Share

39. Ingin Bekerja

Author: Putri Cahaya
last update Last Updated: 2024-09-10 23:27:53

“Taraaa....!”

Zelda menunjukkan satu box berisi ponsel baru dengan merek terkenal lantas menyerahkannya pada Naina.

Naina tentu saja sangat terkejut saat menerima box itu. “Ini....”

“Ponsel baru untukmu. Biar kita bisa komunikasi lagi,” sahut Zelda penuh semangat dan antusias.

Beberapa hari tinggal di sini Naina memang sama sekali tidak memegang ponsel. Ponsel lama sudah benar-benar ia nonaktifkan setelah selesai menghapus akun sosial medianya.

“Suka nggak?”

Naina mengangguk menjawab pertanyaan Zelda. “Ini pasti mahal banget. Berapa harganya? Nanti aku akan ganti.”

Zelda menggeleng. “Nggak usah. Ini memang sengaja aku belikan untukmu.”

“Nggak enak aku, Zel. Kamu udah bantu aku banyak banget. Pokoknya yang ini aku mau menggantinya.”

Zelda menggenggam tangan Naina. “Aku ikhlas, Nai. Anggaplah ini sebagai hadiah atas kehamilanmu dan kamu yang udah bertahan sejauh ini.”

Naina tetap menggeleng dan mengembalikan ponsel itu pada Zelda. “Aku nggak mau menerimanya dengan cuma-cuma.”

“Udahlah,
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Wartini
ya untuk apa punya suami dari pada tersiksa
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   40. Morning Sickness

    “Jangan-jangan apa?” “Jangan-jangan memang bukan kamu yang mengidam, tapi si Dhafin,” tebak Zelda. Naina terperangah tidak percaya. “Hah?! Kok bisa?” “Bisa! Kan di luar sana, ada kasus yang seperti itu. Dimana istri yang hamil, tapi suami yang merasakan ngidam. Masa nggak tau?” “Ya, aku tau. Maksudnya, itu kan terjadi karena rasa empati suami pada istrinya. Sedangkan aku? Kamu tau sendiri hubunganku sama Mas Dhafin gimana.” Naina menyangkal perkataan Zelda yang menurutnya sangat tidak masuk akal itu. Namun, Zelda tetap keukeuh dengan praduganya. “Bisa jadi loh, Nai, buktinya kamu nggak merasakan apa-apa kan?” Naina menghela napas lelah. “Aku nggak merasa ngidam bukan berarti berpindah ke Mas Dhafin, Zelda. Mustahil Mas Dhafin mengalami yang namanya ngidam.” “Nggak ada yang mustahil kalau Allah udah berkehendak, Nak. Mungkin dari luar suamimu tampak cuek dan nggak peduli. Tapi dalam hatinya, siapa yang tahu?” Oma Hira yang sedari tadi hanya diam kini angkat suara mengemukakan

    Last Updated : 2024-09-11
  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   41. Ngidam

    Semua pertanyaan itu sama sekali tidak berhasil ditemukan jawabannya. Dhafin berharap Naina akan baik-baik saja dimanapun wanita itu berada. Karena mau bagaimanapun Naina tengah mengandung buah hatinya, pewaris Wirabuana. Tak ingin larut dalam pikirannya, Dhafin memulai mengerjakan pekerjaannya. Ia mengecek berkas yang menumpuk di mejanya kemudian ditandatanganinya. Beberapa jam kemudian, Arvan masuk ke dalam ruangannya. Seketika, wangi parfum milik sahabatnya itu menguar memenuhi seluruh ruangan. Dhafin menutup hidung karena tidak kuat dengan aromanya yang sangat menyengat. Tiba-tiba ia merasa mual. Perutnya juga terasa diaduk-aduk. “Selamat pagi menjelang siang, Pak Bos. Saya ingin mengingatkan–” Belum selesai Arvan berkata, Dhafin langsung berlari ke kamar mandi yang ada di dalam ruangan kerjanya. Hoek! Lagi, Dhafin memuntahkan isi perutnya seperti waktu di rumah tadi. Bedanya ini karena mencium aroma parfum milik Arvan. Arvan yang khawatir mengikuti sahabatnya. Namun, Dh

