"Ayo masuk Di!" Ajak Daniel. Diandra masih berdiam di posisi ia berdiri. 'Apa gak papa aku masuk ke dalam ya?' Batin Diandra. "Hemm.. Ini juga mau masuk," Jawab Diandra. Entah mengapa langkah kaki Diandra terasa berat. "Yauda ayuk!" Ajak Daniel lagi. Daniel dan Zain tinggal di rumah yang berbeda dan sebenarnya Diandra sudah sering ke rumah Daniel dahulu sekali. Tapi malam ini kecanggungan itu pasti ada. Diandra memantapkan diri untuk masuk ke dalam rumah. Diandra berjalan di belakang Daniel. Diandra melihat lihat isi rumah itu selama mengekori Daniel menuju dapur di rumahnya. "Tap.. Tap..""Tap.. Tap.." Langkah kaki keduanya beriringan. Setibanya Daniel di dapur, langkah kaki Daniel berhenti tiba-tiba dan mengejutkan Diandra. "Brukk!!" Diandra menabrak tubuh Daniel yang hampir sama posturnya seperti tubuh Zaid. Tinggi dan tegap, dengan paras rupawan. Warna kulit sedikit lebih gelap dari kuning langsat dengan rambut lurus "Aduhh..
Dani yang bakal anterin Dikara, Bu. Sebentar lagi pasti sampe rumah kok Bu," Ucap Daniel. "Sebentar lagi? Lambemu itu kalau ngomong ya Dan, gak realistis!" Kesal Diandra masih belum hilang. "Gak realistis gimana sih Mba Diandra Dikara?" Tanya Daniel. "Dari sini ke rumah aku paling engga sejam Daniel Angkasa.""Udah udah, kok jadi berantem sih!" Ucap Bu Rina. Bu Rina dari tadi menyimak pembicaraan keduanya yang agak frontal. "Tuh.. Kan kamu, Di. Malu sama Ibu kamu," ucap Daniel. "Kamu sih. Udah yuk, anterin aku pulang beneran. Katanya tadi mau nganterin aku!""Astaghfirullah, kayaknya kamu udah lupa bantuan yang aku berikan beberapa jam lalu. Berani beraninya memerintah aku ya," Ucap Daniel. "Heheh.. Iya iya maafkan saya Bapak Daniel Angkasa. Boleh bantu anterin saya pulang sekarang?" Tanya Diandra. "Nah gitu, baru bener ngomongnya. Enak di dengar. Iya kan, Bu?" Daniel melibatkan Bu Rina kembali. "Iya Nak Dani. Hati hati di jalan ya," ucap Bu Rina. "Iya Bu, assalamualaikum."S
"Huekk.. Huekk.. Huk.. Uhukk""Huekk.. Huek.. " Langkah Zaid langsung berhenti dan melihat Diandra yang ada di belakangnya. Zaid bisa memastikan suara itu berasal dari Diandra. "Kamu kenapa Di?" Zaid mendekati Diandra. "Mual banget Pak. Huek.. " Diandra mencoba sedikit menjauh dari Zaid. Ia takut jika muntah beneran, akan mengenai Zaid. "Huek..""Di, atau jangan jangan kamu? Enggak kan, Di?" Tanya Zaid."Wus gak usah ngawur ya, Pak. Ini gak ada kaitannya dengan kejadian itu.""Kamu udah cek?" Tanya Zaid. "Jangan bikin saya jadi parno dong, Pak. Huek.. ""Berarti kamu belum cek?" Tanya Zaid kembali. "Belum lah, dan gak akan. Udah deh, Bapak malah bikin saya tambah mual. Minggir Pak!"Diandra berjalan meninggalkan Zaid dengan rasa sangat kesal. Sedangkan Zaid masih tertekgun dengan apa yang dilihatnya tadi. 'Ya Allah, semoga saja yang dikatakan Diandra itu bener.' Pikiran dan perasaan Zaid jadi tidak tenang karena itu. Se
"Pak.. " "Iya ada apa? Jangan banyak bicara Diandra.""Tapi saya perlu bicara Pak. Sepertinya tidak terjadi apa apa diantara kita Pak. Ingatan saya baru saja kembali saat Bapak tadi bicara," ucap Diandra. "Maksud kamu gimana? Kalau bicara itu yang jelas.""Pak.." Diandra kehilangan kesadarannya. Tubuhnya benar benar sangat lemah. "Diandra, Di!" Teriak Zaid. Upaya Zaid pun tidak berhasil karena Diandra benar-benar kehilangan kesadaran dirinya. Zaid segera mengemudikan mobilnya dan melanjutkan perjalanan ke rumah sakit. "Dokter! Dokter!" Panggil Zaid. Ia sudah menghubungi Dokter Pribadinya dan Dokter itu telah menunggu kedatangannya di UGD. "Apa yang terjadi Zaid?" Tanya Dokter Clara. Clara adalah teman Zaid yang ia kenal sewaktu bersekolah di luar negeri. "Aku juga tidak tahu Ra. Setelah muntah muntah, Diandra tidak sadarkan diri.""Baiklah. Suster bantu saya!" Ucap Clara. "Tunggulah sebentar, aku akan memeriksa keadaan Pasien.""Baiklah, lakukan yang terbaik Untuknya, Ra."S
