"Apa Bapak tidak puas dengan bagian ini?" Diandra berhenti di halaman yang mungkin menyebabkan Zaid marah.
"Huk... Uhukk..." Zaid tersedak."Pelan pelan makannya Pak." Diandra memberikan air minum pada Zaid. Zaid segera meminum air itu."Glupp...glup.." Zaid menghabiskan satu gelas penuh. Wajahnya merah karena tersedak dan merasa malu.Sedangkan Diandra, dalam hatinya merasa sangat senang. Ia memang bermaksud untuk membuat Bosnya itu kesal. Bukan Diandra namanya jika tidak membalas perbuatan snag Bos yang sangat kenak kanakan seperti ini."Kamu mau ngebunuh saya atau gimana?" Tanya Zaid."Bapak kok ngomong gitu?" Diandra pura-pura tidak paham."Kenapa angkanya berubah drastis dari yang ini?" Zaid menunjukan proposal yang tadi ia baca."Hmm.. Itu... Mungkin salah print Pak. Mohon maafkan saya.""Bukan itu yang saya maksud Di. Kenapa jumlahnya jauh lebih besar dari print outnya?""Ooo.. Yang bener yang ini Pak. Memang sejak awal rincian dana ini yang bener Pak. Kami berusaha merevisinya sesuai keinginan Bapak, tapi setelah mempertimbangkan segala aspek, perkiraan rincian dana yang tepat ya ini Pak.""Kamu mempermainkan saya, ya?" tanya Zaid. Wajahnya berubah lebih ketat lagi."Saya tidak punya kuasa ataupun kesempatan untuk kurang ajar sama Bapak. Saya mana berani mempermainkan Bapak," Jawab Diandra."Lalu? Ini apa?""Duhh.. Saya mau menjelaskan berapa kali Pak?" Diandra mendekatkan wajahnya ke layar komputer dan jaraknya sangat dekat dengan wajah Zaid."Bapak perhatikan ini. Ini adalah jumlah yang wajar Pak." Tunjuk Diandra pada jumlah harga pada bagian yang terpaksa dikuranginya pada print out proposal yang ada di meja Zaid."Saya lihat kok," Zaid menjauhkan wajahnya sedikit dari depan layar komputer."Berarti tidak ada yang perlu saya jelaskan lagi dong Pak. Ini sudah sangat sangat wajar. Kita memang butuh jumlah dana segini untuk menampilkan kemewahan dari brand produk yang kita kerjakan.""Saya sudah meminta kamu mengecilkan jumlahnya. Kamu bisa membuat yang lebih efisien dari ini.""Saya sudah membuat jumlah yang sangat efisien seperti di proposal yang Bapak pegang. Tapi Bapak sepertinya tidak senang jika beberapa bagian dari konsep diubah. Karena itu Bapak memanggil saya kesini kan, Pak?"Diandra kembali ke posisi duduknya semula. Wajahnya tidak menampilkan sedikitpun rasa takut pada Zaid."Kamu tahu itu, tapi saya juga tidak akan menyetujui anggaran yang kamu buat ini.""Baiklah, jika begitu kita kerjakan seadanya saja, Pak.""Mulut kamu itu asal bicara ya, Di. Saya sekarang sedang serius?""Saya lebih serius dari Bapak sekarang," Jawab Diandra."Saya akan memindahkan tugas ini ke Tim lain. Kembalilah ke ruangan kamu, kamu hanya membuat saya lebih pusing.""Saya tidak keberatan dengan ide Bapak. Tapi sebelumnya maaf Pak, konsep ini berasal dari Tim saya. Saya tidak akan membiarkan Bapak sekalipun menggunakan konsep ini jika Bapak menugaskannya ke Tim lain.""Kamu sangat kasar dan sombong Di. Lihat saja, siapa yang akan berhasil diantara kita.""Silahkan Pak. Jika tidak ada yang perlu dibicarakan, saya mohon izin untuk menikmati sisa makanan saya.""Keluarlah!""Baik Pak. Selamat siang."Dengan perasaan lega, Diandra keluar dari ruangan Zaid. Sedangkan Zaid tambah kesal. Bukannya menemukan jalan tengah dari masalah, ia justru hanya berdebat dengan