"Apa Bapak tidak puas dengan bagian ini?" Diandra berhenti di halaman yang mungkin menyebabkan Zaid marah.
"Huk... Uhukk..." Zaid tersedak."Pelan pelan makannya Pak." Diandra memberikan air minum pada Zaid. Zaid segera meminum air itu."Glupp...glup.." Zaid menghabiskan satu gelas penuh. Wajahnya merah karena tersedak dan merasa malu.Sedangkan Diandra, dalam hatinya merasa sangat senang. Ia memang bermaksud untuk membuat Bosnya itu kesal. Bukan Diandra namanya jika tidak membalas perbuatan snag Bos yang sangat kenak kanakan seperti ini."Kamu mau ngebunuh saya atau gimana?" Tanya Zaid."Bapak kok ngomong gitu?" Diandra pura-pura tidak paham."Kenapa angkanya berubah drastis dari yang ini?" Zaid menunjukan proposal yang tadi ia baca."Hmm.. Itu... Mungkin salah print Pak. Mohon maafkan saya.""Bukan itu yang saya maksud Di. Kenapa jumlahnya jauh lebih besar dari print outnya?""Ooo.. Yang bener yang ini Pak. Memang sejak awal rincian dana ini yang bener Pak. Kami berusaha merevisinya sesuai keinginan Bapak, tapi setelah mempertimbangkan segala aspek, perkiraan rincian dana yang tepat ya ini Pak.""Kamu mempermainkan saya, ya?" tanya Zaid. Wajahnya berubah lebih ketat lagi."Saya tidak punya kuasa ataupun kesempatan untuk kurang ajar sama Bapak. Saya mana berani mempermainkan Bapak," Jawab Diandra."Lalu? Ini apa?""Duhh.. Saya mau menjelaskan berapa kali Pak?" Diandra mendekatkan wajahnya ke layar komputer dan jaraknya sangat dekat dengan wajah Zaid."Bapak perhatikan ini. Ini adalah jumlah yang wajar Pak." Tunjuk Diandra pada jumlah harga pada bagian yang terpaksa dikuranginya pada print out proposal yang ada di meja Zaid."Saya lihat kok," Zaid menjauhkan wajahnya sedikit dari depan layar komputer."Berarti tidak ada yang perlu saya jelaskan lagi dong Pak. Ini sudah sangat sangat wajar. Kita memang butuh jumlah dana segini untuk menampilkan kemewahan dari brand produk yang kita kerjakan.""Saya sudah meminta kamu mengecilkan jumlahnya. Kamu bisa membuat yang lebih efisien dari ini.""Saya sudah membuat jumlah yang sangat efisien seperti di proposal yang Bapak pegang. Tapi Bapak sepertinya tidak senang jika beberapa bagian dari konsep diubah. Karena itu Bapak memanggil saya kesini kan, Pak?"Diandra kembali ke posisi duduknya semula. Wajahnya tidak menampilkan sedikitpun rasa takut pada Zaid."Kamu tahu itu, tapi saya juga tidak akan menyetujui anggaran yang kamu buat ini.""Baiklah, jika begitu kita kerjakan seadanya saja, Pak.""Mulut kamu itu asal bicara ya, Di. Saya sekarang sedang serius?""Saya lebih serius dari Bapak sekarang," Jawab Diandra."Saya akan memindahkan tugas ini ke Tim lain. Kembalilah ke ruangan kamu, kamu hanya membuat saya lebih pusing.""Saya tidak keberatan dengan ide Bapak. Tapi sebelumnya maaf Pak, konsep ini berasal dari Tim saya. Saya tidak akan membiarkan Bapak sekalipun menggunakan konsep ini jika Bapak menugaskannya ke Tim lain.""Kamu sangat kasar dan sombong Di. Lihat saja, siapa yang akan berhasil diantara kita.""Silahkan Pak. Jika tidak ada yang perlu dibicarakan, saya mohon izin untuk menikmati sisa makanan saya.""Keluarlah!""Baik Pak. Selamat siang."Dengan perasaan lega, Diandra keluar dari ruangan Zaid. Sedangkan Zaid tambah kesal. Bukannya menemukan jalan tengah dari masalah, ia justru hanya berdebat dengan Diandra.Zaid lalu menutup file dan juga proposal yang ada di mejanya. Ia memilih untuk menghabiskan Sushi favoritnya tanpa memikirkan kerjaan.Ia masih punya waktu empat hari lagi sebelum kliennya meminta hasil akhir dari project yang direncanakan perusahaannya."Sushi ini memang sangat enak. Aku tidak menemukan yang lebih enak