"Ini urusan kerja, Sera. Bahkan, sudah terjadwal sebelum adanya rencana pernikahan kita," jawab Kai, “Saya harap kamu mengerti.”
"Tapi–”
“Visa kamu sudah diurus. Jadi, kamu bisa menyusul. Gak masalah, kan?" jelas Kai yang begitu tenang.
Sera membuang nafas panjang.
Jiwa mudanya tidak bisa menelan mentah-mentah alasan Kai yang mendadak baginya.
Bukankah dia bisa mengabarkan sebelumnya?
Tapi, apa yang bisa Sera lakukan selain menerima itu semua?
“Om mau aku bantuin siap-siap gak?” tanya Sera yang tiba-tiba memiliki ide acak untuk bisa menyiapkan pakaian Kai selama di Amerika. Entah dari mana munculnya perasaan ingin melayani Kai itu.
“Gak perlu. Aku akan beli semua di sana.”
Muka Sera kembali masam.
Bibirnya kini bahkan mengerucut sempurna karena niat baiknya ditolak mentah-mentah.
Apa perannya sebagai istri hanya sebatas di ranjang untuk Kai?
Namun, Sera hanya menahan semua dalam hati.
Dia tak ingin jadi istri yang merepotkan untuk Kai.
Sudah cukup dengan pernikahan mendadak mereka.
Rasanya, ia bersyukur karena Kai masih menghargainya.
Semoga saja, pria itu bisa lebih hangat ke depannya. Harapan itu, tak terlalu muluk-muluk, kan?
Sayangnya, hati Sera tak tenang.
Kai tak menghubunginya, bahkan setelah dua minggu berlalu.
Untungnya, keperluan Visa sudah selesai, sehingga kaki Sera kini sudah bisa menginjak bandara John F Kennedy, New York.
"Nah, kita sampai." Diani tersenyum sumringah. "Ayo, Ra!"
Sera digandeng oleh Diani dan sisi kanannya dan Lila, sang Kakak Ipar, di sisi kirinya.
Gadis itu sontak tersenyum.
Setidaknya, Diani adalah sosok Ibu yang sangat mengayomi dan penyayang, akan menjadi mertua yang selama ini diidamkan oleh Sera.
Karena itu, Sera tak pernah merasa canggung. Lila juga sangat baik menerimanya sebagai adik ipar.
Hanya saja, langkah mereka terhenti saat melihat pria tampan yang dibalut dengan jaket hitam dan celana jeans berwarna mocca.
“Kai!” seru Diani yang tampak lebih antusias dari pada sang menantu yang tak bertemu selama empat belas hari sebagai pengantin baru.
Kai melambaikan tangannya–membuat senyum Sera mengembang.
Tapi tak disangka, seorang wanita dengan rambut berwarna merah dan mata berwarna biru muncul dari belakang punggung Kai.
“Hello everyone!”
Senyum Sera seketika hilang.Berbeda dengan Diani dan Lila yang tampak bersemangat!
"Lana, apa kabar? Sudah lama Tante gak lihat kamu.Ya Tuhan, senang sekali bisa bertemu dengan kamu." Diani tampak tersenyum.
"Hai, Lama tidak bertemu. Saya juga kangen sekali," balas wanita yang parasnya sama seperti menantu kedua keluarga Adnan.
"Ya Tuhan! Ya Tuhan! Tante kira Kai bercanda saat mengatakan bahwa dia bertemu denganmu. "
Mereka berpelukan dan disaksikan oleh Sera.
Gadis itu tak tahu siapa wanita bernama Lana yang tampak sangat akrab dengan Ibu mertuanya itu.
Yang jelas, mereka akrab sekali. Bahkan, Kai mengabarkan pertemuan mereka ke sang mertua?
"Siapa dia?" gumam Sera yang masih mematung agak jauh dari ketiganya yang terlihat hangat dengan senyuman di wajah mereka masing-masing.
"Saya juga tidak menyangka bertemu Kai di New York. Seperti sebuah takdir. Saya senang sekali bisa bertemu kembali dengan Tante. Terutama Lila!” ucap Lana yang kemudian segera memeluk sahabat lamanya itu dengan antusias.
“Lana, kamu tidak banyak berubah ya. Semakin cantik. Kamu juga sudah bekerja sekarang. Tante senang sekali. Kamu terlihat cantik dengan setelan kerja. Tante jadi mau ajak kamu jalan-jalan ke butik yang punya setelan kerja, sepertinya cocok buat kamu pakai,” ucap Diani antusias.
“Siapa yang tidak suka baju gratis?” celetuk Lana yang disambut dengan riuh tawa keduanya.
Sera tahu bahwa Ibu mertuanya sangat ramah, tapi ia tak menyangka akan seramah itu pada orang lain?
Bahkan dengan Sera, rasanya juga tidak seakrab itu.Mungkinkah ini alasan Kai tak menghubunginya? Wanita yang memang terlihat cantik itu membuat Sera hilang kepercayaan diri. Sekali tatap saja, orang sudah tahu siapa yang harus di pilih antara Sera dan wanita bernama Lana itu.
