Pasangan pengantin baru itu sudah kembali dari hotel, dan kini tengah berada di rumah pribadi Dante.
"Ini rumahmu?" tanya Hera.
"Lalu, rumah siapa lagi?" balasnya dengan penuh ke angkuhan.
Hera tidak menanggapi, dia sedang malas beradu mulut dengan Dante. Ia menghela nafas sedikit lebih panjang.
"Kau ... benar-benar ingin mengajakku tinggal di sini? Bersama orang tuamu, ya?"
Hera baru ingat, jika Dante tidak pernah memperkenalkan orang tuanya kepadanya. Lantas itu membuat Hera takut untuk tinggal bersama orang tua Dante, lebih tepatnya canggung. Ia berpikir, apakah orang tua Dante tahu, kalau anaknya sudah menikah? Entahlah. Hera juga takut, jika nantinya ia akan dijadikan bahan olok-olokan mertuanya.
"Tidak. Ini rumahku sendiri."
Hera ber oh ria, "lalu orang tua mu?"
"Bukan urusanmu."
"Cih. Aku hanya bertanya saja, tidak perlu sewot seperti itu," sahutnya.
"Sudahlah, ayo masuk."
Dante berjalan terlebih dahulu, tapi Hera diam saja tidak mengikuti suaminya masuk ke dalam.
"Mau tunggu apa lagi? Buatkan aku makanan, aku lapar. Lima belas menit," perintahnya.
"Brengsek," ucap Hera pelan. Dante ini memang benar-benar tidak punya hati, ya? Masak dalam lima belas menit? Bahan masakan saja, Hera belum membelinya.
Dengan terpaksa, Hera melangkahkan kakinya ke rumah sang suami.
"Kenapa jalanmu lambat sekali? Seperti siput saja."
"Bukan urusanmu!" kata Hera, mengembalikan ucapan Dante sebelumnya.
"Dasar. Cepat masak, bahan makanan sudah tersedia."
"Tapi aku--"
"Jangan bilang, kau tidak bisa masak," sindir Dante.
"Aku bisa masak, ya! Jangan sembarangan menuduh!"
"Jadi, tunggu apa lagi? Mulai masak sekarang."
"Sialan."
"Suamimu memang tampan. Terima kasih, Sayang."
Dante pergi ke ruang tamu, menghidupkan TV, memencet random remot, mencari acara TV yang bisa menarik perhatiannya.
Tidak menemukan acara kesukaan, akhirnya Dante mematikan TV, dan pergi menuju dapur. Mengawasi pekerjaan istrinya yang lelet, dan cerewet itu.
"Kau masak apa?" tanya nya pada Hera yang tengah memotong bawang, dan bahan-bahan yang akan digunakannya untuk memasak nanti.
"Banyak tanya. Diam, biar aku bisa fokus memasak," katanya.
"Perlu ku bantu?"
Hera merasa sangat bersyukur mendengar pertanyaan yang terlontar dari mulut Dante, sebenarnya dia memang sedang malas memasak. 'Tumben' batin nya.
"Boleh."
"Apa yang bisa ku bantu?"
"Tolong buatkan aku makanan, dalam lima belas menit. Aku mau pulang ke rumah orang tua ku sebentar, untuk menjemput barang-barang ku. Bye, suamiku tersayang." Hera memberikan flying kiss terbaiknya ke Dante. Yang hanya diberikan tatapan jijik olehnya. Hera langsung bergegas pergi dari sana.
"Hei, aku cuma bercanda! Benar-benar sialan kau!"
****
Dante tengah sibuk dengan urusan 'perusahaannya', kepalanya pusing karena banyak klien yang protes, karena tidak puas dengan hasil pelayanan mereka.
