Home / Pernikahan / Mari Bercerai, Paman Kai! / Bab 4. Mungkinkah....

Share

Bab 4. Mungkinkah....

Author: Ahgisa
last update Last Updated: 2024-08-14 14:21:43

"Sayang, sini," panggilnya pada Sera, "Kenalin, temannya Kai. Lana, she is Sera. My cute in-law.” 

Ya. 
Diani yang menjawab siapa Sera.

Bukan Kai.

Saat Sera berjabat tangan dengan wanita yang lebih tinggi darinya itu, ia hanya bisa tersenyum kikuk. 

Jujur, ia masih terkejut dengan interaksi Diani dan Lana yang tak sungkan mempertontonkan kedekatan mereka. 

"Lana.”

Sera mengangguk. Keduanya tampak kikuk dan tak bisa merespon banyak.

“Ya udah, kita sambil jalan aja yuk,” ucap Kai yang kini sudah mengambil alih trolly dengan tumpukan koper itu.

“Ayo,” ucap Diani yang kemudian kini berganti menggandeng Lana. ketiganya pun berjalan beriringan meninggalkan Sera yang mematung untuk kedua kalinya.

"Lana, Tante rindu denganmu." Diani memeluk Lana berulang-ulang kali. "Tante menyesal karena tidak tahu kamu akan kemari. Jika tahu, Tante sudah masak ayam kesukaanmu. Waktu kalian berkuliah di Chicago, apa kamu ingat? Kamu membawa banyak kotak makanan supaya bisa menyimpan ayam yang Tante masak. Kalau ingat itu, aku jadi bertanya-tanya, apakah kamu bosan dengan masakan itu Lana?"

Tentu saja tidak! Mana mungkin aku bosan. Itu adalah makanan penyelamatku. Aku akan menunggu masakan Tante yang satu itu. Boleh tidak kalau kita masak berdua seperti dulu, Tante?

"Tentu! Nanti kita masak berdua jika kamu ada waktu senggang."

Sera kembali mendengar potongan perbincangan hangat itu.

Rasanya, ia tak punya tempat di sana.

Apakah pilihannya ke sini adalah sesuatu yang salah?

“Ayo jalan,” ucap Kai yang tanpa di sadari kini sudah berada di samping Sera. 

Kerumitan di otak gadis itu sontak menghilang.

Langkah pendeknya segera mengikuti pria yang langkahnya lebih lebar darinya itu.

“Semoga ini hanya prasangka burukku saja,” batin Sera.

***

"Wajah kamu pucet? Kamu gak apa-apa?" 

Sayangnya, pikiran itu tak hilang begitu saja meski akhirnya Sera tahu bahwa Lana adalah teman Kai saat di universitas yang juga jadi teman baik Lila.

Begitu di kamar, Kai pun langsung bertanya pada Sera.

"Gak apa-apa kok, Mas,” jawab Sera menahan apa yang ingin ditanyakannya dan memilih menggoda Kai. “Mas, mulai sayang ya sama aku? Khawatir banget kayanya.”

Ya, Sera harus bersikap lebih tenang agar Kai tidak membencinya.

Namun, godaan Sera tidak berpengaruh apapun pada Kai.

Wajah Kai tetap datar? Tak ada senyuman atau apapun di sana. 

“Kamu capek kan habis perjalanan jauh?” ucap Kai yang kemudian berdiri, “istirahat aja.”

Deg!

“Kamu mau ke mana, Mas?” bingung Sera.

Di luar sana, ada perempuan yang begitu akrab dengan Ibu Mertua dan Kakak Iparnya. Tentu saja Sera merasa terintimidasi dan tak ingin prianya ikut di luar sana. 

“Mas kok gak cerita kalau di New York ketemu sama si pelana kuda itu! Ngapain aja? Ketemuan terus ya?” sembur gadis itu pada akhirnya.

Kai sontak berhenti dan menatapnya tajam. “Lana. Namanya Lana. Yang sopan, Sera. Kalau dia denger, kan gak enak.”

