Hanya saja, Ibu Sera memiliki berbagai macam cara untuk “melindungi” sang putri.
Jadi di sinilah Sera sekarang.
Dalam balutan gaun bertabur swarovski, ia semakin berkilau dan paling mencolok di antara seluruh tamu yang datang di gedung mewah bernuansa putih itu.
Beberapa orang menatapnya dan Kai, kagum. Bahkan, ada yang menganggap ini adalah pernikahan impian.
Sayangnya tak ada yang tahu, bahwa Sera dan Kai menikah dalam keadaan hati yang kacau.
"Kepada pengantin yang baru saja resmi menjadi suami istri, dipersilahkan untuk memasangkan cincin satu sama lain."
Intonasi dan nada bicara khas seorang pewara memberikan instruksi pada Sera dan Kai.
Dapat Sera rasakan tangan Kai begitu dingin saat memasangkannya.
Hanya saja, ada yang aneh kala Sera gantian memasangkan cincin itu di jari Kai.
"Kok longgar gini, Om. Perasaan kemarin udah pas," bisik Sera.
Namun, pria tampan itu hanya mendongak sedikit dan menatapnya tajam, tanpa menjawab apapun.
Sera terkesiap.
Mungkinkah Kai membencinya?
Belum sempat memastikannya, ucapan pewara kembali menyadarkannya dari lamunan.
"Selanjutnya, tidak akan afdol jika mempelai pria tidak mengecup kening mempelai wanita. Sebagai tanda kasih sayang dan kelembutan, dipersilahkan kepada Kai Alister Adnan untuk mempersembahkan rasa cinta terhadap istri."
Deg!
Sera lupa akan ada hal ini!Hanya saja, ia tak menyangka kala bibir Kai yang hangat menyentuh kening Sera.Sementara itu, Lukas, sahabat baik Sera sekaligus keponakan Kai, sedang mengamati kedua mempelai yang terlihat bahagia dari sudut pandangnya tanpa tahu apa yang sebenarnya dirasakan oleh sang pengantin.
Sorot matanya begitu tajam dan dingin.
“Lukas?” sapa Ibu Kai yang kebetulan sedang menyapa para tamu bertemu dengan cucu pertama di keluarga Adnan. “Mana Mama sama Papa kamu?”
“Itu–”
“Kamu sapa dulu, Sera. Dia sahabat kamu, ‘kan? Oma udah denger dari Mama kamu. Kamu pasti gak nyangka kalau Sera bakalan jadi Tante kamu,” ucap Diani dengan kekehan kecil. “Oma juga gak nyangka, ternyata Kai seleranya gadis muda.”
Rahang Lukas mengetat.
Sebenarnya, dia sudah ingin kabur dari sana. Tapi genggaman tangan Diani membuatnya segan.
Langkah kakinya begitu antusias membawa Lukas sampai di hadapan Sera.
Teman Sera itu segera membuang pandangannya.
Menyadari kecanggungan yang ada, Kai memeluk keponakannya terlebih dahulu.
“Terima kasih sudah datang, Luke.”
Lukas hanya mengangguk.
“Hai, Luke. So many things happen, kenapa Lo gak bisa di hubungi?” ucap Sera yang menampilkan raut sedih di wajahnya.
Lukas yang menaruh seluruh hatinya pada Sera tak bisa mengatakan apa-apa.
Namun beberapa detik berlalu, akhirnya Lukas membuka mulutnya.“Selamat ya Om Kai, Sera. Semoga… kalian bahagia.”
Tak ada senyum.
Pria itu kemudian berbalik begitu saja meninggalkan Kai dan Sera yang memandang dengan banyak tanya ke arah Lukas yang terlihat sangat kecewa.
“Kamu, berpacaran dengan Lukas?”
Ucapan Kai yang tiba-tiba membuat Sera membelalakan mata.
“Gak, Om–”
“Jangan panggil saya, Om. Saya gak nikah sama Tante sama kamu, tapi sama kamu.”
“Jadi aku panggilnya apa dong? Mas? Boleh aku panggil, Mas?”
Kai berdehem kecil. “Ya. Kamu boleh panggil saya, Mas.”
