Share

Bab 2. Ceraikan aku.

Penulis: Tifa Nurfa
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-24 14:25:40

"Ini Kiara. Calon adik madumu."

Ucapan Mas Bima bagai sambaran petir di siang bolong. 

“A-apa?” bisikku. Aku bisa melihat senyum di bibir Kiara menjadi senyum miring, seperti sedang mengejek.

Bodohnya aku, aku tidak curiga. Aku menepis kecemburuan yang hadir, karena aku pikir, aku bisa memercayai Mas Bima sepenuh hati.

Nyatanya aku salah.

“Kamu sudah dengar, Nayra,” ucap Mas Bima. “Aku akan menikahi Kiara sebagai istri keduaku.”

"Enggak Mas, aku nggak mau di madu." Aku berbisik.

Mas Bima menghela napas. Tatapannya padaku tampak tajam. "Aku butuh keturunan.” Ia berucap tegas. “Lagipula, dokter sudah bilang kalau kamu akan sulit untuk hamil lagi.”

“Toh,” lanjut  Mas Bima. “Sekalipun hamil, memangnya kamu bisa jamin kamu bisa menjaga kandunganmu di waktu mendatang? Istri ceroboh.”

Ucapannya benar-benar menyakitiku. Membuat dadaku makin lama makin sesak. 

Inikah perlakuan yang harus aku terima karena aku menikahi suamiku ini tanpa restu keluarga? Hingga aku harus menerima penghinaan seperti ini?

Namun, apakah memang aku pantas diperlakukan begini? 

"Aku baru saja kehilangan calon anak kita, Mas. Ada kejanggalan, tapi daripada mendukungku menyelidikinya, kamu justru membawa perempuan lain ke rumah ini?” Aku tersenyum getir sembari menatap Mas Bima, Kiara, dan ibu mertuaku bergantian. “Atau jangan-jangan ini memang rencana kalian?”

"Jangan bicara sembarangan!" ucap Mas Bima tajam.

“Mas, jangan teriak-teriak,” ucap Kiara dengan suara pelan. Wanita itu menyentuh lengan suamiku sambil menatap Mas Bima dengan mata berkaca-kaca. “Aku yakin Nayra hanya syok saja dan belum menerima kenyataan. Aku yakin dia tidak bermaksud menyakitiku.”

Mas Bima menghela napas berat. “Kamu memang terlalu baik, Kiara,” ucapnya dengan lembut. “Berbeda dengan Nayra yang hobi sekali menyalahkan orang lain.”

Cukup!

"Lebih baik aku mundur daripada aku harus dimadu."

Akhirnya aku mengucapkan kalimat tersebut. Pandanganku lurus tertuju pada Mas Bima yang langsung menoleh menatapku dengan ekspresi yang sulit kuartikan.

“Jika memang Mas Bima tetap ingin menikahi Kiara,” ucapku. “Dia harus menceraikan aku terlebih dahulu.”

Setelah disalah-salahkan begitu dan berakhir akan dimadu, untuk apa aku di sini? Keberadaanku sebagai istri pun tidak akan dianggap lagi jika sudah ada Kiara.

“Ck. Aneh-aneh saja. Memang kamu mau ke mana kalau cerai, hah? Mau kembali ke keluargamu yang miskin itu? Yang kamu tinggalkan karena tergila-gila dengan harta Bima?” 

Ucapan ibu mertuaku itu membuatku kembali diam. Jadi itu pikiran beliau terhadapku selama ini?

“Sudahlah, nurut saja, Nay. Jadi istri pertama yang baik.” Ibu mertua melanjutkan. “Kiara kan bekerja, pegawai kantoran. Tidak kayak kamu. Nah, kamu nanti bagian di rumah. Beres-beres seperti biasa, sementara Bima dan Kiara bekerja. Toh, kalau sudah promil, Kiara tidak boleh terlalu kelelahan–”

"Ceraikan aku, Mas." Aku menyela ucapan ibu mertuaku. Tatapanku lurus ke arah Mas Bima.

Ekspresi Mas Bima tidak bisa terbaca saat aku mengatakan itu, karenanya aku melanjutkan, “Aku tidak mau tinggal di bersama orang-orang licik yang sama sekali tidak menghargaiku.” 

“Jaga mulutmu, Nayra!” Pelipis Mas Bima berkedut, tidak terima. 

Aku tersenyum miring. “Untuk apa? Kamu sendiri tidak bisa menjaga perilakumu,” ucapku tenang. Aku berusaha untuk tidak menangis lagi.