"Lana aja ceritanya excited, masa gak ada yang penting?" Rasa cemburu Sera sedang meronta-ronta, rasa ingin tahunya lebih besar dari pada apapun saat ini.

Cukup sudah!

Dia memang belum dewasa. Sera akui itu.

"Lana itu siapa sih, Om? Kenapa semuanya deket sama Lana?"  ucapnya lagi.

"Tadi kan udah di jelasin, Ra. Dia temanku di Universitas. Kebetulan temen Mbak Lila juga di sekolah sebelumnya. Kamu kenapa sih?" ungkap Kai berusaha mengingatkan Sera. “Oh iya, besok saya pergi sama Sera. Ada customer yang mau dikenalin Lana.”

"Ikut!" Sera tak akan membiarkan mereka berdua-duaan, walaupun dirinya harus merasa sakit hati jika melihat tawa Kai yang begitu lepas bersama dengan Lana.

"Kamu di rumah aja.”

Singkat, padat, dan nyelekit.

"Aku gak boleh ikut, Mas?” Sera bertanya kembali, memastikan pendengarannya.

Mungkin, ia salah, kan? Meski, ia sanksi pendengarannya mendadak memburuk.

Hanya saja, Kai tampak mengangguk. “Ibu bilang beberapa hari ini kamu sering muntah di kamar mandi,” ucapnya, “jadi, istirahat saja.”

Ibu?

Entah mengapa rasa penasaran Sera meningkat.

Ditatapnya Kai ingin tahu. “Ibu sering kasih tahu tentang aku?”

Selama ini, semua pesan Sera dijawab seadanya oleh Kai, bahkan tidak digubris.

Jadi, rasanya sulit percaya pria itu ingin tahu tentang dirinya.

Apa jangan-jangan, Kai terpaksa mendengar cerita tentang Sera dari Diani? 

Memikirkan itu, Sera seketika merasa pedih....

Atau mungkin, Kai sebenarnya memendam rasa pada Lana?

Related chapters

  • Mari Bercerai, Paman Kai!   Bab 5. Diam-diam

    “Jangan terlalu banyak mikirin hal-hal yang gak penting. Kalau penasaran tentang Lana, tanya ibu saja,” ucap Kai tiba-tiba, “saya keluar dulu.”Tanpa basa-basi, pria itu pun beranjak keluar begitu saja meninggalkan Sera yang diam memantung.Sebenarnya, apa yang salah? “Kira-kira kalau hamil, Mas Kai akan berubah gak ya?” monolog Sera dengan tangan yang mengusap perutnya lembut. Beberapa hari ini ia merasa mual. Jadwal menstruasinya pun mundur jauh dari tanggal seharusnya. Jadi, akhir-akhir ini ia terus mencari di internet; apakah dirinya hamil? Tapi ketika satu fakta dia temukan, fakta yang lain mengatakan berlawanan.Banyak harapan yang selalu ia rapalkan, namun nyatanya, tidak ada satu pun yang terkabul dalam pernikahan yang seumur jagung ini. Mungkinkah pernikahannya ini benar-benar sebuah kesalahan?Sayangnya, Sera tahu jika Kai demikian karena menahan nafsunya yang mendadak tinggi setelah melihat tingkah sang istri yang sungguh menggemaskan.Kai takut tak bisa mengontrol dir

    Last Updated : 2024-08-14
  • Mari Bercerai, Paman Kai!   Bab 6. TAMU

    “Lana, cepat panggil pelayan, aku lapar!” keluh Kai yang kembali membuka buku menu dan tidak menghiraukan Lana.Wanita itu tidak bisa menyembunyikan rasa aneh yang dirasakan dalam dadanya. Hanya saja, pertanyaan yang dijawab seadanya oleh Kai itu ditangkap lain oleh Lana yang merasa tahu sekali tentang Kai.Menurutnya, Kai akan terang-terangan bila tidak suka sesuatu, tapi dia menahannya?Diam-diam Lana tersenyum. 'Tampaknya, aku masih punya harapan,' batinnya puas, "sorry little Sera. He is mine."Dan begitulah....Lana berusaha menahan pembicaraan dengan Kai agar berlangsung cukup lama.Untuk membangkitkan nostalgia dan juga membuat Sera kesal, mungkin?Dia tersenyum membayangkan itu semua!*** Sementara itu, Kai baru tiba di apartemen mewah milik keluarganya, tepat tengah malam. Semua ruangan sudah sunyi di sana. Hal itu membuat Kai pun melangkahkan kakinya ke kamar dengan perlahan. Ia mendapati wanita yang sudah dinikahinya beberapa minggu ini tengah memunggungi tempatnya