"Oh iya, katanya kamu ingat sesuatu sebelum gak sadarkan diri tadi. Apa yang kamu ingat?" "Hukk.." Makanan muncrat dari mulut Diandra. "Ingat apa Pak? Saya ngomong apa?" Tanya Diandra. Ia berpikir keras untuk mengingat apa yang dimaksud oleh Zaid. "Kamu bilang ingat sesuatu Diandra, tentang kejadian malam itu."Diandra berhenti mengunyah makanannya dan serius menanggapi apa yang dikatakan Zaid. "Saya gak ingat ngomong gitu Pak," Ucap Diandra. "Ya sudah. Kalau gitu cepat habiskan makanan kamu," Ucap Zaid. "Tapi saya kok jadi kepikiran Pak. Saya ada ngomong apalagi sama Bapak?" Tanya Diandra. "Udah gak usah dipikirin. Lanjutin makannya.""Saya kepikiran loh Pak. Saya gak ingat pernah ngomong gitu. Apa alam bawah sadar yang ngomong gitu ya?" "Kamu aja gak tahu, gimana lagi saya Di. Buruan habisin makanannya, apa saya aja yang makan?""Saya jadi gak mood Pak. Saya juga penasaran apa yang Saya ingat." Diandra menutup wadah nasi goreng y
Dret.. Dret.. " "Dret.. Dret..." Ponselnya tiba tiba berdering. Zaid memandangi layar ponselnya. Nomor yang melakukan panggilan tidak dikenal olehnya. "Siapa yang menelepon tengah malam begini? Dan nomorku hanya beberapa orang saja yang memilikinya," gumam Zaid. Zaid masih membiarkan ponselnya bergetar. "Dreet... Dreet.." Panggilan kedua. 'Sepertinya penting,' pikir Zaid. Akhirnya dia segera mengangkat telpon itu. "Halo.. Dengan siapa saya bicara?" Tanya Zaid. "Assalamualaikum," Ucap seorang pria. "Walaikumsalam. Ini siapa ya?" Tanya Zaid. "Pak Zaid, ini saya. Adik dari Mba Diandra, karyawan Pak Zaid.""Iya.. Ad apa? Kenapa menelpon?" Zaid yg tadinya rebahan memilih untuk duduk agar dapat mendengarkan lebih fokus. "Maaf saya tengah malam menelpon Bapak. Ada hal penting, karena itu saya menelpon.""Apa itu Rinal, katakanlah""Mba Diandra masuk rumah sakit dan mengatakan ingin bertemu Bapak. Saya tahu ini sufsh di
"Srekkk" Zaid membuka pintu ruangan Diandra. "Ada apa Nak Zaid?" Tanya Bu Rani. Wajah Zaid tampak khawatir. "Diandra minta dipanggilkan Suster, Bu." Zaid meninggalkan Bu Rani begitu saja. "Nak Zaid.. Emangnya ada apa?" Tanya Bu Rina. Tidak mendapat jawaban dari Diandra, Bu Rani langsung masuk ke dalam ruangan Diandra. "Ada apa Di?" Bu Rani menghampiri Diandra. "Ah.. Ini Bu," Diandra mengangkat lengannya yang terhubung dengan selang infus. "Astaghfirullah, kenapa bisa begini? Sakit gak?""Sakit Bu, tapi dikit aja." Diandra tersenyum ke pada sang Ibu. "Tunggu sebentar, Ibu panggil Suster dulu deh.""Pak Zaid sedang memanggil Suster kok Bu, temani Dian disini ya Bu.""Hoh.. Baiklah." Bu Rani duduk di sebelah Diandra, tepat di sebelahnya. "Apa kamu tidak mengantuk?" Tanya Bu Rani. "Sedikit Bu. Diandra akan tidur sebentar lagi Bu.""Begitu ya." Bu Rani diam sejenak. "Iya Bu.""Sebenarnya antara kamu dan Nak Zaid s
"Wah.. Sepertinya ada yang menyebut M Grup disini," ucap seorang wanita yang tidak diundang kehadirannya. "Bu Maya?" Ucap Bianca."Ternyata kamu belum melupakan saya, Bi. Syukurlah, saya memang sulit untuk dilupakan.""Selamat pagi Bu," Sapa Jojon dan Fifi. "Pagi juga." Sementara Diandra hanya diam saja. Ia tidak bermaksud menyapa Maya. "Hohh.. Ternyata kamu masih sama Diandra. Sedikit angkuh padahal hanya karyawan biasa seperti yang lainnya.""Maaf, saya permisi dulu," Ucap Diandra. Diandra memang tidak punya kesempatan untuk menyukai Maya. Maya adalah sepupu Zaid dan sering sekali mengganggu pekerjaannya. Sama sama merepotkan seperti Zaid dan pastinya lebih meresahkan dari Zaid. "Sangat tidak sopan," ucap Maya. Maya berbalik arah dan berjalan menuju ruangan Zaid. Di persimpangan lorong jalan Maya melihat Zaid dengan beberapa orang. "Mas Zaid!" Panggil Maya. Segera dia menghampiri Zaid. "Hei siapa ini?" Ucap Zaid. Ia tidak mendapa