Diandra.Zaid lalu menutup file dan juga proposal yang ada di mejanya. Ia memilih untuk menghabiskan Sushi favoritnya tanpa memikirkan kerjaan.Ia masih punya waktu empat hari lagi sebelum kliennya meminta hasil akhir dari project yang direncanakan perusahaannya."Sushi ini memang sangat enak. Aku tidak menemukan yang lebih enak dari ini dimanapun. Selepas ini aku akan meminta Tim lain untuk mengerjakan proyek ini. Kenapa aku harus menuruti keinginan Diandra yang sangat aneh itu. Huhh... " Ungkap Zaid.Sedangkan Diandra hampir tiba di ruangan. Ia berpapasan dengan rekan timnya. Ia merupakan Ketua Tim 2 dan memiliki tiga rekan."Bu, kenapa tadi Ibu buru buru?" Tanya Bianca."Biasa Bi. Si bos masih gak puas dengan kinerja kita. Ada aja yang gak sesuai.""Padahal kita mau makan siang bareng tadi Bu. Jadi Ibu sekarang udah jadi makan siang atau belum?""Baru dia suap. Saya udah lapar banget.""Kasian banget Ibu," ucap Fifi."Mau gimana lagi Fi, Bos kita sangat sangat perfeksionis."Sedangkan seorang lagi rekan tim Diandra, yaitu Jojo hanya menyimak obrolan ketiganya.***"Tikk.. Tok.. Tik.. Tok.. " Suara jam di ruangan kerja Diandra.Waktu sudah menujukkan pukul 6 sore, ketiga rekan Diandra sudsh pulang kerja. Hanya dia sendirian yang ada disana. Ia harus mengerjakan pekerjaan untuk brand lain.Ia tidak punya cukup waktu jika tidak menyiapkannya hari ini. Diandra tidak mau membawa pekerjaannya ke rumah. Di kantor saja sudah cukup melelahkan.Sekitar lima belas menit, Diandra selesai juga. Ia bersiap siap untuk pulang."Tap.. Tap.." Langkah kakinya melewati ruangan Tim satu. Ia melihat rungan Tim satu masih dengan formasi lengkap.Diandra sudah menduga jika Zaid akan melimpahkan pekerjaannya ke Tim 1. Tim satu dipimpin oleh Ketua Tim baru yang masih sangat antusias bekerja. Zaid sangat memanfaatkan itu."Lama lama kalian pasti juga akan lelah, nikmatilah waktu kalian sekarang," gumam Diandra.Diandra melanjutkan perjalanannya menuju parkiran mobil. Disana ia bertemu dengan Zaid. Zaid akan segera masuk ke dalam mobilnya, sedangkan Diandra masih berda di tengah jalan. Diandra tidak memperdulikan Zaid, begitu juga Zaid. Zaid masih sangat kesal dengan tindakan Diandra.Terdapat genagan air di sebelah posisi Diandra dan saat mobil Zaid lewat, "Byurr.." Sah percikan air langsung muncrat dan mengotori pakaian Diandra."Manusia gak ada adab!!" Umpat Diandra. Zaid tersenyum smirk melihat Diandra dari kaca spion mobilnya."Siapa yang mengerjaiku lebih dulu, ini belum ada apa apanya Diandra," ucap Zaid. Ia menambah kecepatan mobilnya dan menghilang dari pandangan Diandra."Dasar angkuh, gak minta maaf, malah pergi gitu aja. Benar benar gak ada adab."Diandra benar benar kesal dengan Zaid."Lebih baik aku pulang sekarang, dari pada kedinginan karena pakaianku basah."Diandra segera masuk ke dalam mobilnya dan langsung menuju rumah. Jalanan cukup ramai dan membuat waktu menjadi lebih lama tiba di rumah.Berkendara sekitar 45 menit, Diandra tiba di rumahnya."Assalamualaikum Bu," ucap Diandra."Walaikumsalam Di," Sambut sang Ibu."Loh.. Baju kamu kenapa basah gitu, Di?""Gak Papa Bu, cuma kecipratan air aja.""Siapa yang tega ke kamu gini, Di?""Biasa Bu. Ulah Orang gak ada adab, si Bos nyebelin itu Bu.""Pak Zaid? Bos kamu?" Tanya Ibu Diandra."Assalamualaikum Bu," ucap