dari ini dimanapun. Selepas ini aku akan meminta Tim lain untuk mengerjakan proyek ini. Kenapa aku harus menuruti keinginan Diandra yang sangat aneh itu. Huhh... " Ungkap Zaid.Sedangkan Diandra hampir tiba di ruangan. Ia berpapasan dengan rekan timnya. Ia merupakan Ketua Tim 2 dan memiliki tiga rekan."Bu, kenapa tadi Ibu buru buru?" Tanya Bianca."Biasa Bi. Si bos masih gak puas dengan kinerja kita. Ada aja yang gak sesuai.""Padahal kita mau makan siang bareng tadi Bu. Jadi Ibu sekarang udah jadi makan siang atau belum?""Baru dia suap. Saya udah lapar banget.""Kasian banget Ibu," ucap Fifi."Mau gimana lagi Fi, Bos kita sangat sangat perfeksionis."Sedangkan seorang lagi rekan tim Diandra, yaitu Jojo hanya menyimak obrolan ketiganya.***"Tikk.. Tok.. Tik.. Tok.. " Suara jam di ruangan kerja Diandra.Waktu sudah menujukkan pukul 6 sore, ketiga rekan Diandra sudsh pulang kerja. Hanya dia sendirian yang ada disana. Ia harus mengerjakan pekerjaan untuk brand lain.Ia tidak punya cukup waktu jika tidak menyiapkannya hari ini. Diandra tidak mau membawa pekerjaannya ke rumah. Di kantor saja sudah cukup melelahkan.Sekitar lima belas menit, Diandra selesai juga. Ia bersiap siap untuk pulang."Tap.. Tap.." Langkah kakinya melewati ruangan Tim satu. Ia melihat rungan Tim satu masih dengan formasi lengkap.Diandra sudah menduga jika Zaid akan melimpahkan pekerjaannya ke Tim 1. Tim satu dipimpin oleh Ketua Tim baru yang masih sangat antusias bekerja. Zaid sangat memanfaatkan itu."Lama lama kalian pasti juga akan lelah, nikmatilah waktu kalian sekarang," gumam Diandra.Diandra melanjutkan perjalanannya menuju parkiran mobil. Disana ia bertemu dengan Zaid. Zaid akan segera masuk ke dalam mobilnya, sedangkan Diandra masih berda di tengah jalan. Diandra tidak memperdulikan Zaid, begitu juga Zaid. Zaid masih sangat kesal dengan tindakan Diandra.Terdapat genagan air di sebelah posisi Diandra dan saat mobil Zaid lewat, "Byurr.." Sah percikan air langsung muncrat dan mengotori pakaian Diandra."Manusia gak ada adab!!" Umpat Diandra. Zaid tersenyum smirk melihat Diandra dari kaca spion mobilnya."Siapa yang mengerjaiku lebih dulu, ini belum ada apa apanya Diandra," ucap Zaid. Ia menambah kecepatan mobilnya dan menghilang dari pandangan Diandra."Dasar angkuh, gak minta maaf, malah pergi gitu aja. Benar benar gak ada adab."Diandra benar benar kesal dengan Zaid."Lebih baik aku pulang sekarang, dari pada kedinginan karena pakaianku basah."Diandra segera masuk ke dalam mobilnya dan langsung menuju rumah. Jalanan cukup ramai dan membuat waktu menjadi lebih lama tiba di rumah.Berkendara sekitar 45 menit, Diandra tiba di rumahnya."Assalamualaikum Bu," ucap Diandra."Walaikumsalam Di," Sambut sang Ibu."Loh.. Baju kamu kenapa basah gitu, Di?""Gak Papa Bu, cuma kecipratan air aja.""Siapa yang tega ke kamu gini, Di?""Biasa Bu. Ulah Orang gak ada adab, si Bos nyebelin itu Bu.""Pak Zaid? Bos kamu?" Tanya Ibu Diandra."Assalamualaikum Bu," ucap Diandra. "Walaikumsalam Di," Sambut sang Ibu. "Loh.. Baju kamu kenapa basah gitu, Di?""Gak Papa Bu, cuma kecipratan air aja.""Siapa yang tega ke kamu gini, Di?""Biasa Bu. Ulah Orang gak ada adab, si Bos nyebelin itu Bu.""Pak Zaid? Bos kamu?" Tanya Ibu Diandra. "Siapa lagi kalau bukan Bos nyebelin itu Bu." "Kalau gitu kamu mandi dulu gih. Nanti kita langsung makan malam selesai sholat.""Iya Bu, Diandra mandi dulu Bu." Diandra segera pergi ke kamar mandi. Di dalam kamar mandi ia masih sangat kesal pada Zaid. "Baju ini baru aku pake sekali lagi, nodanya bisa ilang atau enggak ya?" Diandra ngedumel. ***"Di, kamu udah selesai sholat belum?" Ibu Diandra berasa di depan kamarnya. "Udah Bu.""Ayo buruan ke bawah Di. Kita makan malam bareng.""Iya Bu. Diandra keluar sebentar lagi." Buru buru Diandra melipat muken dan sajadahnya. "Tap.. Tap.. " Langkah kaki Diandra menuju meja makan yang ada di dapur. "Di, kamu mau Ibu ambilin nasinya?" Tanya Ibu Diand