    Last Updated : 2024-10-05
  • Mari Bercerai, Paman Kai!   Bab 7.

    "Apakah tidak ada restoran yang menjual ayam di sini atau kamu terlalu pelit untuk membelinya dengan uangmu," sinis Sera pada akhirnya.Sayangnya, itu semua hanya ada dalam angan-angan gadis itu....“Ra, ayo makan. Kamu mau apa, sayang?” Ucapan sang ibu mertua menyadarkan Sera dari lamunan.Tak hanya itu, tiba-tiba saja sepotong paha ayam sudah mendarat di atas nasi Sera.Dari Samudra, sang papa mertua....Pria yang kebetulan duduk di samping Sera, memang hangat kepada menantunya.Tentu saja di hadapan mereka, ada Lana yang perasaannya menjadi tak baik melihat interaksi Sera dan Samudera yang begitu dekat.“Lana, kamu masih akan pergi menemui client hari ini?” tanya Diani.Lana mengangguk dengan senyum lebar. “Client meminta beberapa contoh dan rencananya Saya dan Kai akan mampir ke kantor Kai.”Diani mengangguk mengerti, bola matanya kemudian beradu dengan Sera. “Kalau begitu hari ini kita bisa pergi keliling New York, Sera. Mama akan membawamu berjalan-jalan.”Berbeda dengan Diani,

    Last Updated : 2024-10-06
  • Mari Bercerai, Paman Kai!   Bab 8.

    “Tapi–”"Ibu ngerasa gak punya muka kalau harus ketemu keluarga Haryadi! Ini semua gara-gara kamu, Kai!” ungkap Diani dengan wajah merah padam. Amarahnya belum padam sepenuhnya.“Gak perlu menjelaskan apapun, Kai.” Samudera yang geram, mengatakannya dengan amarah yang tertahan dalam relung jiwa. Diani juga tak akan membela Kai, dia menyadari kesalahan putra bungsunya. "Ayo, Bu. Kita susul Sera," ajak Samudera. Pasangan suami istri itu bergegas untuk bersiap-siap. Selembar tisu digunakan untuk menghapus jejak air mata yang menganak sungai di pipi Diani dan Samudera. Setelahnya, barulah kunci mobil yang digantung, disambar oleh Samudera yang kali ini menyetir sendiri. Selama perjalanan, Diani sesekali meneteskan air matanya walau dia telah berusaha untuk menahan agar tak berlarut-larut. Sedangkan Samudera, pedal gas diinjak terlalu dalam karena dia ingin segera sampai. "Ibu gak usah khawatir, Papa akan bikin Kai perbaiki semua kesalahan yang udah dia lakuin kali ini," kata Samudera

    Last Updated : 2024-10-06
  • Mari Bercerai, Paman Kai!   Bab 9.

    Di sisi lain, sambil mengotak-atik ponselnya untuk menghubungi Samudera, Kai sadar jika Ayah dan Ibunya semestinya sudah tiba dua jam yang lalu.Hatinya cemas karena ada pemberitaan kecelakaan beruntun.Ia berharap orang tuanya tidak ada dalam daftar korban dalam kejadian tersebut. Itu kenapa Kai menyusul ke rumah sakit di mana Sera berada.Saat Kai tiba, dia baru menyadari bahwa rumah sakit tempat Sera di rawat dan lokasi rumah sakit rujukan kecelakaan itu berada di tempat yang sama.Suasana rumah sakit yang ramai membuat Kai sulit bergerak masuk.“Permisi, apa anda juga korban?” tanya seorang perawat yang menghampiri karena menyadari luka lebam di wajah Kai.“Ah, bukan–”Tepat saat ponselnya ditempelkan ke telinga, saat itu pula Kai melewati bankar yang didorong oleh banyak petugas medis yang terburu-buru. Namun, saat itu juga Kai mendengar dering yang sangat familiar di telinganya. Tring ... ting, ting ... Tring!Kai terhenyak, dia berhenti dan berbalik. Telinganya mendengar deng

    Last Updated : 2024-10-06
  • Mari Bercerai, Paman Kai!   Bab 10.