Benar-benar! Apa kah para wanita penghibur baru itu tidak becus bekerja?! Apa mereka ingin sekali dipecat, dan disebarkan atau pun dijual video hotnya?! Membuat Dante ingin mengamuk saja kalau begini, bahkan ada sekitar empat klien mereka yang meminta separuh uang yang telah dibayar, untuk dikembalikan. Saking kecewanya dengan pelayanan wanitanya. Itu membuat Dante rugi besar, padahal dia sudah memberikan gaji dua kali lipat kepada para pekerja baru nya agar mereka lebih giat bekerja, tapi apa yang di dapatkan oleh Dante? Seperti sebuah pengkhianatan?
"Kalian itu baru sebulan bekerja, tapi sudah tidak ada niat bekerja lagi, hah?!" bentak Dante dengan suara bariton yang menggelegar, sampai-sampai membuat para wanita penghibur di depannya, cuma bisa tertunduk.
"M-maaf, Tuan," ucap salah satu dari mereka, mewakilkan yang lain.
"Aku tidak butuh maaf! Yang ku butuhkan adalah kerja keras kalian! Sekali lagi kalian membuat klien kecewa, dan membuatku rugi besar, siap-siap saja video kalian akan ku sebar dan perjual-belikan! Kalian Mengerti?!" ancamnya.
Semuanya tidak berani menatap wajah Dante, sangat takut saat bosnya sudah marah besar seperti ini.
"Tuan ... bukan kah kau sudah kelewatan?" Sebuah suara, dengan beraninya mengatakan hal tersebut. Wanita yang berada paling belakang, akhirnya maju dan berhadapan dengan Dante.
"Apa maksudmu, manis?" sindir Dante dengan menekan kalimat terakhirnya.
"Oh, Tuan tidak dengar? Ku bilang kau sudah kelewatan," ulangnya lagi.
"Siapa namamu gadis cantik? Ah, bukan gadis, tapi ... wanita?" Dante mengalihkan pembicaraan.
"Namaku? Park Airin. Ada masalah?"
Dante mengelus rambut gadis yang menyebutnya sebagai Airin itu, "namamu bagus sekali ... tapi sayangnya tidak mencerminkan mulutmu," katanya sambil menjambak rambut Airin.
Airin terpekik kesakitan, yang lain hanya melihat saja, tidak berani menolong. Takut jika diri mereka juga terkena masalah.
"Jaga mulutmu, wanita murahan! Kau itu hanya seonggok manusia tak berguna, yang mencari uang secara instan tanpa mau berusaha!"
"Tuan sedang mendeskripsikan diri sendiri, ya? Apa Anda tidak sadar, bahwa diri sendiri juga tidak berguna? Pura-pura baik, dengan menawarkan pekerjaan yang mudah namun mendapatkan gaji yang banyak? Semua orang pasti tertarik akan itu. Tapi ternyata ... Anda cuma mau memperkaya diri dan mencari uang secara instan dengan menjualkan kami ke pria hidung belang. Bravo sekali Tuan Kim Dante!" Airin bertepuk tangan, sambil tertawa terbahak-bahak.
"Kau!" Dante sudah kehilangan kesabarannya, lalu menampar Airin sekuat tenaga. Menimbulkan bunyi yang sangat keras, tidak terbayang seberapa sakitnya itu. Airin memegang bekas tamparan tersebut.
"Kau dipecat! Aku akan menyebar videomu, awas saja kau! Pergi sekarang juga! Dasar tidak berguna!"
"Aku memang ingin mengundurkan diri, namun sebelumnya ...." Airin mendekati Dante, dan membisikkan sesuatu yang menimbulkan kerutan di dahinya. "Masuk perangkap."
"Cih. Mau mengancanmku, hah? Ingin melaporkanku ke pihak kepolisian atas kasus menjual wanita? Hah, bodoh. Kau tidak punya bukti, jika pun ada, aku bisa saja menyuap mereka dengan uangku agar tidak menelusurinya. Otakmu dangkal sekali, Cantik."
Airin cuma tersenyum lebar, "terkadang uang tidak bisa menyelesaikan masalahmu, kau tidak bisa membeli dunia dengan uang haram mu itu, Tuan."
