Pada pagi harinya, Hera sangat terkejut melihat Dante yang tiba-tiba sudah tertidur pulas di sampingnya, dan yang lebih membuat Hera kaget adalah ... Dante yang tidur sambil memeluknya, iya, Hera terbangun dipelukan seorang Dante.
Padahal semalam, Dante bilang akan tidur di kamar yang lain, dan Hera merasa sangat tidak keberatan akan itu, ia malah merasa bersyukur. Persetan dengan makhluk tak kasat mata di rumah ini, yang penting tidak tidur di ranjang yang sama lagi dengan Kim Dante.
Tapi faktanya? Dante malah mengingkari ucapannya, bikin Hera ingin memaki-maki saja di pagi hari yang cerah ini.
"Brengsek, sudah tidak punya sopan santun, ternyata juga tidak bisa dipercaya, tukang ingkar janji," sindirnya, lalu berusaha melepaskan diri dari pelukan erat Dante.
"Ya, Kim Dante. Lepaskan aku!" ucapnya lalu memukul pelan pundak Dante.
Dante hanya membalas dengan mempoutkan bibirnya, tapi tidak melepaskan pelukannya pada Hera.
"Dante, kau mau aku pukul sampai babak belur, ya? Biar di lepaskan?" ancam Hera, "kau tahu, kau itu menjijikan? Jadi, cepat lepaskan aku. Aku tidak mau ketularan virus menjijikan mu itu," makinya.
Tidak ada respon apapun dari Dante, bikin Hera tambah kesal saja. Tidak ada cara lain, Hera pun menggigit tangan Dante sekencang-kencangnya. Si empunya tangan, langsung terperanjat, dan melepaskan pelukan mereka, lalu kemudian memekik kesakitan.
"Mampus." Melihat kesempatan itu, Hera langsung melarikan diri.
"Shit!" maki Dante. Pria itu kini menarik napas panjang, dan pelan,mencoba mengatur emosinya, dan tekanan darahnya yang meninggi.
"Menjijikkan," ucap Hera sambil menepuk-nepuk tubuhnya--bekas pelukan Dante. "Sepertinya, aku harus mandi kembang, agar bisa menyucikan tubuhku lagi," lanjutnya, dan ingin menuju toilet--menyuci muka, dan menggosok gigi.
"Sialan," maki Dante pelan.
.
..Setelah membersihkan diri sedikit, Hera lalu berjalan ke dapur, untuk membuatkan sarapan. Lebih tepatnya sarapan untuk dirinya sendiri. Menu pagi ini adalah, nasi goreng spesial, resep dari Ibunya, salah satu makanan kesukaannya juga setelah sup seafood.
"Ayo mulai memasak~" Hera meregangkan otot-otot jarinya, dan kemudian menguncir ke atas rambutnya, agar tidak mengganggu saat proses memasak nanti. Mewanti-wanti juga agar tidak ada satu helai pun rambut yang masuk ke makanannya.
Ia mulai dengan menyuci lalu memotong bawang, cabai, dan segala macamnya untuk toping nanti. Setelahnya, menghidupkan kompor, dan menghangatkan minyak, setelah hangat ia pun kemudian, mengambil nasi seukuran porsinya sendiri, lalu kemudian menumisnya, dan memasukkan bumbu yang sudah di siapkan nya tadi.
Aroma wangi dari masakan Hera, mengundang Dante untuk mendekat dan seketika membuatnya jadi sangat lapar.
Nasi goreng buatan Hera terlihat sangat menggugah selera, apalagi ternyata nasi goreng juga makanan nomor satu di hati nya.
"Hmm ... wangi sekali," ucapnya yang sudah berdiri di belakang Hera. Gadis itu sedikit kaget,karena lagi-lagi jaraknya dan Dante hanya sekitar lima senti meter.
"Hey, kau mau apa? Ini makanan punyaku, enak saja kau!" sahut Hera setelah melihat Dante sudah mengambil alat makan.
