Share

Bab 5. Mendapat Dukungan

Penulis: Tifa Nurfa
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-24 14:27:17

Bab 5. Mendapat dukungan.

Aku memilih mengabaikan ucapan Kak Dipta. Aku baru saja mengalami suatu hal yang memporak-porandakan hatiku. Aku masih butuh waktu untuk menenangkan diri.

"Nanti dulu lah Kak. Aku masih ingin istirahat dulu. Aku masih kangen dengan suasana rumah, aku masih mau tenangin pikiran dulu. Aku juga ingin ziarah ke makam Papa dan Mama. Aku ingin menikmati suasana baru sebagai diriku yang baru, saat ini," ucapku jujur.

Kak Pradipta tersenyum.

"Ya, Kakak mengerti, tapi ingat satu hal, jangan terlalu lama bersedih, itu tidak baik. Kamu harus kembali menatap masa depan. Kantor ini selalu terbuka untukmu, kapan pun kamu mau kembali bergabung."

Aku mengangguk haru, merasa bangga memiliki keluarga yang begitu sangat mensupport.

"Terimakasih Kak, kalau saja dulu aku mendengarkan, semua yang Kakak–"

"Sudah Nay, yang berlalu biarlah jadi pelajaran, sekarang sudah saatnya kamu kembali menentukan jalan hidup yang lebih baik."

Kembali aku mengangguk. Ya, Kak Dipta benar, aku tak boleh terlalu lama larut dalam kesedihan ini.

"Sekarang apa rencanamu?"

"Mungkin saat ini aku ingin fokus dengan perceraian, Kak. Sudah tak ada lagi yang perlu di pertahankan."

Aku berdiri menatap ke luar jendela di ruang kerja Kak Dipta, yang menyuguhkan pemandangan kota ini dari atas.

"Bagus. Lebih cepat itu lebih baik. Aku ada teman seorang pengacara handal, sepertinya dia bisa membantumu untuk mengurus segala sesuatunya."

Setelah berbincang dengan Kak Dipta aku berjalan santai di sekitar kantor. Lebih tepatnya melepas rindu setelah sekian lama aku tak berkunjung kemari.

Bertegur sapa dengan beberapa karyawan senior yang kenal denganku. Dulu ketika Papa Masih ada, memang aku sesekali main kemari.

Setelah puas berjalan-jalan di sekitar, aku kembali ke ruang kerja Kak Dipta.

"Gimana? Sudah puas berkeliling kantor?"

Aku tersenyum menanggapi.

"Ya, tadi ngobrol-ngobrol sebentar sama Bu Feli. Dia masih sama, selalu asyik di ajak ngobrol. Ya, aku bertanya beberapa hal soal perkembangan kantor. Dibawah kepemimpinan Kak Dipta, perusahaan ini berkembang cukup pesat. Keren." Aku mengacungkan dua jempol untuk kakakku.

Bu Feli adalah karyawan senior di bagian keuangan, dia sudah mengabdi di perusahaan ini sejak Papa yang memimpin.

"Bukan aku saja, berkat Kak Arya, dia mengajariku tentang banyak hal," sahutnya.

"Ya, ya, kalian berdua memang the best! Jiwa bisnisman Papa menurun pada Kalian berdua," pujiku.

"Ya, kau benar, dan itu semua berkat didikan keras dari Papa. Dan sekarang saatnya kamu tunjukkan, kalau kau juga anak Papa yang juga mewarisi jiwa bisnis Papa," ucapannya dengan begitu bersemangat.

Masih duduk santai di ruang kerja Kak Dipta, tiba-tiba saja pintu ruangan di ketuk seseorang dari luar, kemudian pintu ruangan terbuka.

"Oh, Sorry, ada tamu rupanya. Maaf, saking seringnya saya kemari, jadi terbiasa langsung masuk saja. Maaf, saya permisi kalau gitu, nanti saya kembali lagi."

Laki-laki memakai jas rapi bertubuh tegap tinggi, dengan tatanan rambut rapi. Itu pun terlihat canggung, ia gegas berbalik badan.

"Eh, Aksa! Tunggu! Mau kemana? Sini dulu!" cegah Kak Dipta. Laki-laki itu pun menghentikan langkahnya, terlihat canggung karena ada aku di sini.