    Last Updated : 2024-09-11
  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   42. Bakso Jumbo dan Es Jeruk

    Dhafin merasa tertampar dengan perkataan Arvan. Ia teringat dulu waktu pertama tahu Naina hamil, ia menolak. “Kenapa bisa hamil sih?” tanyanya ketus lalu melempar kasar testpack yang diberikan Naina. “Kan karena kamu juga, Mas,” jawab Naina takut-takut. “Itu hanya kecelakaan. Lagian kenapa kamu nggak mencegahnya sih? Minum obat atau apa kek biar nggak hamil.” “Maaf.” Naina hanya menunduk tanpa berani menatap Dhafin. “Aku belum siap jadi ayah!” Dhafin juga teringat ketika dirinya mengabaikan Naina waktu mual-muntah di awal kehamilan. “Mas, boleh minta tolong ambilkan minum sama minyak kayu putih?” pinta Naina dengan suara lemah. Wanita itu baru saja keluar dari kamar mandi sehabis muntah-muntah. “Nyusahin!” Dhafin tetap mengambilkan dua barang itu meskipun dengan tidak ikhlas. Ia bahkan pernah membiarkan Naina pingsan karena terlalu banyak kekurangan cairan hingga dibawa ke rumah sakit. Sejak itu, mereka pindah ke kediaman Wirabuana karena permintaan Bu Anita. Namun, bukanny

    Last Updated : 2024-09-12
  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   43. Haruskah Bercerai?

    Freya menatap Dhafin heran. “Kenapa?” tanyanya sambil melangkah maju. Dhafin malah melangkah mundur dengan tangan menutup hidungnya sendiri. “Berhenti disitu!” Ia tidak tahan dengan aroma tubuh Freya yang lagi-lagi membuatnya mual. Padahal dulunya menjadi favorit. Terlebih ini Freya, orang yang dicintainya bukan orang lain. “Kenapa sih memangnya?” “Kamu bau banget.” Freya membelalakkan matanya terkejut. “Apanya yang bau?” Ia sampai mencium badannya sendiri yang menurutnya wangi. “Ini parfum kesukaanmu loh. Kamu yang membelikannya langsung.” Dhafin tahu itu. Namun, sekarang ini ia benar-benar tidak tahan dengan aromanya yang lebih menyengat dibanding milik Arvan. Pria itu bersandar di pintu. Ia mati-matian menahan diri agar tidak sampai muntah membuat kepalanya terasa pening. “Lebih baik kamu pulang,” usirnya terang-terangan. “Kamu mengusirku?” Freya terperangah tidak percaya. “Iya.” Freya memandang Dhafin dengan tatapan terluka. “Kamu tega mengusirku, Dhaf?” Dhafin mem

    Last Updated : 2024-09-12
  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   44. Rencana Licik

    “Naina....”Cukup lama Dhafin bertahan di posisi itu–memeluk baju Naina hingga akhirnya tersadar. Sontak, ia melepaskan pelukannya pada baju itu.Ada apa dengan dirinya? Kenapa ia memeluk baju seperti orang yang sedang rindu?Sungguh, Dhafin melakukan semua itu di luar kendalinya. Benar-benar bukan keinginannya sendiri. Ia menggelengkan kepalanya berkali-kali.Tidak! Ia tidak merindukan Naina. Sama sekali tidak!Dhafin bangkit dan melempar kasar baju Naina ke dalam lemari kemudian menutup pintunya dengan keras. Ia menyandarkan tubuhnya di sana lantas menghela napas panjang.Tiba-tiba ingatan Dhafin tertuju pada kejadian tadi siang tepatnya ketika ia mengusir Freya. Ada rasa bersalah yang bersemayam dalam hatinya.Dengan segera, Dhafin mengambil ponselnya di dalam tas kerja. Ia mencoba menghubungi Freya, tetapi tidak diangkat. Pasti perempuan itu sedang marah.Tidak menyerah, Dhafin kembali menelpon hingga panggilan ke empat barulah teleponnya tersambung. “Kenapa nggak diangkat? Mar