Dante yang mendengar itu, seketika berhenti dari kegiatannya, mukanya cemberut, "kau hanya memasak untuk dirimu sendiri? Jahat sekali kau, ingin menjadi istri durhaka, hah?" ucapnya, dengan ekspresi yang dibuat seperti ingin menangis.
"Punya tubuh yang sehat, dan tangan yang lengkap, 'kan? Buat saja sendiri." Hera tidak peduli, lalu mengambil alat makan untuknya, dan memakan nasi goreng itu dengan penuh kesombongan di depan Dante.
"Tidak punya perasaan," katanya, lalu Dante pun memulai memasak nasi gorengnya sendiri.
Hera hanya tersenyum penuh kemenangan, tumben sekali Dante yang keras kepala ini mau menurutinya, seperti mendapatkan anugerah saja. Bukannya Hera terharu, justru ia malah merasa janggal. Tak mau ambil pusing, Hera berusaha bodo amat dengan itu.
Selesai makan, Hera pun bangkit untuk menyuci piring kotor bekas nya tadi, dan kebetulan juga masakan Dante sudah siap.
"Sudah selesai, makannya?" tanyanya.
"Tidak lihat kalau aku sudah selesai makan?" balasnya tak ramah.
"Lihat, kok, aku cuma mau nawar saja. Siapa tahu kau masih lapar, itu nasi gorengnya ada sisa sedikit, kau makan, ya?"
Hera mengerutkan keningnya, "kau mau kasih aku makanan sisa? Kau kira aku kucing, hah?!" katanya, tidak terima.
"Bukan begitu maksudku, Sayang. Itu bukan makanan sisa, tapi memang sengaja ku lebihkan, karena ku pikir porsi makanmu sedikit sekali, kau pasti belum kenyang."
"Makan ku memang segini, lagian aku juga lagi mau diet."
"Diet apanya? Badan kurus begitu, mau dietin apa lagi? Mengecilkan semua tulangmu, begitu?" sindirnya.
"Apa perlu mu? Ini 'kan tubuh ku, kenapa kau yang sewot?" Hera pergi ke tempat cuci piring, dan membasuhnya.
"Kau ini, tidak boleh 'kah suami mu ini peduli pada mu?" ucap Dante, sambil memakan nasi goreng milik nya.
'cih, sok peduli sekali'
"Aneh sekali rasanya, saat kau seperti mulai memperhatikan ku, tidak ada udang di balik 'kan?" Hera melihat Dante dengan tatapan curiga, sangat tidak percaya dengan topeng yang di perlihatkan Dante saat ini.
'ck, susah sekali melemahkan wanita ini, dan membuatnya patuh padaku, menyebalkan.'
"Ku harap, sekali ini saja kau melihat ketulusan ku, aku benar-benar tidak berniat atau merencanakan hal licik padamu, Kim Hera."
Deg ....
Entah mengapa, mendengar Dante yang menukar marga-nya, membuat serangan kecil di jantungnya.
Apa itu? 'Kim' Hera? Eoh, nama-nya Lee Hera! Sembarangan saja!
"Lee Hera. Marga ku Lee, bukan Kim," koreksinya.
"Dulu, sebelum aku menikahi mu, kalau sekarang 'kan kau istriku, wajib bagi mu untuk mengikuti marga suamimu."
Ucapan Dante, seperti membawa dampak berbahaya bagi kesehatan jantung Hera. Buktinya, jantung Hera berdetak dua ... bukan, mungkin tiga kali lipat dari biasa nya?
Namun, Hera tidak akan menanggapinya terlalu serius, karena ia tahu, pria semacam Dante ini tidak benar-benar menganggap serius dengan semua ucapannya. Apalagi sikapnya hari ini yang tiba-tiba saja sangat baik kepada Hera, sudah seperti kerasukan setan baik saja.
"Bullshit."
"Oh, ya, sore nanti kau ada kegiatan?"
"Tidak. Kenapa? Ada masalah?"
