semua sudah terlatih dikatain tidak becus dan lain-lainlain-lain oleh Zaid.[Terima kasih Bu. Akhirnya beban saya sudah berkurang. Sepertinya Pak Zaid akan kembali merepotkan Ibu][Tidak masalah Sequ, si Bos memang sudah bawaan dari Oroknya kayak gitu. Keep semangat 💪💪]Akhirnya kegiatan saling bertukar pesan itu usai juga. Diandra bisa sedikit relaks. Diandra berbaring di kasurnya dan merasakan dunianya beristirahat untuk sesaat.Namun pikirannya tidak kunjung mau diajak beristirahat. Ia memikirkan kata kata Ibunya tadi.Sungguh berat permintaan sang Ibu. Diandra selalu sibuk bekerja dan menikmati waktunya tanpa memikirkan hubungan yang seserius itu.Kali ini ia sangat terdesak, kondisi kesehatan sang Ibu belakangan ini banyak menurun. Ditambah lagi sang Adik yaitu Rinal membicarakan rencana pernikahannya pada Diandra dan sang Ibu sebulan lalu.Diandra tidak masalah jika sang adik menikah lebih dulu, namun tampaknya sang Ibu berat hati mengizinkan Diandra dilangkahi oleh sang Adik.'Dian baik baik saja seperti ini, Bu. Diandra pasti akan menikah Suatu hari nanti jika menemukan pria yang tepat, dan sekarang bukan momen yang tepat. Zahra juga masih perlu banyak uang untuk sekolahnya, dan Ibu akan segera pensiun bulan depan. Sedangkan Rinal, Rinal pasti akan fokus membina keluarga kecilnya setelah menikah Bu.' Pikiran dan segala alasan nyata beradu dalam kepala Diandra."Satu hal lagi, Bu. Dian ingin terus berada di dekat Ibu.""Dret.. Dret... " Panggil masuk dari Zaid berhasil membuyarkan pikiran Diandra. Ia sudah menduga Zaid akan menghubunginya."Dret.. Dret... " Panggil masuk dari Zaid berhasil membuyarkan pikiran Diandra. Ia sudah menduga Zaid akan menghubunginya. Pria itu bagai trouble yang tidak akan pernah usai dalam kehidupan Diandra. Ia sebenarnya sudah lelah bekerja disana, tapi bayaran yang ia Terima sangat mencukupi kebutuhan hidupnya dan keluarga. Mau tidak mau, Diandra terus bertahan. Menghadapi Zaid juga bukan perkara yang terlalu sulit karena sudah menjadi kebiasaan. "Halo, selamat malam Pak." "Malam Diandra, kamu ada dimana?""Di rumah Pak," Jawab Diandra singkat. "Kamu ambil project yang tadi siang. Saya akan menyetujui anggaran yang kamu ajukan!""Baik Pak.""Pastikan kamu melakukan yang terbaik, awas saja kalau tidak!" Ancam Zaid. "Saya dan Tim selalu bekerja dengan baik Pak, jangan khawatir. Emm.. Satu hal lagi... ""Apa?" Tanya Zaid. "Apa napak tidak berencana minta maaaf pada saya?" Tanya Diandra. "Untuk??" Tanya Zaid. "Apa yang Bapak lakukan tadi siang dan sore tadi di parkiran..""Siapa suruh k
"Cekrekkk" Diandra membuka pintu ruangan rapat dengan terburu-buru. Di dalam ruangan sudah berkumpul semua orang. Mereka melihat ke arah Diandra. Penampilan Diandra berantakan dan menjadi perhatian orang orang. Ia juga berkeringat. "Maafkan saya." Diandra segera masuk ke dalam ruangan. "Syukurlah Ibu tiba tepat waktu, jika tidak pasti saya sudah dihabisi oleh Pak Zaid," Bisik Fifi. Kali ini Fifi yang ikut rapat bersama Diandra. "Maaf, kejadian tidak terduga terjadi, Fi."Diandra sudah tahu kebiasaan kliennya itu, pasti Zaid akan mengajak kliennya itu mengobrol dan minum kopi dulu sebelum rapat. Ini memungkinkan untuk Diandra tiba di kantor sebelum rapat. Mata Zaid tidak lepas dari Diandra sejak wanita itu tiba. Zaid pasti akan memarahinya abis baisan nanti, dan Diandra sudah tahu itu. Diandra merapikan sedikit penampilannya dan membuka file yang akan ditampilkan pada klien. 20 menit berlalu, respon klien sangat baik. Mereka suka dengan kinerja Diandra dan Tim. "Sangat bagus d