Sera tersenyum tipis untuk menyembunyikan rasa aneh yang juga menjalar di seluruh tubuhnya.
Meski pernikahan itu mendadak dan bukan atas dasar rasa cinta, tapi perasaan bahagia itu bukan berarti tak ada sama sekali.
Hanya saja, senyuman Sera mendadak hilang kala mendengar ucapan Kai selanjutnya.
“Satu lagi, Sera. Jaga reputasi keluarga dengan atur jarak dengan Lukas. Kamu tahu kan, apa yang harus kamu lakukan?”
Menjauh dari sahabatnya?
Ia menatap bingung pria yang kini sah menjadi suaminya, tapi tak ada satupun protes yang ia keluarkan dari mulutnya.
Terlebih, para tamu mulai menghampiri dan memberi selamat pada mereka, sampai acara berakhir.
***
“Om Kai, Kita–”
Ucapan Sera menggantung. Setelah tamu pulang, keduanya sudah ada di ruangan yang sama.
Satu hal yang terngiang di kepala Sera: malam pertama!
Setiap pengantin pasti berdegup tak karuan menghadapinya.
Walaupun pernah sampai melakukan hubungan intim dengan Kai, tetap saja Sera canggung.
Dia melakukannya di bawah pengaruh alkohol!
Di sisi lain, Kai menoleh dan memperhatikan Sera yang kini dalam balutan lingrie yang diberikan orang tua mereka
“Kamu mau apa?” Pria itu kembali bertanya membuat Sera bersemu merah.
Haruskah ia mengatakannya?
“Itu….”
Tiba-tiba saja, pakaian lengkap Sera dibuka paksa oleh Kai.
“Mas?” Sera yang kesadarannya masih penuh, tak bisa menahan rasa malu.
Namun, Kai seolah mengabaikan ucapannya dan menyerang Sera.
Tubuh gadis itu gemetar hebat kala Kai membuatnya hancur di bawah sana.
Entah berapa kali, Sera tak tahu.
Yang jelas, ia terbangun dengan rasa sakit di bagian inti tubuhnya.
Meski demikian, rasanya lebih melegakan dibanding malam itu.
Penuh gairah, tapi sakral?
Sera menahan senyum.
Ia ingin menyapa Kai yang sudah bangun. Tapi, Sera terkejut dengan perubahan sikap Kai lagi.
Pria itu kembali dingin dan langsung berkutat dengan pekerjaannya.
Bahkan, mengatakan informasi yang tak pernah disangka.
"Hah? Mas harus ke Amerika?"
"Ini urusan kerja, Sera. Bahkan, sudah terjadwal sebelum adanya rencana pernikahan kita," jawab Kai, “Saya harap kamu mengerti.”"Tapi–”“Visa kamu sudah diurus. Jadi, kamu bisa menyusul. Gak masalah, kan?" jelas Kai yang begitu tenang. Sera membuang nafas panjang.Jiwa mudanya tidak bisa menelan mentah-mentah alasan Kai yang mendadak baginya. Bukankah dia bisa mengabarkan sebelumnya?Tapi, apa yang bisa Sera lakukan selain menerima itu semua?“Om mau aku bantuin siap-siap gak?” tanya Sera yang tiba-tiba memiliki ide acak untuk bisa menyiapkan pakaian Kai selama di Amerika. Entah dari mana munculnya perasaan ingin melayani Kai itu.“Gak perlu. Aku akan beli semua di sana.”Muka Sera kembali masam. Bibirnya kini bahkan mengerucut sempurna karena niat baiknya ditolak mentah-mentah.Apa perannya sebagai istri hanya sebatas di ranjang untuk Kai?Namun, Sera hanya menahan semua dalam hati.Dia tak ingin jadi istri yang merepotkan untuk Kai.Sudah cukup dengan pernikahan mendadak mereka
"Sayang, sini," panggilnya pada Sera, "Kenalin, temannya Kai. Lana, she is Sera. My cute in-law.” Ya. Diani yang menjawab siapa Sera.Bukan Kai.Saat Sera berjabat tangan dengan wanita yang lebih tinggi darinya itu, ia hanya bisa tersenyum kikuk. Jujur, ia masih terkejut dengan interaksi Diani dan Lana yang tak sungkan mempertontonkan kedekatan mereka. "Lana.”Sera mengangguk. Keduanya tampak kikuk dan tak bisa merespon banyak.“Ya udah, kita sambil jalan aja yuk,” ucap Kai yang kini sudah mengambil alih trolly dengan tumpukan koper itu.“Ayo,” ucap Diani yang kemudian kini berganti menggandeng Lana. ketiganya pun berjalan beriringan meninggalkan Sera yang mematung untuk kedua kalinya."Lana, Tante rindu denganmu." Diani memeluk Lana berulang-ulang kali. "Tante menyesal karena tidak tahu kamu akan kemari. Jika tahu, Tante sudah masak ayam kesukaanmu. Waktu kalian berkuliah di Chicago, apa kamu ingat? Kamu membawa banyak kotak makanan supaya bisa menyimpan ayam yang Tante masak.