“Oh–” Ucapan Lana terjeda saat melihat Sera. “Dia siapa?”
"Sayang, sini," panggilnya pada Sera, "Kenalin, temannya Kai. Lana, she is Sera. My cute in-law.” Ya. Diani yang menjawab siapa Sera.Bukan Kai.Saat Sera berjabat tangan dengan wanita yang lebih tinggi darinya itu, ia hanya bisa tersenyum kikuk. Jujur, ia masih terkejut dengan interaksi Diani dan Lana yang tak sungkan mempertontonkan kedekatan mereka. "Lana.”Sera mengangguk. Keduanya tampak kikuk dan tak bisa merespon banyak.“Ya udah, kita sambil jalan aja yuk,” ucap Kai yang kini sudah mengambil alih trolly dengan tumpukan koper itu.“Ayo,” ucap Diani yang kemudian kini berganti menggandeng Lana. ketiganya pun berjalan beriringan meninggalkan Sera yang mematung untuk kedua kalinya."Lana, Tante rindu denganmu." Diani memeluk Lana berulang-ulang kali. "Tante menyesal karena tidak tahu kamu akan kemari. Jika tahu, Tante sudah masak ayam kesukaanmu. Waktu kalian berkuliah di Chicago, apa kamu ingat? Kamu membawa banyak kotak makanan supaya bisa menyimpan ayam yang Tante masak.
“Jangan terlalu banyak mikirin hal-hal yang gak penting. Kalau penasaran tentang Lana, tanya ibu saja,” ucap Kai tiba-tiba, “saya keluar dulu.”Tanpa basa-basi, pria itu pun beranjak keluar begitu saja meninggalkan Sera yang diam memantung.Sebenarnya, apa yang salah? “Kira-kira kalau hamil, Mas Kai akan berubah gak ya?” monolog Sera dengan tangan yang mengusap perutnya lembut. Beberapa hari ini ia merasa mual. Jadwal menstruasinya pun mundur jauh dari tanggal seharusnya. Jadi, akhir-akhir ini ia terus mencari di internet; apakah dirinya hamil? Tapi ketika satu fakta dia temukan, fakta yang lain mengatakan berlawanan.Banyak harapan yang selalu ia rapalkan, namun nyatanya, tidak ada satu pun yang terkabul dalam pernikahan yang seumur jagung ini. Mungkinkah pernikahannya ini benar-benar sebuah kesalahan?Sayangnya, Sera tahu jika Kai demikian karena menahan nafsunya yang mendadak tinggi setelah melihat tingkah sang istri yang sungguh menggemaskan.Kai takut tak bisa mengontrol dir
“Lana, cepat panggil pelayan, aku lapar!” keluh Kai yang kembali membuka buku menu dan tidak menghiraukan Lana.Wanita itu tidak bisa menyembunyikan rasa aneh yang dirasakan dalam dadanya. Hanya saja, pertanyaan yang dijawab seadanya oleh Kai itu ditangkap lain oleh Lana yang merasa tahu sekali tentang Kai.Menurutnya, Kai akan terang-terangan bila tidak suka sesuatu, tapi dia menahannya?Diam-diam Lana tersenyum. 'Tampaknya, aku masih punya harapan,' batinnya puas, "sorry little Sera. He is mine."Dan begitulah....Lana berusaha menahan pembicaraan dengan Kai agar berlangsung cukup lama.Untuk membangkitkan nostalgia dan juga membuat Sera kesal, mungkin?Dia tersenyum membayangkan itu semua!*** Sementara itu, Kai baru tiba di apartemen mewah milik keluarganya, tepat tengah malam. Semua ruangan sudah sunyi di sana. Hal itu membuat Kai pun melangkahkan kakinya ke kamar dengan perlahan. Ia mendapati wanita yang sudah dinikahinya beberapa minggu ini tengah memunggungi tempatnya
"Apakah tidak ada restoran yang menjual ayam di sini atau kamu terlalu pelit untuk membelinya dengan uangmu," sinis Sera pada akhirnya.Sayangnya, itu semua hanya ada dalam angan-angan gadis itu....“Ra, ayo makan. Kamu mau apa, sayang?” Ucapan sang ibu mertua menyadarkan Sera dari lamunan.Tak hanya itu, tiba-tiba saja sepotong paha ayam sudah mendarat di atas nasi Sera.Dari Samudra, sang papa mertua....Pria yang kebetulan duduk di samping Sera, memang hangat kepada menantunya.Tentu saja di hadapan mereka, ada Lana yang perasaannya menjadi tak baik melihat interaksi Sera dan Samudera yang begitu dekat.“Lana, kamu masih akan pergi menemui client hari ini?” tanya Diani.Lana mengangguk dengan senyum lebar. “Client meminta beberapa contoh dan rencananya Saya dan Kai akan mampir ke kantor Kai.”Diani mengangguk mengerti, bola matanya kemudian beradu dengan Sera. “Kalau begitu hari ini kita bisa pergi keliling New York, Sera. Mama akan membawamu berjalan-jalan.”Berbeda dengan Diani,
