Share

Bab 10.

Author: Ahgisa
last update Last Updated: 2024-10-09 20:07:16
Wanita itu duduk termenung, melamun dengan jantung yang berdebar tak karuan.

Fara merasa tekanan darahnya membuncah hingga ke ubun-ubun dan membuat kepalanya berdenyut nyeri.

Terlebih lagi, rasa bersalah itu seolah meraup habis kewarasan Fara.

"Astaga, kenapa semuanya harus kejadian bersamaan?" Fara menggeleng tak percaya.

Suaminya masih berada dalam perawatan setelah terserang penyakit yang sudah lama bersemayam di dalam raganya.

Apa dia terlalu gegabah menikahkan Sera?

Penyesalan. Itulah yang berada di benak Fara. Seandainya sang anak tidak menikah dengan pria brengsek seperti Kai. Mungkinkah semuanya tidak akan terjadi. Kekacauan ini mungkin tidak pernah terjadi.

“Nyonya Fara?” tanya seorang perawat.

“Ya? Saya.”

“Maaf, Tuan Dani Haryadi–”

Suara dengungan panjang mendadak keluar di telinganya.

Baru dua langkah dia berjalan tubuhnya mendadak limbung kedepan dan terbentur dengan ujung kursi berbahan besi.

Fara kehilangan kesadarannya. Suaminya juga meninggal?

Para Perawat dan Dok
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Mari Bercerai, Paman Kai!   Bab 11.

    Duduk termenung di samping tubuh Ibunya yang terlihat tak sempurna lagi, lantas membuat hati Sera berdenyut nyeri. Bagaimana tidak, dia harus melalui hari yang pelik setelah ayahnya yang baru saja terkena serangan jantung dan Ibunya yang tidak bisa lagi seperti dulu.Kaki dan tangannya yang membengkok serta takkan bisa digunakan karena enggan untuk lurus, membuat Sera menaruh iba paling dalam terhadap Ibunya.Sera hanya termenung, membayangkan penderitaan seperti apa yang akan dihadapi oleh Ibunya selama beberapa waktu kedepan.Saat sendiri seperti ini, Sera tak sadar ketika pintu ruangan terbuka dan terdengar sedikit derit yang tidak mampu didengar oleh Sera yang sedang termenung. “Sera,” sapa seseorang dari dekat pintu.Sera terhenyak, dia mengusap air mata yang sempat menetes banyak. Sera bergeser, memberikan ruang pada para ipar yang menjenguk Ibunya.“Kamu tidak pulang sama sekali, Sera. Pulanglah, Mbak Lila akan bergantian menjaga ibu kamu.”Sera menggeleng atas tawaran Lila.

    Last Updated : 2024-10-10
  • Mari Bercerai, Paman Kai!   Bab 12.

    Kai datang saat Sera sedang memuntahkan semua isi perutnya ke wastafel kamar mandi. Suara muntahnya menggema di seluruh ruangan yang sepi, membuat keheningan semakin tebal. Dengan langkah mantap, Kai menghampirinya, meskipun wajahnya tetap datar, matanya sesekali melirik dengan khawatir.Tanpa sepatah kata pun, tangan Kai langsung bergerak mengusap tengkuk Sera dengan lembut. Ada ketenangan dingin di setiap gerakannya, seolah meskipun perhatiannya nyata, ada dinding tak terlihat yang memisahkan mereka.Sera berusaha mengatur napasnya, meski tubuhnya terasa lemas. Dengan cekatan, Kai membantunya berdiri dan memapahnya kembali ke sofa. Tempat itu sudah menjadi tempat peristirahatan Sera selama beberapa hari terakhir, terlalu akrab dengan keletihan dan rasa sakit.Wajah Sera pucat, terlihat letih, namun Kai tak menunjukkan perubahan. Kekhawatirannya tersembunyi di balik tembok tebal rasa benci yang tak sepenuhnya sirna.“Pulanglah,” ucap Kai, suaranya datar namun tegas. “Aku sudah men

    Last Updated : 2024-10-11
  • Mari Bercerai, Paman Kai!   Bab 13.

