Share

5. Drop

"Cekrekkk" Diandra membuka pintu ruangan rapat dengan terburu-buru.

Di dalam ruangan sudah berkumpul semua orang. Mereka melihat ke arah Diandra. Penampilan Diandra berantakan dan menjadi perhatian orang orang. Ia juga berkeringat.

"Maafkan saya." Diandra segera masuk ke dalam ruangan.

"Syukurlah Ibu tiba tepat waktu, jika tidak pasti saya sudah dihabisi oleh Pak Zaid," Bisik Fifi.

Kali ini Fifi yang ikut rapat bersama Diandra.

"Maaf, kejadian tidak terduga terjadi, Fi."

Diandra sudah tahu kebiasaan kliennya itu, pasti Zaid akan mengajak kliennya itu mengobrol dan minum kopi dulu sebelum rapat. Ini memungkinkan untuk Diandra tiba di kantor sebelum rapat.

Mata Zaid tidak lepas dari Diandra sejak wanita itu tiba. Zaid pasti akan memarahinya abis baisan nanti, dan Diandra sudah tahu itu.

Diandra merapikan sedikit penampilannya dan membuka file yang akan ditampilkan pada klien.

20 menit berlalu, respon klien sangat baik. Mereka suka dengan kinerja Diandra dan Tim.

"Sangat bagus dan fresh. Kami sangat luas. Semoga eksekusinya sebagus rencana."

"Terima kasih Pak. Kami akan berusaha sebaik mungkin," Jawab Zaid.

"Terima kasih Pak," Ucap Diandra juga.

Diandra kembali duduk di kursinya semula dan membiarkan Zaid yang mengambil alih pembicaraan setelahnya.

Zaid lanjut bernegosiasi mengenai harga, pastinya itu sangat penting. Zaid sangat handak dalam melobi, Diandra sering kali menjadi saksi dari keterampilan Zaid itu.

Zaid mengantarkan klien hingga lift turun, diikuti oleh Diandra dan Fifi setelah pembicaraan usai.

"Terimakasih Pak Dani, semoga perjalannya menyenangkan."

"See you, Mr. Zaid dan Diandra," ucap Klien mereka.

"Take Care, Sir," Ucap Diandra.

Senyum Zaid maupun Diandra merekah mengantarkan klien itu pergi.

"Diandra, segera ke ruangan saya!" Titah Zaid. Raut wajahnya otomatis berubah 180 derajat dari yang tadi.

"Baik Pak."

Fifi sudah tahu jika Diandra akan menghadapi badai dan tidak bertanya apapun.

Diandra langsung mengekoti Zaid dibelakang ke ruangan.

Sesampainya Diandra disana, ia tidak berani duduk dan berdiri sambil menunduk.

"Mana keangkuhan kamu yang biasa, lihat ke arah saya! Buka ke lantai."

"Maafkan saya Pak. Saya terlambat tiba dan hampir mengacaukan rapatnya."

"Sudah berapa lama kamu kerja di sini?"

"Empat tahun Pak."

"Terus.. Kenapa hal sesederhana ini kamu masih belum bisa?"

"Maafkan saya Pak. Kesehatan sangat buruk tadi malam dan menyebabkan saya kesiangan."

"Banyak alasan kamu. Jangan ulangin lagi! Saya udah gak punya energi buat marah marah sama kamu."

"Baik Pak. Saya permisi." Diandra berbalik badan.

"Oh iya, good job untuk yang tadi. Dan penampilan kamu hari ini jauh lebih baim dari biasanya," Puji Zaid.

'Dia muji aku atau apa?' Diandra mengerutkan keningnya.

"Makasih Pak," Singkat saja. Diandra masih kurang enak badan dan ingi segera pergi dari sana.

Di ruangannya, Diandra sudah ditunggu oleh rekan rekan kerjanya.

"Terlambat sedikit saja, pasti aku bisa mati gara gara gak bisa napas, Bi," Ungkap Fifi pada Bianca.

Mereka sedang menggunjingkan apa yang terjadi di dalam ruangan rapat tadi.

"Syukurlah saya tiba tepat waktu kan, Fi," Sambung Diandra. Ia baru saja tiba di ruangan mereka.

"Iya Bu. Saya hampir kehabisan napas melihat ekspresi Pak Zaid tadi."

"Jangan khawatir, saya gak akan mengulanginya lagi. Kamu pasti kesulitan tadi," Diandra menyentuh bahu Fifi.

Ia paham betul bagaimana cara Zaid mengintimidasi bawahannya walau hanya dengan sebuah tatapan.

"Iya Bu. Ibu kenapa bisa terlambat? Wajah Ibu juga pucat banget."

"Oh... Itu.. Saya sedikit demam."

Bianca dan Fifi bisa melihat keringat yang bercucuran dari dahi Diandra.

"Sepertinya Ibu gak terlalu biak, Bu. Apa Ibu gak izin pulang aja?" Saran Bianca.