    Wanita itu duduk termenung, melamun dengan jantung yang berdebar tak karuan.Fara merasa tekanan darahnya membuncah hingga ke ubun-ubun dan membuat kepalanya berdenyut nyeri. Terlebih lagi, rasa bersalah itu seolah meraup habis kewarasan Fara."Astaga, kenapa semuanya harus kejadian bersamaan?" Fara menggeleng tak percaya. Suaminya masih berada dalam perawatan setelah terserang penyakit yang sudah lama bersemayam di dalam raganya. Apa dia terlalu gegabah menikahkan Sera? Penyesalan. Itulah yang berada di benak Fara. Seandainya sang anak tidak menikah dengan pria brengsek seperti Kai. Mungkinkah semuanya tidak akan terjadi. Kekacauan ini mungkin tidak pernah terjadi.“Nyonya Fara?” tanya seorang perawat.“Ya? Saya.”“Maaf, Tuan Dani Haryadi–”Suara dengungan panjang mendadak keluar di telinganya. Baru dua langkah dia berjalan tubuhnya mendadak limbung kedepan dan terbentur dengan ujung kursi berbahan besi. Fara kehilangan kesadarannya. Suaminya juga meninggal?Para Perawat dan Dok

    Last Updated : 2024-10-09
  • Mari Bercerai, Paman Kai!   Bab 11.

    Duduk termenung di samping tubuh Ibunya yang terlihat tak sempurna lagi, lantas membuat hati Sera berdenyut nyeri. Bagaimana tidak, dia harus melalui hari yang pelik setelah ayahnya yang baru saja terkena serangan jantung dan Ibunya yang tidak bisa lagi seperti dulu.Kaki dan tangannya yang membengkok serta takkan bisa digunakan karena enggan untuk lurus, membuat Sera menaruh iba paling dalam terhadap Ibunya.Sera hanya termenung, membayangkan penderitaan seperti apa yang akan dihadapi oleh Ibunya selama beberapa waktu kedepan.Saat sendiri seperti ini, Sera tak sadar ketika pintu ruangan terbuka dan terdengar sedikit derit yang tidak mampu didengar oleh Sera yang sedang termenung. “Sera,” sapa seseorang dari dekat pintu.Sera terhenyak, dia mengusap air mata yang sempat menetes banyak. Sera bergeser, memberikan ruang pada para ipar yang menjenguk Ibunya.“Kamu tidak pulang sama sekali, Sera. Pulanglah, Mbak Lila akan bergantian menjaga ibu kamu.”Sera menggeleng atas tawaran Lila.

    Last Updated : 2024-10-10
  • Mari Bercerai, Paman Kai!   Bab 12.

    Kai datang saat Sera sedang memuntahkan semua isi perutnya ke wastafel kamar mandi. Suara muntahnya menggema di seluruh ruangan yang sepi, membuat keheningan semakin tebal. Dengan langkah mantap, Kai menghampirinya, meskipun wajahnya tetap datar, matanya sesekali melirik dengan khawatir.Tanpa sepatah kata pun, tangan Kai langsung bergerak mengusap tengkuk Sera dengan lembut. Ada ketenangan dingin di setiap gerakannya, seolah meskipun perhatiannya nyata, ada dinding tak terlihat yang memisahkan mereka.Sera berusaha mengatur napasnya, meski tubuhnya terasa lemas. Dengan cekatan, Kai membantunya berdiri dan memapahnya kembali ke sofa. Tempat itu sudah menjadi tempat peristirahatan Sera selama beberapa hari terakhir, terlalu akrab dengan keletihan dan rasa sakit.Wajah Sera pucat, terlihat letih, namun Kai tak menunjukkan perubahan. Kekhawatirannya tersembunyi di balik tembok tebal rasa benci yang tak sepenuhnya sirna.“Pulanglah,” ucap Kai, suaranya datar namun tegas. “Aku sudah men