    Last Updated : 2024-09-13
  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   45. Memilih Mengundurkan Diri

    Zelda sedang memeriksa laporan keuangan di ruangan pribadinya. Beberapa hari ini penjualan butik menurun. Untungnya tidak sampai rugi karena masih mempunyai pelanggan setia. Berita tentang Naina ternyata berdampak pada butiknya. Ia yang sedari awal memasang badan untuk Naina ikut diserang oleh netizen. Bukan hanya dirinya, tetapi para modelnya juga ikut diserang yang membuat mereka satu-persatu mengundurkan diri bahkan di saat masa kontrak kerjanya belum habis. Mereka lebih memilih membayar penalti daripada mentalnya hancur karena hujatan.Zelda bisa mengerti dan memaklumi itu karena tidak semua orang mampu bertahan dari serangan warga net yang menghujat. Kini, tersisa satu model yang sudah bergabung sejak awal butik ini diresmikan. Ia berharap orang itu tetap bertahan dan tidak resign seperti yang lain.Tok tok tokPintu ruangannya diketuk dan masuklah salah satu pegawai dengan tergesa-gesa. Zelda menatap pegawainya yang bernama Sinta itu duduk di kursi berhadapan dengannya.Dari

    Last Updated : 2024-09-14
  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   46. Tawaran Freya

    Tak berselang lama, pesanannya datang. Zelda sekalian membayar tagihannya supaya lega dan tidak kepikiran. Setelah itu, ia pun langsung menyantap makan siangnya. “Hai, Zelda, boleh aku bergabung?”Zelda mendongak dan menemukan Freya yang sudah duduk di hadapannya. Sontak, raut wajahnya berubah dengan tatapan datar tanpa minat.“Ngapain minta izin kalau kamu sendiri udah duduk tanpa dipersilahkan? Nggak sopan banget,” balasnya dengan sewot. Ia lantas kembali melanjutkan acara makannya yang sudah tidak senikmat sebelumnya karena kedatangan tamu tak diundang.Freya tersenyum berusaha sabar saat melihat raut tak suka dari Zelda. “Sendirian aja? Nggak sama Naina?” tanyanya basa basi.“Aku nggak tau dia dimana,” jawab Zelda datar sekaligus berbohong.“Sejak keluar dari kediaman Wirabuana, Naina benar-benar hilang bagai ditelan bumi. Apa kamu masih mencarinya?”“Tentu saja masih.” Zelda menyuapkan satu sendok terakhir makanannya ke dalam mulut.“Ngomong-ngomong aku menyukai baju rancanganm

    Last Updated : 2024-09-14
  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   47. Menolak Tawaran

    “Aku pernah mendengar, dulu orang tuamu menerima dan menyayangi Naina seperti anaknya sendiri. Apa kamu nggak cemburu?”Zelda tersenyum manis. “Sayangnya aku bukan kamu yang haus akan kasih sayang.”Ia mengerti kemana arah pembicaraan Freya. Namun, itu tidak akan mempengaruhinya.“Nggak akan ada yang bisa merebut apapun yang kumiliki termasuk Naina, Freya. Dari kecil aku udah mendapatkan limpahan kasih sayang dari keluarga besarku bahkan hingga di usiaku yang sekarang.”Perempuan yang mengenakan blouse warna navy itu memperhatikan raut wajah Freya yang langsung berubah.“Aku rasa nggak ada salahnya memberikan setitik kasih sayang kedua orang tuaku untuk Naina yang notabene nya anak yatim piatu. Hanya setitik, nggak lebih.”“Toh, kasih sayang yang mereka berikan untuk Naina jelas berbeda dengan kasih sayang mereka untukku. Jadi, buat apa cemburu? Nggak ada gunanya malahan bikin penyakit hati,” jelasnya diakhir dengan senyum miring.Freya terbungkam, tak mampu berkata apa-apa lagi. Sepe