    Kabar mengenai kesehatan orang tua Sera, sampai di telinga Lukas. Pria tampan berkacamata itu, kini sudah berdiri di depan ruang VVIP rumah sakit.Tangannya menggantung sesaat di pegangan pintu karena ragu. Namun, tepat saat Lukas akan mendorong pintu itu terbuka, pintu tersebut tiba-tiba bergeser pelan, dan Sera muncul dari baliknya. Tergambar jelas wajah Sera tampak lelah di matanya.Keduanya bertatapan dalam keheningan yang canggung. Keduanya tak langsung menyapa. Hingga akhirnya, Sera memecah keheningan, suaranya terdengar lirih."Masuk, Luke."Tanpa berkata, Lukas mengangguk, mengikuti langkah kecil Sera yang tampak berat. Sesekali, matanya meneliti ekspresi wanita itu. Semakin dilihat, semakin Kai tahu, bahwa sahabat terbaiknya itu memikul beban besar di pundaknya.Di dalam ruangan itu, Lukas mencoba membuat suasana lebih ringan dengan obrolan basa-basi, namun Sera tampak jauh. Lukas bisa merasakan jarak di antara mereka semakin melebar."Mana Om Kai?" Lukas akhirnya bertanya,

    Last Updated : 2024-10-12
  • Mari Bercerai, Paman Kai!   Bab 14.

    Kai mengikut kemana Lukas pergi, mengarah ke luar area rumah sakit, tepatnya di taman yang sepi sebab ini waktu jam makan siang para pasien. “Lo mau apa?” tanya Kai dingin."Gue baru aja denger soal kelakuan Lo yang bikin seluruh keluarga kita gak habis pikir, Om." Lukas berdecak kesal. "Gue bahkan gak bisa berkata-kata lagi sama Lo, demi apa Lo ngelakuin hal-hal gak bernorma kayak gitu?"Terlihat Kai yang langsung membuang nafas panjang. Wajahnya kaku seketika. Kai kesal karena di sini hanya dirinya yang dianggap bersalah.. "Lo gak usah khawatir, Luke. Gue juga gak akan lepas tanggung jawab gue sama Sera," ucap Kai memastikan. "Dengan kelakuan Lo yang gak bisa dipikir pake akal sehat itu, Om?" singgung Lukas lalu tersenyum sinis. Namun, Lukas tertawa kecil yang terdengar sinis. "Lo serius? Dengan apa yang Lo lakuin? Kelakuan Lo yang jelas-jelas gak bisa diterima itu? Perasaan Lo masih gak habis di wanita itu kan?"Kai menatap Lukas dengan tatapan tajam, mencoba menahan amarah. "L

    Last Updated : 2024-10-13
  • Mari Bercerai, Paman Kai!   Bab 15.

    "Mas, kenapa? Mas mau apa?" ucap Sera gelagapan.Nafasnya tersengal karena mendapati nafsu Kai yang terlihat dari pancaran matanya."Kamu ...." Kai menggeleng tak percaya dan dia mengurungkan niatnya untuk menunjukkan amarah pada Sera. Entah mengapa, desir aneh di tubuhnya semakin kencang mengusik pikiran Kai. Kai yang marah, lantas melucuti pakaian Sera. Dalam keadaan marah pula dia akan memberikan sesuatu yang takkan dilupakan oleh wanita itu. "Mas, tunggu, Mas!" cegah Sera. "J—jangan gini, Mas. Aku ha—mmm ...."Kai membungkam bibir Sera dengan bibirnya, takkan memberikan celah sedikitpun untuk Sera bicara. Bagai hukuman, Kai yang marah bahkan memberikan banyak tanda kemerahan di bagian tubuh sang istri. Sera tak bisa memberontak, bahkan kakinya saja berhasil dikunci oleh Kai. "Cukup, Mas ... sakit," keluh Sera yang nafasnya sudah naik-turun tak karuan. Hanya saja, marah Kai benar-benar tak bisa dikendalikan. Dia tak membiarkan Sera merasakan nikmat saat sesuatu dibawah sana di

    Last Updated : 2024-10-14
  • Mari Bercerai, Paman Kai!   Bab 16.