    Last Updated : 2024-10-11

Latest chapter

  • Mari Bercerai, Paman Kai!   148 - S2

    Di dalam ruang kelas yang mulai lengang, Anna duduk dengan tangan terlipat di atas meja, dagunya bertumpu pada lengannya. Raut wajahnya memancarkan kebosanan yang tak tersembunyikan. Gadis kecil berusia tujuh tahun itu mengayun-ayunkan kakinya, menunggu jemputan yang baru saja berangkat dari sekolah adiknya. Suara dari pengeras suara tiba-tiba menggema, memecah keheningan. "Abel Adnan Candra, silakan menuju ruang tunggu." Anna mendongak, matanya berbinar seketika. Ia meraih tas sekolahnya dan berdiri, seolah sudah tahu apa yang akan dilakukannya. Dari sudut pandangnya, ia melihat anak lelaki dengan wajah datar berjalan perlahan menuju ruang tunggu. Itu Abel, anak yang beberapa hari lalu berkenalan dengannya di acara penyambutan murid baru. Tanpa ragu, Anna berlari kecil menghampirinya. "Hai, Abel!" Anna menyapa ceria, senyum lebarnya merekah. Abel berhenti dan menoleh dengan ekspresi datar yang sama seperti sebelumnya. "Hai," jawabnya singkat, hampir tanpa nada. Anna memi

  • Mari Bercerai, Paman Kai!   147 - S2

    Malam itu, keheningan rumah Kai dan Sera hanya dipecahkan oleh suara lembut detak jam di dinding. Sera berbaring di pelukan Kai, tubuhnya bersandar nyaman di dada suaminya yang hangat. Kai sesekali mengecup puncak kepala Sera, memberikan rasa tenang di tengah kerisauan istrinya. Tangannya dengan lembut mengusap perut Sera yang kini tampak lebih besar dibanding kehamilan sebelumnya. "Kamu pasti masih mikirin Abel, ya?" Kai membuka percakapan, suaranya rendah dan lembut. Sera mengangguk pelan tanpa menoleh, matanya menerawang ke arah langit-langit. "Aku gak bisa berhenti mikirin dia, Mas. Wajahnya, caranya jalan, bahkan tatapan matanya... dia kayaknya tenang banget, Mas. Gak kayak anak-anak lain. Aku ngerasa dia kayak nyimpan sesuatu di dalam dirinya. Bukan sotoy nih ya, Mas. Tapi kalau Mas lihat Abel, Mas pasti tau maksud aku." Kai menghela napas panjang. "Itu kayaknya wajar, Ra. Setauku dari cerita Kak Ruby atau Kak Elle, Lukas ngebesarin Abel sendirian. Katanya dia di rawat c

  • Mari Bercerai, Paman Kai!   146 - S2

    Enam tahun berlalu begitu cepat, membawa banyak perubahan dalam kehidupan Sera dan keluarganya. Anna kini telah tumbuh menjadi gadis kecil yang cantik dan ceria. Di usianya yang ketujuh, ia akan memasuki sekolah dasar. Hari itu adalah hari pertama Anna di sekolah barunya, dan pesta penyambutan murid baru terlihat begitu meriah. Sera, yang sedang mengandung anak ketiganya dengan usia kandungan enam bulan, menemani Anna seorang diri karena Kai sedang sibuk. Adik pertama Anna, seorang bocah laki-laki bernama Raiden yang kini berusia empat tahun, berada di taman kanak-kanak bersama dengan baby sitternya. Sera berusaha mengimbangi semangat Anna, meski jelas ia mulai kepayahan dengan perutnya yang semakin membesar. Anna berlari kecil ke arah panggung dekorasi yang penuh warna, meninggalkan Sera beberapa langkah di belakang. Saat Sera mencoba mempercepat langkahnya, tubuhnya kehilangan keseimbangan. Ia hampir terjatuh ketika tiba-tiba sebuah tangan kokoh menopangnya dengan sigap. "A