“Jangan terlalu banyak mikirin hal-hal yang gak penting. Kalau penasaran tentang Lana, tanya ibu saja,” ucap Kai tiba-tiba, “saya keluar dulu.”Tanpa basa-basi, pria itu pun beranjak keluar begitu saja meninggalkan Sera yang diam memantung.Sebenarnya, apa yang salah? “Kira-kira kalau hamil, Mas Kai akan berubah gak ya?” monolog Sera dengan tangan yang mengusap perutnya lembut. Beberapa hari ini ia merasa mual. Jadwal menstruasinya pun mundur jauh dari tanggal seharusnya. Jadi, akhir-akhir ini ia terus mencari di internet; apakah dirinya hamil? Tapi ketika satu fakta dia temukan, fakta yang lain mengatakan berlawanan.Banyak harapan yang selalu ia rapalkan, namun nyatanya, tidak ada satu pun yang terkabul dalam pernikahan yang seumur jagung ini. Mungkinkah pernikahannya ini benar-benar sebuah kesalahan?Sayangnya, Sera tahu jika Kai demikian karena menahan nafsunya yang mendadak tinggi setelah melihat tingkah sang istri yang sungguh menggemaskan.Kai takut tak bisa mengontrol dir
“Lana, cepat panggil pelayan, aku lapar!” keluh Kai yang kembali membuka buku menu dan tidak menghiraukan Lana.Wanita itu tidak bisa menyembunyikan rasa aneh yang dirasakan dalam dadanya. Hanya saja, pertanyaan yang dijawab seadanya oleh Kai itu ditangkap lain oleh Lana yang merasa tahu sekali tentang Kai.Menurutnya, Kai akan terang-terangan bila tidak suka sesuatu, tapi dia menahannya?Diam-diam Lana tersenyum. 'Tampaknya, aku masih punya harapan,' batinnya puas, "sorry little Sera. He is mine."Dan begitulah....Lana berusaha menahan pembicaraan dengan Kai agar berlangsung cukup lama.Untuk membangkitkan nostalgia dan juga membuat Sera kesal, mungkin?Dia tersenyum membayangkan itu semua!*** Sementara itu, Kai baru tiba di apartemen mewah milik keluarganya, tepat tengah malam. Semua ruangan sudah sunyi di sana. Hal itu membuat Kai pun melangkahkan kakinya ke kamar dengan perlahan. Ia mendapati wanita yang sudah dinikahinya beberapa minggu ini tengah memunggungi tempatnya
"Apakah tidak ada restoran yang menjual ayam di sini atau kamu terlalu pelit untuk membelinya dengan uangmu," sinis Sera pada akhirnya.Sayangnya, itu semua hanya ada dalam angan-angan gadis itu....“Ra, ayo makan. Kamu mau apa, sayang?” Ucapan sang ibu mertua menyadarkan Sera dari lamunan.Tak hanya itu, tiba-tiba saja sepotong paha ayam sudah mendarat di atas nasi Sera.Dari Samudra, sang papa mertua....Pria yang kebetulan duduk di samping Sera, memang hangat kepada menantunya.Tentu saja di hadapan mereka, ada Lana yang perasaannya menjadi tak baik melihat interaksi Sera dan Samudera yang begitu dekat.“Lana, kamu masih akan pergi menemui client hari ini?” tanya Diani.Lana mengangguk dengan senyum lebar. “Client meminta beberapa contoh dan rencananya Saya dan Kai akan mampir ke kantor Kai.”Diani mengangguk mengerti, bola matanya kemudian beradu dengan Sera. “Kalau begitu hari ini kita bisa pergi keliling New York, Sera. Mama akan membawamu berjalan-jalan.”Berbeda dengan Diani,