    Perjalanan menuju benua Amerika terasa begitu panjang dan melelahkan bagi Kai. Menggunakan pesawat jet pribadi malah membuat Kai jenuh. Setiap detik yang berlalu seolah menambah beban di hatinya. Meskipun mulutnya terus mengatakan bahwa ibunya adalah yang terpenting, hatinya selalu resah memikirkan Sera. Bayangan istrinya tak pernah hilang, sosok Sera yang memohon ampun dengan suara serak bercampur dengan isak tangisnya masih terngiang jelas, membuat hati Kai terhimpit rasa bersalah. Pria itu sendiri tak menyangka bisa melakukan hal sekejam itu kepada seorang wanita."Gimana Lo sama Sera?" tanya Sagara yang duduk tidak jauh dari Kai. Pria itu asyik menikmati teh sambil mengusap lembut lengan istrinya yang tertidur di pahanya.Pertanyaan tiba-tiba itu berhasil membuat Kai memutus lamunannya. Tidak ada jawaban dari Kai. Pria itu hanya memandang sekilas, sebelum memandang keluar jendela meskipun tidak ada pemandangan yang menarik.“Abang gak nyangka, adik yang paling berprestasi ini b

    Last Updated : 2024-10-15
  • Mari Bercerai, Paman Kai!   Bab 17.

    Salah satu rutinitas harian Sera adalah mengunjungi orang tuanya yang masih harus menjalani banyak perawatan. Sera tak lagi sedih seperti hari-hari kemarin, kini dirinya lebih tenang menjalani harinya.“Mari, Nyonya,” ujar Toni, sopir sekaligus pengawal yang ditugaskan oleh Sagara, suaminya. Sera melangkah masuk ke mobil dan menghela napas pelan. “Terima kasih, Pak,” balasnya dengan senyum yang lemah.Sepanjang perjalanan, ponselnya bergetar. Sebuah pesan muncul dari Kai.[Hati-hati dijalan.] Pesan singkat itu cukup, meskipun jarang datang. Meski Sera tidak pernah melaporkan kegiatannya, sepertinya Kai tahu pergerakan Sera dari Toni. Itu mengapa beberapa kali Sera mendapatkan pesan singkat dari pria yang menjadi suaminya.Mobil meluncur ke rumah sakit, tempat orang tuanya menjalani perawatan.Kini, ia tidak lagi merasa sedih seperti dulu apabila akan mengunjungi orang tuanya.Sejak Mamanya mulai bisa merespons meski hanya dengan anggukan atau suara lirih yang belum sempurna, dan P

    Last Updated : 2024-10-16
  • Mari Bercerai, Paman Kai!   Bab 18.

    Lukas tampak menggebu, emosinya sudah naik dan seolah akan menghancurkan kepalanya dalam sekejap. "Buka mata Lo, Ra. Sampai kapan Lo mau nungguin Om Kai buat peduli? Dari dulu, dia juga orang yang dingin, Lo bukan di daftar prioritasnya."Iya, Sera tahu. Wanita itu setuju dalam pikirnya."Luke," interupsi Sera terdengar pelan. Dia mendongak. "Keadaannya rumit. Gak semudah itu."Lukas mendengar dan menatap mata sendu Sera."Gue kalo jadi Mas Kai, pasti Gue juga minta waktu ke orang sekitar Gue supaya mereka ngertiin Gue, nggak ngusik hidup Gue," ungkap Sera sedang menempatkan dirinya sebagai Kai. Lukas menggeleng, dia menampiknya dengan tegas. "Cara pikir Lo salah, Ra. Posisinya, dia itu laki-laki dewasa yang gak bisa egois lagi. Dia punya istri dan itu Lo! Lo juga pasti sedih, 'kan? Dan Om Kai, harusnya mikirin Lo juga."Sera berdiri, memandang lukas dengan penuh rasa jenuh. Bagaimana tidak, dia terganggu dengan sikap Lukas yang terlalu menunjukkan kepeduliannya dan terkesan membuat