"Uhukk.. Uhukk.. Uhukk" Suara batuk Diandra di dengar oleh Rinal. Rinal tidak yakin jika membawa pulang sang kakak menjadi pilihan terbaik. "Cekrekk" Rinal membuka pintu ruangan Diandra. Di sana sudah ada perawat yang melepaskan selang infus milik Diandra. "Uhuk..uhukk.. ""Mba, atuknya lebih parah dari tadi. Apa gak lebih baik kalau Mba tetap dirawat di rumah sakit?""Mba gak papa kok, Ri. Kita pulang sekarang hmm?" Pinta DiandraWajahnya terlihat sangat pucat dan membuat Rinal tidak bisa berhenti khawatir. "Baiklah, Mba. Tapi kalau Mba gak ngerasa baikan setelah kita pulang, kita harus segera kembali ke rumah sakit ya, Mba.""Baiklah, jangan khawatir Ri. Mbamu ini cuma demam doang kok.""Iya Mba.""Sudah selesai Bu," Ucap Suster yang membantu Diandra. "Terima kasih, Sus," Ucap Rinal dan Diandra bersamaan. "Sama sama Bu, Pak," Balas Suster itu. Perawat itu segera meninggalkan ruangan Diandra. Tidak lama, Rinal dan Diandra juga pergi dari sana. Dibantu Rinal, Diandra menuju tem
"Cepat sembuh Mba, jangan sakit!" gumam Rinal pelan. Rinal juga membenarkan letak selimut Diandra yang tersingkap tadi. Kekhawatiran Rinal perlahan menghilang, ia keluar dari kamar Diandra. "Ada apa Ri?" Tanya sang Ibu. "Astaghfirullah," Rinal kaget. Rinal tidak sadar dengan keberadaan sang IbuSejak tadi sang Ibu ternyata mengamati apa yang dilakukan Rinal di dalam kamar Diandra. Bu Rina melihat Rinal masuk ke dalam kamar Diandra tadi. "Shuttt!! Dian bisa kebangun nanti.""Maaf, Bu. Rinal kaget."Bu Rina buru buru menarik lengan Rinal dan menjauh dari depan kamar Diandra. "Sebenarnya ada apa? Kamu tahu, Ibu paling tau anak Ibu. Kamu menyembunyikan sesuatu dari Ibu ya, Ri?""Mba Dian gak mau Ibu ikut khawatir, tadi Rinal baru aja pulang dari rumah sakit ngebawa Mba Dian berobat. Waktu Rinal tib di rumah, Mba Dian gak sadarkan diri, Bu. Tubuhnya dingin dan berkeringat, Rinal sangat takut, Bu.""Terus bagaimana kata Dokter?""Dilakukan pemeriksaan darah tadi, Bu. Tapi hasilnya belu
"Iya. Kamu diam saja disana, dulu!" balas Zaid. Diandra enggan bersuara lagi. Ia hanya menunggu Zaid bekerja. "Tik.. Tok.. Tik.. Tok.." Heningnya ruangan itu membuat gema perputaran jarum jam terdengar jelas. Tidak ada tanda tanda Zaid akan menyuruhnya duduk ataupun memulai percakapan. Diandra mulai pegal karena sudah 20 menitan berdiri menggunakan sepatu berhak 3 cm. Diandra memilih membuka sepatunya sambil memandangi satu satu bagian dari ruangan Zaid.Tidak lama keberaniannya muncul Diandra muncul dan memilih beranjak dari posisi awalnya. Diandra berjalan menuju tempat yang sangat menarik perhatiannya. "Apa saya bilang kamu boleh tour di ruangan saya?" suara berat Zaid memecah keheningan. "Astaghfirullah," Diandra kaget. Ia menghentikan langkahnya menuju jendela kaca yang selalu tertutup setiap kali ia berada di ruangan itu. Diandra ingin protes pada Zaid karena mengejutkan dan mengabaikannya sejak tadi, tapi ia lebih tertarik menemukan jawaban mengapa jendela itu tidak pern