"Dret.. Dret... " Panggil masuk dari Zaid berhasil membuyarkan pikiran Diandra. Ia sudah menduga Zaid akan menghubunginya. Pria itu bagai trouble yang tidak akan pernah usai dalam kehidupan Diandra. Ia sebenarnya sudah lelah bekerja disana, tapi bayaran yang ia Terima sangat mencukupi kebutuhan hidupnya dan keluarga. Mau tidak mau, Diandra terus bertahan. Menghadapi Zaid juga bukan perkara yang terlalu sulit karena sudah menjadi kebiasaan. "Halo, selamat malam Pak." "Malam Diandra, kamu ada dimana?""Di rumah Pak," Jawab Diandra singkat. "Kamu ambil project yang tadi siang. Saya akan menyetujui anggaran yang kamu ajukan!""Baik Pak.""Pastikan kamu melakukan yang terbaik, awas saja kalau tidak!" Ancam Zaid. "Saya dan Tim selalu bekerja dengan baik Pak, jangan khawatir. Emm.. Satu hal lagi... ""Apa?" Tanya Zaid. "Apa napak tidak berencana minta maaaf pada saya?" Tanya Diandra. "Untuk??" Tanya Zaid. "Apa yang Bapak lakukan tadi siang dan sore tadi di parkiran..""Siapa suruh k
"Cekrekkk" Diandra membuka pintu ruangan rapat dengan terburu-buru. Di dalam ruangan sudah berkumpul semua orang. Mereka melihat ke arah Diandra. Penampilan Diandra berantakan dan menjadi perhatian orang orang. Ia juga berkeringat. "Maafkan saya." Diandra segera masuk ke dalam ruangan. "Syukurlah Ibu tiba tepat waktu, jika tidak pasti saya sudah dihabisi oleh Pak Zaid," Bisik Fifi. Kali ini Fifi yang ikut rapat bersama Diandra. "Maaf, kejadian tidak terduga terjadi, Fi."Diandra sudah tahu kebiasaan kliennya itu, pasti Zaid akan mengajak kliennya itu mengobrol dan minum kopi dulu sebelum rapat. Ini memungkinkan untuk Diandra tiba di kantor sebelum rapat. Mata Zaid tidak lepas dari Diandra sejak wanita itu tiba. Zaid pasti akan memarahinya abis baisan nanti, dan Diandra sudah tahu itu. Diandra merapikan sedikit penampilannya dan membuka file yang akan ditampilkan pada klien. 20 menit berlalu, respon klien sangat baik. Mereka suka dengan kinerja Diandra dan Tim. "Sangat bagus d
"Uhukk.. Uhukk.. Uhukk" Suara batuk Diandra di dengar oleh Rinal. Rinal tidak yakin jika membawa pulang sang kakak menjadi pilihan terbaik. "Cekrekk" Rinal membuka pintu ruangan Diandra. Di sana sudah ada perawat yang melepaskan selang infus milik Diandra. "Uhuk..uhukk.. ""Mba, atuknya lebih parah dari tadi. Apa gak lebih baik kalau Mba tetap dirawat di rumah sakit?""Mba gak papa kok, Ri. Kita pulang sekarang hmm?" Pinta DiandraWajahnya terlihat sangat pucat dan membuat Rinal tidak bisa berhenti khawatir. "Baiklah, Mba. Tapi kalau Mba gak ngerasa baikan setelah kita pulang, kita harus segera kembali ke rumah sakit ya, Mba.""Baiklah, jangan khawatir Ri. Mbamu ini cuma demam doang kok.""Iya Mba.""Sudah selesai Bu," Ucap Suster yang membantu Diandra. "Terima kasih, Sus," Ucap Rinal dan Diandra bersamaan. "Sama sama Bu, Pak," Balas Suster itu. Perawat itu segera meninggalkan ruangan Diandra. Tidak lama, Rinal dan Diandra juga pergi dari sana. Dibantu Rinal, Diandra menuju tem