"Kenalin ini adikku Nayra."

Seketika ia menoleh.

"Oh, Nayra, adikmu? Aku pikir ...."

"Kau pikir siapa? Hem?"

"Aku pikir pacarmu," jawab laki-laki yang baru kutahu bernama Aksa itu sambil terkekeh, berlahan raut wajahnya berubah, tak lagi Secanggung tadi.

"Memangnya kau lupa dengan wajah Nayra?" Ia menggaruk pelan belakang kepalanya.

"Ya, aku pangling, dulu terakhir aku melihatnya dia masih kecil, masih SMA," ucapnya terkekeh.

Kak Dipta pun ikut tertawa.

"Sudah, duduklah sini. Kemarin aku membatalkan ketemu denganmu, ya karena ini. Aku ketemu Nayra di jalan pas hujan lebat itu," tutur Kak Dipta membuatku sedikit merasa malu. Pasalnya dia menceritakan keadaanku yang saat itu pada orang lain, ya walaupun dia itu sahabat dekatnya.

"Nayra, ini Aksa, dia sahabat baikku. Dia ini pemilik PT Dikara Jaya Medika."

Aku tersenyum seraya menangkupkan kedua tanganku. Ia pun mengangguk tersenyum.

"Ah ya, Aksa, aku jadi teringat sesuatu. Bisnismu kan, di bidang alat kesehatan, pastinya kau punya kenalan dokter-dokter hebat bukan? Sepertinya kau bisa membantuku untuk menyelesaikan masalah Nayra."

Aku tertegun, masih belum sepenuhnya mengerti mendengar ucapan Kak Dipta.

"Ya, lumayan, aku mengenal banyak dokter yang dan pemilik rumah sakit yang biasanya mengorder alat-alat medis ke perusahaanku."

"Nah tepat sekali. Jadi gini, Nayra beberapa waktu lalu mengalami keguguran dan ya ... dia ada mencurigaj sesuatu. Mengenai penyebab keguguran yang dialaminya. Sebab ada sesuatu yang janggal."

Aksa, sejenak terdiam, terlihat serius mendengarkan ucapan Kak Dipta.

"Jadi maksudmu, ini ada semacam kesengajaan yang membuatnya agar janinnya tidak selamat?"

"Tepat," sarkas Kak Dipta.

Aksa menarik napas dalam, seakan paham jika ini memang masalah serius.

"Kita akan menyelidiki ini, aku percaya pada analisa Nayra, karena memang keluarga mereka, seakan senang dengan keguguran yang dialami Nayra," jelas Dipta.

Aksa mengangguk paham.

"Baik, aku akan menghubungi beberapa rekanku."

Aku tersenyum merasa lega, seolah ada kekuatan baru yang datang, membantuku mengungkap ini.

***

Sepulang dari kantor Kak Dipta, aku langsung ke makam Mama dan Papa. Rasa sesak Seketika menyeruak di dalam dada menatap gundukan tanah merah di depan mataku.

Rasa rindu yang selama ini menggelayut, seakan makin terasa menyakitkan. Semenjak kepergian Mama dan Papa, kami di paksa harus mandiri.

"Ma, Pa, maafkan Nay ya, Nay sudah mengecewakan. Kini Nay menyesal Ma, Pa. Penyesalan yang tiada artinya lagi. Dia yang selama ini Nay perjuangkan, ternyata tega menyakiti." Aku bergumam lirih, dengan suara tercekat di tenggorokan.

"Andai saja Mama dan Papa masih ada, tentu Mama dan Papa sama kecewanya seperti Kak Dipta dan Kak Arya." Aku terisak sendiri, di temani desau angin yang berhembus, mengibarkan hijab hitam yang kukenakan.

Aku menyeka jejak air mata yang membasahi pipi. Aku pastikan akan membuat mereka menyesal telah memperlakukanku seperti ini.

Tak akan aku biarkan mereka tertawa dan bahagia di atas penderitaanku.

Tekadku kuat. Setelah puas bercerita sendiri, di depan pusara, aku bangkit hendak pulang ke rumah.