"Siapa peduli jika itu uang haram? Bahkan aku bisa membeli seluruh semesta alam dengan uang itu." Dante tetaplah Dante, pria brengsek tak tahu malu, yang sangat menggilai dan mengagung-agungkan uang, seperti semua masalahnya bisa terselesaikan jika ia punya banyak uang.
"Silahkan, jika kau bisa. Selamat tinggal, Tuan terhormat," pamit Airin. Dan keluar dari ruangan Dante.
"Apalagi yang kalian tunggu?! Bubar!"
Semua wanita langsung pergi dari sana. Dante duduk di kursi kebanggaannya, dan memijat kepala yang sedikit pusing itu.
Ia mengeluarkan ponselnya, dan menelpon seseorang, "Hallo, Bibi Jane. Aku sangat membutuhkanmu, sepertinya kau harus cepat-cepat kembali."
.
.."Bodoh." Airin berhenti saat sudah berada di luar apartemen milik Dante--iya, apartemen khusus untuk tempat kliennya. Lalu, mengeluarkan ponselnya, yang ternyata sedang merekam semua pembicaraan mereka, kemudian menekan tombol pause.
"Kau terjebak, Dante sialan." Airin membuka aplikasi pesan, kontak bernama Parasit Dante di pilihnya, ia pun mengirim rekaman suara tadi ke nomor tersebut.
Lalu, Airin berjalan dan menghentikan Taxi yang kebetulan lewat. Airin meninggalkan apartemen Dante dengan senyuman penuh kemenangan.
Di sisi lain, Dante yang sudah menerima pesan dari nomor tidak dikenal itu--Airin.
0189xxxxx
Surprise!/FILE/__P*F
"Sebuah file?" Dante mengklik file tersebut, yang ternyata adalah rekaman suara, ia pun mendengarkan rekaman tersebut.
Seketika, lagi-lagi dia naik pitam. "Park Airin, kau benar-benar sialan!" teriaknya dan melemparkan ponsel pintarnya yang sangat mahal itu ke lantai, dan menimbulkan retak di layarnya. Untung dia kaya, bisa beli yang baru lagi jika ponselnya rusak.
***
"Cepat cari wanita yang bernama Park Airin, fotonya akan ku kirimkan. Bawa dia kehadapanku secepatnya, jika tidak kau akan ku bunuh!" perintah Dante kepada beberapa anak buahnya.
"Devan, kau urusi dan bantu mereka," lanjutnya lagi.
"Baik, Bos," ucap mereka serempak, dan lali bergegas pergi untuk melaksanakan perintah.
Setelah menenangkan diri beberapa saat, Dante kembali memungut ponselnya itu, untung ponsel mahal, jadi tidak mudah rusak saat terjatuh. Kemudian, dia mengirimkan foto Park Airin ke anak buahnya.
"Kau sudah salah berurusan denganku, wanita bodoh!" maki Dante.
Ia kemudian pergi dari ruangan nya untuk sedikit mencari ketenangan, apalagi selain memenuhi kebutuhan biologis? Mengajak salah satu dari pekerja nya untuk sedikit bermain. Kalau di hitung-hitung, sudah dua hari Dante tidak melakukan itu, seperti sebuah keajaiban saja ia bisa menahannya, dan sekarang ... ia sangat-sangat lapar.
****
Hera sebenarnya tidak mau peduli, atau pun ingin ikut campur urusan Dante. Tapi, sudah seharian ini Dante belum pulang-pulang. Membuatnya jengkel saja.Rumah milik Dante itu sangat besar jika hanya untuk di tempati dua orang saja. Malam sudah sangat larut, dan tidak ada tanda-tanda Dante akan pulang. Jadi, cuma dirinya sendiri yang tinggal di rumah ini, Hera takut jika saja, ada makhluk yang berniat jahil padanya, kan seram!
Ingin menelpon Dante, rasanya malas juga. Karena pertama; Dante dengan kepercayaan diri yang tinggi itu, pasti mengasumsi jika Hera sudah mulai peduli dengannya. Dan Hera tidak mau itu terjadi.
Kedua, masalahnya Hera juga tidak mempunyai nomor ponsel Dante.