"Cepat sembuh Mba, jangan sakit!" gumam Rinal pelan. Rinal juga membenarkan letak selimut Diandra yang tersingkap tadi. Kekhawatiran Rinal perlahan menghilang, ia keluar dari kamar Diandra. "Ada apa Ri?" Tanya sang Ibu. "Astaghfirullah," Rinal kaget. Rinal tidak sadar dengan keberadaan sang IbuSejak tadi sang Ibu ternyata mengamati apa yang dilakukan Rinal di dalam kamar Diandra. Bu Rina melihat Rinal masuk ke dalam kamar Diandra tadi. "Shuttt!! Dian bisa kebangun nanti.""Maaf, Bu. Rinal kaget."Bu Rina buru buru menarik lengan Rinal dan menjauh dari depan kamar Diandra. "Sebenarnya ada apa? Kamu tahu, Ibu paling tau anak Ibu. Kamu menyembunyikan sesuatu dari Ibu ya, Ri?""Mba Dian gak mau Ibu ikut khawatir, tadi Rinal baru aja pulang dari rumah sakit ngebawa Mba Dian berobat. Waktu Rinal tib di rumah, Mba Dian gak sadarkan diri, Bu. Tubuhnya dingin dan berkeringat, Rinal sangat takut, Bu.""Terus bagaimana kata Dokter?""Dilakukan pemeriksaan darah tadi, Bu. Tapi hasilnya belu
"Iya. Kamu diam saja disana, dulu!" balas Zaid. Diandra enggan bersuara lagi. Ia hanya menunggu Zaid bekerja. "Tik.. Tok.. Tik.. Tok.." Heningnya ruangan itu membuat gema perputaran jarum jam terdengar jelas. Tidak ada tanda tanda Zaid akan menyuruhnya duduk ataupun memulai percakapan. Diandra mulai pegal karena sudah 20 menitan berdiri menggunakan sepatu berhak 3 cm. Diandra memilih membuka sepatunya sambil memandangi satu satu bagian dari ruangan Zaid.Tidak lama keberaniannya muncul Diandra muncul dan memilih beranjak dari posisi awalnya. Diandra berjalan menuju tempat yang sangat menarik perhatiannya. "Apa saya bilang kamu boleh tour di ruangan saya?" suara berat Zaid memecah keheningan. "Astaghfirullah," Diandra kaget. Ia menghentikan langkahnya menuju jendela kaca yang selalu tertutup setiap kali ia berada di ruangan itu. Diandra ingin protes pada Zaid karena mengejutkan dan mengabaikannya sejak tadi, tapi ia lebih tertarik menemukan jawaban mengapa jendela itu tidak pern
"ASTAGHFIRULLAH.. Bapak ngapain?" Suara cempreng Diandra teriak. Zaid masih belum beranjak dan spontan membungkam mulut Diandra yang berteriak padanya. "Saya mau apa, hah? Jangan berpikiran aneh aneh. Saya cuma ngebangunin kamu." Zaid segera menjauhkan dirinya dari Diandra. "Kalau mau bangunin saya kan bisa manggil saya, Pak. Atau pake goyang goyangin tangan saya. Gak tiba-tiba bikin saya kaget gitu," ucap Diandra. "Makanya kalau tidur jangan kebo, Di. Saya udah bangunin kamu dari tadi. Mulai dari manggil manggil nama kamu sampe goyangin bahu kamu, kamunya gak bangun bangun.""Masa sih Pak? Kok saya gak ngerasa?""Makanya jangan kebo tidurnya Di," Jawab Zaid malas."Maaf Pak. Kita udah sampe ya Pak?" Diandra menyadari ia sudah tiba di rumahnya. "Hmm.. Kamu harus memikirkan konsep lain untuk iklan itu. Usaha saya akan sia sia mengajak kamu berkeliling hari ini kalau kamu tidak bekerja dengan baik.""Iya iya, Bapak cerewet banget sih Pak. Biarin saya istirahat dengan tenang dulu k
"Apa tidak lain untuk bermesraan?" Ucap Zaid. Pria itu melanjutkan langkahnya masuk ke dalam gedung melewati Zain dan Diandra. Zain dan Diandra melempar senyum sumringah bpada Zaid, tapi Zaid tidak peduli. "Apa pria itu selalu seperti itu Di?" tanya Zain. "Kamu kayak gak kenal aja. Emang bentukannya udah begitu sejak lahir." Mereka tertawa berdua. Setibanya di ruangannya, Zaid melihat ada satu Map proposal yang sebelumnya tidak ada di atas mejanya. 'Apa Diandra sudah menyelesaikannya?' Pikir Zaid. Segera ia memeriksa map itu. Zaid duduk di kursinya dan mulai membaca apa isi dari map itu. "Kamu emang aneh ya, aku udah balas pesannya eh malah enggak di read.""Ey iya Di?" Pura-pura polos. "Eh iya, kalimat apa itu? Padahal kamu yang gangguin aku kerja duluan!" Diandra pura pura kesal. Raut wajahnya jadi serius. "I'm so sorry. Habisnya si Max lama banget jempu aku di Bandara. Aku gabut, jadi aku gangguin kamu deh.""Ada ada aja, ngeles. Tapi syukurnya foto random kamu tadi malem