"Aku hanya ingin mengajak mu berjalan-jalan, mengelilingi kota, ku pikir, setelah seminggu semenjak kita menikah, tidak sehari pun kita menghabiskan waktu bersama. Ada nya cuma bertengkar terus, kau tidak bosan, apa?"
"Owh ... jadi, secara tidak langsung kau mengajak ku kencan, ya? Wow, romantis sekali Suami ku ini," sarkas Hera.
"Terserah apa yang kau pikirkan tentang ku, tapi percayalah ... aku tidak seperti apa yang kau pikirkan sekarang."
"Memang nya apa yang ku pikirkan sekarang?"
"Kau berpikir jika aku kan mengapa-apa kan dirimu, 'kan?"
"Kim Dante, kau itu sotoy sekali, ya." Hera memutar bola matanya, malas.
"Sotoy? Itu apa? Sejenis makanan baru, 'kah?" tanya nya, kebingungan. Karena baru pertama kali ini dia mendengar kosakata begitu.
"Sok tahu sekali kau!" sergak nya, "sudahlah, aku sedang tidak mau bertengkar, dan yeah ... aku juga bosan cuma tinggal di rumah berhantu ini, jadi, aku menerima tawaranmu," jelas nya.
Dalam hati, Dante bersorak gembira. Akhirnya, satu langkah maju.
"Terima kasih, Tuan Putri. Sudah menerima ajakan, Pangeran," katanya, lalu menunduk sedikit, sebagai bentuk penghormatan.
"Cih, aku memang Tuan Putri," balasnya, dengan tingkat percaya diri yang tinggi.
Sepertinya, dua orang itu tidak ada beda nya. Sama-sama keras kepala, punya tingkat kepercayaan diri yang tinggi, gila, sinting, dan sangat suka saat di puji. Hanya saja yang membedakan, Hera tidak menyadari jika diri nya sama saja dengan Kim Dante, ya walaupun, Hera tidak brengsek seperti Dante.
Beda lagi dengan Dante, ia sangat menyadari sikap tidak tahu malu nya itu, bahkan ia sangat membangga-banggakan sikap nya yang di anggap keren.
Pantas saja mereka menikah, ya meskipun harus di namakan sebagai Marriage Contract atau Pernikahan Kontrak, karena mereka menikah didasari dengan sama-sama ingin mendapatkan keuntungan.
"Ngomong-ngomong, Tuan Putri ingin jalan-jalan ke mana?" tanya Dante, yang kini telah selesai memakan sarapannya.
"Hmm ... bagaimana jika kita ke Taman Bermain?" sarannya.
"Sepertinya, hari ini sedikit panas. Nanti kita akan gerah jika bermain di sana, aku alergi panas," tolak Dante.
"Lalu, kita berburu makanan saja, bagaimana?"
"Kau bilang, sedang ingin diet. Ku pikir itu sedikit buruk bagimu."
"Benar juga, bagaimana ke mall saja?"
"Kau yakin? Memangnya kau mau beli apa?"
"Tidak ada. Hanya ingin melihat-lihat saja, tapi jika kau ingin membelikan ku--"
"Baiklah, kita ke Taman Bermain," final Dante. Ia tidak ingin ke Mall, karena mungkin saja Hera akan membeli banyak barang mahal dan membayar nya dengan kartu kredit Dante, lebih tepatnya tidak ingin mengambil resiko atas dompet nya.
"Ya! Kau bilang tadi, kau alergi panas?! Benar-benar tidak bisa dipercaya! Sudah susah-susah mencarikan tempat lain, tapi malah memilih tempat yang pertama."
"Aku hanya bercanda. Jadi, kau tidak mau ke sana?"
"Cuih, ya, aku mau lah!"
"Makanya jangan banyak protes."
'kan benar apa kata Hera, jangan mempercayai tipe-tipe pria buaya seperti Dante contohnya, jika kau tidak ingin patah hati, maka pilih lah pria yang benar-benar baik terhadap mu, dan mempunyai sikap yang sopan santun juga. Hmm ... seperti si dia, Kim Taehyung BTS. Aaaaa.