Jadilah, dia seperti kambing congok
yang hanya berdiam diri di kamar. Kasihan sekali dirimu, Lee Hera.Ting ....
Sebuah notifikasi masuk, ke ponsel Hera.
0125xxxxx
Aku tidak akan pulang malam ini, kau tidur saja dulu, jangan menungguku, Sayang ;*"Sinting," katanya setelah membaca pesan tersebut, merasa jijik juga melihat emotikon di kalimat terakhir. Ngomong-ngomong, dari mana Dante bisa mendapatkan nomor ponsel Hera? Setahunya, ia tidak pernah membagikan hal itu kepada Dante.
Apakah Dante diam-diam membuka ponselnya, dan mencuri nomornya? Benar-benar tidak sopan, manusia satu itu.
Astaga, seharusnya Hera mengunci saja ponselnya itu, agar tidak di buka sembarang orang.
Hera sudah tidak memikirkan tentang hal itu lagi, ia lelah, karena seharian ini sibuk membawa semua barang-barangnya dari rumah orangtuanya ke rumah Dante.
Baru saja ingin terlelap, tapi ia kembali terbangun karena dikagetkan oleh suara seperti barang jatuh dan pecah, dari arah luar.
Sumpah demi apapun, Hera benar-benar diam terbeku, jantungnya berdetak dua kali lipat dari biasanya, benar saja firasatnya, pasti akan ada makhluk jahil yang suka menganggu manusia.
Hera yang tengah mati ketakutan itu pun, hanya bisa bersembunyi di bawah selimut, dan merapalkan semua doa yang ia bisa. Berharap dan memohon, semoga setelah ini tidak ada lagi kejadian aneh yang menganggu hidupnya.
.
...Bersambung~Jadi, sudah tahu, bisnis Dante, yang membuatnya kaya raya, 'kan? Jangan ditiru, ya. Gak baik soalnya. Hahah
Btw, kalian pernah ngalamin hal seram kayak Hera juga, gak? Kalau ada, boleh dong, bagi-bagi. ><Pasangan pengantin baru itu sudah kembali dari hotel, dan kini tengah berada di rumah pribadi Dante.
Pada keesokan pagi harinya, Dante pulang dengan keadaan mabuk. Ia di antar oleh Devan. Hera yang tidak tahu apa-apa, hanya menatap bingung melihat mereka."Nyonya, Tuan Dante sedang mabuk, tolong bantu saya membawanya ke kamar," ucap Devan setelah Hera membukakan pintu untuknya."B-baik." Hera pun membantu Devan membawa Dante.'Shit, berat sekali manusia satu ini. Pasti dia terlalu banyak dosa, jadi berat tubuhnya bertambah dua kali lipat.' Hera sedikit kesusahan membawa Dante, beruntung Devan mengerti, dan menyuruh Hera untuk tidak usah membantu.Hera pun dengan senang hati menuruti.Devan membaringkan Dante di kasur, kamarnya."Nyonya, saya sarankan untuk membuat bubur untuk Tuan, agar bisa meredakan mabuknya.""Ah, i-iya, nanti akan ku buat.""Baiklah, kalau begitu saya pergi dulu."
"Ibu, kau tahu? Ternyata Dante itu sebenarnya bodoh dan penakut," cerita Hera pada Leera.Iya, Hera tengah berada di rumah orang tuanya sejak sore tadi, malam ini ia akan menginap di rumah orangtua nya juga, karena lagi-lagi Dante belum pulang, mungkin saja ke esokan harinya baru kembali. Hera tidak mau tidur di rumah berhantu Dante, ia trauma. Sangat."Bayangkan saja, ia sampai pipis di celana karena ketakutan. Hahah, aku juga takut, tapi tidak sampai seperti itu juga. Padahal kan aku perempuan, sedangkan dia laki-laki," lanjutnya mengghibahi suaminya sendiri.Leera cuma menanggapi dengan tertawa kecil, ia senang melihat senyum dan tawa Hera saat bercerita kepadanya, ia senang jika Hera sekarang tampak seperti tidak keberatan dengan pernikahannya, walaupun untuk sesaat."Benar, 'kah? Wow, Ibu sampai tidak bisa berkata-kata," responnya setelah mendengarkan semua cerita Hera.
