"Dret.. Dret... " Panggil masuk dari Zaid berhasil membuyarkan pikiran Diandra. Ia sudah menduga Zaid akan menghubunginya.
Pria itu bagai trouble yang tidak akan pernah usai dalam kehidupan Diandra. Ia sebenarnya sudah lelah bekerja disana, tapi bayaran yang ia Terima sangat mencukupi kebutuhan hidupnya dan keluarga. Mau tidak mau, Diandra terus bertahan.Menghadapi Zaid juga bukan perkara yang terlalu sulit karena sudah menjadi kebiasaan."Halo, selamat malam Pak.""Malam Diandra, kamu ada dimana?""Di rumah Pak," Jawab Diandra singkat."Kamu ambil project yang tadi siang. Saya akan menyetujui anggaran yang kamu ajukan!""Baik Pak.""Pastikan kamu melakukan yang terbaik, awas saja kalau tidak!" Ancam Zaid."Saya dan Tim selalu bekerja dengan baik Pak, jangan khawatir. Emm.. Satu hal lagi... ""Apa?" Tanya Zaid."Apa napak tidak berencana minta maaaf pada saya?" Tanya Diandra."Untuk??" Tanya Zaid."Apa yang Bapak lakukan tadi siang dan sore tadi di parkiran..""Siapa suruh kamu berdiri di dekat genangan air. Saya tidak sengaja.""Wah.. Bapak memang luar biasa. Apa sulitnya mengatakan maaf?" Diandra tidak mengira sang bos akan berperilaku serendah itu."Jika tidak ada yang perlu dikatakan, saya tutup.. Tut.. Tut... " Panggilan itu terputus begitu saja."Wah... Benar benar gila wanita itu. Ada ada saja. Minta maaf? Oh. Memang aku salah apa?" Ucap Zaid.Pria itu tentu tidak akan merasa bersalah, pria itu memang tidak punya empati dan sedikit angkuh. Tapi bagaimanapun penampilan dan kinerjanya sangat baik dan cemerlang."Kalau enggak karena Sequ menyerah, aku gak bakal minta Timbya buat jalanin project itu," Zaid mengerutu.Pria itu segera berbaring di atas ranjangnya. Ia sudah bekerja seharian dan sangat lelah."Terkadang aku memikirkannya, bagaimana bisa wanita itu menghadapi ku tanpa rasa takut seperti tadi siang. Sedikit angkuh, tapi dia bekerja dengan baik," puji Zaid.Mau semenyebalkan apapun dirinya, Diandra selalu berhasil mengerjakan apa yang diminta oleh Zaid.***"Kami dengar kalau project yang tadinya kita kerjakan dilimpahkan ke Tim 1 Bu, apa benar Bu?" Tanya Bianca. Wanita itu sudah mendengar desas-desus sejak tadi malam, tapi baru sempat menanyakan pagi ini pada Diandra."Kamu pasti belum dengar lanjutan ceritanya, Bi. Tim 1 sudah menyerah," Diandra tersenyum."Kok bisa, Bu?" Tanya Bianca antusias. Ia dan Diandra datang lebih pagi dari yang lainnya hari ini. Sengaja untuk mengulik cerita dari Diandra Bianca yang biasanya hampir telat, datang pagi."Mereka pikir bebas nentuin anggaran, tapi ternyata low budget. Jadi Pak Zaid minta kita jalanin projectnya sesuai rencana awal.""Emang si Bos agak lain Bu. Mana ada yang bakal bisa bikin anggaran serendah itu kalau bukan Tim kita.""Husshhh.. Hari hati, nanti orangnya bisa denger. Kamu kan tahu, kalau Pak Zaid suka muncul tiba-tiba.""Iya juga sih, Bu.""Ehemmm.. "Seseorang yang baru saja dibicarakan muncul tiba-tiba."Rajin juga anggota Tim kamu, Dian. Pastikan kalian bekerja dengan baik!" Tatap tajam Zaid."Baik, Pak," Jawab keduanya.Zaid segera menuju ruangannya, ia memang sering datang lebih pagi dari yang lain."Untung aja Pak Zaid gak denger obrolan kita dari awal Bu," Bianca lega."Syukurlah, kalau gitu ayo kita cari sarapan dulu. Saya pengen beli teh.""Boleh Bu. Saya juga belum sarapan."Bianca dan Diandra segera meninggalkan ruangan kerja mereka yang merupakan ruangan terbuka itu. Hanya berbatasan sekat sekat saja.