Baru saja kaki ini melangkah keluar area pemakaman, ponsel dalam tas-ku berdering. Tertera sebuah nomer tak dikenal memanggil.

Bersambung.

Bab terkait

  • Mantan Istri Membalas Suami Arogan   Bab 6. Bertemu di persidangan .

    Aku memandangi layar ponselku yang sejenak terdiam, sebelum akhirnya bergetar lagi. Panggilan tak dikenal, untuk yang kesekian kalinya. Ragu, aku menatap nomor asing itu sejenak, dan seolah sebuah firasat buruk datang menyelubungi hatiku. Aku menahan napas, dan menekan tombol hijau, berusaha menenangkan diri."Ya, Hallo.""Hallo, dengan Ibu Nayra?" Suara pria di ujung telepon itu terdengar tegas, namun ada ketenangan yang meyakinkan."Iya benar. Maaf ini siapa?" Aku menatap layar dengan penasaran, merasa ada sesuatu yang penting."Perkenalkan, saya Arif Zainal, saya pengacara. Kebetulan saya mendapatkan mandat dari Pak Pradipta untuk membantu Ibu Nayra dalam mengurusi perceraian," kata pria itu dengan suara yang penuh percaya diri, seolah sudah mengenal keadaan tanpa perlu banyak penjelasan.Aku terkejut, namun rasa lega segera mengalir begitu mendengar nama Kak Dipta disebut. Ternyata, Kak Dipta memang tidak pernah tinggal diam. Selalu ada langkah cepat yang diambil untuk memastikan

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-17
  • Mantan Istri Membalas Suami Arogan   Bab 7. Mulai menyelidiki

    "Ya! Dan kamu Bima! Rumah tanggamu dengan Nayra mungkin sudah selesai, tapi urusanmu denganku belum selesai! Aku akan buat perhitungan denganmu!" ucap Kak Dipta lantang.Bima tersenyum mengejek, melihat kehadiran Kak Dipta di sini."Oh, baguslah kalau Kak Dipta masih ingat sama Nayra. Biar Kak Dipta tahu bagaimana cerobohnya dia." "Tutup mulutmu, baji**an! Aku tahu itu hanya alasanmu saja, Dasar pengecut! Hanya laki-laki pecundang yang bisanya memanfaatkan keadaan ini, untuk bisa menikah lagi dengan selingkuhan kamu itu!" ucap Kak Dipta menggebu-gebu."Terserah apa katamu, Bung!" Bima hanya tersenyum sinis, kemudian berbalik badan mengabaikan Kak Dipta."Heh, tunggu, Brengsek!"BUGH!!sebuah pukulan keras di layangkan Kak Dipta tepat mengenai rahang sebelah kiri Bima.Membuat kami semua di sini terkejut, aku reflek menutup mulutku dengan telapak tangan, dan Bu Sekar reflek berteriak.Tubuh Bima sontak terhuyung akibat dihadiahi pukulan mendadak dari Kak Dipta. Rahang sebelah kirinya

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-21
  • Mantan Istri Membalas Suami Arogan   Bab 8. Di Rumah Sakit.

    Rumah sakit Kasih Bunda."Selamat siang, saya ingin konsultasi dengan dokter Miranda," ucapku pada petugas pendaftaran pasien."Dokter Miranda, hari ini ada dari jam delapan sampai jam dua belas. Ini nomer antrian Anda ." Dengan cekatan petugas laki-laki yang mengenakan pakaian batik itu memberikan struk nomer antrian padaku."Baik, terimakasih."Aku dan Aksa melangkah ke depan ruang praktek dokter Miranda. Sudah ada sekitar 5 orang yang sedang mengantri. Aku dan Aksa duduk bersisian, meski terkadang ada rasa canggung menyelimuti, tapi aku berusaha biasa saja. Karena memang aku butuh bantuannya."Apa kamu mau minum, biar aku beli," ujar Aksa."Oh tidak perlu, nanti saja."Aksa pun kembali duduk di sebelahku, sibuk dengan gawai-nya.Suasana ruang tunggu terasa penuh, meski orang-orang duduk dengan tenang. Suara anak kecil yang merengek pelan memecah keheningan, disusul dengan bisikan lembut ibunya mencoba menenangkan. Aku mengalihkan pandangan ke arah Aksa, yang tampak serius menatap

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-23
  • Mantan Istri Membalas Suami Arogan   Bab 9. Mengungkap teka-teki.