“Baik! Itu maumu. Toh aku tidak butuh istri pembangkang yang tidak bisa menghormatiku!” tukas Mas Bima. “Aku jatuhkan talak atas dirimu, Nayra Calista. Mulai saat ini, kamu bukan lagi istriku!”

Mataku memejam selama beberapa saat sebelum kemudian mengangguk dan berbalik berjalan pergi untuk mengemasi barangku.

"Kalau memang mau pergi, ya pergi saja sana! Tak usah banyak bicara!” Aku masih bisa mendenagr ibu mertuaku mengomel, membentak-bentak sepenuh hati. 

Lalu beliau melanjutkan, “Orang miskin saja sombong betul. Ingat, Nayra! Kamu ini bukan siapa-siapa. Kamu hanya akan jadi gelandangan yang terlunta-lunta di luaran sana setelah keluar dari sini!"

Mungkin. Aku tidak menyangkal.

Itulah yang mungkin harus kudapatkan karena telah membuang keluargaku untuk menikahi Bima.

Tapi itu lebih baik dibandingkan terus berada di sini.

Sesampainya di kamar, aku mengumpulkan barang-barangku dengan tangan yang bergetar. Sekuat tenaga aku menahan lesakan air mata yang hendak memenuhi pelupuk mata.

"Eh, eh, tunggu! Barang apa itu yang mau kamu bawa?!"

Bab terkait

  • Mantan Istri Membalas Suami Arogan   Bab 3. Diusir.

    "Eh, eh, tunggu! Barang apa itu yang mau kamu bawa?!"Tiba-tiba saja Ibu merangsek masuk kamar, dan dengan kasar menarik koper yang handak aku tutup.Aku terkejut."Barang-barang itu ...." Wanita paruh baya itu mengacak-acak koperku, menarik keluar benda-benda yang pernah Bima berikan. "Kamu kira kamu bisa pergi membawa semua ini? Nggak. Nggak bisa! Semua barang-barang ini, di beli dengan uang Bima. Jadi kamu tak berhak membawanya! Kamu yang menginginkan pergi dari sini, jadi pergilah tanpa membawa apapun dari sini, kecuali pakaian yang kamu pakai itu." Aku tersentak.Ini bukan soal barang, tapi ini seperti penghinaan bagiku."Baik, aku tak butuh dengan semua barang-barang ini."Sekar tertawa sinis, seolah merasa menang.Dengan tangan kasar, ia menarik keluar perhiasan dari koperku, seakan ingin menghancurkan sisa-sisa harga diriku. Tapi aku tidak peduli. Aku tidak ingin membawa apapun lagi dari tempat ini, bahkan kenangan yang menyakitkan sekalipun.Padahal beberapa perhiasan itu

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-24
  • Mantan Istri Membalas Suami Arogan   Bab 4. Kembali pada keluarga.

    Dia Pradipta, kakakku. "Apa yang terjadi? Sampai malam-malam begini di tengah hujan, kamu di luaran seperti ini?" Aku terdiam tak mampu menjawab, dengan kedua tangan memeluk diri, merasakan hawa dingin yang makin menusuk tulang, karena baju yang basah kuyup terkena AC mobil. Gerakan tangannya cepat mematikan pendingin di dalam mobil ini. Mobil melaju dengan kecepatan tinggi membelah jalanan yang gelap, dan derai hujan juga kilat yang menyambar. Tak lama terdengar ponselnya berdering. Ia langsung memasang headset dan mengangkat telepon. "Hallo, Aksa, lain kali kita bahas rencana kerjasama kita. Sekarang aku ada urusan mendadak. Sorry ya." Ia sepertinya ada janji dengan temannya, dan kini ia membatalkannya. Kembali hening menyelimuti. Kak Pradipta seakan memberiku waktu untuk menenangkan diri. Sesekali ia melirikku dengan ekspresi yang sulit kuartikan. Aku paham dua pasti kecewa. Mobil memasuki halaman yang luas. Bangunan apartemen menjulang tinggi berdiri kokoh dan

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-24
  • Mantan Istri Membalas Suami Arogan   Bab 5. Mulai Bangkit.