“Tapi–”"Ibu ngerasa gak punya muka kalau harus ketemu keluarga Haryadi! Ini semua gara-gara kamu, Kai!” ungkap Diani dengan wajah merah padam. Amarahnya belum padam sepenuhnya.“Gak perlu menjelaskan apapun, Kai.” Samudera yang geram, mengatakannya dengan amarah yang tertahan dalam relung jiwa. Diani juga tak akan membela Kai, dia menyadari kesalahan putra bungsunya. "Ayo, Bu. Kita susul Sera," ajak Samudera. Pasangan suami istri itu bergegas untuk bersiap-siap. Selembar tisu digunakan untuk menghapus jejak air mata yang menganak sungai di pipi Diani dan Samudera. Setelahnya, barulah kunci mobil yang digantung, disambar oleh Samudera yang kali ini menyetir sendiri. Selama perjalanan, Diani sesekali meneteskan air matanya walau dia telah berusaha untuk menahan agar tak berlarut-larut. Sedangkan Samudera, pedal gas diinjak terlalu dalam karena dia ingin segera sampai. "Ibu gak usah khawatir, Papa akan bikin Kai perbaiki semua kesalahan yang udah dia lakuin kali ini," kata Samudera
Di sisi lain, sambil mengotak-atik ponselnya untuk menghubungi Samudera, Kai sadar jika Ayah dan Ibunya semestinya sudah tiba dua jam yang lalu.Hatinya cemas karena ada pemberitaan kecelakaan beruntun.Ia berharap orang tuanya tidak ada dalam daftar korban dalam kejadian tersebut. Itu kenapa Kai menyusul ke rumah sakit di mana Sera berada.Saat Kai tiba, dia baru menyadari bahwa rumah sakit tempat Sera di rawat dan lokasi rumah sakit rujukan kecelakaan itu berada di tempat yang sama.Suasana rumah sakit yang ramai membuat Kai sulit bergerak masuk.“Permisi, apa anda juga korban?” tanya seorang perawat yang menghampiri karena menyadari luka lebam di wajah Kai.“Ah, bukan–”Tepat saat ponselnya ditempelkan ke telinga, saat itu pula Kai melewati bankar yang didorong oleh banyak petugas medis yang terburu-buru. Namun, saat itu juga Kai mendengar dering yang sangat familiar di telinganya. Tring ... ting, ting ... Tring!Kai terhenyak, dia berhenti dan berbalik. Telinganya mendengar deng
Wanita itu duduk termenung, melamun dengan jantung yang berdebar tak karuan.Fara merasa tekanan darahnya membuncah hingga ke ubun-ubun dan membuat kepalanya berdenyut nyeri. Terlebih lagi, rasa bersalah itu seolah meraup habis kewarasan Fara."Astaga, kenapa semuanya harus kejadian bersamaan?" Fara menggeleng tak percaya. Suaminya masih berada dalam perawatan setelah terserang penyakit yang sudah lama bersemayam di dalam raganya. Apa dia terlalu gegabah menikahkan Sera? Penyesalan. Itulah yang berada di benak Fara. Seandainya sang anak tidak menikah dengan pria brengsek seperti Kai. Mungkinkah semuanya tidak akan terjadi. Kekacauan ini mungkin tidak pernah terjadi.“Nyonya Fara?” tanya seorang perawat.“Ya? Saya.”“Maaf, Tuan Dani Haryadi–”Suara dengungan panjang mendadak keluar di telinganya. Baru dua langkah dia berjalan tubuhnya mendadak limbung kedepan dan terbentur dengan ujung kursi berbahan besi. Fara kehilangan kesadarannya. Suaminya juga meninggal?Para Perawat dan Dok