Pada pagi harinya, Hera sangat terkejut melihat Dante yang tiba-tiba sudah tertidur pulas di sampingnya, dan yang lebih membuat Hera kaget adalah ... Dante yang tidur sambil memeluknya, iya, Hera terbangun dipelukan seorang Dante.Padahal semalam, Dante bilang akan tidur di kamar yang lain, dan Hera merasa sangat tidak keberatan akan itu, ia malah merasa bersyukur. Persetan dengan makhluk tak kasat mata di rumah ini, yang penting tidak tidur di ranjang yang sama lagi dengan Kim Dante.Tapi faktanya? Dante malah mengingkari ucapannya, bikin Hera ingin memaki-maki saja di pagi hari yang cerah ini."Brengsek, sudah tidak punya sopan santun, ternyata juga tidak bisa dipercaya, tukang ingkar janji," sindirnya, lalu berusaha melepaskan diri dari pelukan erat Dante."Ya, Kim Dante. Lepaskan aku!" ucapnya lalu memukul pelan pundak Dante.Dante hanya membalas dengan mempoutkan bibirnya, ta
Taman Bermain.Kini mereka berdua sudah tiba, saat baru masuk mata Hera langsung terfokuskan kepada sebuah wahana bermain, Rumah Hantu. Iya Hera adalah tipe-tipe manusia yang suka mendengarkan cerita hantu namun diri sendiri adalah orang yang penakut--seperti saya, makanya saat kejadian mencekam kemarin, ia sempat trauma, hanya sebentar, karena sepertinya ia sudah melupakan itu dan berpikir untuk menguji nyali dengan bermain wahana Rumah Hantu."Ayo kita ke sana!" ajaknya pada Dante, gadis itu pun menarik tangan suaminya untuk mendekati wahana itu."Hey, jangan tarik-tarik! Tangan ku sakit tahu!" protesnya saat mereka sudah berada tepat di depan wahana Rumah Hantu. Dante belum sadar ia tengah berada di mana, dan hanya fokus ke tangannya yang sedikit sakit, karena di tarik terlalu kencang oleh Hera.'shit' monolognya dalam hati."Ayo masuk~" kata Hera dengan nada agak di bua
Setelah mereka selesai makan ice cream, dan beristirahat sebentar. Akhirnya, mereka melanjutkan lagi pertualangan menjelajahi Taman Bermain ini.Semua wahana menyenangkan yang ada di sini, kiranya sudah hampir semua wahana telah mereka main kan, ralat, ada satu permainan lagi yang belum di coba. Yaitu ... roller coaster.Hera yang hanya melihat roller coaster itu saja sudah mau muntah rasa nya, apalagi jika naik, sudah dipastikan pasti akan langsung pingsan di tempat. Soalnya, dia punya phobia ketinggian.Sangat jauh berbeda dengan Dante, pria itu bahkan mata nya sampai berbinar-binar karena terpesona dengan roller coaster tertinggi di kota Seoul ini, iya, Dante ini tidak takut pada apa-apa, terkecuali cuma satu ... yaitu, hantu alias makhluk astral.Kalau yang satu itu, jangan tanya lagi, amit-amit jabang bayi, Dante tidak ingin macam-macam dan sok nantangin makhluk itu lagi, traum
DevanTuan, kami sudah menemukan tempat tinggal Park Airin.***Saat sang matahari, telah menyembunyikan diri nya di ufuk barat, dan digantikan oleh bulan dan bintang yang penuh gemerlap menghiasi langit malam, Hera baru lah tersadar dari pingsan nya, ia agak kaget karena Dante membawa nya ke rumah sakit, ia pikir cuma akan di bawa pulang saja. Tapi ternyata ... Dante perhatian dengan nya?Saat bangun, Hera tidak melihat keberadaan Dante di ruangan ini, seperti nya dia sedang keluar, begitu pikir Hera. Tidak mau peduli dengan urusan Dante, Hera pun akhir nya kembali melanjutkan tidur nya, karena sumpah demi apa pun, sekarang ia merasa tubuh nya benar-benar seperti ingin remuk, karena terlalu kelelahan bermain sepanjang hari. Makan pun tak sempat, karena mata nya sudah tidak tahan untuk terjaga lebih lama.***"Kenapa bisa kabur?! Menangkap seorang wanita saja kalian