Diandra. "Walaikumsalam Di," Sambut sang Ibu. "Loh.. Baju kamu kenapa basah gitu, Di?""Gak Papa Bu, cuma kecipratan air aja.""Siapa yang tega ke kamu gini, Di?""Biasa Bu. Ulah Orang gak ada adab, si Bos nyebelin itu Bu.""Pak Zaid? Bos kamu?" Tanya Ibu Diandra. "Siapa lagi kalau bukan Bos nyebelin itu Bu." "Kalau gitu kamu mandi dulu gih. Nanti kita langsung makan malam selesai sholat.""Iya Bu, Diandra mandi dulu Bu." Diandra segera pergi ke kamar mandi. Di dalam kamar mandi ia masih sangat kesal pada Zaid. "Baju ini baru aku pake sekali lagi, nodanya bisa ilang atau enggak ya?" Diandra ngedumel. ***"Di, kamu udah selesai sholat belum?" Ibu Diandra berasa di depan kamarnya. "Udah Bu.""Ayo buruan ke bawah Di. Kita makan malam bareng.""Iya Bu. Diandra keluar sebentar lagi." Buru buru Diandra melipat muken dan sajadahnya. "Tap.. Tap.. " Langkah kaki Diandra menuju meja makan yang ada di dapur. "Di, kamu mau Ibu ambilin nasinya?" Tanya Ibu Diand
"Dret.. Dret... " Panggil masuk dari Zaid berhasil membuyarkan pikiran Diandra. Ia sudah menduga Zaid akan menghubunginya. Pria itu bagai trouble yang tidak akan pernah usai dalam kehidupan Diandra. Ia sebenarnya sudah lelah bekerja disana, tapi bayaran yang ia Terima sangat mencukupi kebutuhan hidupnya dan keluarga. Mau tidak mau, Diandra terus bertahan. Menghadapi Zaid juga bukan perkara yang terlalu sulit karena sudah menjadi kebiasaan. "Halo, selamat malam Pak." "Malam Diandra, kamu ada dimana?""Di rumah Pak," Jawab Diandra singkat. "Kamu ambil project yang tadi siang. Saya akan menyetujui anggaran yang kamu ajukan!""Baik Pak.""Pastikan kamu melakukan yang terbaik, awas saja kalau tidak!" Ancam Zaid. "Saya dan Tim selalu bekerja dengan baik Pak, jangan khawatir. Emm.. Satu hal lagi... ""Apa?" Tanya Zaid. "Apa napak tidak berencana minta maaaf pada saya?" Tanya Diandra. "Untuk??" Tanya Zaid. "Apa yang Bapak lakukan tadi siang dan sore tadi di parkiran..""Siapa suruh k
"Cekrekkk" Diandra membuka pintu ruangan rapat dengan terburu-buru. Di dalam ruangan sudah berkumpul semua orang. Mereka melihat ke arah Diandra. Penampilan Diandra berantakan dan menjadi perhatian orang orang. Ia juga berkeringat. "Maafkan saya." Diandra segera masuk ke dalam ruangan. "Syukurlah Ibu tiba tepat waktu, jika tidak pasti saya sudah dihabisi oleh Pak Zaid," Bisik Fifi. Kali ini Fifi yang ikut rapat bersama Diandra. "Maaf, kejadian tidak terduga terjadi, Fi."Diandra sudah tahu kebiasaan kliennya itu, pasti Zaid akan mengajak kliennya itu mengobrol dan minum kopi dulu sebelum rapat. Ini memungkinkan untuk Diandra tiba di kantor sebelum rapat. Mata Zaid tidak lepas dari Diandra sejak wanita itu tiba. Zaid pasti akan memarahinya abis baisan nanti, dan Diandra sudah tahu itu. Diandra merapikan sedikit penampilannya dan membuka file yang akan ditampilkan pada klien. 20 menit berlalu, respon klien sangat baik. Mereka suka dengan kinerja Diandra dan Tim. "Sangat bagus d
