"Oh iya, katanya kamu ingat sesuatu sebelum gak sadarkan diri tadi. Apa yang kamu ingat?"
"Hukk.." Makanan muncrat dari mulut Diandra."Ingat apa Pak? Saya ngomong apa?" Tanya Diandra. Ia berpikir keras untuk mengingat apa yang dimaksud oleh Zaid."Kamu bilang ingat sesuatu Diandra, tentang kejadian malam itu."Diandra berhenti mengunyah makanannya dan serius menanggapi apa yang dikatakan Zaid."Saya gak ingat ngomong gitu Pak," Ucap Diandra."Ya sudah. Kalau gitu cepat habiskan makanan kamu," Ucap Zaid."Tapi saya kok jadi kepikiran Pak. Saya ada ngomong apalagi sama Bapak?" Tanya Diandra."Udah gak usah dipikirin. Lanjutin makannya.""Saya kepikiran loh Pak. Saya gak ingat pernah ngomong gitu. Apa alam bawah sadar yang ngomong gitu ya?""Kamu aja gak tahu, gimana lagi saya Di. Buruan habisin makanannya, apa saya aja yang makan?""Saya jadi gak mood Pak. Saya juga penasaran apa yang Saya ingat." Diandra menutup wadah nasi goreng yDret.. Dret.. " "Dret.. Dret..." Ponselnya tiba tiba berdering. Zaid memandangi layar ponselnya. Nomor yang melakukan panggilan tidak dikenal olehnya. "Siapa yang menelepon tengah malam begini? Dan nomorku hanya beberapa orang saja yang memilikinya," gumam Zaid. Zaid masih membiarkan ponselnya bergetar. "Dreet... Dreet.." Panggilan kedua. 'Sepertinya penting,' pikir Zaid. Akhirnya dia segera mengangkat telpon itu. "Halo.. Dengan siapa saya bicara?" Tanya Zaid. "Assalamualaikum," Ucap seorang pria. "Walaikumsalam. Ini siapa ya?" Tanya Zaid. "Pak Zaid, ini saya. Adik dari Mba Diandra, karyawan Pak Zaid.""Iya.. Ad apa? Kenapa menelpon?" Zaid yg tadinya rebahan memilih untuk duduk agar dapat mendengarkan lebih fokus. "Maaf saya tengah malam menelpon Bapak. Ada hal penting, karena itu saya menelpon.""Apa itu Rinal, katakanlah""Mba Diandra masuk rumah sakit dan mengatakan ingin bertemu Bapak. Saya tahu ini sufsh di
"Srekkk" Zaid membuka pintu ruangan Diandra. "Ada apa Nak Zaid?" Tanya Bu Rani. Wajah Zaid tampak khawatir. "Diandra minta dipanggilkan Suster, Bu." Zaid meninggalkan Bu Rani begitu saja. "Nak Zaid.. Emangnya ada apa?" Tanya Bu Rina. Tidak mendapat jawaban dari Diandra, Bu Rani langsung masuk ke dalam ruangan Diandra. "Ada apa Di?" Bu Rani menghampiri Diandra. "Ah.. Ini Bu," Diandra mengangkat lengannya yang terhubung dengan selang infus. "Astaghfirullah, kenapa bisa begini? Sakit gak?""Sakit Bu, tapi dikit aja." Diandra tersenyum ke pada sang Ibu. "Tunggu sebentar, Ibu panggil Suster dulu deh.""Pak Zaid sedang memanggil Suster kok Bu, temani Dian disini ya Bu.""Hoh.. Baiklah." Bu Rani duduk di sebelah Diandra, tepat di sebelahnya. "Apa kamu tidak mengantuk?" Tanya Bu Rani. "Sedikit Bu. Diandra akan tidur sebentar lagi Bu.""Begitu ya." Bu Rani diam sejenak. "Iya Bu.""Sebenarnya antara kamu dan Nak Zaid s