***Waktu berlalu cepat, malam ini merupakan malam sebelum pertemuan dengan klien."Uhukk..huk... " Diandra batuk."Ibu liat dari tadi sore kamu gak berhenti batuk, Di. Kamu kena flu?""Gak tau Bu, tadi dari kantor Dian udah batuk batuk aja Bu. Gak tahu kenapa?""Ibu buatin terh jahe ya, habis itu kamu langsung tidur.""Iya Bu, makasih ya Bu. Maafin Diandra masih ngrepotin Ibu malam malam gini.""Gak papa sayang, tunggu sebentar ya."Setelah meminum minuman buatan snag Ibu Diandra kembali ke kamarnya dan beriap untuk tidur. Malam belum terlalu larut, Diandra memilih beristirahat lebih awal."Diandra masuk duluan ya, Bu. Makasih Bu, cupss" Diandra mencium pipi Ibu kesayangannya itu."Nanti kalau kenapa napa, ketuk aja pintu kamar Ibu ya, Di.""Iya Bu," Jawab Diandra.Kondisi Diandra makin malam, makin buruk, ia demam dan sedikit mual.'Bagaimana ini?' Batin Diandra.Jam dinding di kamarnya sudah pukul tiga pagi, tapi Diandra belum bisa tidur. Ia sudah minum obat, tapi demamnya tidak kunjung turun.Ia tidak mungkin menganggu Ibu ataupun Rinal yang sedang tertidur lelap, Diandra juga enggan pergi ke rumah sakit.Diandra masih mencoba tidur dan akhirnya berhasil.Pagi harinya"Tok.. Tok.. ""Diandra.. Di..." Panggil sang Ibu. Sang Ibu akan segera berangkat kerja."Di.. Kamu gak ke kantor, sayang?" Bu Rina segera masih terus mengetuk pintu kamar Diandra."Astaghfirullah.." Diandra terjaga dari tidurnya.Diandra langsung menyadari jika hari sudah terang, jendela kaca di kamarnya sudah ditembus oleh cahaya."Diandra udah bangun Bu," teriak Diandra spontan.Ia segera bergegas ke kamar mandi untuk membersihkan diri.Di lihatnya jam sudah menujukkan setengah 8 pagi. Rapatnya akan dimulai jam 8, ia pasti akan terlambat tiba di kantor."Aishhh.. Bantu aku Ya Tuhan." Diandra segera keluar rumah dan sudah ditunggu oleh ojek motor online yang dipesannya.Untung saja Diandra sudah menyiapkan segala keperluannya, baju dan persiapan presentasi nanti."Pak, kita ngebut. Saya udah telat Pak.""Balik Mba," Jawab Pengemudi ojol.Perjalanan Diandra awalnya berjalan lancar, sampai sekitar dua ratus meter lagi ke kantornya terjadi sebuah keramaian."Ada apa Mas?" Tanya Pengemudi ojol itu pada pengendara lainnya."Ada kecelakaan Mas," Jawab Seorang Bapak."Astaghfirullah.. Kayaknya kita bakal terlambat Mba. Di depan ada kecelakaan.""Astaghfirullah, gak papa Mas. Kalau gitu saya turun disini aja.""Tapi masih lumayan jauh Mba," ucap pengemudi ojol itu."Gak papa Mas. Makasih ya. Oh.. Iya ini helmnya Mas.""Semangat Mba. Semoga tepat waktu sampai tujuan.""Iya Mas," Jawab Diandra.Wanita itu buru buru berlari menuju kantornya. Beruntungnya, ia menggunakan alas kaki yang nyaman dibawa berlari."Huh.. Hah.. Huh.. Hah.." Dengan sisa energinya yang tidak terisi cukup malam tadi, Diandra berusaha tiba di kantor lebih dulu dari kliennya.Secepatnya Diandra berlari, ia tiba di pintu masuk jam 08.05 dan langsung menuju ruangan rapat.Diandra menunggu lift naik ke atas, perusahaannya ada di lantai 4 dan ia harus naik lift agar cepat tiba."Come on, bantu aku Ya Tuhan."Diandra berhasil mendapatkan lift dan menuju ke lantai 4."Cekrekkk" Diandra membuka pintu ruangan rapat dengan terburu-buru."Cekrekkk" Diandra membuka pintu ruangan rapat dengan terburu-buru. Di dalam ruangan sudah berkumpul semua orang. Mereka melihat ke arah Diandra. Penampilan Diandra berantakan dan menjadi perhatian orang orang. Ia juga berkeringat. "Maafkan saya." Diandra segera masuk ke dalam ruangan. "Syukurlah Ibu tiba tepat waktu, jika tidak pasti saya sudah dihabisi oleh Pak Zaid," Bisik Fifi. Kali ini Fifi yang ikut rapat bersama Diandra. "Maaf, kejadian tidak terduga terjadi, Fi."Diandra sudah tahu kebiasaan kliennya itu, pasti Zaid akan mengajak kliennya itu mengobrol dan minum kopi dulu sebelum rapat. Ini memungkinkan untuk Diandra tiba di kantor sebelum rapat. Mata Zaid tidak lepas dari Diandra sejak wanita itu tiba. Zaid pasti akan memarahinya abis baisan nanti, dan Diandra sudah tahu itu. Diandra merapikan sedikit penampilannya dan membuka file yang akan ditampilkan pada klien. 20 menit berlalu, respon klien sangat baik. Mereka suka dengan kinerja Diandra dan Tim. "Sangat bagus d