"Terserah."
"Ck, kalau begitu tidak jadi pergi siang ini."
"Lah, kenapa dibatalkan? Tidak boleh ingkar janji, kau tahu?"
"Tidak ingkar janji, tapi jadwalnya di percepat. Ayo kau pergi sana, bersiap-siap. Kita pergi sekarang juga. Aku sudah terlanjur bosan."
Mendengar itu, mata Hera langsung berbinar-binar. Akhirnya, bisa ke Taman Bermain juga setelah sekian lama.
"Siap, Bos!"
"Jangan lama-lama, nanti ku tinggal kau sendiri!"
"Iya, ya, kau tenang saja. Sepuluh menit! Dalam sepuluh menit aku akan selesai, kau tunggu, ya! Awas saja aku ditinggal!"
"Iya, Sayang. Makanya cepat sana, kalau bicara terus kapan siap-siap nya?"
"Kau sih, mengajak ku bicara terus!" Lalu, Hera bergegas menuju kamarnya, dan langsung bersiap-siap versi kilat.
"It's up to you, Dear," ucap Dante setelah Hera berlalu.
***
Bersambung~
Mencurigakan gak, sih? Pasti itu ada udang di balik bakwan. Ups, kalo ngomong bakwan, k-kan jadi lapar:(
Btw, cuma mau curhat aja, kalo aku merasa gaje banget sama cerita ini.
"Iya emang gaje, baru nyadar lu, Thor?"
Iya, baru sadar aku. /Emot patah hati.
Btw #2, jika ada di antara kalian yang suka cerita ini, pls banget ... support aku gitu, biar lebih semangat ngetik. Hiks.
Ya udah itu aja sih, semoga hari kalian menyenangkan. Selamat tinggal~
Taman Bermain.Kini mereka berdua sudah tiba, saat baru masuk mata Hera langsung terfokuskan kepada sebuah wahana bermain, Rumah Hantu. Iya Hera adalah tipe-tipe manusia yang suka mendengarkan cerita hantu namun diri sendiri adalah orang yang penakut--seperti saya, makanya saat kejadian mencekam kemarin, ia sempat trauma, hanya sebentar, karena sepertinya ia sudah melupakan itu dan berpikir untuk menguji nyali dengan bermain wahana Rumah Hantu."Ayo kita ke sana!" ajaknya pada Dante, gadis itu pun menarik tangan suaminya untuk mendekati wahana itu."Hey, jangan tarik-tarik! Tangan ku sakit tahu!" protesnya saat mereka sudah berada tepat di depan wahana Rumah Hantu. Dante belum sadar ia tengah berada di mana, dan hanya fokus ke tangannya yang sedikit sakit, karena di tarik terlalu kencang oleh Hera.'shit' monolognya dalam hati."Ayo masuk~" kata Hera dengan nada agak di bua
Setelah mereka selesai makan ice cream, dan beristirahat sebentar. Akhirnya, mereka melanjutkan lagi pertualangan menjelajahi Taman Bermain ini.Semua wahana menyenangkan yang ada di sini, kiranya sudah hampir semua wahana telah mereka main kan, ralat, ada satu permainan lagi yang belum di coba. Yaitu ... roller coaster.Hera yang hanya melihat roller coaster itu saja sudah mau muntah rasa nya, apalagi jika naik, sudah dipastikan pasti akan langsung pingsan di tempat. Soalnya, dia punya phobia ketinggian.Sangat jauh berbeda dengan Dante, pria itu bahkan mata nya sampai berbinar-binar karena terpesona dengan roller coaster tertinggi di kota Seoul ini, iya, Dante ini tidak takut pada apa-apa, terkecuali cuma satu ... yaitu, hantu alias makhluk astral.Kalau yang satu itu, jangan tanya lagi, amit-amit jabang bayi, Dante tidak ingin macam-macam dan sok nantangin makhluk itu lagi, traum