"Saya akan izin pulang setelah rapat acara perayaan aniversary perusahaan kita nanti siang. Saya udah ngerasa mendingan kok."

"Kalau gitu, Ibu mau dibeliin obat atau sarapan, Bu?"

"Sandwich yang ada di lobi aja, Bi. Boleh bantu saya beliin?" pinta Diandra.

Ia memang sedang meriang tapi masih sanggup untuk bekerja.

"Baik Bu, saya akan segera membawakannya untuk Ibu."

Selepas sarapan pagi, kondisi Diandra tidak juga membaik. Ia memutuskan untuk pulang saja.

Diandra mengirim pesan pada Ketua Pelaksana Acara aniversary perusahaan bahwa ia tidak bisa bergabung siang nanti.

***

Siang harinya, semua orang yang terlibat dalam perencanaan acara aniversary perusahaan berkumpul di salah satu cafe dekat kantor.

Zaid juga bergabung bersama mereka.

"Dimana Diandra?" Tanya Zaid pada Sequ.

"Bu Dian sakit dan pulang lebih awal Pak."

"Tadi keliatannya baik baik aja. O.. Kalau begitu ya udah. Mulai pembicaraannya."

"Baik Pak," Ucap Ketua.

Ketua acara ini sejatinya adalah Diandra, tapi karena ia sangat sibuk, ia dijadikan Wakil Ketua oleh rekan rekan lainnya. Posisi Ketua dilimpahkan pada bagian humas, yaitu Doni.

Doni menyampaikan setiap progres persiapan yang sudah dikerjakan. Tidak ada yang spesial dari pertemuan itu. Zaid hanya ingin tahu apa persiapannya sudah selesai atau belum.

Perayaan besar itu akan diadakan sekita tiga hari lagi. Akan banyak orang orang penting yang akan menghaditi acara itu.

"Baiklah, tolong berkoordinasi dengan Diandra, dan rekan rekan lainnya Don. Saya pergi lebih dulu karena ada meeting di luar setelah ini."

"Baik Pak. Kami akan berusaha menyiapkan yang terbaik."

"Saya pergi dulu, nikmati makan siangnya."

"Baik Pak. Terimakasih," Ucap Beberapa Orang.

Zaid dan Dikata langsung meninggalkan tempat itu.

"Apa kondisi Diandra sangat buruk, Dik?"

"Saya kurang tahu Pak, tapi tadi pagi wajah Bu Diandra sangat lucaat padahal udah pake make up."

"Benarkah? Ternyata hanya saya yang tidak menyadarinya."

Sedangkan Diandra sudsh tiba di rumahnya, tapi tidak seorangpun ada disana.

Diandra mengganri pakaiannya dan segera berbaring di karsurnya. Diandra bermaksud untuk tidur. Ia pikir demamnya akan hilang jika cukup istirahat.

"Uhukk.. Uhuk.."

Diandra bergeser ke kiri dan ke kanan. Ia masih merasa tidak nyaman.

"Uhukk. uhukk.uhukk.." Batuk Diandra kian parau. Kepalanya juga terasa pusing.

"Kenapa kepalaku juga ikutan sakit?" gumam Diandra.

Beberapa detik berlalu, Diandra kembali berbaring dan berusaha untuk tidur.

Beberapa jam berlalu, Diandra terbangun di tempat yang asing baginya.

"Mba Dian.. Mba," Panggil Rinal. Rinal yang berada di samping Diandra saat wanita itu terjaga.

"Mba ada dimana, Ri?" Tanya Diandra.

"Kita ada di rumah sakit Mba. Mba tadi gak sadarkan diri saat Rinal sampe di rumah."

"Kamu gak bilang Ibu kan, Ri?"

"Enggak Mba. Ibu pasti akan khawatir jika tahu Mba masuk rumah sakit, jadi Rinal gak kasih tahu Ibu."

"Good idea. Mba sudah merasa lebih baik. Kita pulang sekarang ya Ri," Punya Diandra.

"Tadi darah Mba sudsh diambil dan masih menunggu hasilnya keluar Mba. Sepertinya bukan demam biasa Mba."

"Oh.. Gitu. Tapi Mba beneran gak papa Ri. Kamu urus administrasinya, Mba mu pulang sekarang. Kita tinggal nunggu hasilnya aja kan?"

"Tapi Mba... "

"Ayolah Ri! Mba cuma demam biasa kok."

"Baiklah, tapi Mba yakin gak papa kan?"

"Iya Ri. Panggil Susternya nanti ya. Lepasin infusnya Mba."

"Iya Mba," ucap Rinal.

Rinal segera keluar untuk mengurus administrasi. Sekitar sepuluh menit berlalu, Rinal kembali ke ruangan Diandra.

Di sana sudah ada perawat yang melepaskan selang infus milik Diandra.

"Uhuk..uhukk"Diandra masih batuk batuk.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status