"Wah.. Sepertinya ada yang menyebut M Grup disini," ucap seorang wanita yang tidak diundang kehadirannya. "Bu Maya?" Ucap Bianca."Ternyata kamu belum melupakan saya, Bi. Syukurlah, saya memang sulit untuk dilupakan.""Selamat pagi Bu," Sapa Jojon dan Fifi. "Pagi juga." Sementara Diandra hanya diam saja. Ia tidak bermaksud menyapa Maya. "Hohh.. Ternyata kamu masih sama Diandra. Sedikit angkuh padahal hanya karyawan biasa seperti yang lainnya.""Maaf, saya permisi dulu," Ucap Diandra. Diandra memang tidak punya kesempatan untuk menyukai Maya. Maya adalah sepupu Zaid dan sering sekali mengganggu pekerjaannya. Sama sama merepotkan seperti Zaid dan pastinya lebih meresahkan dari Zaid. "Sangat tidak sopan," ucap Maya. Maya berbalik arah dan berjalan menuju ruangan Zaid. Di persimpangan lorong jalan Maya melihat Zaid dengan beberapa orang. "Mas Zaid!" Panggil Maya. Segera dia menghampiri Zaid. "Hei siapa ini?" Ucap Zaid. Ia tidak mendapa
"Mau kemana Bu?" Tanya Jojo. Jojo juga segera menyelesaikan makannya. Isi piringnya sudah berpindah semua ke perutnya. "Saya mau balik duluan Jo, guys, Pak, Bu. Selamat menikmati makan siang," Pamit Diandra. Diandra segera pergi dari sana. "Saya ikut Bu, tunggu Bu." Jojo segera menyusul Diandra. Diandra berjalan berdampingan dengan Jojo. "Ada apa Bu? Kenapa buru buru?""Saya tidak nyaman dengan Bu Maya, jadi pengen segera pergi dari sana." "Hoh.. Saya juga Bu," Jojo tersenyum pada Diandra. "Hahahaha.." Tawa Diandra. "Hahaha.. " Diikuti tawa Jojo. Ternyata tidak dirinya seorang yang merasakan tidak nyaman, ada orang lain yang merasakan hal yang sama dengannya. Sedangkan kembali ke tempat dimana Zaid berada, semua orang menikmati makanannya masing-masing dengan kecanggungan yang tidak bisa dihindari. [Kita ape banget Bi, bisa bisanya Bu Diandra dan Jojo meninggalkan kita] notif pesan masuk ke ponsel Bianca. Bianca langsung mem
"Ada apa? Kenapa kamu tidak bisa menjawab?" Tanya Pak Sutradara. "Anu.. A.. nu Mas. Sepertinya ada kesalahan.""Kesalahan kata kamu? Hayolah Andre, kamu bukan anak kemarin sore lagi!!" Nada bicara Pak Sutradara sudah mulai tidak enak. "Hemm.. Begini Pak. Aa.. nu.." Diandra terbata-bata. Diandra mencoba mengatur napasnya dan mulai bicara kembali. "Begini Pak. Sebenarnya kemarin kami telah menyiapkan semuanya sesuai rencana. Dalam perkembangan persiapan semuanya, ternyata ada beberapa hal yang harus diubah. Maafkan kami tidak melakukan konfirmasi maupun meminta persetujuan dari Pak Sutradara. Kami juga tidak menyangka perubahan tersebut harus dilakukan dalam waktu yang sangat singkat beberapa waktu lalu tadi.""Jadi kamu yang melakukan perubahan Di?" Tanya Pak Sutradara. "Iya benar saya Pak," Jawab Diandra singkat saja. Ia ingin tahu pertanyaan apalagi yang akak keluar dari mulut Pak Sutradara. "Kalau begitu gak sesuai konsep laDi, jadi kurang all
