"Kalau ada apa apa itu lapor dulu ke saya, Di. Kamu terlalu pinter atau apa sih?" Ngomongnya ngegas. 'Ada apa lagi ini Ya Tuhan? Kenapa lagi ni orang?' Batin Diandra. "Maksud Bapak gimana ya Pak?" Tanya Diandra. "Kenapa kamu gak ada bilang sama saya kendala syuting tadi?" "Ohh.. Itu," Diandra mulai menemui titik terang atas maksud dari lawan bicaranya. "Tadi ada masalah kecil Pak, tapi sudah terselesaikan. Rencananya says baru saja akan menghubungi Bapak, ternyata Bapak sudsh lebih dulu menelpon.""Masalah kecil kata kamu? Perubahan seperti itu, hanya masalah kecil?" Masih dengan bicara ngegasnya. "Maaf Pak. Saya yang kurang becus dalam bekerja.""Pak Gio protes ke saya, katanya kalian bekerja dia kali karena ada perubahan. Kenapa bisa begitu?" Tanya Zaid. "Nanti akan saya jelaskan saat kita bertemu ya Pak.""Dimana kamu sekarang?" Tanya Zaid. "Saya masih di lokasi syuting bersama anggota Tim Saya, Pak. Kami semua masih belum pulang.""Hoh.. Besok pagi pagi sekali datang ke k
"Bukhhh" Suara benturan keras menjadi pembuka. "Auuu.. " "Diandra!!" Teriak Zaid. "Maaf Pak, maaf," Diandra sedikit panik. Ia tidak menyangka jika Kepala Sang Bosnya itu akan terbentur amat keras. "Maaf kata kamu!" Ucap Zaid. Zaid memegang jidadnya yang menjadi korban. "Iya maafin saya, Pak. Saya gak tahu kalau jidat Bapak bakal jadi korban Pak.""Ya udah, buruan turun Di! Saya aja yang nyetir." Zaid segera keluar dari mobilnya. Sedangkan Diandra masih duduk anteng di kursi pengemudi. "Keluar Di! Gantian. Says aja yang nyetir mobilnya.""Katanya Bapak gak mau nyetir.""Iya awalnya gitu Di. Tapi enggak jadi deh. Saya aja, udah buruan turun, Di!""Iya iya, saya turun Pak. Tapi beneran ini Pak?" Diandra ingin memastikan. "Iya, cepat!""Baiklah," Jawab Diandra. Diandra segera turun, dan gantian Zaid yang mengambil alih. Setelah nyaman dengan posisinya masing-masing, Zaid mulai menyetir. "Diandra, apa kamu ada ing
Kayaknya iya sih Di, saya sering denger kalau lagi lewat diam diam. Banyak karyawan yang nyeritain saya. Katanya saya bis gila, resek, gila kerja dan sebagainya," Jelas Zaid. "Lebih parah dari itu sih Pak!" Celetuk Diandra. "Lebih parah gimana maksud kamu?" Tanya Zaid. "Gak usah dijelasin deh Pak. Yanga da entar gaji saya Bapak potong karena terlalu jujur.""Ya udah, kalau gak kamu ceritai juga bakal saya potong kok!""Bapak ngancem saya?" Tanya Diandra. "Ngancam? Bagianmana yang terlihat seperti itu Di?" "Ya udah deh, lupain aja. Apa yang diceritain karyawan lain itu gak salah lagi Pak. Bapak terlalu perfeksionis, jadi pekerjaan kami gak ada yang bagus sekali kerja.""Saya emang gitu kalau kerja Di, ya mau gimana lagi," Jelas Zaid. "Kita jadi pulang gak nih Pak? Dari tadi ngobrol mulu kita.""Iya jadi, tapi kita ke kantor Pak Bandi dulu sebentar ya," ucap Zaid. "Iya Pak. Ayo buruan jalan Pak.""Iya iya, ini juga saya mau nyetir Di."***Sekitar empat puluh lima menit berkend