    "Kau siap dengan penyelidikan kita selanjutnya, Nay?"Aku mengangguk pelan, meski sebenarnya aku tidak yakin dengan jawabanku sendiri.Kami berjalan keluar dari rumah sakit tanpa banyak bicara. Aksa membawa map itu erat di tangannya, sementara aku hanya menatap kosong ke depan. Langit mendung sore itu, seolah-olah ikut memahami kekacauan di pikiranku.Di parkiran, Aksa membuka pintu mobil untukku, tapi aku tidak langsung masuk. Aku berdiri di sana, memandang rumah sakit di belakangku. "Aksa," panggilku pelan, membuatnya berhenti dan menoleh."Hm?""Kalau benar ini semua disengaja... kenapa? Aku nggak ngerti kenapa seseorang mau menyakitiku, menyakiti bayiku." Suaraku pecah, meski aku berusaha keras menahannya. "Aku nggak punya musuh. Aku nggak pernah berbuat salah sama siapa pun."Aksa diam sejenak, lalu menatapku dengan serius. "Kadang, jawaban itu nggak langsung kita temukan. Tapi yang jelas, ini bukan salahmu, Nayra. Ingat itu."Aku mengangguk pelan, tapi hatiku tetap terasa berat.

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-23
  • Mantan Istri Membalas Suami Arogan   Bab 1. Dianggap tidak becus.

    Bab 1 Dituding Tidak Becus "Kamu keguguran karena nggak bisa jaga diri! Mau menyalahkan siapa lagi!?" Aku terkejut dengan ucapan suamiku. Kata-kata Mas Bima seperti pisau yang menancap di hati, membuatku nyeri sampai terasa menyesakkan. Pria itu berdiri tegak di hadapanku dengan tangan berkacak pinggang, menatapku dengan marah. Selama beberapa saat, aku tidak bisa mengatakan apa pun. Kami baru kehilangan calon bayi kami beberapa hari yang lalu. Aku bisa memahami kemarahannya karena Mas Bima memang menantikan kelahiran anak laki-laki di tengah pernikahan kami yang sudah berusia dua tahun. Aku tahu ia menginginkan penerus, apalagi karena ibu mertuaku terus-menerus meminta cucu. Namun, apakah ia harus menyalahkanku sekeras ini? Aku juga kehilangan. Ditambah lagi– “Mas,” Ketika aku bisa bersuara kembali, kusodorkan berkas pemeriksaan di tangan, “coba Mas lihat dulu. Hasil tes ini menunjukkan–” Tanpa memberikan kesempatan padaku untuk menyelesaikan kalimat, Mas Bima merebut berkas di

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-24
  • Mantan Istri Membalas Suami Arogan   Bab 2. di usir.

    Bab 2 di usir "Kalau memang kamu mau menikahi Kiara, maka ceraikan aku, Mas," kataku lagi dengan suara bergetar. Seketika Mas Bima menoleh, menatapku lamat-lamat. Entah apa yang ada di pikiran laki-laki itu. Cukup sudah dia menghancurkan hatiku. Aku seperti tak punya harga diri di matanya. "Baik. Kalau maumu seperti itu. Silahkan pergi dari sini." Aku terpana. Ringan saja kalimat itu keluar dari mulut laki-laki yang selama ini aku perjuangkan. Ya, dia benar mengusirku. Setelah semua yang sudah aku lakukan semuanya. Aku rela meninggalkan keluargaku demi dia. Kini aku telah dicampakkan. Dengan cepat aku mengusap air mata yang entah sejak kapan sudah menganak sungai. Hati yang terluka ini bagai di siram air garam dia tengah luka yang menganga. Perih bukan main. Aku melirik ke arah Mama mertuaku. Ia tersenyum simpul. Tentu saja dia senang. Sejak awal beliau memang tak menyukaiku. "Baik, aku akan pergi dari sini. Aku juga tak sudi tetap di sini, apalagi tinggal bersama Sam-pah se

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-24
  • Mantan Istri Membalas Suami Arogan   Bab 3. kembali pada keluarga.