DevanTuan, kami sudah menemukan tempat tinggal Park Airin.***Saat sang matahari, telah menyembunyikan diri nya di ufuk barat, dan digantikan oleh bulan dan bintang yang penuh gemerlap menghiasi langit malam, Hera baru lah tersadar dari pingsan nya, ia agak kaget karena Dante membawa nya ke rumah sakit, ia pikir cuma akan di bawa pulang saja. Tapi ternyata ... Dante perhatian dengan nya?Saat bangun, Hera tidak melihat keberadaan Dante di ruangan ini, seperti nya dia sedang keluar, begitu pikir Hera. Tidak mau peduli dengan urusan Dante, Hera pun akhir nya kembali melanjutkan tidur nya, karena sumpah demi apa pun, sekarang ia merasa tubuh nya benar-benar seperti ingin remuk, karena terlalu kelelahan bermain sepanjang hari. Makan pun tak sempat, karena mata nya sudah tidak tahan untuk terjaga lebih lama.***"Kenapa bisa kabur?! Menangkap seorang wanita saja kalian
!! PERHATIAN !!Saya menerima semua kritikan kalian, jika disampaikan secara baik. So, jika ingin mengkritik, ingat juga untuk menjaga sopan santun kalian, ya!Mentalitas tiap orang itu beda-beda. Saya juga menentang keras tentang plagiarisme, bagi kalian yang berniat jahat ingin mengkopas cerita milik orang lain, jauh-jauh kalian dari cerita punya saya!So, happy reading~ hope you enjoy with this story.~~~~"Apapun yang terjadi, kau harus menikah dengannya!" teriak Leera, menatap penuh emosi kepada anaknya, Hera.***Masalah besar, keluarganya tengah dalam masalah, terlilit hutang berjuta-juta won dengan seorang pengusaha kaya raya, keturunan asli Korea, bernama Kim Dante. Pria yang sudah menginjak kepala tiga tahun lalu itu, baru saja
Malam sudah tiba, pukul 19:30 KSL, Leera pulang dari rumah dengan raut wajah kelelahan. Mencari pekerjaan seharian di hari yang panas menyengat, benar-benar menghabiskan seluruh tenaganya. Namun, masih saja belum menemukan tempat kerja yang mau menampung dirinya.Ia masuk ke rumah, dan menghempaskan tubuhnya di sofa. Mengusap kepalanya menahan pusing yang membuat tubuhnya semakin lemah."Sudah pulang, Bu?" ucap Hera yang baru keluar dari kamarnya, menghampiri sang Ibu dan duduk di sampingnya."Sudah mendapatkan pekerjaan?" tanyanya lagi."Diam. Ibu sedang pusing, jangan banyak bertanya. Lebih baik kau ambil pil pereda pusing dan air putih, Ibu tidak bisa mengambilnya sendiri."Hera menuruti perintah Ibunya, sekesal-kesal dan semarah-marahnya Leera kepadanya, tetap saja Hera khawatir dengan keadaan Leera.Setelah mengambil dua barang tadi, Hera memberika
"Selamat pagi jagoan Ibu!" ucap Leera pada Hero yang baru saja bangun dan langsung menghampiri ibunya di dapur."Ibu, aku lapar," katanya."Ayo cuci muka dulu, dan gosok gigimu. Makanan sebentar lagi siap.""Baik, Bu."Hero berjalan ke kamar mandi, walaupun masih bocah berusia tiga tahun, tapi Hero bukanlah anak manja seperti kebanyakan orang lain. Ia tidak harus selalu dibantu orangtua jika melakukan suatu hal, seperti halnya dengan mandi sendiri.Hera yang mencium aroma masakan kesukaannya itu, langsung keluar dari kamar dan menghampiri Leera."Memasak makanan kesukaanku?""Iya, dalam porsi banyak. Supaya kau bisa puas memakannya.""Sogokan, 'kah?" sarkas Hera.Leera sedikit menahan tawa, "bisa dibilang juga seperti itu," jawabnya. "Sudah matang, Hera tolong bantu Ibu menata makanan ke meja.""Iya."