    Last Updated : 2024-09-15

Latest chapter

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   208. Rencana Pernikahan

    “Ada yang hal penting yang ingin kubicarakan padamu.”“Tentang apa?” tanya Freya lalu menundukkan kepalanya karena merasa salah tingkah ditatap seperti itu.Dhafin mengubah posisi duduknya menjadi serong menghadap Freya. Ia menarik napas dalam-dalam sebelum mulai berbicara. “Tak terasa udah tiga tahun kita menjalin hubungan sebagai tunangan. Ternyata cukup lama juga, ya.”“Aku berpikir bahwa udah saatnya kita mengakhiri pertunangan kita ke jenjang yang lebih serius, yakni pernikahan. Aku ingin menikahimu, Freya,” ungkapnya.Sontak, hal tersebut membuat Freya mengangkat kepalanya dan menatap Dhafin dengan pandangan tidak menyangka. Jantungnya berdegup kencang mendengar pernyataan yang selama ini ditunggu-tunggu. “Dhafin… kamu… kamu serius?”Dhafin mengangguk mantap dan meraih kedua tangan Freya untuk digenggamnya. “Sure, aku serius.”“Beberapa hari terakhir, aku meyakinkan hatiku dan meminta petunjuk. Ini menjadi salah satu alasan kenapa kemarin aku nggak ada waktu untukmu.”“Dan jaw

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   207. Curahan Hati Seorang Freya

    Freya menjatuhkan ponselnya di pangkuan. Ia menutup kedua telinganya sambil menggelengkan kepala berkali-kali. “Nggaaak! Berhenti menggangguku!” Perempuan itu meluruhkan tubuhnya di lantai yang dilapisi karpet tebal. Ia memeluk lutut ketakutan sambil menenggelamkan wajahnya di sana. Penampilannya sudah tidak karuan.Drrt! Ponselnya kembali berbunyi, tetapi kali ini ada panggilan masuk. Freya mengangkat kepala lalu mencari letak ponselnya. Setelah ketemu, ia langsung menerima panggilan telepon itu tanpa melihat siapa yang meneleponnya. “Apa lagi sih, hah?! Aku bilang berhenti, ya, berhenti! Stop mengganggu dan mengusik hidupku!” “Freya? Kau kenapa?” Freya tertegun lantas menjauhkan ponselnya dari telinga untuk melihat orang yang meneleponnya saat ini. “Dhafin?” “Iya, ini aku. Kau kenapa?” Freya menggelengkan kepala seraya mengusap air matanya. Ia berdehem untuk menormalkan suaranya. “Nggak papa. Ada apa menelponku? Tumben banget.”“Kamu ada di rumah kan? Atau kamu sedang nggak

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   206. Tanggal Lahir yang Sama

    “Apa? Jadi, Bu Linda sudah mengetahuinya?”Florence mengangguk membenarkan. “Aku tau informasi ini dari mantan ART yang pernah bekerja di sana.”“Dia bekerja bareng bersama Ibu Sekar, tapi waktu masuk dan keluarnya lebih lama. Setelah mengetahui perbuatan suaminya, apa Bu Linda bakal diam aja?”Ia menggeleng pelan. “Tentu, tidak. Dia bahkan berencana melakukan sesuatu terhadap bayinya Ibu Sekar. Tapi aku belum tau apa yang dilakukannya.”“Ini aku masih berusaha mencari tau dengan mengakses ke dalam rumah sakit tempat Lora dilahirkan,” katanya.Grissham menatap Florence tanpa berkedip. Ia merasa kagum dengan perempuan ini yang bertindak sangat cekatan bahkan lebih cepat dari dirinya. Memang benar, perempuan kalau sudah kepo jiwa detektifnya melebihi Badan Intelijen Negara. “Waw! Bagaimana bisa kau mendapatkan semua informasi itu?”Florence terkekeh kecil. “Ada deh. Aku pastikan semua informasi ini akurat, no hoax.”Ia lantas menoleh ke arah Grissham yang masih menatapnya lalu memukul