    Bab 3. "Masuk," ucapnya lugas, menyadarkanku akan sesuatu. Dengan langkah pelan namun pasti aku memasuki mobil mewah berwarna hitam. Beberapa saat kami saling diam. Sekilas aku melirik wajahnya, rahangnya mengeras sekaligus gurat kekecewaan terlihat di sana. Dia Pradipta, kakakku. "Apa yang terjadi? Sampai malam-malam begini di tengah hujan, kamu di luaran seperti ini?" tanyanya terdengar tajam. Aku terdiam tak mampu menjawab, dengan kedua tangan memeluk diri, merasakan hawa dingin yang makin menusuk tulang, karena baju yang basah kuyup terkena AC mobil. Melihatku kedinginan, gerakan tangan Kak Pradipta cepat mematikan pendingin di dalam mobil ini. Mobil melaju dengan kecepatan tinggi membelah jalanan yang gelap, di tengah derai hujan juga kilat yang menyambar. Tak lama terdengar ponselnya berdering. Ia langsung memasang headset di telinganya dan mengangkat telepon. "Hallo, Aksa, maaf, aku tak jadi kesana. Lain kali kita bahas rencana kerjasama kita. Sekarang aku ada urusan m

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-24
  • Mantan Istri Membalas Suami Arogan   Bab 4. Mulai Bangkit

    Bab 4 "Ya. Si Brengsek itu telah berani menyakitinya." Dengan siapa Kak Dipta bicara? Apa dia telpon Kak Arya? Aku tertegun. "Sepertinya memang mereka punya rencana jahat," ucapnya lagi. "Iya, itu pasti, tidak akan kubiarkan orang yang sudah menyakiti adik kecil kita, itu melenggang bebas. Aku pastikan mereka akan menyesal." Kembalinya aku pada keluargaku tentu saja memantik emosi tersendiri pada kedua kakakku. Aku memilih merebahkan tubuhku di pembaringan. Kak Dipta sepertinya menghubungi Kak Arya, mereka berdua memang sangat sayang padaku, aku seakan gadis kecil kesayangan bagi mereka. Sejak dulu. Dan dengan kejadian ini, tentu mereka tak terima aku di perlakukan seperti ini oleh mereka. Aku jadi semakin merasa bersalah telah mengabaikan masukkan dari mereka, sebelum mengambil keputusan untuk menikah dengan Mas Bima. Aku membuang napas berat, dan memejamkan mata, jiwa raga ini terasa sangat lelah. *** "Bagaimana keadaanmu hari ini, Dek?" tanya Kak Dipta, pagi ini di meja m

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-24

Bab terbaru

  • Mantan Istri Membalas Suami Arogan   Bab 9. Mengungkap teka-teki.

    "Kau siap dengan penyelidikan kita selanjutnya, Nay?"Aku mengangguk pelan, meski sebenarnya aku tidak yakin dengan jawabanku sendiri.Kami berjalan keluar dari rumah sakit tanpa banyak bicara. Aksa membawa map itu erat di tangannya, sementara aku hanya menatap kosong ke depan. Langit mendung sore itu, seolah-olah ikut memahami kekacauan di pikiranku.Di parkiran, Aksa membuka pintu mobil untukku, tapi aku tidak langsung masuk. Aku berdiri di sana, memandang rumah sakit di belakangku. "Aksa," panggilku pelan, membuatnya berhenti dan menoleh."Hm?""Kalau benar ini semua disengaja... kenapa? Aku nggak ngerti kenapa seseorang mau menyakitiku, menyakiti bayiku." Suaraku pecah, meski aku berusaha keras menahannya. "Aku nggak punya musuh. Aku nggak pernah berbuat salah sama siapa pun."Aksa diam sejenak, lalu menatapku dengan serius. "Kadang, jawaban itu nggak langsung kita temukan. Tapi yang jelas, ini bukan salahmu, Nayra. Ingat itu."Aku mengangguk pelan, tapi hatiku tetap terasa berat.

  • Mantan Istri Membalas Suami Arogan   Bab 8. Di Rumah Sakit.