Tibalah hari pernikahan, Hera tengah berada di ruang mempelai wanita, dan menunggu untuk dijemput ayahnya. Ia sudah siap, dengan balutan make up yang tidak terlalu tebal--natural make up--dan gaun pengantin pilihan Dante--iya, bukan Hera yang memilih gaun itu, mengajak Hera ke toko gaun pengantin pada saat itu hanyalah formalitas saja, yang memilih semuanya adalah Dante.Hera tentunya cemas, dirinya bergetar khawatir. Menatap dirinya di cermin dengan keadaan tidak tenang. Tak lama, pintu ruangan terbuka, menampilkan sosok sang Ayah yang sudah siap menjemput Hera."Anakku, apakah kau sudah siap?" tanyanya."Ayah ... aku takut.""Tidak apa-apa, ada Ayah di sampingmu. Genggam dengan kuat tangan Ayah jika kau merasa ketakutan."Hera hanya mengangguk, masih cemas dan takut."Ayo kita keluar sekarang, mempelai pria mu sudah menunggu.""Ta
Pasangan pengantin baru itu sudah kembali dari hotel, dan kini tengah berada di rumah pribadi Dante."Ini rumahmu?" tanya Hera."Lalu, rumah siapa lagi?" balasnya dengan penuh ke angkuhan.Hera tidak menanggapi, dia sedang malas beradu mulut dengan Dante. Ia menghela nafas sedikit lebih panjang."Kau ... benar-benar ingin mengajakku tinggal di sini? Bersama orang tuamu, ya?"Hera baru ingat, jika Dante tidak pernah memperkenalkan orang tuanya kepadanya. Lantas itu membuat Hera takut untuk tinggal bersama orang tua Dante, lebih tepatnya canggung. Ia berpikir, apakah orang tua Dante tahu, kalau anaknya sudah menikah? Entahlah. Hera juga takut, jika nantinya ia akan dijadikan bahan olok-olokan mertuanya."Tidak. Ini rumahku sendiri."Hera ber oh ria, "lalu orang tua mu?""Bukan urusanmu.""Cih. Aku hanya bertanya saja, tidak
DevanTuan, kami sudah menemukan tempat tinggal Park Airin.***Saat sang matahari, telah menyembunyikan diri nya di ufuk barat, dan digantikan oleh bulan dan bintang yang penuh gemerlap menghiasi langit malam, Hera baru lah tersadar dari pingsan nya, ia agak kaget karena Dante membawa nya ke rumah sakit, ia pikir cuma akan di bawa pulang saja. Tapi ternyata ... Dante perhatian dengan nya?Saat bangun, Hera tidak melihat keberadaan Dante di ruangan ini, seperti nya dia sedang keluar, begitu pikir Hera. Tidak mau peduli dengan urusan Dante, Hera pun akhir nya kembali melanjutkan tidur nya, karena sumpah demi apa pun, sekarang ia merasa tubuh nya benar-benar seperti ingin remuk, karena terlalu kelelahan bermain sepanjang hari. Makan pun tak sempat, karena mata nya sudah tidak tahan untuk terjaga lebih lama.***"Kenapa bisa kabur?! Menangkap seorang wanita saja kalian
Setelah mereka selesai makan ice cream, dan beristirahat sebentar. Akhirnya, mereka melanjutkan lagi pertualangan menjelajahi Taman Bermain ini.Semua wahana menyenangkan yang ada di sini, kiranya sudah hampir semua wahana telah mereka main kan, ralat, ada satu permainan lagi yang belum di coba. Yaitu ... roller coaster.Hera yang hanya melihat roller coaster itu saja sudah mau muntah rasa nya, apalagi jika naik, sudah dipastikan pasti akan langsung pingsan di tempat. Soalnya, dia punya phobia ketinggian.Sangat jauh berbeda dengan Dante, pria itu bahkan mata nya sampai berbinar-binar karena terpesona dengan roller coaster tertinggi di kota Seoul ini, iya, Dante ini tidak takut pada apa-apa, terkecuali cuma satu ... yaitu, hantu alias makhluk astral.Kalau yang satu itu, jangan tanya lagi, amit-amit jabang bayi, Dante tidak ingin macam-macam dan sok nantangin makhluk itu lagi, traum