"Uhukk.. Uhukk.. Uhukk" Suara batuk Diandra di dengar oleh Rinal. Rinal tidak yakin jika membawa pulang sang kakak menjadi pilihan terbaik. "Cekrekk" Rinal membuka pintu ruangan Diandra. Di sana sudah ada perawat yang melepaskan selang infus milik Diandra. "Uhuk..uhukk.. ""Mba, atuknya lebih parah dari tadi. Apa gak lebih baik kalau Mba tetap dirawat di rumah sakit?""Mba gak papa kok, Ri. Kita pulang sekarang hmm?" Pinta DiandraWajahnya terlihat sangat pucat dan membuat Rinal tidak bisa berhenti khawatir. "Baiklah, Mba. Tapi kalau Mba gak ngerasa baikan setelah kita pulang, kita harus segera kembali ke rumah sakit ya, Mba.""Baiklah, jangan khawatir Ri. Mbamu ini cuma demam doang kok.""Iya Mba.""Sudah selesai Bu," Ucap Suster yang membantu Diandra. "Terima kasih, Sus," Ucap Rinal dan Diandra bersamaan. "Sama sama Bu, Pak," Balas Suster itu. Perawat itu segera meninggalkan ruangan Diandra. Tidak lama, Rinal dan Diandra juga pergi dari sana. Dibantu Rinal, Diandra menuju tem
"Cepat sembuh Mba, jangan sakit!" gumam Rinal pelan. Rinal juga membenarkan letak selimut Diandra yang tersingkap tadi. Kekhawatiran Rinal perlahan menghilang, ia keluar dari kamar Diandra. "Ada apa Ri?" Tanya sang Ibu. "Astaghfirullah," Rinal kaget. Rinal tidak sadar dengan keberadaan sang IbuSejak tadi sang Ibu ternyata mengamati apa yang dilakukan Rinal di dalam kamar Diandra. Bu Rina melihat Rinal masuk ke dalam kamar Diandra tadi. "Shuttt!! Dian bisa kebangun nanti.""Maaf, Bu. Rinal kaget."Bu Rina buru buru menarik lengan Rinal dan menjauh dari depan kamar Diandra. "Sebenarnya ada apa? Kamu tahu, Ibu paling tau anak Ibu. Kamu menyembunyikan sesuatu dari Ibu ya, Ri?""Mba Dian gak mau Ibu ikut khawatir, tadi Rinal baru aja pulang dari rumah sakit ngebawa Mba Dian berobat. Waktu Rinal tib di rumah, Mba Dian gak sadarkan diri, Bu. Tubuhnya dingin dan berkeringat, Rinal sangat takut, Bu.""Terus bagaimana kata Dokter?""Dilakukan pemeriksaan darah tadi, Bu. Tapi hasilnya belu
"Iya. Kamu diam saja disana, dulu!" balas Zaid. Diandra enggan bersuara lagi. Ia hanya menunggu Zaid bekerja. "Tik.. Tok.. Tik.. Tok.." Heningnya ruangan itu membuat gema perputaran jarum jam terdengar jelas. Tidak ada tanda tanda Zaid akan menyuruhnya duduk ataupun memulai percakapan. Diandra mulai pegal karena sudah 20 menitan berdiri menggunakan sepatu berhak 3 cm. Diandra memilih membuka sepatunya sambil memandangi satu satu bagian dari ruangan Zaid.Tidak lama keberaniannya muncul Diandra muncul dan memilih beranjak dari posisi awalnya. Diandra berjalan menuju tempat yang sangat menarik perhatiannya. "Apa saya bilang kamu boleh tour di ruangan saya?" suara berat Zaid memecah keheningan. "Astaghfirullah," Diandra kaget. Ia menghentikan langkahnya menuju jendela kaca yang selalu tertutup setiap kali ia berada di ruangan itu. Diandra ingin protes pada Zaid karena mengejutkan dan mengabaikannya sejak tadi, tapi ia lebih tertarik menemukan jawaban mengapa jendela itu tidak pern
"ASTAGHFIRULLAH.. Bapak ngapain?" Suara cempreng Diandra teriak. Zaid masih belum beranjak dan spontan membungkam mulut Diandra yang berteriak padanya. "Saya mau apa, hah? Jangan berpikiran aneh aneh. Saya cuma ngebangunin kamu." Zaid segera menjauhkan dirinya dari Diandra. "Kalau mau bangunin saya kan bisa manggil saya, Pak. Atau pake goyang goyangin tangan saya. Gak tiba-tiba bikin saya kaget gitu," ucap Diandra. "Makanya kalau tidur jangan kebo, Di. Saya udah bangunin kamu dari tadi. Mulai dari manggil manggil nama kamu sampe goyangin bahu kamu, kamunya gak bangun bangun.""Masa sih Pak? Kok saya gak ngerasa?""Makanya jangan kebo tidurnya Di," Jawab Zaid malas."Maaf Pak. Kita udah sampe ya Pak?" Diandra menyadari ia sudah tiba di rumahnya. "Hmm.. Kamu harus memikirkan konsep lain untuk iklan itu. Usaha saya akan sia sia mengajak kamu berkeliling hari ini kalau kamu tidak bekerja dengan baik.""Iya iya, Bapak cerewet banget sih Pak. Biarin saya istirahat dengan tenang dulu k
