"Mau kemana Bu?" Tanya Jojo. Jojo juga segera menyelesaikan makannya. Isi piringnya sudah berpindah semua ke perutnya.
"Saya mau balik duluan Jo, guys, Pak, Bu. Selamat menikmati makan siang," Pamit Diandra. Diandra segera pergi dari sana."Saya ikut Bu, tunggu Bu." Jojo segera menyusul Diandra.Diandra berjalan berdampingan dengan Jojo."Ada apa Bu? Kenapa buru buru?""Saya tidak nyaman dengan Bu Maya, jadi pengen segera pergi dari sana.""Hoh.. Saya juga Bu," Jojo tersenyum pada Diandra."Hahahaha.." Tawa Diandra."Hahaha.. " Diikuti tawa Jojo.Ternyata tidak dirinya seorang yang merasakan tidak nyaman, ada orang lain yang merasakan hal yang sama dengannya.Sedangkan kembali ke tempat dimana Zaid berada, semua orang menikmati makanannya masing-masing dengan kecanggungan yang tidak bisa dihindari.[Kita ape banget Bi, bisa bisanya Bu Diandra dan Jojo meninggalkan kita] notif pesan masuk ke ponsel Bianca.Bianca langsung mem"Ada apa? Kenapa kamu tidak bisa menjawab?" Tanya Pak Sutradara. "Anu.. A.. nu Mas. Sepertinya ada kesalahan.""Kesalahan kata kamu? Hayolah Andre, kamu bukan anak kemarin sore lagi!!" Nada bicara Pak Sutradara sudah mulai tidak enak. "Hemm.. Begini Pak. Aa.. nu.." Diandra terbata-bata. Diandra mencoba mengatur napasnya dan mulai bicara kembali. "Begini Pak. Sebenarnya kemarin kami telah menyiapkan semuanya sesuai rencana. Dalam perkembangan persiapan semuanya, ternyata ada beberapa hal yang harus diubah. Maafkan kami tidak melakukan konfirmasi maupun meminta persetujuan dari Pak Sutradara. Kami juga tidak menyangka perubahan tersebut harus dilakukan dalam waktu yang sangat singkat beberapa waktu lalu tadi.""Jadi kamu yang melakukan perubahan Di?" Tanya Pak Sutradara. "Iya benar saya Pak," Jawab Diandra singkat saja. Ia ingin tahu pertanyaan apalagi yang akak keluar dari mulut Pak Sutradara. "Kalau begitu gak sesuai konsep laDi, jadi kurang all
"Kalau ada apa apa itu lapor dulu ke saya, Di. Kamu terlalu pinter atau apa sih?" Ngomongnya ngegas. 'Ada apa lagi ini Ya Tuhan? Kenapa lagi ni orang?' Batin Diandra. "Maksud Bapak gimana ya Pak?" Tanya Diandra. "Kenapa kamu gak ada bilang sama saya kendala syuting tadi?" "Ohh.. Itu," Diandra mulai menemui titik terang atas maksud dari lawan bicaranya. "Tadi ada masalah kecil Pak, tapi sudah terselesaikan. Rencananya says baru saja akan menghubungi Bapak, ternyata Bapak sudsh lebih dulu menelpon.""Masalah kecil kata kamu? Perubahan seperti itu, hanya masalah kecil?" Masih dengan bicara ngegasnya. "Maaf Pak. Saya yang kurang becus dalam bekerja.""Pak Gio protes ke saya, katanya kalian bekerja dia kali karena ada perubahan. Kenapa bisa begitu?" Tanya Zaid. "Nanti akan saya jelaskan saat kita bertemu ya Pak.""Dimana kamu sekarang?" Tanya Zaid. "Saya masih di lokasi syuting bersama anggota Tim Saya, Pak. Kami semua masih belum pulang.""Hoh.. Besok pagi pagi sekali datang ke k
"Bukhhh" Suara benturan keras menjadi pembuka. "Auuu.. " "Diandra!!" Teriak Zaid. "Maaf Pak, maaf," Diandra sedikit panik. Ia tidak menyangka jika Kepala Sang Bosnya itu akan terbentur amat keras. "Maaf kata kamu!" Ucap Zaid. Zaid memegang jidadnya yang menjadi korban. "Iya maafin saya, Pak. Saya gak tahu kalau jidat Bapak bakal jadi korban Pak.""Ya udah, buruan turun Di! Saya aja yang nyetir." Zaid segera keluar dari mobilnya. Sedangkan Diandra masih duduk anteng di kursi pengemudi. "Keluar Di! Gantian. Says aja yang nyetir mobilnya.""Katanya Bapak gak mau nyetir.""Iya awalnya gitu Di. Tapi enggak jadi deh. Saya aja, udah buruan turun, Di!""Iya iya, saya turun Pak. Tapi beneran ini Pak?" Diandra ingin memastikan. "Iya, cepat!""Baiklah," Jawab Diandra. Diandra segera turun, dan gantian Zaid yang mengambil alih. Setelah nyaman dengan posisinya masing-masing, Zaid mulai menyetir. "Diandra, apa kamu ada ing
Kayaknya iya sih Di, saya sering denger kalau lagi lewat diam diam. Banyak karyawan yang nyeritain saya. Katanya saya bis gila, resek, gila kerja dan sebagainya," Jelas Zaid. "Lebih parah dari itu sih Pak!" Celetuk Diandra. "Lebih parah gimana maksud kamu?" Tanya Zaid. "Gak usah dijelasin deh Pak. Yanga da entar gaji saya Bapak potong karena terlalu jujur.""Ya udah, kalau gak kamu ceritai juga bakal saya potong kok!""Bapak ngancem saya?" Tanya Diandra. "Ngancam? Bagianmana yang terlihat seperti itu Di?" "Ya udah deh, lupain aja. Apa yang diceritain karyawan lain itu gak salah lagi Pak. Bapak terlalu perfeksionis, jadi pekerjaan kami gak ada yang bagus sekali kerja.""Saya emang gitu kalau kerja Di, ya mau gimana lagi," Jelas Zaid. "Kita jadi pulang gak nih Pak? Dari tadi ngobrol mulu kita.""Iya jadi, tapi kita ke kantor Pak Bandi dulu sebentar ya," ucap Zaid. "Iya Pak. Ayo buruan jalan Pak.""Iya iya, ini juga saya mau nyetir Di."***Sekitar empat puluh lima menit berkend