Taman Bermain.Kini mereka berdua sudah tiba, saat baru masuk mata Hera langsung terfokuskan kepada sebuah wahana bermain, Rumah Hantu. Iya Hera adalah tipe-tipe manusia yang suka mendengarkan cerita hantu namun diri sendiri adalah orang yang penakut--seperti saya, makanya saat kejadian mencekam kemarin, ia sempat trauma, hanya sebentar, karena sepertinya ia sudah melupakan itu dan berpikir untuk menguji nyali dengan bermain wahana Rumah Hantu."Ayo kita ke sana!" ajaknya pada Dante, gadis itu pun menarik tangan suaminya untuk mendekati wahana itu."Hey, jangan tarik-tarik! Tangan ku sakit tahu!" protesnya saat mereka sudah berada tepat di depan wahana Rumah Hantu. Dante belum sadar ia tengah berada di mana, dan hanya fokus ke tangannya yang sedikit sakit, karena di tarik terlalu kencang oleh Hera.'shit' monolognya dalam hati."Ayo masuk~" kata Hera dengan nada agak di bua
Pada pagi harinya, Hera sangat terkejut melihat Dante yang tiba-tiba sudah tertidur pulas di sampingnya, dan yang lebih membuat Hera kaget adalah ... Dante yang tidur sambil memeluknya, iya, Hera terbangun dipelukan seorang Dante.Padahal semalam, Dante bilang akan tidur di kamar yang lain, dan Hera merasa sangat tidak keberatan akan itu, ia malah merasa bersyukur. Persetan dengan makhluk tak kasat mata di rumah ini, yang penting tidak tidur di ranjang yang sama lagi dengan Kim Dante.Tapi faktanya? Dante malah mengingkari ucapannya, bikin Hera ingin memaki-maki saja di pagi hari yang cerah ini."Brengsek, sudah tidak punya sopan santun, ternyata juga tidak bisa dipercaya, tukang ingkar janji," sindirnya, lalu berusaha melepaskan diri dari pelukan erat Dante."Ya, Kim Dante. Lepaskan aku!" ucapnya lalu memukul pelan pundak Dante.Dante hanya membalas dengan mempoutkan bibirnya, ta
"Ibu, kau tahu? Ternyata Dante itu sebenarnya bodoh dan penakut," cerita Hera pada Leera.Iya, Hera tengah berada di rumah orang tuanya sejak sore tadi, malam ini ia akan menginap di rumah orangtua nya juga, karena lagi-lagi Dante belum pulang, mungkin saja ke esokan harinya baru kembali. Hera tidak mau tidur di rumah berhantu Dante, ia trauma. Sangat."Bayangkan saja, ia sampai pipis di celana karena ketakutan. Hahah, aku juga takut, tapi tidak sampai seperti itu juga. Padahal kan aku perempuan, sedangkan dia laki-laki," lanjutnya mengghibahi suaminya sendiri.Leera cuma menanggapi dengan tertawa kecil, ia senang melihat senyum dan tawa Hera saat bercerita kepadanya, ia senang jika Hera sekarang tampak seperti tidak keberatan dengan pernikahannya, walaupun untuk sesaat."Benar, 'kah? Wow, Ibu sampai tidak bisa berkata-kata," responnya setelah mendengarkan semua cerita Hera.