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   205. Saudara Satu Ayah

    Selama melakukan penyelidikan tentang jati diri Lora, Grissham memang dibantu oleh Florence.Masih ingat siapa itu Florence? Benar, perempuan itu adalah putri tunggal dari pasangan Pak Raynald dan Dokter Radha. Awal mula Grissham mengenalnya ketika ia ingin membangun perusahaan cabangnya di negara ini yang otomatis membutuhkan seorang arsitek. Ayahnya sendiri yang merekomendasikan Florence yang sangat handal dalam bidang tersebut selain karena anak dari sahabatnya.Singkat cerita mereka pun akhirnya saling bekerja sama untuk membangun gedung kantor Garfield Technology Company yang tak kalah megahnya dengan kantor pusat di luar negeri. Keduanya pun sempat putus kontak hingga beberapa minggu kemarin mereka kembali bekerja sama untuk mencari tahu semuanya tentang Lora. Florence yang pertama kali menawarkan dan membuat Grissham sendiri merasa aneh. Mungkin ada maksud terselubung, tetapi… entahlah. “Sebenarnya aku masih tidak mengerti, mengapa kau ikut menyelidiki tentang Lora?” tanya

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   204. Merasa Diteror

    Freya melemparkan tasnya ke lantai setelah tiba di kamar. Wajahnya memerah menahan amarah yang meluap-luap dalam dirinya. Teringat kembali kejadian tadi ketika salah satu brand yang selama ini menjalin kerja sama dan menjadikannya sebagai brand ambassador tidak lagi memperpanjang kontrak.“Maaf, Mbak Freya, kami tidak bisa lagi memperpanjang kontrak ini,” ucap kepala pemasaran ketika Freya mendatangi ruangannya.“Tapi kenapa, Pak? Bukankah sebelumnya Bapak bilang akan terus menjadikan saya sebagai brand ambassador selamanya? Kenapa tiba-tiba jadi seperti ini?” tanya Freya sekaligus protes.Kepala pemasaran itu menghela napas. “Ini sudah menjadi keputusan pemilik brand ini. Jadi, saya hanya menjalankan perintah sesuai prosedur saja.”Freya menggeleng tidak terima. “Nggak bisa begitu dong, Pak. Bapak tidak bisa memutuskan hal ini tanpa persetujuan saya.” “Maaf, Mbak Freya, saya tidak bisa membantu banyak,” balas pria itu. Raut wajahnya yang biasa ramah kini terlihat datar dan terkesan

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   203. Harga Diri yang Tercoreng

    “Dhafin!”Dhafin yang semula sedang fokus membaca berkasnya mendongak guna menatap sang ayah. Ia mengernyit heran melihat raut wajah Pak Daniel yang kurang bersahabat.Pria itu pun bangkit berdiri disertai senyum tipis untuk menyambut kedatangan ayahnya. “Papa, ada apa ke ruanganku?”Plak! “Dasar ceroboh!” hardik Pak Daniel setelah menampar keras pipi putranya.Dhafin memegang pipinya bekas tamparan sang ayah. Kepalanya yang tertoleh kembali menghadap ke arah Pak Daniel dengan pandangan heran sekaligus tidak menyangka. “Pa? Kenapa Papa menamparku?” tanyanya.Pak Daniel menudingkan jari telunjuknya ke depan. “Kau benar-benar ceroboh, Dhafin! Bagaimana bisa kau sampai tidak tahu kalau Grissham itu putranya Albern, hah?!”Rupanya berita tentang Grissham yang merupakan anak dari Pak Albern sudah sampai ke telinga Pak Daniel. Pernikahan Zelda yang digelar besar-besaran beberapa hari yang lalu itu memang sangat menghebohkan publik. Jati diri seorang Zelda yang merupakan putri tunggal da