    Last Updated : 2024-10-17

Latest chapter

  • Mari Bercerai, Paman Kai!   148 - S2

    Di dalam ruang kelas yang mulai lengang, Anna duduk dengan tangan terlipat di atas meja, dagunya bertumpu pada lengannya. Raut wajahnya memancarkan kebosanan yang tak tersembunyikan. Gadis kecil berusia tujuh tahun itu mengayun-ayunkan kakinya, menunggu jemputan yang baru saja berangkat dari sekolah adiknya. Suara dari pengeras suara tiba-tiba menggema, memecah keheningan. "Abel Adnan Candra, silakan menuju ruang tunggu." Anna mendongak, matanya berbinar seketika. Ia meraih tas sekolahnya dan berdiri, seolah sudah tahu apa yang akan dilakukannya. Dari sudut pandangnya, ia melihat anak lelaki dengan wajah datar berjalan perlahan menuju ruang tunggu. Itu Abel, anak yang beberapa hari lalu berkenalan dengannya di acara penyambutan murid baru. Tanpa ragu, Anna berlari kecil menghampirinya. "Hai, Abel!" Anna menyapa ceria, senyum lebarnya merekah. Abel berhenti dan menoleh dengan ekspresi datar yang sama seperti sebelumnya. "Hai," jawabnya singkat, hampir tanpa nada. Anna memi

  • Mari Bercerai, Paman Kai!   147 - S2

    Malam itu, keheningan rumah Kai dan Sera hanya dipecahkan oleh suara lembut detak jam di dinding. Sera berbaring di pelukan Kai, tubuhnya bersandar nyaman di dada suaminya yang hangat. Kai sesekali mengecup puncak kepala Sera, memberikan rasa tenang di tengah kerisauan istrinya. Tangannya dengan lembut mengusap perut Sera yang kini tampak lebih besar dibanding kehamilan sebelumnya. "Kamu pasti masih mikirin Abel, ya?" Kai membuka percakapan, suaranya rendah dan lembut. Sera mengangguk pelan tanpa menoleh, matanya menerawang ke arah langit-langit. "Aku gak bisa berhenti mikirin dia, Mas. Wajahnya, caranya jalan, bahkan tatapan matanya... dia kayaknya tenang banget, Mas. Gak kayak anak-anak lain. Aku ngerasa dia kayak nyimpan sesuatu di dalam dirinya. Bukan sotoy nih ya, Mas. Tapi kalau Mas lihat Abel, Mas pasti tau maksud aku." Kai menghela napas panjang. "Itu kayaknya wajar, Ra. Setauku dari cerita Kak Ruby atau Kak Elle, Lukas ngebesarin Abel sendirian. Katanya dia di rawat c

  • Mari Bercerai, Paman Kai!   146 - S2

    Enam tahun berlalu begitu cepat, membawa banyak perubahan dalam kehidupan Sera dan keluarganya. Anna kini telah tumbuh menjadi gadis kecil yang cantik dan ceria. Di usianya yang ketujuh, ia akan memasuki sekolah dasar. Hari itu adalah hari pertama Anna di sekolah barunya, dan pesta penyambutan murid baru terlihat begitu meriah. Sera, yang sedang mengandung anak ketiganya dengan usia kandungan enam bulan, menemani Anna seorang diri karena Kai sedang sibuk. Adik pertama Anna, seorang bocah laki-laki bernama Raiden yang kini berusia empat tahun, berada di taman kanak-kanak bersama dengan baby sitternya. Sera berusaha mengimbangi semangat Anna, meski jelas ia mulai kepayahan dengan perutnya yang semakin membesar. Anna berlari kecil ke arah panggung dekorasi yang penuh warna, meninggalkan Sera beberapa langkah di belakang. Saat Sera mencoba mempercepat langkahnya, tubuhnya kehilangan keseimbangan. Ia hampir terjatuh ketika tiba-tiba sebuah tangan kokoh menopangnya dengan sigap. "A

