"Huekk.. Huekk.. Huk.. Uhukk""Huekk.. Huek.. " Langkah Zaid langsung berhenti dan melihat Diandra yang ada di belakangnya. Zaid bisa memastikan suara itu berasal dari Diandra. "Kamu kenapa Di?" Zaid mendekati Diandra. "Mual banget Pak. Huek.. " Diandra mencoba sedikit menjauh dari Zaid. Ia takut jika muntah beneran, akan mengenai Zaid. "Huek..""Di, atau jangan jangan kamu? Enggak kan, Di?" Tanya Zaid."Wus gak usah ngawur ya, Pak. Ini gak ada kaitannya dengan kejadian itu.""Kamu udah cek?" Tanya Zaid. "Jangan bikin saya jadi parno dong, Pak. Huek.. ""Berarti kamu belum cek?" Tanya Zaid kembali. "Belum lah, dan gak akan. Udah deh, Bapak malah bikin saya tambah mual. Minggir Pak!"Diandra berjalan meninggalkan Zaid dengan rasa sangat kesal. Sedangkan Zaid masih tertekgun dengan apa yang dilihatnya tadi. 'Ya Allah, semoga saja yang dikatakan Diandra itu bener.' Pikiran dan perasaan Zaid jadi tidak tenang karena itu. Se
"Pak.. " "Iya ada apa? Jangan banyak bicara Diandra.""Tapi saya perlu bicara Pak. Sepertinya tidak terjadi apa apa diantara kita Pak. Ingatan saya baru saja kembali saat Bapak tadi bicara," ucap Diandra. "Maksud kamu gimana? Kalau bicara itu yang jelas.""Pak.." Diandra kehilangan kesadarannya. Tubuhnya benar benar sangat lemah. "Diandra, Di!" Teriak Zaid. Upaya Zaid pun tidak berhasil karena Diandra benar-benar kehilangan kesadaran dirinya. Zaid segera mengemudikan mobilnya dan melanjutkan perjalanan ke rumah sakit. "Dokter! Dokter!" Panggil Zaid. Ia sudah menghubungi Dokter Pribadinya dan Dokter itu telah menunggu kedatangannya di UGD. "Apa yang terjadi Zaid?" Tanya Dokter Clara. Clara adalah teman Zaid yang ia kenal sewaktu bersekolah di luar negeri. "Aku juga tidak tahu Ra. Setelah muntah muntah, Diandra tidak sadarkan diri.""Baiklah. Suster bantu saya!" Ucap Clara. "Tunggulah sebentar, aku akan memeriksa keadaan Pasien.""Baiklah, lakukan yang terbaik Untuknya, Ra."S
"Oh iya, katanya kamu ingat sesuatu sebelum gak sadarkan diri tadi. Apa yang kamu ingat?" "Hukk.." Makanan muncrat dari mulut Diandra. "Ingat apa Pak? Saya ngomong apa?" Tanya Diandra. Ia berpikir keras untuk mengingat apa yang dimaksud oleh Zaid. "Kamu bilang ingat sesuatu Diandra, tentang kejadian malam itu."Diandra berhenti mengunyah makanannya dan serius menanggapi apa yang dikatakan Zaid. "Saya gak ingat ngomong gitu Pak," Ucap Diandra. "Ya sudah. Kalau gitu cepat habiskan makanan kamu," Ucap Zaid. "Tapi saya kok jadi kepikiran Pak. Saya ada ngomong apalagi sama Bapak?" Tanya Diandra. "Udah gak usah dipikirin. Lanjutin makannya.""Saya kepikiran loh Pak. Saya gak ingat pernah ngomong gitu. Apa alam bawah sadar yang ngomong gitu ya?" "Kamu aja gak tahu, gimana lagi saya Di. Buruan habisin makanannya, apa saya aja yang makan?""Saya jadi gak mood Pak. Saya juga penasaran apa yang Saya ingat." Diandra menutup wadah nasi goreng y
Dret.. Dret.. " "Dret.. Dret..." Ponselnya tiba tiba berdering. Zaid memandangi layar ponselnya. Nomor yang melakukan panggilan tidak dikenal olehnya. "Siapa yang menelepon tengah malam begini? Dan nomorku hanya beberapa orang saja yang memilikinya," gumam Zaid. Zaid masih membiarkan ponselnya bergetar. "Dreet... Dreet.." Panggilan kedua. 'Sepertinya penting,' pikir Zaid. Akhirnya dia segera mengangkat telpon itu. "Halo.. Dengan siapa saya bicara?" Tanya Zaid. "Assalamualaikum," Ucap seorang pria. "Walaikumsalam. Ini siapa ya?" Tanya Zaid. "Pak Zaid, ini saya. Adik dari Mba Diandra, karyawan Pak Zaid.""Iya.. Ad apa? Kenapa menelpon?" Zaid yg tadinya rebahan memilih untuk duduk agar dapat mendengarkan lebih fokus. "Maaf saya tengah malam menelpon Bapak. Ada hal penting, karena itu saya menelpon.""Apa itu Rinal, katakanlah""Mba Diandra masuk rumah sakit dan mengatakan ingin bertemu Bapak. Saya tahu ini sufsh di