"Apa tidak lain untuk bermesraan?" Ucap Zaid. Pria itu melanjutkan langkahnya masuk ke dalam gedung melewati Zain dan Diandra. Zain dan Diandra melempar senyum sumringah bpada Zaid, tapi Zaid tidak peduli. "Apa pria itu selalu seperti itu Di?" tanya Zain. "Kamu kayak gak kenal aja. Emang bentukannya udah begitu sejak lahir." Mereka tertawa berdua. Setibanya di ruangannya, Zaid melihat ada satu Map proposal yang sebelumnya tidak ada di atas mejanya. 'Apa Diandra sudah menyelesaikannya?' Pikir Zaid. Segera ia memeriksa map itu. Zaid duduk di kursinya dan mulai membaca apa isi dari map itu. "Kamu emang aneh ya, aku udah balas pesannya eh malah enggak di read.""Ey iya Di?" Pura-pura polos. "Eh iya, kalimat apa itu? Padahal kamu yang gangguin aku kerja duluan!" Diandra pura pura kesal. Raut wajahnya jadi serius. "I'm so sorry. Habisnya si Max lama banget jempu aku di Bandara. Aku gabut, jadi aku gangguin kamu deh.""Ada ada aja, ngeles. Tapi syukurnya foto random kamu tadi malem
Gimana Mas bisa tenang Sayang, hah?""Istighfar Zaid. Untuk apa kamu meributkan hal yang gak perlu diributkan Zaid!""Gak perlu gimana Ma? Zaid benar benar terluka, Ma." Zaid sangat kecewa dan langsung meningggalkan tempat itu. Diandra segera menyusulnya. "Mas, tunggu Diandra." Diandra mengejar Zaid tergesa-gesa. "Mas!" Diandra mempercepat langkahnya. Bersyukurnya, Diandra berhasil mengejar Zaid sebelum Zaid menyalakan mesin mobil. "Huhhh" Napas Diandra tersengal. Zaid mulai mengendarai mobilnya sangat laju. Bukan cuma laju, tapi juga ugal-ugalan. "Mas, istighfar!" Diandra menyentuh lengan Zaid. Wajah Diandra terlihat lumayan pucat. Zaid masih saja diam dan enggan menurunkan kecepatan laju mobilnya. "Mas, Diandra mual. Pelan pelan please Mas!" Suara Diandra melemah. Diandra sungguh merasa sangat mual. "Huek.." Mendengar Diandra seperti itu, Zaid langsung khawatir. Segera ia menurunkan kecepatan mobilnya. "Mas berhenti sebentar!" D
iandra dan Bianca sangat bertekad untuk menggolkan proposal mereka kali ini. Apapun yang terjadi Diandra benar-benar tidak akan mundur. Walaupun harus bertengkar atau berdebat habis habisan dnegen Zaid. Belakangan ini Zaid memang sedikit santai dan kendur terhadap Diandra dan timnya. Sekarang Zaid sudah mode sadar, sesadar sadarnya.Setelah berada di dalam ruangan Zaid sekitar 10 menit, Diandra dan Bianca mulai menyerang Zaid. "Kami sudah mengusahakan yang terbaik Pak. Kami rasa Bapak terlalu ketat dan tidak memberi kami ruang. Seharusnya gak begitu Pak!" Tegas Diandra.Satu minggu berlalu"Halo Pak, saya sudah menemukan orang yang Bapak cari. Kami sudah menahannya agar tidak meninggalkan negara ini. Namanya Jason, Pak. Salah satu orang kepercayaan dari keluarga Bapak. Orang itu tidak mengakui tuduhan yang telah kami sampaikan, padahal jelas jelas pelakunya adalah orang itu.""Baiklah. Kerja bagus, saya akan segera menemui orang itu." Zaid mematikan ponselnya. "Siapa yang menelpon M