"Uhukk.. Uhukk.. Uhukk" Suara batuk Diandra di dengar oleh Rinal. Rinal tidak yakin jika membawa pulang sang kakak menjadi pilihan terbaik. "Cekrekk" Rinal membuka pintu ruangan Diandra. Di sana sudah ada perawat yang melepaskan selang infus milik Diandra. "Uhuk..uhukk.. ""Mba, atuknya lebih parah dari tadi. Apa gak lebih baik kalau Mba tetap dirawat di rumah sakit?""Mba gak papa kok, Ri. Kita pulang sekarang hmm?" Pinta DiandraWajahnya terlihat sangat pucat dan membuat Rinal tidak bisa berhenti khawatir. "Baiklah, Mba. Tapi kalau Mba gak ngerasa baikan setelah kita pulang, kita harus segera kembali ke rumah sakit ya, Mba.""Baiklah, jangan khawatir Ri. Mbamu ini cuma demam doang kok.""Iya Mba.""Sudah selesai Bu," Ucap Suster yang membantu Diandra. "Terima kasih, Sus," Ucap Rinal dan Diandra bersamaan. "Sama sama Bu, Pak," Balas Suster itu. Perawat itu segera meninggalkan ruangan Diandra. Tidak lama, Rinal dan Diandra juga pergi dari sana. Dibantu Rinal, Diandra menuju tem
"Cepat sembuh Mba, jangan sakit!" gumam Rinal pelan. Rinal juga membenarkan letak selimut Diandra yang tersingkap tadi. Kekhawatiran Rinal perlahan menghilang, ia keluar dari kamar Diandra. "Ada apa Ri?" Tanya sang Ibu. "Astaghfirullah," Rinal kaget. Rinal tidak sadar dengan keberadaan sang IbuSejak tadi sang Ibu ternyata mengamati apa yang dilakukan Rinal di dalam kamar Diandra. Bu Rina melihat Rinal masuk ke dalam kamar Diandra tadi. "Shuttt!! Dian bisa kebangun nanti.""Maaf, Bu. Rinal kaget."Bu Rina buru buru menarik lengan Rinal dan menjauh dari depan kamar Diandra. "Sebenarnya ada apa? Kamu tahu, Ibu paling tau anak Ibu. Kamu menyembunyikan sesuatu dari Ibu ya, Ri?""Mba Dian gak mau Ibu ikut khawatir, tadi Rinal baru aja pulang dari rumah sakit ngebawa Mba Dian berobat. Waktu Rinal tib di rumah, Mba Dian gak sadarkan diri, Bu. Tubuhnya dingin dan berkeringat, Rinal sangat takut, Bu.""Terus bagaimana kata Dokter?""Dilakukan pemeriksaan darah tadi, Bu. Tapi hasilnya belu
"Iya. Kamu diam saja disana, dulu!" balas Zaid. Diandra enggan bersuara lagi. Ia hanya menunggu Zaid bekerja. "Tik.. Tok.. Tik.. Tok.." Heningnya ruangan itu membuat gema perputaran jarum jam terdengar jelas. Tidak ada tanda tanda Zaid akan menyuruhnya duduk ataupun memulai percakapan. Diandra mulai pegal karena sudah 20 menitan berdiri menggunakan sepatu berhak 3 cm. Diandra memilih membuka sepatunya sambil memandangi satu satu bagian dari ruangan Zaid.Tidak lama keberaniannya muncul Diandra muncul dan memilih beranjak dari posisi awalnya. Diandra berjalan menuju tempat yang sangat menarik perhatiannya. "Apa saya bilang kamu boleh tour di ruangan saya?" suara berat Zaid memecah keheningan. "Astaghfirullah," Diandra kaget. Ia menghentikan langkahnya menuju jendela kaca yang selalu tertutup setiap kali ia berada di ruangan itu. Diandra ingin protes pada Zaid karena mengejutkan dan mengabaikannya sejak tadi, tapi ia lebih tertarik menemukan jawaban mengapa jendela itu tidak pern