    Bab 5 "Ya. Si Brengsek itu telah berani menyakitinya." Dengan siapa Kak Dipta bicara? Apa dia telpon Kak Arya? Aku tertegun. "Sepertinya memang mereka punya rencana jahat." "Iya Kak, itu pasti, tidak akan kubiarkan orang yang sudah menyakiti adik kecil kita, itu melenggang bebas. Aku pastikan mereka akan menyesal." Aku kembali merebahkan tubuhku di pembaringan. Kak Dipta sepertinya menghubungi Kak Arya, mereka berdua memang sangat sayang padaku, aku seakan gadis kecil kesayangan bagi mereka. Sejak dulu. Aku kembali memejamkan mata menjemput mimpi. *** "Bagaimana keadaanmu hari ini?" tanya Kak Dipta, pagi ini di meja makan. "Aku sudah lebih baik, Kak." "Oke. Hari ini kita akan pulang ke rumah. Rumah itu terlalu sepi sejak kamu memutuskan pergi demi laki-laki brengsek itu!" Aku tersenyum tipis. Kemudian mulai memotong roti sandwich yang sudah di siapkan oleh kakakku yang tampan satu ini. Selesai sarapan, kami akan langsung ke rumah. Rumah orang tua kami. Ham

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-24
  • Mantan Istri Membalas Suami Arogan   Bab 1. Dianggap tidak becus.

    "Kamu keguguran karena nggak bisa jaga diri! Mau menyalahkan siapa lagi!?"Aku terkejut dengan ucapan Mas Bima. Sepasang mataku terbelalak tak percaya. Kata-kata suamiku itu seperti pisau yang menancap di hati, membuatku nyeri sampai terasa menyesakkan.Pria itu berdiri tegak di hadapanku dengan tangan berkacak pinggang, menatapku dengan marah.Kami baru kehilangan calon bayi kami beberapa hari yang lalu. Aku bisa memahami kemarahannya karena Mas Bima memang menantikan kelahiran anak laki-laki di tengah pernikahan kami yang sudah berusia dua tahun. Aku tahu ia menginginkan penerus, apalagi karena ibu mertuaku terus-menerus meminta cucu.Selama beberapa saat, aku tidak bisa mengatakan apa pun.“Mas,” Ketika aku bisa bersuara kembali, kusodorkan berkas pemeriksaan di tangan, “coba Mas lihat dulu. Hasil tes ini menunjukkan–”Tanpa memberikan kesempatan padaku untuk menyelesaikan kalimat, Mas Bima merebut berkas di tangan lalu membuangnya ke lantai.“Cukup, Nayra! Terimalah kenyataan bahw

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-24

Bab terbaru

  • Mantan Istri Membalas Suami Arogan   Bab 5. Mulai Bangkit.

    Bab 5 "Ya. Si Brengsek itu telah berani menyakitinya." Dengan siapa Kak Dipta bicara? Apa dia telpon Kak Arya? Aku tertegun. "Sepertinya memang mereka punya rencana jahat." "Iya Kak, itu pasti, tidak akan kubiarkan orang yang sudah menyakiti adik kecil kita, itu melenggang bebas. Aku pastikan mereka akan menyesal." Aku kembali merebahkan tubuhku di pembaringan. Kak Dipta sepertinya menghubungi Kak Arya, mereka berdua memang sangat sayang padaku, aku seakan gadis kecil kesayangan bagi mereka. Sejak dulu. Aku kembali memejamkan mata menjemput mimpi. *** "Bagaimana keadaanmu hari ini?" tanya Kak Dipta, pagi ini di meja makan. "Aku sudah lebih baik, Kak." "Oke. Hari ini kita akan pulang ke rumah. Rumah itu terlalu sepi sejak kamu memutuskan pergi demi laki-laki brengsek itu!" Aku tersenyum tipis. Kemudian mulai memotong roti sandwich yang sudah di siapkan oleh kakakku yang tampan satu ini. Selesai sarapan, kami akan langsung ke rumah. Rumah orang tua kami. Ham

  • Mantan Istri Membalas Suami Arogan   Bab 4. Kembali pada keluarga.

    Dia Pradipta, kakakku. "Apa yang terjadi? Sampai malam-malam begini di tengah hujan, kamu di luaran seperti ini?" Aku terdiam tak mampu menjawab, dengan kedua tangan memeluk diri, merasakan hawa dingin yang makin menusuk tulang, karena baju yang basah kuyup terkena AC mobil. Gerakan tangannya cepat mematikan pendingin di dalam mobil ini. Mobil melaju dengan kecepatan tinggi membelah jalanan yang gelap, dan derai hujan juga kilat yang menyambar. Tak lama terdengar ponselnya berdering. Ia langsung memasang headset dan mengangkat telepon. "Hallo, Aksa, lain kali kita bahas rencana kerjasama kita. Sekarang aku ada urusan mendadak. Sorry ya." Ia sepertinya ada janji dengan temannya, dan kini ia membatalkannya. Kembali hening menyelimuti. Kak Pradipta seakan memberiku waktu untuk menenangkan diri. Sesekali ia melirikku dengan ekspresi yang sulit kuartikan. Aku paham dua pasti kecewa. Mobil memasuki halaman yang luas. Bangunan apartemen menjulang tinggi berdiri kokoh dan

  • Mantan Istri Membalas Suami Arogan   Bab 3. Diusir.