Malam harinya, Diandra sedang menonton televisi dan bersantai. Ia ingin melupakan sejenak pekerjaannya yang sangat menganggu. Sementara itu, Zaid juga baru selesai mandi dan sepertinya akan segera bergabung dengannya."Di, udah makan malam belum?""Belum Mas, lagi malas makan. Gak mood gara gara urusan kantor.""Hohh.. Mas laper nih Di. Kita pesan makan online aja gimana?""Boleh Mas. Beli apa ya?""Hemm.. Empek empek sayang?""Hohh boleh tu Mas."Zaid segera duduk di sebelah Diandra. Ia mengeluarkan ponselnya dan merangkul Diandra. Satu tangannya memegang ponsel, satunya lagi udah merayap kemana-mana. "Ini tangannya gak sopan banget ya Mas!" "Gak papa dong sayang. Udah seminggu yang lalu kita tidur bareng dan gak ngapa ngapain sejak itu. Mesum juga kan sama istri sendiri.""Mas lupa ya kalau kita menikah kontrak?""Mas ingat Sayang. Dari awal Mas gak ada niat menikah kontrak sama kamu. Mas beneran tulus mau menikah sama kamu. Mas jatuh
115."Wahh.. Sepertinya itu dilakukan oleh orang yang berkuasa Mas. Kalau malam itu kita beneran gak melakukan apa apa, berarti tadi malam kita beneran melakukannya untuk yang pertama kali. Dan gak pernah buat dosa dong Mas. Diandra pernah merasa bersalah banget karena kejadian itu.""Hah?" Zaid belum konek. "Iya Mas, Diandra dan Mas Zaid gak pernah ngelakuin dosa. Kita menikah bukan karena one night stand. Ini murni cuma kecelakaan, yang menjebak kita untuk segera menikah Mas. Alhamdulillah," Diandra merasa sangat plong, semua yang mengganjal dibenaknya hilang. Zaid masih memproses semua perkataan Diandra. "Ad apa Mas?""Diandra, sungguh ini darah perawankah? Kita tidak pernah berhubungan malam itu. Dan satu hal lagi, ini pertama kalinya kita berhubungan?" Zaid ingin memastikan. "Yes Mas.""Alhamdulillah Ya Tuhan. Ternyata diri Mas memang tidak pernah bertindak melanggar larangan Allah. Kamu masih suci saat Mas nikahi. Dan kita melakukannya dalam ikat
Kalau gak mau nerima yang ini, simpan saja sayang. Kalau yang ini harus kamu terima ya Di." Zaid memberikan sebuah bungkusan paper bag pada Diandra. "Apa lagi ini Mas?" Tanya Diandra. Bungkusan itu sudah berada di tangan Diandra. Diandra melihat isi dari paper itu, dan isinya ternyata berupa baju. "Ini apa Mas?" "Bukalah dan lihat. Mas gak tahu kamu suka apa. Mas udah berusaha memilih yang terbaik." Diandra segera membuka bungkus itu dan membentang isi dari paper bag itu. "Bagus banget Mas." Wajah Diandra terlihat bahagia. Sangat berbeda dari ekspresi Diandra saat menerima perhiasan tadi. "Kamu suka?""Suka.""Makasih Mas. Hemm terus kita mau kemana Mas?""Kamu mau kita kemana?""Hemm.. Gak tau sih Mas. Tapi ini masih jam 10, gak kecepatan kalau kita pulang sekarang Mas?""Mas tau harus kemana. Kamu yakin bakal ikut aja?""Yakin lah Mas.""Hohh.. Kalau gitu ayo kita ke suatu tempat.""Baiklah," Jawab Diandra. Diandra dan Zaid
"Iya Ma."Mereka bedua menuju kasir untuk membayar dan segera keluar dari toko itu. "Di, kita pergi ke suatu tempat lagi ya!""Kemana Ma?""Restoran.""Ohh.. Iya boleh Ma. Diandra juga kehabisan energi pengen makan, laper Ma. Padahal tadi Diandra udah makan banyak.""Hahaha.. Itu karena energinya udah kepake buat jalan jalan sama Mama sayang." "Hahah iya mungkin Ma."Sementara itu di tempat lain Zaid udah menunggu kedatangan kedua wanita yang sangat berharga di hidupnya itu."Mama sama Diandra kok lama banget ya?" Zaid masih berusaha santai menunggu. Sementara itu, Bu Rina dan Rinal sendang dalam perjalanan menuju restoran. "Ibu yakin restoran W kan Bu?""Iya Ri. Nak Zaid tadi bilang itu nama restorannya. Nanti setelah tiba disana, kita diminta telepon aja.""Baiklah Bu. Kita berarti udjah bener. Tinggal belok di perempatan depan ini, kita langsung sampai.""Oki Ri."Sedangkan di tempat lain, Diandra dan Bu Tata juga sedang slama perjalanan ke restoran yang dimaksud oleh Zaid. "Ki