  • Mari Bercerai, Paman Kai!   145 - S2

    Suasana bandara internasional London terasa sibuk seperti biasanya, tetapi perhatian Sera dan Kai hanya tertuju pada satu hal, Anna. Begitu melihat bayi kecil itu digendong Diani, mata Sera langsung berbinar, sementara Anna dengan ekspresi antusias mulai menggeliat, mengulurkan tangannya ke arah kedua orang tuanya. Kai dan Sera segera menghampiri Diani, menyambut Anna dengan pelukan hangat. Anna yang sudah lama tidak bertemu ayah dan ibunya tampak senang, bahkan mengoceh dengan suara kecil yang menggemaskan. “Aduh, anak cantik ini rindu sama Papa sama Mama, ya?” Kai menggoda sambil mencium pipi Anna. Diani tersenyum melihat kehangatan itu. “Nah, sekarang kalian sudah balik, Anna nggak bakal nangis lagi minta ketemu ayah ibunya.” Senyum Sera dan Kai pun mengembang, meskipun dalam hati mereka, ada rasa sakit yang juga untuk Elli. Bagaimana tidak, mereka pun tidak bisa membayangkan jika harus berpisah dengan Anna dalam keadaan seperti kemarin. Rasanya pasti menyesakkan.Setelah b

  • Mari Bercerai, Paman Kai!   144 - S2

    Saat Sera dan Kai tiba di rumah bersama Fara, suasana terasa berbeda. Pintu rumah tidak terkunci, dan udara di dalam ruangan terasa berat, seolah ada sesuatu yang salah. Mereka mempercepat langkah kaki karena hati mereka mulai dipenuhi rasa cemas. “Ra, kayaknya ada yang nggak beres,” gumam Kai sambil melangkah ke ruang tamu. Begitu masuk, mereka terkejut melihat pemandangan yang ada di depan mata. Elli terduduk di lantai, wajahnya tertutup kedua tangannya, bahunya terguncang karena tangis yang tak henti. Raquel ada di sampingnya, mencoba menenangkannya, tetapi air mata Raquel sendiri juga mengalir deras. Sera mendekat dengan cepat, hatinya berdebar kencang. “Kak! Ada apa?! Kenapa?!” Namun, sebelum jawaban keluar dari bibir Raquel, Elli tiba-tiba ambruk ke lantai. Sera menjerit, langsung berlutut di samping adiknya. “Kak!” Sera mengguncang tubuh Elli yang sudah tidak sadarkan diri. Raquel segera mengambil alih, menggenggam tangan Elli dan memeriksa denyut nadinya. “Dia pi

  • Mari Bercerai, Paman Kai!   143 - S2

    Elli duduk di sofa apartemen kecil mereka, memeluk Abel erat di pangkuannya. Wajahnya pucat, tubuhnya terlihat lemah akibat kehamilan muda yang sedang ia jalani. Namun, matanya tetap waspada. Di sampingnya, Raquel berdiri dengan posisi tegang, matanya tak lepas dari pintu apartemen yang terkunci rapat. ‘Aku gak suka firasat ini, Ell,’ pikir Raquel. ‘Aku takut Lukas gak akan berhenti sampai dia ngedapetin apa yang dia mau. Maaf… kita harus relakan Abel. kamu lebih penting saat ini.’Elli mengusap kepala kecil Abel, mencoba menenangkan dirinya dan bayinya yang tak mengerti apa-apa. “Kak, Abel tidak akan ke mana-mana. Dia anakku. Aku gak akan nyerahin dia gitu saja.” Raquel hendak merespons ketika suara ketukan keras di pintu menggema, memecah keheningan ruangan. Ketukan itu berulang, semakin keras, seakan ingin merobohkan pintu. Raquel dan Elli saling berpandangan, jantung mereka berdebar kencang. “Buka pintunya!” Suara Lukas terdengar dari balik pintu, dingin dan penuh ancaman.