"Kalau ada apa apa itu lapor dulu ke saya, Di. Kamu terlalu pinter atau apa sih?" Ngomongnya ngegas. 'Ada apa lagi ini Ya Tuhan? Kenapa lagi ni orang?' Batin Diandra. "Maksud Bapak gimana ya Pak?" Tanya Diandra. "Kenapa kamu gak ada bilang sama saya kendala syuting tadi?" "Ohh.. Itu," Diandra mulai menemui titik terang atas maksud dari lawan bicaranya. "Tadi ada masalah kecil Pak, tapi sudah terselesaikan. Rencananya says baru saja akan menghubungi Bapak, ternyata Bapak sudsh lebih dulu menelpon.""Masalah kecil kata kamu? Perubahan seperti itu, hanya masalah kecil?" Masih dengan bicara ngegasnya. "Maaf Pak. Saya yang kurang becus dalam bekerja.""Pak Gio protes ke saya, katanya kalian bekerja dia kali karena ada perubahan. Kenapa bisa begitu?" Tanya Zaid. "Nanti akan saya jelaskan saat kita bertemu ya Pak.""Dimana kamu sekarang?" Tanya Zaid. "Saya masih di lokasi syuting bersama anggota Tim Saya, Pak. Kami semua masih belum pulang.""Hoh.. Besok pagi pagi sekali datang ke k
"Bukhhh" Suara benturan keras menjadi pembuka. "Auuu.. " "Diandra!!" Teriak Zaid. "Maaf Pak, maaf," Diandra sedikit panik. Ia tidak menyangka jika Kepala Sang Bosnya itu akan terbentur amat keras. "Maaf kata kamu!" Ucap Zaid. Zaid memegang jidadnya yang menjadi korban. "Iya maafin saya, Pak. Saya gak tahu kalau jidat Bapak bakal jadi korban Pak.""Ya udah, buruan turun Di! Saya aja yang nyetir." Zaid segera keluar dari mobilnya. Sedangkan Diandra masih duduk anteng di kursi pengemudi. "Keluar Di! Gantian. Says aja yang nyetir mobilnya.""Katanya Bapak gak mau nyetir.""Iya awalnya gitu Di. Tapi enggak jadi deh. Saya aja, udah buruan turun, Di!""Iya iya, saya turun Pak. Tapi beneran ini Pak?" Diandra ingin memastikan. "Iya, cepat!""Baiklah," Jawab Diandra. Diandra segera turun, dan gantian Zaid yang mengambil alih. Setelah nyaman dengan posisinya masing-masing, Zaid mulai menyetir. "Diandra, apa kamu ada ing
Kayaknya iya sih Di, saya sering denger kalau lagi lewat diam diam. Banyak karyawan yang nyeritain saya. Katanya saya bis gila, resek, gila kerja dan sebagainya," Jelas Zaid. "Lebih parah dari itu sih Pak!" Celetuk Diandra. "Lebih parah gimana maksud kamu?" Tanya Zaid. "Gak usah dijelasin deh Pak. Yanga da entar gaji saya Bapak potong karena terlalu jujur.""Ya udah, kalau gak kamu ceritai juga bakal saya potong kok!""Bapak ngancem saya?" Tanya Diandra. "Ngancam? Bagianmana yang terlihat seperti itu Di?" "Ya udah deh, lupain aja. Apa yang diceritain karyawan lain itu gak salah lagi Pak. Bapak terlalu perfeksionis, jadi pekerjaan kami gak ada yang bagus sekali kerja.""Saya emang gitu kalau kerja Di, ya mau gimana lagi," Jelas Zaid. "Kita jadi pulang gak nih Pak? Dari tadi ngobrol mulu kita.""Iya jadi, tapi kita ke kantor Pak Bandi dulu sebentar ya," ucap Zaid. "Iya Pak. Ayo buruan jalan Pak.""Iya iya, ini juga saya mau nyetir Di."***Sekitar empat puluh lima menit berkend