"Wah.. Cantik sekali Pak. Terima kasih Pak. Saya rasanya tidak pantas menerimanya. Maaf sangat merepotkan Bapak," ucap Diandra. "Saya tidak repot kok Di. Saya sangat suka melukis potret. Saat melukis Saya teringat dengan kamu, dan jadilah lukisan ini. Saya pikir hasilnya kurang mirip, tapi syukurlah kamu suka.""Suka banget Pak. Ini mirip banget sama saya kok Pak.""Iya Pak. Bagus sekali, mirip juga.""Benarkah?" Pak Bandi ingin memastikan. Diandra dan Zaid sama sama mengangguk tanda mengiyakan. "Maaf saya merepotkan Bapak," Sekali lagi Diandra mengungkapkan rasa sungkannya. "Tidak perlu begitu Diandra, saya senang melukis kamu dan memberikan hasilnya untukmu. Oh iya Pak Zaid, saya juga punya hak untuk dibicarakan dengan Pak Zaid.""Apa itu Pak?" Tanya Zaid. "Tentang urusan bisnis kita. Saya ingin membuat iklan yang sama namun versi internasional. Saya ingin membuatnya dalam cerai bahasa asing. Apa lebih baik mengulangi syutingnya agar lebih alami, atau hanya menggantikan bahasa
Oh iya Pak Zaid, sepertinya akan ada kabar gembira lainnya.""Maksud Bapak apa?" tanya Zaid. "Ada dua wanita sekaligus di dekat Pak Zaid.." ucap salah seorang dari rekan bisnis Zaid."Wanita?" Tanya Zaid. Rekan Bisnis Zaid itu mengangguk. "Nona Diandra yang selalu bersama Pak Zaid dan juga wanita yang datang bersama Pak Zaid tadi. Sepertinya kabar bahwa Pak Zaid gila kerja tidak sepenuhnya benar.""Oh itu, Diandra adalah pegawai saya. Dan wanita yang Pak Seno maksud tadi adalah adik sepupu saya," Jawab Zaid santai. "Benarkah?" Tanya Pak Seno. Pria itu tidak yakin dengan jawaban Zaid. "Wah sayang sekali. Saya pikir, kita akan segera menghadiri pernikahan Pak Zaid." Pak Seno mengarahkan pembicaraan pada beberapa rekan bisnis lainnya. "Doakan saja Pak, Saya juga tidak tahu jodohnya masih dimana," Jawab Zaid. "Hahaha.." Mereka tertawa kecil bersama. "Kalau begitu Saya mau menyapa Pak Bandi dulu ya Pak Seno," ucap Zaid. "Silahkan P
"Tapi Saya rasa mental Saya belum siap Mba," Ucap Dikta."Kalau ditunggu sampe siap dan calonnya udah nungguin lama juga gak bagus Dik. Pacar kamu mungkin udah siap untuk jenjang pernikahan. Menggantungkan harapannya untuk menikah sama kamu itu gak baik Dik.""Saya tahu Mba. Tapi ketakutan Saya lebih besar daripada keberanian Saya. Rasanya Saya belum siap harus terikat dan mengemban tanggung jawab sebagai kepala keluarga.""Ohh.. Setiap pria yang akan menikah pasti pernah merasakan hal yang sama Dik. Setiap niatan baik banyak cobaannya.""Saya tahu Mba, Saya harap bisa segera siap. Saya tidak ingin Isabella menunggu Saya terlalu lama.""Mba harap kamu bisa memutuskan yang terbaik untuk hubungan kamu ke depannya.""Oh iya Mba, Mba gimana? Gak tertarik buat merried?" Tanya Dikta. Ternyata obrolan mereka tidak usai disana, Dikta juga penasaran dengan kehidupan percintaan Diandra. "Hemm.. Saya juga penasaran dengan percintaan diri Saya sendiri Dik. Apa boleh
"Dian..?" Bu Rina menoleh ke arah Diandra berasa saat ini. "Iya Bu," Diandra segera mengusap air matanya. "Masuk!! Ngapa ngapain disana? Kok lama banget, Ibu kan udah nungguin kamu dari tadi, Di.""Ohh.. Itu.." Diandra gagu. Segera Diandra mengusap air matanya. "Diandra tadi hampir ketiduran di kamar Diandra Bu," Jawab Diandra. Diandra berjalan ke arah sang Ibu. "Oh.. Ibu juga mikirnya gitu. Pantesan lama banget." Bu Rina segera membereskan sajadah dan membuka mukenanya. "Ibu.." Diandra memeluk Ibunya dari belakang. Ia tidak bisa membendung perasaannya yang lumayan emosional. "Ada apa Di?" Tanya Bu Rina. Tidak biasanya Diandra terlihat sangat manja pada sang Ibu. "Diandra sayang Ibu," Bisik Diandra. "Ibu juga sayang kamu, sayang." Be Rina melepaskan pelukan Diandra dan berbalik arah. Bu Rina segera memeluk Diandra kembali. "Bahkan jika Ibu tidak ada lagi di Dunia ini, Ibu akan tetap ada di hati kamu sayang. ""Ibu ngomongnya serem