  • Mari Bercerai, Paman Kai!   145 - S2

    Suasana bandara internasional London terasa sibuk seperti biasanya, tetapi perhatian Sera dan Kai hanya tertuju pada satu hal, Anna. Begitu melihat bayi kecil itu digendong Diani, mata Sera langsung berbinar, sementara Anna dengan ekspresi antusias mulai menggeliat, mengulurkan tangannya ke arah kedua orang tuanya. Kai dan Sera segera menghampiri Diani, menyambut Anna dengan pelukan hangat. Anna yang sudah lama tidak bertemu ayah dan ibunya tampak senang, bahkan mengoceh dengan suara kecil yang menggemaskan. “Aduh, anak cantik ini rindu sama Papa sama Mama, ya?” Kai menggoda sambil mencium pipi Anna. Diani tersenyum melihat kehangatan itu. “Nah, sekarang kalian sudah balik, Anna nggak bakal nangis lagi minta ketemu ayah ibunya.” Senyum Sera dan Kai pun mengembang, meskipun dalam hati mereka, ada rasa sakit yang juga untuk Elli. Bagaimana tidak, mereka pun tidak bisa membayangkan jika harus berpisah dengan Anna dalam keadaan seperti kemarin. Rasanya pasti menyesakkan.Setelah b

  • Mari Bercerai, Paman Kai!   144 - S2

    Saat Sera dan Kai tiba di rumah bersama Fara, suasana terasa berbeda. Pintu rumah tidak terkunci, dan udara di dalam ruangan terasa berat, seolah ada sesuatu yang salah. Mereka mempercepat langkah kaki karena hati mereka mulai dipenuhi rasa cemas. “Ra, kayaknya ada yang nggak beres,” gumam Kai sambil melangkah ke ruang tamu. Begitu masuk, mereka terkejut melihat pemandangan yang ada di depan mata. Elli terduduk di lantai, wajahnya tertutup kedua tangannya, bahunya terguncang karena tangis yang tak henti. Raquel ada di sampingnya, mencoba menenangkannya, tetapi air mata Raquel sendiri juga mengalir deras. Sera mendekat dengan cepat, hatinya berdebar kencang. “Kak! Ada apa?! Kenapa?!” Namun, sebelum jawaban keluar dari bibir Raquel, Elli tiba-tiba ambruk ke lantai. Sera menjerit, langsung berlutut di samping adiknya. “Kak!” Sera mengguncang tubuh Elli yang sudah tidak sadarkan diri. Raquel segera mengambil alih, menggenggam tangan Elli dan memeriksa denyut nadinya. “Dia pi

  • Mari Bercerai, Paman Kai!   143 - S2

    Elli duduk di sofa apartemen kecil mereka, memeluk Abel erat di pangkuannya. Wajahnya pucat, tubuhnya terlihat lemah akibat kehamilan muda yang sedang ia jalani. Namun, matanya tetap waspada. Di sampingnya, Raquel berdiri dengan posisi tegang, matanya tak lepas dari pintu apartemen yang terkunci rapat. ‘Aku gak suka firasat ini, Ell,’ pikir Raquel. ‘Aku takut Lukas gak akan berhenti sampai dia ngedapetin apa yang dia mau. Maaf… kita harus relakan Abel. kamu lebih penting saat ini.’Elli mengusap kepala kecil Abel, mencoba menenangkan dirinya dan bayinya yang tak mengerti apa-apa. “Kak, Abel tidak akan ke mana-mana. Dia anakku. Aku gak akan nyerahin dia gitu saja.” Raquel hendak merespons ketika suara ketukan keras di pintu menggema, memecah keheningan ruangan. Ketukan itu berulang, semakin keras, seakan ingin merobohkan pintu. Raquel dan Elli saling berpandangan, jantung mereka berdebar kencang. “Buka pintunya!” Suara Lukas terdengar dari balik pintu, dingin dan penuh ancaman.