Pada keesokan pagi harinya, Dante pulang dengan keadaan mabuk. Ia di antar oleh Devan. Hera yang tidak tahu apa-apa, hanya menatap bingung melihat mereka."Nyonya, Tuan Dante sedang mabuk, tolong bantu saya membawanya ke kamar," ucap Devan setelah Hera membukakan pintu untuknya."B-baik." Hera pun membantu Devan membawa Dante.'Shit, berat sekali manusia satu ini. Pasti dia terlalu banyak dosa, jadi berat tubuhnya bertambah dua kali lipat.' Hera sedikit kesusahan membawa Dante, beruntung Devan mengerti, dan menyuruh Hera untuk tidak usah membantu.Hera pun dengan senang hati menuruti.Devan membaringkan Dante di kasur, kamarnya."Nyonya, saya sarankan untuk membuat bubur untuk Tuan, agar bisa meredakan mabuknya.""Ah, i-iya, nanti akan ku buat.""Baiklah, kalau begitu saya pergi dulu."
Pasangan pengantin baru itu sudah kembali dari hotel, dan kini tengah berada di rumah pribadi Dante."Ini rumahmu?" tanya Hera."Lalu, rumah siapa lagi?" balasnya dengan penuh ke angkuhan.Hera tidak menanggapi, dia sedang malas beradu mulut dengan Dante. Ia menghela nafas sedikit lebih panjang."Kau ... benar-benar ingin mengajakku tinggal di sini? Bersama orang tuamu, ya?"Hera baru ingat, jika Dante tidak pernah memperkenalkan orang tuanya kepadanya. Lantas itu membuat Hera takut untuk tinggal bersama orang tua Dante, lebih tepatnya canggung. Ia berpikir, apakah orang tua Dante tahu, kalau anaknya sudah menikah? Entahlah. Hera juga takut, jika nantinya ia akan dijadikan bahan olok-olokan mertuanya."Tidak. Ini rumahku sendiri."Hera ber oh ria, "lalu orang tua mu?""Bukan urusanmu.""Cih. Aku hanya bertanya saja, tidak
Tibalah hari pernikahan, Hera tengah berada di ruang mempelai wanita, dan menunggu untuk dijemput ayahnya. Ia sudah siap, dengan balutan make up yang tidak terlalu tebal--natural make up--dan gaun pengantin pilihan Dante--iya, bukan Hera yang memilih gaun itu, mengajak Hera ke toko gaun pengantin pada saat itu hanyalah formalitas saja, yang memilih semuanya adalah Dante.Hera tentunya cemas, dirinya bergetar khawatir. Menatap dirinya di cermin dengan keadaan tidak tenang. Tak lama, pintu ruangan terbuka, menampilkan sosok sang Ayah yang sudah siap menjemput Hera."Anakku, apakah kau sudah siap?" tanyanya."Ayah ... aku takut.""Tidak apa-apa, ada Ayah di sampingmu. Genggam dengan kuat tangan Ayah jika kau merasa ketakutan."Hera hanya mengangguk, masih cemas dan takut."Ayo kita keluar sekarang, mempelai pria mu sudah menunggu.""Ta
"Selamat pagi jagoan Ibu!" ucap Leera pada Hero yang baru saja bangun dan langsung menghampiri ibunya di dapur."Ibu, aku lapar," katanya."Ayo cuci muka dulu, dan gosok gigimu. Makanan sebentar lagi siap.""Baik, Bu."Hero berjalan ke kamar mandi, walaupun masih bocah berusia tiga tahun, tapi Hero bukanlah anak manja seperti kebanyakan orang lain. Ia tidak harus selalu dibantu orangtua jika melakukan suatu hal, seperti halnya dengan mandi sendiri.Hera yang mencium aroma masakan kesukaannya itu, langsung keluar dari kamar dan menghampiri Leera."Memasak makanan kesukaanku?""Iya, dalam porsi banyak. Supaya kau bisa puas memakannya.""Sogokan, 'kah?" sarkas Hera.Leera sedikit menahan tawa, "bisa dibilang juga seperti itu," jawabnya. "Sudah matang, Hera tolong bantu Ibu menata makanan ke meja.""Iya."