!! PERHATIAN !!Saya menerima semua kritikan kalian, jika disampaikan secara baik. So, jika ingin mengkritik, ingat juga untuk menjaga sopan santun kalian, ya!Mentalitas tiap orang itu beda-beda. Saya juga menentang keras tentang plagiarisme, bagi kalian yang berniat jahat ingin mengkopas cerita milik orang lain, jauh-jauh kalian dari cerita punya saya!So, happy reading~ hope you enjoy with this story.~~~~"Apapun yang terjadi, kau harus menikah dengannya!" teriak Leera, menatap penuh emosi kepada anaknya, Hera.***Masalah besar, keluarganya tengah dalam masalah, terlilit hutang berjuta-juta won dengan seorang pengusaha kaya raya, keturunan asli Korea, bernama Kim Dante. Pria yang sudah menginjak kepala tiga tahun lalu itu, baru saja
Malam sudah tiba, pukul 19:30 KSL, Leera pulang dari rumah dengan raut wajah kelelahan. Mencari pekerjaan seharian di hari yang panas menyengat, benar-benar menghabiskan seluruh tenaganya. Namun, masih saja belum menemukan tempat kerja yang mau menampung dirinya.Ia masuk ke rumah, dan menghempaskan tubuhnya di sofa. Mengusap kepalanya menahan pusing yang membuat tubuhnya semakin lemah."Sudah pulang, Bu?" ucap Hera yang baru keluar dari kamarnya, menghampiri sang Ibu dan duduk di sampingnya."Sudah mendapatkan pekerjaan?" tanyanya lagi."Diam. Ibu sedang pusing, jangan banyak bertanya. Lebih baik kau ambil pil pereda pusing dan air putih, Ibu tidak bisa mengambilnya sendiri."Hera menuruti perintah Ibunya, sekesal-kesal dan semarah-marahnya Leera kepadanya, tetap saja Hera khawatir dengan keadaan Leera.Setelah mengambil dua barang tadi, Hera memberika
DevanTuan, kami sudah menemukan tempat tinggal Park Airin.***Saat sang matahari, telah menyembunyikan diri nya di ufuk barat, dan digantikan oleh bulan dan bintang yang penuh gemerlap menghiasi langit malam, Hera baru lah tersadar dari pingsan nya, ia agak kaget karena Dante membawa nya ke rumah sakit, ia pikir cuma akan di bawa pulang saja. Tapi ternyata ... Dante perhatian dengan nya?Saat bangun, Hera tidak melihat keberadaan Dante di ruangan ini, seperti nya dia sedang keluar, begitu pikir Hera. Tidak mau peduli dengan urusan Dante, Hera pun akhir nya kembali melanjutkan tidur nya, karena sumpah demi apa pun, sekarang ia merasa tubuh nya benar-benar seperti ingin remuk, karena terlalu kelelahan bermain sepanjang hari. Makan pun tak sempat, karena mata nya sudah tidak tahan untuk terjaga lebih lama.***"Kenapa bisa kabur?! Menangkap seorang wanita saja kalian