"ASTAGHFIRULLAH.. Bapak ngapain?" Suara cempreng Diandra teriak. Zaid masih belum beranjak dan spontan membungkam mulut Diandra yang berteriak padanya. "Saya mau apa, hah? Jangan berpikiran aneh aneh. Saya cuma ngebangunin kamu." Zaid segera menjauhkan dirinya dari Diandra. "Kalau mau bangunin saya kan bisa manggil saya, Pak. Atau pake goyang goyangin tangan saya. Gak tiba-tiba bikin saya kaget gitu," ucap Diandra. "Makanya kalau tidur jangan kebo, Di. Saya udah bangunin kamu dari tadi. Mulai dari manggil manggil nama kamu sampe goyangin bahu kamu, kamunya gak bangun bangun.""Masa sih Pak? Kok saya gak ngerasa?""Makanya jangan kebo tidurnya Di," Jawab Zaid malas."Maaf Pak. Kita udah sampe ya Pak?" Diandra menyadari ia sudah tiba di rumahnya. "Hmm.. Kamu harus memikirkan konsep lain untuk iklan itu. Usaha saya akan sia sia mengajak kamu berkeliling hari ini kalau kamu tidak bekerja dengan baik.""Iya iya, Bapak cerewet banget sih Pak. Biarin saya istirahat dengan tenang dulu k
"Apa tidak lain untuk bermesraan?" Ucap Zaid. Pria itu melanjutkan langkahnya masuk ke dalam gedung melewati Zain dan Diandra. Zain dan Diandra melempar senyum sumringah bpada Zaid, tapi Zaid tidak peduli. "Apa pria itu selalu seperti itu Di?" tanya Zain. "Kamu kayak gak kenal aja. Emang bentukannya udah begitu sejak lahir." Mereka tertawa berdua. Setibanya di ruangannya, Zaid melihat ada satu Map proposal yang sebelumnya tidak ada di atas mejanya. 'Apa Diandra sudah menyelesaikannya?' Pikir Zaid. Segera ia memeriksa map itu. Zaid duduk di kursinya dan mulai membaca apa isi dari map itu. "Kamu emang aneh ya, aku udah balas pesannya eh malah enggak di read.""Ey iya Di?" Pura-pura polos. "Eh iya, kalimat apa itu? Padahal kamu yang gangguin aku kerja duluan!" Diandra pura pura kesal. Raut wajahnya jadi serius. "I'm so sorry. Habisnya si Max lama banget jempu aku di Bandara. Aku gabut, jadi aku gangguin kamu deh.""Ada ada aja, ngeles. Tapi syukurnya foto random kamu tadi malem
"Ganti sepatumu," Bisik Zaid. Pria itu sudah berada di belakang Diandra. Diandra memang sangat sensitif, dia bisa tahu jika seseorang ada di belakangnya. Jadi dia tidak kaget dengan keberadaan Zaid. Diandra menoleh ke belakang, "Emang sepatu saya kenapa Pak?" Tanya Diandra. "Astaghfirullah, emang kamu gak kerasa? Basah itu Di, buruan ganti pake ini," Zaid memberikan paper bag berisi sepatu kets. Diandra langsung menyambut paper bag yang hampir saja jatuh jika tidak ditangkap oleh Diandra. Zaid langsung pergi dari sana, ia juga punya banyak kerjaan. Ia datang ke lokasi syuting hanya untuk mengecek kegiatan syuting berjalan lancar atau tidak. Selebihnya ia percaya dengan kinerja Diandra dan Tim. Waktu berlalu, seluruh proses syuting berjalan lancar. "Haishhu.. Haishhu... " Diandra sudah bersin bersih sejak sejam lalu. "Ibu gak papa, Bu?" Tanya Fifi. "Kayaknya saya terserang flu nih. Kalian langsung pulang aja, gak usah ke kantor lagi. Hari ini sangat melelahkan.""Baik Bu," Jojo