"Srekkk" Zaid membuka pintu ruangan Diandra. "Ada apa Nak Zaid?" Tanya Bu Rani. Wajah Zaid tampak khawatir. "Diandra minta dipanggilkan Suster, Bu." Zaid meninggalkan Bu Rani begitu saja. "Nak Zaid.. Emangnya ada apa?" Tanya Bu Rina. Tidak mendapat jawaban dari Diandra, Bu Rani langsung masuk ke dalam ruangan Diandra. "Ada apa Di?" Bu Rani menghampiri Diandra. "Ah.. Ini Bu," Diandra mengangkat lengannya yang terhubung dengan selang infus. "Astaghfirullah, kenapa bisa begini? Sakit gak?""Sakit Bu, tapi dikit aja." Diandra tersenyum ke pada sang Ibu. "Tunggu sebentar, Ibu panggil Suster dulu deh.""Pak Zaid sedang memanggil Suster kok Bu, temani Dian disini ya Bu.""Hoh.. Baiklah." Bu Rani duduk di sebelah Diandra, tepat di sebelahnya. "Apa kamu tidak mengantuk?" Tanya Bu Rani. "Sedikit Bu. Diandra akan tidur sebentar lagi Bu.""Begitu ya." Bu Rani diam sejenak. "Iya Bu.""Sebenarnya antara kamu dan Nak Zaid s
"Wah.. Sepertinya ada yang menyebut M Grup disini," ucap seorang wanita yang tidak diundang kehadirannya. "Bu Maya?" Ucap Bianca."Ternyata kamu belum melupakan saya, Bi. Syukurlah, saya memang sulit untuk dilupakan.""Selamat pagi Bu," Sapa Jojon dan Fifi. "Pagi juga." Sementara Diandra hanya diam saja. Ia tidak bermaksud menyapa Maya. "Hohh.. Ternyata kamu masih sama Diandra. Sedikit angkuh padahal hanya karyawan biasa seperti yang lainnya.""Maaf, saya permisi dulu," Ucap Diandra. Diandra memang tidak punya kesempatan untuk menyukai Maya. Maya adalah sepupu Zaid dan sering sekali mengganggu pekerjaannya. Sama sama merepotkan seperti Zaid dan pastinya lebih meresahkan dari Zaid. "Sangat tidak sopan," ucap Maya. Maya berbalik arah dan berjalan menuju ruangan Zaid. Di persimpangan lorong jalan Maya melihat Zaid dengan beberapa orang. "Mas Zaid!" Panggil Maya. Segera dia menghampiri Zaid. "Hei siapa ini?" Ucap Zaid. Ia tidak mendapa
"Mau kemana Bu?" Tanya Jojo. Jojo juga segera menyelesaikan makannya. Isi piringnya sudah berpindah semua ke perutnya. "Saya mau balik duluan Jo, guys, Pak, Bu. Selamat menikmati makan siang," Pamit Diandra. Diandra segera pergi dari sana. "Saya ikut Bu, tunggu Bu." Jojo segera menyusul Diandra. Diandra berjalan berdampingan dengan Jojo. "Ada apa Bu? Kenapa buru buru?""Saya tidak nyaman dengan Bu Maya, jadi pengen segera pergi dari sana." "Hoh.. Saya juga Bu," Jojo tersenyum pada Diandra. "Hahahaha.." Tawa Diandra. "Hahaha.. " Diikuti tawa Jojo. Ternyata tidak dirinya seorang yang merasakan tidak nyaman, ada orang lain yang merasakan hal yang sama dengannya. Sedangkan kembali ke tempat dimana Zaid berada, semua orang menikmati makanannya masing-masing dengan kecanggungan yang tidak bisa dihindari. [Kita ape banget Bi, bisa bisanya Bu Diandra dan Jojo meninggalkan kita] notif pesan masuk ke ponsel Bianca. Bianca langsung mem
"Ada apa? Kenapa kamu tidak bisa menjawab?" Tanya Pak Sutradara. "Anu.. A.. nu Mas. Sepertinya ada kesalahan.""Kesalahan kata kamu? Hayolah Andre, kamu bukan anak kemarin sore lagi!!" Nada bicara Pak Sutradara sudah mulai tidak enak. "Hemm.. Begini Pak. Aa.. nu.." Diandra terbata-bata. Diandra mencoba mengatur napasnya dan mulai bicara kembali. "Begini Pak. Sebenarnya kemarin kami telah menyiapkan semuanya sesuai rencana. Dalam perkembangan persiapan semuanya, ternyata ada beberapa hal yang harus diubah. Maafkan kami tidak melakukan konfirmasi maupun meminta persetujuan dari Pak Sutradara. Kami juga tidak menyangka perubahan tersebut harus dilakukan dalam waktu yang sangat singkat beberapa waktu lalu tadi.""Jadi kamu yang melakukan perubahan Di?" Tanya Pak Sutradara. "Iya benar saya Pak," Jawab Diandra singkat saja. Ia ingin tahu pertanyaan apalagi yang akak keluar dari mulut Pak Sutradara. "Kalau begitu gak sesuai konsep laDi, jadi kurang all