  • Mari Bercerai, Paman Kai!   142 - S2

    Davino berjalan perlahan memasuki kamar yang remang-remang. Aroma lavender yang biasa menenangkan kini terasa hampa, seolah kesedihan telah menyelimuti ruangan itu. Di atas ranjang besar dengan selimut tebal, Berlian meringkuk membelakangi pintu. Bahunya naik turun halus, menandakan wanita tua itu tengah tenggelam dalam pikirannya. Davino berdiri sejenak, memandang istrinya dengan rasa yang sulit ia ungkapkan. Hampir lima puluh tahun mereka hidup bersama, Berlian selalu menjadi wanita yang kuat, pemegang kendali keluarga Adnan. Namun hari ini, Davino tahu ada luka yang mendalam di hati istrinya, sesuatu yang bahkan Berlian sendiri sulit mengakui. “Li,” panggil Davino pelan, suaranya bergetar ringan. Ia duduk di sisi ranjang, tangannya mengusap lembut bahu istrinya. Berlian tidak merespon, tapi ia tahu Berlian mendengar. “Aku tahu kamu sedih…” Berlian menarik napas panjang, masih dengan posisi yang sama. “Aku tidak sedih, Kak. Aku cuma…” Suaranya menggantung, bergetar di ujung

  • Mari Bercerai, Paman Kai!   141 - S2

    Lukas duduk di sudut kamar sewanya yang sempit. Tumpukan dokumen berserakan di meja kecil di depannya, namun pikirannya jauh dari lembar-lembar kertas itu. Suasana kamar hening, hanya suara detak jam dinding tua yang sesekali terdengar, memantulkan kebuntuan yang menyelimuti dirinya. Ponselnya bergetar di meja, memutus lamunannya. Lukas melirik layar ponsel, dan matanya langsung menangkap satu nama yang membuatnya tertegun ‘Oma’.Dengan tangan sedikit kaku, Lukas mengangkat ponselnya. “Halo, Oma?” suaranya datar, meski ada ketegangan samar di baliknya. “Lukas.” Suara Berlian terdengar tegas, seperti biasa, namun kali ini ada nada yang sulit diterka. “Kamu masih di Belanda?” Lukas terdiam sejenak. Wanita berusia tujuh puluh tahun itu selalu memiliki caranya sendiri untuk mengetahui keberadaan cucunya. Berbohong bukanlah pilihan yang bijak. “Iya, Oma,” jawab Lukas akhirnya, suaranya lebih pelan. “Datanglah ke rumah kita di Inggris. Kita perlu bicara.” Lukas mengernyit, men

  • Mari Bercerai, Paman Kai!   140 - S2

    Suara bel rumah Jena memecah keheningan pagi itu. Jena, yang sedang duduk di ruang tamu sambil merangkai bunga, langsung bangkit menuju interkom. Ia melihat wajah supir Berlian Adnan, Tante dari suaminya, di layar kecil interkom. Tanpa ragu, ia mempersilakan masuk dan membuka gerbang otomatis. Jena lalu berjalan ke dalam untuk memberitahu Diani, yang sedang menikmati teh hangat di taman belakang. Hari itu, Diani sengaja tidak ikut Sagara ke kantor, memilih untuk bersantai di rumah. Mendengar kabar bahwa Berlian datang, wajah Diani sedikit berubah. “Kak Lian?” gumam Diani sambil menatap Jena. Ada kegelisahan yang jelas di wajahnya.“Tante Berlian tahu alamat di sini dari mana ya, Bu. Kita kan baru pindah beberapa bulan ini dan belum sempat bilang dengan yang lain,” ujar perempuan dengan rambut keemasan dan mata hijau itu.“Tentu gampang buat dia untuk mencari tahu soal ini, Jen. Kelihatannya dia juga ingin bicara sesuatu yang penting. Apa soal Lukas , ya?” jawab Diani, mencoba me

DMCA.com Protection Status