"Belinya dalam rangka apa ya Mas? Ulang tahun atau anniversary?""Ulang tahu istri saya Mba.""Oh tunggu sebentar ya Mas, kami punya koleksi terbaru.""Oh iya Mba." Zaid sabar menanti. Tidak lama pegawai toko itu datang dengan membawa beberapa koleksi perhiasan yang sangat elegan. Ada kalung, gelang dan juga cincin. "Yang ini edisi terbatas Pak. Hanya ada tiga di Asia. Buatan desainer terkenal Eropa.""Beauty," Sahut Zaid. Kalau yang ini buatan lokal Pak, tapi sangat cantik.""Ohh gitu Mba.""Saya suka yang ini sama yang ini!" Tunjuk Zaid ke dua pilihan yang ia maksud. "Bapak mau keduanya?""Iya, yang ini dan yang ini. Jangan lama lama ya Mba. Bungkus dan saya akan bayar.""Baiklah Pak."Zaid menyelesaikan urusannya xi toko perhiasan itu. Setelahnya, Zaid menghubungi sang Mama untuk membatalkan pertemuan di rumah sang Mama dan berkumpul di restoran yang sudah ia pesan untuk merayakan pesta ulang tahun Diandra. ***Dian
"Wah.. Harum banget Di. Masih lama gak? Mas jadi tambah lapar karena aromanya.""Sabar, lima belas menit lagi Mas.""Benarkah?" Zaid bangkit dari tempat duduknya. Zaid meletakkan ponsel yang tadi digenggamannya di atas meja. Kemudian ia berjalan menuju Diandra. "Ada yang bisa Mas bantu gak sayang?""Bantu aduk ini Mas! Diandra mau bikin bumbu mienya.""Baiklah." Zaid segera mengambil alih tempat Diandra. "Kita makan nasi apa makan mie sayang?""Makan nasi boleh Mas, makan mie juga boleh.""Oh.. Banyak banget loh ini Di.""Gak papa Mas. Kan mau kita bawa ke rumah Mama. Selama ini kita selalu bawa makanan yang kita beli, sekali ini gak papa dong kalau kita bawain makanan yang kita masak sendiri.""Iya bener sih sayang, tapi beneran kamu gak capek?""Capek Mas, tapi capek aja. Gak pake capek banget kok Mas!""Udah nih, Mas. Kamu geser lagi ya Mas!""Oh oke, oke. Mas bisa bantu apa lagi Di?""Bantu makan aja Mas. Mas Zaid udah sering banget masakin buat Diandra, hari ini tugas Mas Zaid
"Mas, bisa gak gak gangguin Diandra. Diandra lagi nyetir nih Mas.""Iya iya, lihatin jalannya Di. Awas nabrak entar loh!""Iya iya Mas, bisa gak kalau gak ngerecokin Diandra!" "Hahahaha gak asik kalau gak ngerecokin kamu Di.""Ada ya terniat banget gitu gangguin istrinya?""Adalah sayang." "Mas laper gak sih?""Banget, tapi Mas gak mau makan makanan dari luar. Masakin ya sayang.""Masakin? Capek loh Mas.""Yang gampang aja sayang, telur ceplok juga gak papa. Mas makan kok.""Bener ya?""Iya sayang.""Oke ya udah. Kita langsung pulang aja.""Iya sayang. Hati hati nyetirnya sayang.""Iya iya. Gak percayaan banget sih Mas.""Hemm, percaya kok sayang. Cuma ngingetin aja kok.""Ya udah, ini Diandra bakal lebih hati hati lagi Mas.""Oke sayang."***Setibanya di rumah, sepasang suami istri ini bukannya sarapan, Mereka justru memilih tidur lebih dahulu. Mereka tidur sambil berpelukan satu sama lain. Sangat n