"Wah.. Cantik sekali Pak. Terima kasih Pak. Saya rasanya tidak pantas menerimanya. Maaf sangat merepotkan Bapak," ucap Diandra. "Saya tidak repot kok Di. Saya sangat suka melukis potret. Saat melukis Saya teringat dengan kamu, dan jadilah lukisan ini. Saya pikir hasilnya kurang mirip, tapi syukurlah kamu suka.""Suka banget Pak. Ini mirip banget sama saya kok Pak.""Iya Pak. Bagus sekali, mirip juga.""Benarkah?" Pak Bandi ingin memastikan. Diandra dan Zaid sama sama mengangguk tanda mengiyakan. "Maaf saya merepotkan Bapak," Sekali lagi Diandra mengungkapkan rasa sungkannya. "Tidak perlu begitu Diandra, saya senang melukis kamu dan memberikan hasilnya untukmu. Oh iya Pak Zaid, saya juga punya hak untuk dibicarakan dengan Pak Zaid.""Apa itu Pak?" Tanya Zaid. "Tentang urusan bisnis kita. Saya ingin membuat iklan yang sama namun versi internasional. Saya ingin membuatnya dalam cerai bahasa asing. Apa lebih baik mengulangi syutingnya agar lebih alami, atau hanya menggantikan bahasa
Oh iya Pak Zaid, sepertinya akan ada kabar gembira lainnya.""Maksud Bapak apa?" tanya Zaid. "Ada dua wanita sekaligus di dekat Pak Zaid.." ucap salah seorang dari rekan bisnis Zaid."Wanita?" Tanya Zaid. Rekan Bisnis Zaid itu mengangguk. "Nona Diandra yang selalu bersama Pak Zaid dan juga wanita yang datang bersama Pak Zaid tadi. Sepertinya kabar bahwa Pak Zaid gila kerja tidak sepenuhnya benar.""Oh itu, Diandra adalah pegawai saya. Dan wanita yang Pak Seno maksud tadi adalah adik sepupu saya," Jawab Zaid santai. "Benarkah?" Tanya Pak Seno. Pria itu tidak yakin dengan jawaban Zaid. "Wah sayang sekali. Saya pikir, kita akan segera menghadiri pernikahan Pak Zaid." Pak Seno mengarahkan pembicaraan pada beberapa rekan bisnis lainnya. "Doakan saja Pak, Saya juga tidak tahu jodohnya masih dimana," Jawab Zaid. "Hahaha.." Mereka tertawa kecil bersama. "Kalau begitu Saya mau menyapa Pak Bandi dulu ya Pak Seno," ucap Zaid. "Silahkan P
"Tapi Saya rasa mental Saya belum siap Mba," Ucap Dikta."Kalau ditunggu sampe siap dan calonnya udah nungguin lama juga gak bagus Dik. Pacar kamu mungkin udah siap untuk jenjang pernikahan. Menggantungkan harapannya untuk menikah sama kamu itu gak baik Dik.""Saya tahu Mba. Tapi ketakutan Saya lebih besar daripada keberanian Saya. Rasanya Saya belum siap harus terikat dan mengemban tanggung jawab sebagai kepala keluarga.""Ohh.. Setiap pria yang akan menikah pasti pernah merasakan hal yang sama Dik. Setiap niatan baik banyak cobaannya.""Saya tahu Mba, Saya harap bisa segera siap. Saya tidak ingin Isabella menunggu Saya terlalu lama.""Mba harap kamu bisa memutuskan yang terbaik untuk hubungan kamu ke depannya.""Oh iya Mba, Mba gimana? Gak tertarik buat merried?" Tanya Dikta. Ternyata obrolan mereka tidak usai disana, Dikta juga penasaran dengan kehidupan percintaan Diandra. "Hemm.. Saya juga penasaran dengan percintaan diri Saya sendiri Dik. Apa boleh
"Dian..?" Bu Rina menoleh ke arah Diandra berasa saat ini. "Iya Bu," Diandra segera mengusap air matanya. "Masuk!! Ngapa ngapain disana? Kok lama banget, Ibu kan udah nungguin kamu dari tadi, Di.""Ohh.. Itu.." Diandra gagu. Segera Diandra mengusap air matanya. "Diandra tadi hampir ketiduran di kamar Diandra Bu," Jawab Diandra. Diandra berjalan ke arah sang Ibu. "Oh.. Ibu juga mikirnya gitu. Pantesan lama banget." Bu Rina segera membereskan sajadah dan membuka mukenanya. "Ibu.." Diandra memeluk Ibunya dari belakang. Ia tidak bisa membendung perasaannya yang lumayan emosional. "Ada apa Di?" Tanya Bu Rina. Tidak biasanya Diandra terlihat sangat manja pada sang Ibu. "Diandra sayang Ibu," Bisik Diandra. "Ibu juga sayang kamu, sayang." Be Rina melepaskan pelukan Diandra dan berbalik arah. Bu Rina segera memeluk Diandra kembali. "Bahkan jika Ibu tidak ada lagi di Dunia ini, Ibu akan tetap ada di hati kamu sayang. ""Ibu ngomongnya serem