“Tapi–”"Ibu ngerasa gak punya muka kalau harus ketemu keluarga Haryadi! Ini semua gara-gara kamu, Kai!” ungkap Diani dengan wajah merah padam. Amarahnya belum padam sepenuhnya.“Gak perlu menjelaskan apapun, Kai.” Samudera yang geram, mengatakannya dengan amarah yang tertahan dalam relung jiwa. Diani juga tak akan membela Kai, dia menyadari kesalahan putra bungsunya. "Ayo, Bu. Kita susul Sera," ajak Samudera. Pasangan suami istri itu bergegas untuk bersiap-siap. Selembar tisu digunakan untuk menghapus jejak air mata yang menganak sungai di pipi Diani dan Samudera. Setelahnya, barulah kunci mobil yang digantung, disambar oleh Samudera yang kali ini menyetir sendiri. Selama perjalanan, Diani sesekali meneteskan air matanya walau dia telah berusaha untuk menahan agar tak berlarut-larut. Sedangkan Samudera, pedal gas diinjak terlalu dalam karena dia ingin segera sampai. "Ibu gak usah khawatir, Papa akan bikin Kai perbaiki semua kesalahan yang udah dia lakuin kali ini," kata Samudera
Di sisi lain, sambil mengotak-atik ponselnya untuk menghubungi Samudera, Kai sadar jika Ayah dan Ibunya semestinya sudah tiba dua jam yang lalu.Hatinya cemas karena ada pemberitaan kecelakaan beruntun.Ia berharap orang tuanya tidak ada dalam daftar korban dalam kejadian tersebut. Itu kenapa Kai menyusul ke rumah sakit di mana Sera berada.Saat Kai tiba, dia baru menyadari bahwa rumah sakit tempat Sera di rawat dan lokasi rumah sakit rujukan kecelakaan itu berada di tempat yang sama.Suasana rumah sakit yang ramai membuat Kai sulit bergerak masuk.“Permisi, apa anda juga korban?” tanya seorang perawat yang menghampiri karena menyadari luka lebam di wajah Kai.“Ah, bukan–”Tepat saat ponselnya ditempelkan ke telinga, saat itu pula Kai melewati bankar yang didorong oleh banyak petugas medis yang terburu-buru. Namun, saat itu juga Kai mendengar dering yang sangat familiar di telinganya. Tring ... ting, ting ... Tring!Kai terhenyak, dia berhenti dan berbalik. Telinganya mendengar deng
Wanita itu duduk termenung, melamun dengan jantung yang berdebar tak karuan.Fara merasa tekanan darahnya membuncah hingga ke ubun-ubun dan membuat kepalanya berdenyut nyeri. Terlebih lagi, rasa bersalah itu seolah meraup habis kewarasan Fara."Astaga, kenapa semuanya harus kejadian bersamaan?" Fara menggeleng tak percaya. Suaminya masih berada dalam perawatan setelah terserang penyakit yang sudah lama bersemayam di dalam raganya. Apa dia terlalu gegabah menikahkan Sera? Penyesalan. Itulah yang berada di benak Fara. Seandainya sang anak tidak menikah dengan pria brengsek seperti Kai. Mungkinkah semuanya tidak akan terjadi. Kekacauan ini mungkin tidak pernah terjadi.“Nyonya Fara?” tanya seorang perawat.“Ya? Saya.”“Maaf, Tuan Dani Haryadi–”Suara dengungan panjang mendadak keluar di telinganya. Baru dua langkah dia berjalan tubuhnya mendadak limbung kedepan dan terbentur dengan ujung kursi berbahan besi. Fara kehilangan kesadarannya. Suaminya juga meninggal?Para Perawat dan Dok
Duduk termenung di samping tubuh Ibunya yang terlihat tak sempurna lagi, lantas membuat hati Sera berdenyut nyeri. Bagaimana tidak, dia harus melalui hari yang pelik setelah ayahnya yang baru saja terkena serangan jantung dan Ibunya yang tidak bisa lagi seperti dulu.Kaki dan tangannya yang membengkok serta takkan bisa digunakan karena enggan untuk lurus, membuat Sera menaruh iba paling dalam terhadap Ibunya.Sera hanya termenung, membayangkan penderitaan seperti apa yang akan dihadapi oleh Ibunya selama beberapa waktu kedepan.Saat sendiri seperti ini, Sera tak sadar ketika pintu ruangan terbuka dan terdengar sedikit derit yang tidak mampu didengar oleh Sera yang sedang termenung. “Sera,” sapa seseorang dari dekat pintu.Sera terhenyak, dia mengusap air mata yang sempat menetes banyak. Sera bergeser, memberikan ruang pada para ipar yang menjenguk Ibunya.“Kamu tidak pulang sama sekali, Sera. Pulanglah, Mbak Lila akan bergantian menjaga ibu kamu.”Sera menggeleng atas tawaran Lila.