"ASTAGHFIRULLAH.. Bapak ngapain?" Suara cempreng Diandra teriak. Zaid masih belum beranjak dan spontan membungkam mulut Diandra yang berteriak padanya. "Saya mau apa, hah? Jangan berpikiran aneh aneh. Saya cuma ngebangunin kamu." Zaid segera menjauhkan dirinya dari Diandra. "Kalau mau bangunin saya kan bisa manggil saya, Pak. Atau pake goyang goyangin tangan saya. Gak tiba-tiba bikin saya kaget gitu," ucap Diandra. "Makanya kalau tidur jangan kebo, Di. Saya udah bangunin kamu dari tadi. Mulai dari manggil manggil nama kamu sampe goyangin bahu kamu, kamunya gak bangun bangun.""Masa sih Pak? Kok saya gak ngerasa?""Makanya jangan kebo tidurnya Di," Jawab Zaid malas."Maaf Pak. Kita udah sampe ya Pak?" Diandra menyadari ia sudah tiba di rumahnya. "Hmm.. Kamu harus memikirkan konsep lain untuk iklan itu. Usaha saya akan sia sia mengajak kamu berkeliling hari ini kalau kamu tidak bekerja dengan baik.""Iya iya, Bapak cerewet banget sih Pak. Biarin saya istirahat dengan tenang dulu k
"Apa tidak lain untuk bermesraan?" Ucap Zaid. Pria itu melanjutkan langkahnya masuk ke dalam gedung melewati Zain dan Diandra. Zain dan Diandra melempar senyum sumringah bpada Zaid, tapi Zaid tidak peduli. "Apa pria itu selalu seperti itu Di?" tanya Zain. "Kamu kayak gak kenal aja. Emang bentukannya udah begitu sejak lahir." Mereka tertawa berdua. Setibanya di ruangannya, Zaid melihat ada satu Map proposal yang sebelumnya tidak ada di atas mejanya. 'Apa Diandra sudah menyelesaikannya?' Pikir Zaid. Segera ia memeriksa map itu. Zaid duduk di kursinya dan mulai membaca apa isi dari map itu. "Kamu emang aneh ya, aku udah balas pesannya eh malah enggak di read.""Ey iya Di?" Pura-pura polos. "Eh iya, kalimat apa itu? Padahal kamu yang gangguin aku kerja duluan!" Diandra pura pura kesal. Raut wajahnya jadi serius. "I'm so sorry. Habisnya si Max lama banget jempu aku di Bandara. Aku gabut, jadi aku gangguin kamu deh.""Ada ada aja, ngeles. Tapi syukurnya foto random kamu tadi malem
"Ganti sepatumu," Bisik Zaid. Pria itu sudah berada di belakang Diandra. Diandra memang sangat sensitif, dia bisa tahu jika seseorang ada di belakangnya. Jadi dia tidak kaget dengan keberadaan Zaid. Diandra menoleh ke belakang, "Emang sepatu saya kenapa Pak?" Tanya Diandra. "Astaghfirullah, emang kamu gak kerasa? Basah itu Di, buruan ganti pake ini," Zaid memberikan paper bag berisi sepatu kets. Diandra langsung menyambut paper bag yang hampir saja jatuh jika tidak ditangkap oleh Diandra. Zaid langsung pergi dari sana, ia juga punya banyak kerjaan. Ia datang ke lokasi syuting hanya untuk mengecek kegiatan syuting berjalan lancar atau tidak. Selebihnya ia percaya dengan kinerja Diandra dan Tim. Waktu berlalu, seluruh proses syuting berjalan lancar. "Haishhu.. Haishhu... " Diandra sudah bersin bersih sejak sejam lalu. "Ibu gak papa, Bu?" Tanya Fifi. "Kayaknya saya terserang flu nih. Kalian langsung pulang aja, gak usah ke kantor lagi. Hari ini sangat melelahkan.""Baik Bu," Jojo
Hari hari berlalu, semua orang di kantor disibukkan dengan pekerjaan mereka masing-masing. "Di, kamu nanti ikut saya bertemu klien di Bandara. Kita ikut mengantar mereka ke hotel dan makan malam.""Tapi Pak... ""Tapi apa?" Tanya Zaid. "Kenapa mendadak Pak? Pakaian saya kurang rapi dan.. ""Sudah gak usah banyak omong. Nurut aja, lagian pakaian yang kamu pakai setiap hari menunjukkan kamu yang unik dan selalu yah.. begitu la.""Bapak menghina cara berpakaian saya?""Sudah lah, siap siap dulu. Saya ada urusan mendesak, kita akan segera pergi.""Iya Pak."Zaid segera kembali ke ruangannya untuk mengambil tasnya, sementara rekan tim Diandra hanya memperhatikan Diandra tanpa bertanya apapun. Ketika Diandra akan segera pergi, ketiganya serentak menyemangati Diandra."Fighting Bu," ucap mereka.Diandra langsung mengekori Zaid yang sudah melewati ruangan mereka dengan membawa tasnya. "Pak.. Tunggu saya!" teriak Diandra. Tanpa mengurangi ritme berjalannya, Zaid sudah berada jauh di depan