Setelah mereka selesai makan ice cream, dan beristirahat sebentar. Akhirnya, mereka melanjutkan lagi pertualangan menjelajahi Taman Bermain ini.Semua wahana menyenangkan yang ada di sini, kiranya sudah hampir semua wahana telah mereka main kan, ralat, ada satu permainan lagi yang belum di coba. Yaitu ... roller coaster.Hera yang hanya melihat roller coaster itu saja sudah mau muntah rasa nya, apalagi jika naik, sudah dipastikan pasti akan langsung pingsan di tempat. Soalnya, dia punya phobia ketinggian.Sangat jauh berbeda dengan Dante, pria itu bahkan mata nya sampai berbinar-binar karena terpesona dengan roller coaster tertinggi di kota Seoul ini, iya, Dante ini tidak takut pada apa-apa, terkecuali cuma satu ... yaitu, hantu alias makhluk astral.Kalau yang satu itu, jangan tanya lagi, amit-amit jabang bayi, Dante tidak ingin macam-macam dan sok nantangin makhluk itu lagi, traum
Taman Bermain.Kini mereka berdua sudah tiba, saat baru masuk mata Hera langsung terfokuskan kepada sebuah wahana bermain, Rumah Hantu. Iya Hera adalah tipe-tipe manusia yang suka mendengarkan cerita hantu namun diri sendiri adalah orang yang penakut--seperti saya, makanya saat kejadian mencekam kemarin, ia sempat trauma, hanya sebentar, karena sepertinya ia sudah melupakan itu dan berpikir untuk menguji nyali dengan bermain wahana Rumah Hantu."Ayo kita ke sana!" ajaknya pada Dante, gadis itu pun menarik tangan suaminya untuk mendekati wahana itu."Hey, jangan tarik-tarik! Tangan ku sakit tahu!" protesnya saat mereka sudah berada tepat di depan wahana Rumah Hantu. Dante belum sadar ia tengah berada di mana, dan hanya fokus ke tangannya yang sedikit sakit, karena di tarik terlalu kencang oleh Hera.'shit' monolognya dalam hati."Ayo masuk~" kata Hera dengan nada agak di bua
Pada pagi harinya, Hera sangat terkejut melihat Dante yang tiba-tiba sudah tertidur pulas di sampingnya, dan yang lebih membuat Hera kaget adalah ... Dante yang tidur sambil memeluknya, iya, Hera terbangun dipelukan seorang Dante.Padahal semalam, Dante bilang akan tidur di kamar yang lain, dan Hera merasa sangat tidak keberatan akan itu, ia malah merasa bersyukur. Persetan dengan makhluk tak kasat mata di rumah ini, yang penting tidak tidur di ranjang yang sama lagi dengan Kim Dante.Tapi faktanya? Dante malah mengingkari ucapannya, bikin Hera ingin memaki-maki saja di pagi hari yang cerah ini."Brengsek, sudah tidak punya sopan santun, ternyata juga tidak bisa dipercaya, tukang ingkar janji," sindirnya, lalu berusaha melepaskan diri dari pelukan erat Dante."Ya, Kim Dante. Lepaskan aku!" ucapnya lalu memukul pelan pundak Dante.Dante hanya membalas dengan mempoutkan bibirnya, ta
"Ibu, kau tahu? Ternyata Dante itu sebenarnya bodoh dan penakut," cerita Hera pada Leera.Iya, Hera tengah berada di rumah orang tuanya sejak sore tadi, malam ini ia akan menginap di rumah orangtua nya juga, karena lagi-lagi Dante belum pulang, mungkin saja ke esokan harinya baru kembali. Hera tidak mau tidur di rumah berhantu Dante, ia trauma. Sangat."Bayangkan saja, ia sampai pipis di celana karena ketakutan. Hahah, aku juga takut, tapi tidak sampai seperti itu juga. Padahal kan aku perempuan, sedangkan dia laki-laki," lanjutnya mengghibahi suaminya sendiri.Leera cuma menanggapi dengan tertawa kecil, ia senang melihat senyum dan tawa Hera saat bercerita kepadanya, ia senang jika Hera sekarang tampak seperti tidak keberatan dengan pernikahannya, walaupun untuk sesaat."Benar, 'kah? Wow, Ibu sampai tidak bisa berkata-kata," responnya setelah mendengarkan semua cerita Hera.