    "Eh, eh, tunggu! Barang apa itu yang mau kamu bawa?!"Tiba-tiba saja Ibu merangsek masuk kamar, dan dengan kasar menarik koper yang handak aku tutup.Aku terkejut."Barang-barang itu ...." Wanita paruh baya itu mengacak-acak koperku, menarik keluar benda-benda yang pernah Bima berikan. "Kamu kira kamu bisa pergi membawa semua ini? Nggak. Nggak bisa! Semua barang-barang ini, di beli dengan uang Bima. Jadi kamu tak berhak membawanya! Kamu yang menginginkan pergi dari sini, jadi pergilah tanpa membawa apapun dari sini, kecuali pakaian yang kamu pakai itu." Aku tersentak.Ini bukan soal barang, tapi ini seperti penghinaan bagiku."Baik, aku tak butuh dengan semua barang-barang ini."Sekar tertawa sinis, seolah merasa menang.Dengan tangan kasar, ia menarik keluar perhiasan dari koperku, seakan ingin menghancurkan sisa-sisa harga diriku. Tapi aku tidak peduli. Aku tidak ingin membawa apapun lagi dari tempat ini, bahkan kenangan yang menyakitkan sekalipun.Padahal beberapa perhiasan itu

  • Mantan Istri Membalas Suami Arogan   Bab 2. Ceraikan aku.

    "Ini Kiara. Calon adik madumu."Ucapan Mas Bima bagai sambaran petir di siang bolong. “A-apa?” bisikku. Aku bisa melihat senyum di bibir Kiara menjadi senyum miring, seperti sedang mengejek.Bodohnya aku, aku tidak curiga. Aku menepis kecemburuan yang hadir, karena aku pikir, aku bisa memercayai Mas Bima sepenuh hati.Nyatanya aku salah.“Kamu sudah dengar, Nayra,” ucap Mas Bima. “Aku akan menikahi Kiara sebagai istri keduaku.”"Enggak Mas, aku nggak mau di madu." Aku berbisik.Mas Bima menghela napas. Tatapannya padaku tampak tajam. "Aku butuh keturunan.” Ia berucap tegas. “Lagipula, dokter sudah bilang kalau kamu akan sulit untuk hamil lagi.”“Toh,” lanjut Mas Bima. “Sekalipun hamil, memangnya kamu bisa jamin kamu bisa menjaga kandunganmu di waktu mendatang? Istri ceroboh.”Ucapannya benar-benar menyakitiku. Membuat dadaku makin lama makin sesak. Inikah perlakuan yang harus aku terima karena aku menikahi suamiku ini tanpa restu keluarga? Hingga aku harus menerima penghinaan seper

  • Mantan Istri Membalas Suami Arogan   Bab 1. Dianggap tidak becus.

    "Kamu keguguran karena nggak bisa jaga diri! Mau menyalahkan siapa lagi!?"Aku terkejut dengan ucapan Mas Bima. Sepasang mataku terbelalak tak percaya. Kata-kata suamiku itu seperti pisau yang menancap di hati, membuatku nyeri sampai terasa menyesakkan.Pria itu berdiri tegak di hadapanku dengan tangan berkacak pinggang, menatapku dengan marah.Kami baru kehilangan calon bayi kami beberapa hari yang lalu. Aku bisa memahami kemarahannya karena Mas Bima memang menantikan kelahiran anak laki-laki di tengah pernikahan kami yang sudah berusia dua tahun. Aku tahu ia menginginkan penerus, apalagi karena ibu mertuaku terus-menerus meminta cucu.Selama beberapa saat, aku tidak bisa mengatakan apa pun.“Mas,” Ketika aku bisa bersuara kembali, kusodorkan berkas pemeriksaan di tangan, “coba Mas lihat dulu. Hasil tes ini menunjukkan–”Tanpa memberikan kesempatan padaku untuk menyelesaikan kalimat, Mas Bima merebut berkas di tangan lalu membuangnya ke lantai.“Cukup, Nayra! Terimalah kenyataan bahw

DMCA.com Protection Status