Kamu pikir orang tua kamu aja Di? Keluarga saya pasti akan membunuh saya," ucap Zaid. "Ya Allah," Keluh keduanya. "Tut. Tut.." Pesan singkat masuk ke ponsel Zaid. [Menikahlah! Maka foto foto syur ini tidak akan tersebar luas. Ingat Waktu kalian hanya tiga hari!] Itulah isi pesan singkat itu. "Dari siapa Pak?" Tanya Diandra. Said segera menunjukkan isi pesan singkat itu pada Diandra. Diandra membaca pesan itu dengan seksama dan teliti. Setelah itu berlangsung keheningan beberapa saat. "Ini ulah Bapak Kan?" Tanya Diandra. "Ulah saya gimana Di? Maksud kamu apa?" Tanya Zain. "Iya ulah Bapak!! Mana ada orang ngancem suruh menikah?" Ucap Diandra. "Astaghfirullah, Ya Allah.. Dzolim kamu sama saya Di. Fitnah namanya itu," ucap Zaid. "Setir du mobilnya Pak. Kalau kita bertengkar di depan rumah saya, Ibu saya bisa denger dan curiga sama kita," ucal Diandra. Setuju dengan ucapan Diandra, Zaid segera menginjak pedal mobilnya. Zaid menyetir cukup jauh sebelum menepikan mobilnya di tam
Gimana Mas bisa tenang Sayang, hah?""Istighfar Zaid. Untuk apa kamu meributkan hal yang gak perlu diributkan Zaid!""Gak perlu gimana Ma? Zaid benar benar terluka, Ma." Zaid sangat kecewa dan langsung meningggalkan tempat itu. Diandra segera menyusulnya. "Mas, tunggu Diandra." Diandra mengejar Zaid tergesa-gesa. "Mas!" Diandra mempercepat langkahnya. Bersyukurnya, Diandra berhasil mengejar Zaid sebelum Zaid menyalakan mesin mobil. "Huhhh" Napas Diandra tersengal. Zaid mulai mengendarai mobilnya sangat laju. Bukan cuma laju, tapi juga ugal-ugalan. "Mas, istighfar!" Diandra menyentuh lengan Zaid. Wajah Diandra terlihat lumayan pucat. Zaid masih saja diam dan enggan menurunkan kecepatan laju mobilnya. "Mas, Diandra mual. Pelan pelan please Mas!" Suara Diandra melemah. Diandra sungguh merasa sangat mual. "Huek.." Mendengar Diandra seperti itu, Zaid langsung khawatir. Segera ia menurunkan kecepatan mobilnya. "Mas berhenti sebentar!" D
iandra dan Bianca sangat bertekad untuk menggolkan proposal mereka kali ini. Apapun yang terjadi Diandra benar-benar tidak akan mundur. Walaupun harus bertengkar atau berdebat habis habisan dnegen Zaid. Belakangan ini Zaid memang sedikit santai dan kendur terhadap Diandra dan timnya. Sekarang Zaid sudah mode sadar, sesadar sadarnya.Setelah berada di dalam ruangan Zaid sekitar 10 menit, Diandra dan Bianca mulai menyerang Zaid. "Kami sudah mengusahakan yang terbaik Pak. Kami rasa Bapak terlalu ketat dan tidak memberi kami ruang. Seharusnya gak begitu Pak!" Tegas Diandra.Satu minggu berlalu"Halo Pak, saya sudah menemukan orang yang Bapak cari. Kami sudah menahannya agar tidak meninggalkan negara ini. Namanya Jason, Pak. Salah satu orang kepercayaan dari keluarga Bapak. Orang itu tidak mengakui tuduhan yang telah kami sampaikan, padahal jelas jelas pelakunya adalah orang itu.""Baiklah. Kerja bagus, saya akan segera menemui orang itu." Zaid mematikan ponselnya. "Siapa yang menelpon M