Pada keesokan pagi harinya, Dante pulang dengan keadaan mabuk. Ia di antar oleh Devan. Hera yang tidak tahu apa-apa, hanya menatap bingung melihat mereka."Nyonya, Tuan Dante sedang mabuk, tolong bantu saya membawanya ke kamar," ucap Devan setelah Hera membukakan pintu untuknya."B-baik." Hera pun membantu Devan membawa Dante.'Shit, berat sekali manusia satu ini. Pasti dia terlalu banyak dosa, jadi berat tubuhnya bertambah dua kali lipat.' Hera sedikit kesusahan membawa Dante, beruntung Devan mengerti, dan menyuruh Hera untuk tidak usah membantu.Hera pun dengan senang hati menuruti.Devan membaringkan Dante di kasur, kamarnya."Nyonya, saya sarankan untuk membuat bubur untuk Tuan, agar bisa meredakan mabuknya.""Ah, i-iya, nanti akan ku buat.""Baiklah, kalau begitu saya pergi dulu."
Pasangan pengantin baru itu sudah kembali dari hotel, dan kini tengah berada di rumah pribadi Dante."Ini rumahmu?" tanya Hera."Lalu, rumah siapa lagi?" balasnya dengan penuh ke angkuhan.Hera tidak menanggapi, dia sedang malas beradu mulut dengan Dante. Ia menghela nafas sedikit lebih panjang."Kau ... benar-benar ingin mengajakku tinggal di sini? Bersama orang tuamu, ya?"Hera baru ingat, jika Dante tidak pernah memperkenalkan orang tuanya kepadanya. Lantas itu membuat Hera takut untuk tinggal bersama orang tua Dante, lebih tepatnya canggung. Ia berpikir, apakah orang tua Dante tahu, kalau anaknya sudah menikah? Entahlah. Hera juga takut, jika nantinya ia akan dijadikan bahan olok-olokan mertuanya."Tidak. Ini rumahku sendiri."Hera ber oh ria, "lalu orang tua mu?""Bukan urusanmu.""Cih. Aku hanya bertanya saja, tidak
Tibalah hari pernikahan, Hera tengah berada di ruang mempelai wanita, dan menunggu untuk dijemput ayahnya. Ia sudah siap, dengan balutan make up yang tidak terlalu tebal--natural make up--dan gaun pengantin pilihan Dante--iya, bukan Hera yang memilih gaun itu, mengajak Hera ke toko gaun pengantin pada saat itu hanyalah formalitas saja, yang memilih semuanya adalah Dante.Hera tentunya cemas, dirinya bergetar khawatir. Menatap dirinya di cermin dengan keadaan tidak tenang. Tak lama, pintu ruangan terbuka, menampilkan sosok sang Ayah yang sudah siap menjemput Hera."Anakku, apakah kau sudah siap?" tanyanya."Ayah ... aku takut.""Tidak apa-apa, ada Ayah di sampingmu. Genggam dengan kuat tangan Ayah jika kau merasa ketakutan."Hera hanya mengangguk, masih cemas dan takut."Ayo kita keluar sekarang, mempelai pria mu sudah menunggu.""Ta
"Selamat pagi jagoan Ibu!" ucap Leera pada Hero yang baru saja bangun dan langsung menghampiri ibunya di dapur."Ibu, aku lapar," katanya."Ayo cuci muka dulu, dan gosok gigimu. Makanan sebentar lagi siap.""Baik, Bu."Hero berjalan ke kamar mandi, walaupun masih bocah berusia tiga tahun, tapi Hero bukanlah anak manja seperti kebanyakan orang lain. Ia tidak harus selalu dibantu orangtua jika melakukan suatu hal, seperti halnya dengan mandi sendiri.Hera yang mencium aroma masakan kesukaannya itu, langsung keluar dari kamar dan menghampiri Leera."Memasak makanan kesukaanku?""Iya, dalam porsi banyak. Supaya kau bisa puas memakannya.""Sogokan, 'kah?" sarkas Hera.Leera sedikit menahan tawa, "bisa dibilang juga seperti itu," jawabnya. "Sudah matang, Hera tolong bantu Ibu menata makanan ke meja.""Iya."