  • Mari Bercerai, Paman Kai!   142 - S2

    Davino berjalan perlahan memasuki kamar yang remang-remang. Aroma lavender yang biasa menenangkan kini terasa hampa, seolah kesedihan telah menyelimuti ruangan itu. Di atas ranjang besar dengan selimut tebal, Berlian meringkuk membelakangi pintu. Bahunya naik turun halus, menandakan wanita tua itu tengah tenggelam dalam pikirannya. Davino berdiri sejenak, memandang istrinya dengan rasa yang sulit ia ungkapkan. Hampir lima puluh tahun mereka hidup bersama, Berlian selalu menjadi wanita yang kuat, pemegang kendali keluarga Adnan. Namun hari ini, Davino tahu ada luka yang mendalam di hati istrinya, sesuatu yang bahkan Berlian sendiri sulit mengakui. “Li,” panggil Davino pelan, suaranya bergetar ringan. Ia duduk di sisi ranjang, tangannya mengusap lembut bahu istrinya. Berlian tidak merespon, tapi ia tahu Berlian mendengar. “Aku tahu kamu sedih…” Berlian menarik napas panjang, masih dengan posisi yang sama. “Aku tidak sedih, Kak. Aku cuma…” Suaranya menggantung, bergetar di ujung

  • Mari Bercerai, Paman Kai!   141 - S2

    Lukas duduk di sudut kamar sewanya yang sempit. Tumpukan dokumen berserakan di meja kecil di depannya, namun pikirannya jauh dari lembar-lembar kertas itu. Suasana kamar hening, hanya suara detak jam dinding tua yang sesekali terdengar, memantulkan kebuntuan yang menyelimuti dirinya. Ponselnya bergetar di meja, memutus lamunannya. Lukas melirik layar ponsel, dan matanya langsung menangkap satu nama yang membuatnya tertegun ‘Oma’.Dengan tangan sedikit kaku, Lukas mengangkat ponselnya. “Halo, Oma?” suaranya datar, meski ada ketegangan samar di baliknya. “Lukas.” Suara Berlian terdengar tegas, seperti biasa, namun kali ini ada nada yang sulit diterka. “Kamu masih di Belanda?” Lukas terdiam sejenak. Wanita berusia tujuh puluh tahun itu selalu memiliki caranya sendiri untuk mengetahui keberadaan cucunya. Berbohong bukanlah pilihan yang bijak. “Iya, Oma,” jawab Lukas akhirnya, suaranya lebih pelan. “Datanglah ke rumah kita di Inggris. Kita perlu bicara.” Lukas mengernyit, men

  • Mari Bercerai, Paman Kai!   140 - S2

    Suara bel rumah Jena memecah keheningan pagi itu. Jena, yang sedang duduk di ruang tamu sambil merangkai bunga, langsung bangkit menuju interkom. Ia melihat wajah supir Berlian Adnan, Tante dari suaminya, di layar kecil interkom. Tanpa ragu, ia mempersilakan masuk dan membuka gerbang otomatis. Jena lalu berjalan ke dalam untuk memberitahu Diani, yang sedang menikmati teh hangat di taman belakang. Hari itu, Diani sengaja tidak ikut Sagara ke kantor, memilih untuk bersantai di rumah. Mendengar kabar bahwa Berlian datang, wajah Diani sedikit berubah. “Kak Lian?” gumam Diani sambil menatap Jena. Ada kegelisahan yang jelas di wajahnya.“Tante Berlian tahu alamat di sini dari mana ya, Bu. Kita kan baru pindah beberapa bulan ini dan belum sempat bilang dengan yang lain,” ujar perempuan dengan rambut keemasan dan mata hijau itu.“Tentu gampang buat dia untuk mencari tahu soal ini, Jen. Kelihatannya dia juga ingin bicara sesuatu yang penting. Apa soal Lukas , ya?” jawab Diani, mencoba me

DMCA.com Protection Status