Malam harinya, Diandra sedang menonton televisi dan bersantai. Ia ingin melupakan sejenak pekerjaannya yang sangat menganggu. Sementara itu, Zaid juga baru selesai mandi dan sepertinya akan segera bergabung dengannya."Di, udah makan malam belum?""Belum Mas, lagi malas makan. Gak mood gara gara urusan kantor.""Hohh.. Mas laper nih Di. Kita pesan makan online aja gimana?""Boleh Mas. Beli apa ya?""Hemm.. Empek empek sayang?""Hohh boleh tu Mas."Zaid segera duduk di sebelah Diandra. Ia mengeluarkan ponselnya dan merangkul Diandra. Satu tangannya memegang ponsel, satunya lagi udah merayap kemana-mana. "Ini tangannya gak sopan banget ya Mas!" "Gak papa dong sayang. Udah seminggu yang lalu kita tidur bareng dan gak ngapa ngapain sejak itu. Mesum juga kan sama istri sendiri.""Mas lupa ya kalau kita menikah kontrak?""Mas ingat Sayang. Dari awal Mas gak ada niat menikah kontrak sama kamu. Mas beneran tulus mau menikah sama kamu. Mas jatuh
115."Wahh.. Sepertinya itu dilakukan oleh orang yang berkuasa Mas. Kalau malam itu kita beneran gak melakukan apa apa, berarti tadi malam kita beneran melakukannya untuk yang pertama kali. Dan gak pernah buat dosa dong Mas. Diandra pernah merasa bersalah banget karena kejadian itu.""Hah?" Zaid belum konek. "Iya Mas, Diandra dan Mas Zaid gak pernah ngelakuin dosa. Kita menikah bukan karena one night stand. Ini murni cuma kecelakaan, yang menjebak kita untuk segera menikah Mas. Alhamdulillah," Diandra merasa sangat plong, semua yang mengganjal dibenaknya hilang. Zaid masih memproses semua perkataan Diandra. "Ad apa Mas?""Diandra, sungguh ini darah perawankah? Kita tidak pernah berhubungan malam itu. Dan satu hal lagi, ini pertama kalinya kita berhubungan?" Zaid ingin memastikan. "Yes Mas.""Alhamdulillah Ya Tuhan. Ternyata diri Mas memang tidak pernah bertindak melanggar larangan Allah. Kamu masih suci saat Mas nikahi. Dan kita melakukannya dalam ikat
Kalau gak mau nerima yang ini, simpan saja sayang. Kalau yang ini harus kamu terima ya Di." Zaid memberikan sebuah bungkusan paper bag pada Diandra. "Apa lagi ini Mas?" Tanya Diandra. Bungkusan itu sudah berada di tangan Diandra. Diandra melihat isi dari paper itu, dan isinya ternyata berupa baju. "Ini apa Mas?" "Bukalah dan lihat. Mas gak tahu kamu suka apa. Mas udah berusaha memilih yang terbaik." Diandra segera membuka bungkus itu dan membentang isi dari paper bag itu. "Bagus banget Mas." Wajah Diandra terlihat bahagia. Sangat berbeda dari ekspresi Diandra saat menerima perhiasan tadi. "Kamu suka?""Suka.""Makasih Mas. Hemm terus kita mau kemana Mas?""Kamu mau kita kemana?""Hemm.. Gak tau sih Mas. Tapi ini masih jam 10, gak kecepatan kalau kita pulang sekarang Mas?""Mas tau harus kemana. Kamu yakin bakal ikut aja?""Yakin lah Mas.""Hohh.. Kalau gitu ayo kita ke suatu tempat.""Baiklah," Jawab Diandra. Diandra dan Zaid
"Iya Ma."Mereka bedua menuju kasir untuk membayar dan segera keluar dari toko itu. "Di, kita pergi ke suatu tempat lagi ya!""Kemana Ma?""Restoran.""Ohh.. Iya boleh Ma. Diandra juga kehabisan energi pengen makan, laper Ma. Padahal tadi Diandra udah makan banyak.""Hahaha.. Itu karena energinya udah kepake buat jalan jalan sama Mama sayang." "Hahah iya mungkin Ma."Sementara itu di tempat lain Zaid udah menunggu kedatangan kedua wanita yang sangat berharga di hidupnya itu."Mama sama Diandra kok lama banget ya?" Zaid masih berusaha santai menunggu. Sementara itu, Bu Rina dan Rinal sendang dalam perjalanan menuju restoran. "Ibu yakin restoran W kan Bu?""Iya Ri. Nak Zaid tadi bilang itu nama restorannya. Nanti setelah tiba disana, kita diminta telepon aja.""Baiklah Bu. Kita berarti udjah bener. Tinggal belok di perempatan depan ini, kita langsung sampai.""Oki Ri."Sedangkan di tempat lain, Diandra dan Bu Tata juga sedang slama perjalanan ke restoran yang dimaksud oleh Zaid. "Ki