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   202. Fakta Mengejutkan

    Hari ini merupakan hari spesial bagi Zelda dan Evan, di mana mereka akhirnya melangsungkan pernikahan yang sudah lama ditunggu-tunggu. Pesta pernikahan keduanya berlangsung sangat megah dengan mengundang banyak tamu undangan. Maklum Zelda adalah putri tunggal keluarga Steward sehingga Pak Anton dan Bu Kayla tidak tanggung-tanggung dalam mengadakan pesta ini. Pak Albern pun ikut membantu sekaligus menjadi perwakilan dari pihak Evan yang sudah tidak mempunyai orang tua maupun sanak saudara. Di pernikahan ini, Lora berperan sebagai bridesmaid bersama dengan teman Zelda yang lain. Ia kini tampil sangat cantik dengan balutan seragam bridesmaid pilihan sahabatnya. Si kembar pun memiliki peran tak kalah pentingnya dengan sang ibu. Kedua balita itu menjadi pengiring pengantin ketika berjalan menuju tempat pelaminan.“Sayang, ayo, beri selamat ke Onty El,” ucap Lora kepada putrinya dengan badan membungkuk. Ia mengangkat Zora ke dalam gendongannya agar lebih mudah berinteraksi. “Celamat,

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   201. Tentang Ibu Kandung Lora

    Lora mengangguk lantas menyandarkan tubuhnya di sofa. “Ibu Tari bilang, Bapak udah menuntut keadilan atas kecelakaan ini. Tapi pihak kepolisian menolak mentah-mentah.”“Kami hanya orang kecil yang nggak punya kuasa untuk melawan. Akhirnya, kasus ini dipaksa damai dan ditutup begitu saja. Si supir taksi itu pun bebas dari hukuman dan hanya membayar denda aja.”“Ibu Tari juga bilang semenjak itu sifat Bapak juga berubah. Lebih banyak diam seperti menanggung banyak beban. Ketika ditanya bilangnya baik-baik saja.”“Ibu Tari merasa Bapak menyembunyikan sesuatu, tapi nggak tau tentang apa itu. Hingga di akhir hayatnya, Bapak sama sekali nggak cerita apa-apa.”“Setelah seratus harinya Bapak, Ibu Tari mengajakku pindah ke kota dan bekerja di rumah Freya,” ceritanya panjang lebar sambil mengingat kembali apa saja yang diceritakan oleh almarhumah ibu angkatnya semasa hidup.Grissham terdiam mendengarkan semua cerita Lora sambil sesekali mencatat poin penting yang langsung dikirimkan kepada oran

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   200. Bukan Kecelakaan Biasa

    Dhafin menggenggam tangan Lora yang terkepal dan mengusapnya lembut. “Iya, aku mengerti. Aku juga nggak setuju dan menolak keras usulan Papa itu. Azhar juga masih balita yang secara hukum hak asuh jatuh kepada ibunya.” Lora menarik tangannya seraya tersenyum sinis. “Tumben nggak nurut-nurut aja. Bisanya apapun perkataan orang tuamu selalu kamu patuhi dan sangat berbaki sebagai anak yang baik,” sindirnya.“Itu kan dulu. Sekarang aku nggak ingin mengulang kesalahan yang sama,” balas Dhafin. Ia sebenarnya juga menyesali sikapnya dahulu yang terlalu patuh dan tidak bisa tegas.“Bagus deh kalau kamu udah sadar dan nggak gampang terpengaruh.” Lora mengedikkan bahunya tak acuh. Dalam hati, ia sangat bersyukur Dhafin tidak memenuhi permintaan orang tuanya. Bila itu terjadi, dirinya harus menyiapkan tenaga ekstra untuk melawan keluarga Wirabuana di meja hijau dan pastinya tidak akan mudah.Lora meminum jusnya yang tinggal setengah lantas kembali memusatkan perhatiannya pada Dhafin. “Aku bers

DMCA.com Protection Status