"Belinya dalam rangka apa ya Mas? Ulang tahun atau anniversary?""Ulang tahu istri saya Mba.""Oh tunggu sebentar ya Mas, kami punya koleksi terbaru.""Oh iya Mba." Zaid sabar menanti. Tidak lama pegawai toko itu datang dengan membawa beberapa koleksi perhiasan yang sangat elegan. Ada kalung, gelang dan juga cincin. "Yang ini edisi terbatas Pak. Hanya ada tiga di Asia. Buatan desainer terkenal Eropa.""Beauty," Sahut Zaid. Kalau yang ini buatan lokal Pak, tapi sangat cantik.""Ohh gitu Mba.""Saya suka yang ini sama yang ini!" Tunjuk Zaid ke dua pilihan yang ia maksud. "Bapak mau keduanya?""Iya, yang ini dan yang ini. Jangan lama lama ya Mba. Bungkus dan saya akan bayar.""Baiklah Pak."Zaid menyelesaikan urusannya xi toko perhiasan itu. Setelahnya, Zaid menghubungi sang Mama untuk membatalkan pertemuan di rumah sang Mama dan berkumpul di restoran yang sudah ia pesan untuk merayakan pesta ulang tahun Diandra. ***Dian
"Wah.. Harum banget Di. Masih lama gak? Mas jadi tambah lapar karena aromanya.""Sabar, lima belas menit lagi Mas.""Benarkah?" Zaid bangkit dari tempat duduknya. Zaid meletakkan ponsel yang tadi digenggamannya di atas meja. Kemudian ia berjalan menuju Diandra. "Ada yang bisa Mas bantu gak sayang?""Bantu aduk ini Mas! Diandra mau bikin bumbu mienya.""Baiklah." Zaid segera mengambil alih tempat Diandra. "Kita makan nasi apa makan mie sayang?""Makan nasi boleh Mas, makan mie juga boleh.""Oh.. Banyak banget loh ini Di.""Gak papa Mas. Kan mau kita bawa ke rumah Mama. Selama ini kita selalu bawa makanan yang kita beli, sekali ini gak papa dong kalau kita bawain makanan yang kita masak sendiri.""Iya bener sih sayang, tapi beneran kamu gak capek?""Capek Mas, tapi capek aja. Gak pake capek banget kok Mas!""Udah nih, Mas. Kamu geser lagi ya Mas!""Oh oke, oke. Mas bisa bantu apa lagi Di?""Bantu makan aja Mas. Mas Zaid udah sering banget masakin buat Diandra, hari ini tugas Mas Zaid
"Mas, bisa gak gak gangguin Diandra. Diandra lagi nyetir nih Mas.""Iya iya, lihatin jalannya Di. Awas nabrak entar loh!""Iya iya Mas, bisa gak kalau gak ngerecokin Diandra!" "Hahahaha gak asik kalau gak ngerecokin kamu Di.""Ada ya terniat banget gitu gangguin istrinya?""Adalah sayang." "Mas laper gak sih?""Banget, tapi Mas gak mau makan makanan dari luar. Masakin ya sayang.""Masakin? Capek loh Mas.""Yang gampang aja sayang, telur ceplok juga gak papa. Mas makan kok.""Bener ya?""Iya sayang.""Oke ya udah. Kita langsung pulang aja.""Iya sayang. Hati hati nyetirnya sayang.""Iya iya. Gak percayaan banget sih Mas.""Hemm, percaya kok sayang. Cuma ngingetin aja kok.""Ya udah, ini Diandra bakal lebih hati hati lagi Mas.""Oke sayang."***Setibanya di rumah, sepasang suami istri ini bukannya sarapan, Mereka justru memilih tidur lebih dahulu. Mereka tidur sambil berpelukan satu sama lain. Sangat n