    Rumah sakit Kasih Bunda."Selamat siang, saya ingin konsultasi dengan dokter Miranda," ucapku pada petugas pendaftaran pasien."Dokter Miranda, hari ini ada dari jam delapan sampai jam dua belas. Ini nomer antrian Anda ." Dengan cekatan petugas laki-laki yang mengenakan pakaian batik itu memberikan struk nomer antrian padaku."Baik, terimakasih."Aku dan Aksa melangkah ke depan ruang praktek dokter Miranda. Sudah ada sekitar 5 orang yang sedang mengantri. Aku dan Aksa duduk bersisian, meski terkadang ada rasa canggung menyelimuti, tapi aku berusaha biasa saja. Karena memang aku butuh bantuannya."Apa kamu mau minum, biar aku beli," ujar Aksa."Oh tidak perlu, nanti saja."Aksa pun kembali duduk di sebelahku, sibuk dengan gawai-nya.Suasana ruang tunggu terasa penuh, meski orang-orang duduk dengan tenang. Suara anak kecil yang merengek pelan memecah keheningan, disusul dengan bisikan lembut ibunya mencoba menenangkan. Aku mengalihkan pandangan ke arah Aksa, yang tampak serius menatap

  • Mantan Istri Membalas Suami Arogan   Bab 7. Mulai menyelidiki

    "Ya! Dan kamu Bima! Rumah tanggamu dengan Nayra mungkin sudah selesai, tapi urusanmu denganku belum selesai! Aku akan buat perhitungan denganmu!" ucap Kak Dipta lantang.Bima tersenyum mengejek, melihat kehadiran Kak Dipta di sini."Oh, baguslah kalau Kak Dipta masih ingat sama Nayra. Biar Kak Dipta tahu bagaimana cerobohnya dia." "Tutup mulutmu, baji**an! Aku tahu itu hanya alasanmu saja, Dasar pengecut! Hanya laki-laki pecundang yang bisanya memanfaatkan keadaan ini, untuk bisa menikah lagi dengan selingkuhan kamu itu!" ucap Kak Dipta menggebu-gebu."Terserah apa katamu, Bung!" Bima hanya tersenyum sinis, kemudian berbalik badan mengabaikan Kak Dipta."Heh, tunggu, Brengsek!"BUGH!!sebuah pukulan keras di layangkan Kak Dipta tepat mengenai rahang sebelah kiri Bima.Membuat kami semua di sini terkejut, aku reflek menutup mulutku dengan telapak tangan, dan Bu Sekar reflek berteriak.Tubuh Bima sontak terhuyung akibat dihadiahi pukulan mendadak dari Kak Dipta. Rahang sebelah kirinya

  • Mantan Istri Membalas Suami Arogan   Bab 6. Bertemu di persidangan .

    Aku memandangi layar ponselku yang sejenak terdiam, sebelum akhirnya bergetar lagi. Panggilan tak dikenal, untuk yang kesekian kalinya. Ragu, aku menatap nomor asing itu sejenak, dan seolah sebuah firasat buruk datang menyelubungi hatiku. Aku menahan napas, dan menekan tombol hijau, berusaha menenangkan diri."Ya, Hallo.""Hallo, dengan Ibu Nayra?" Suara pria di ujung telepon itu terdengar tegas, namun ada ketenangan yang meyakinkan."Iya benar. Maaf ini siapa?" Aku menatap layar dengan penasaran, merasa ada sesuatu yang penting."Perkenalkan, saya Arif Zainal, saya pengacara. Kebetulan saya mendapatkan mandat dari Pak Pradipta untuk membantu Ibu Nayra dalam mengurusi perceraian," kata pria itu dengan suara yang penuh percaya diri, seolah sudah mengenal keadaan tanpa perlu banyak penjelasan.Aku terkejut, namun rasa lega segera mengalir begitu mendengar nama Kak Dipta disebut. Ternyata, Kak Dipta memang tidak pernah tinggal diam. Selalu ada langkah cepat yang diambil untuk memastikan

  • Mantan Istri Membalas Suami Arogan   Bab 5. Mendapat Dukungan

    Bab 5. Mendapat dukungan. Aku memilih mengabaikan ucapan Kak Dipta. Aku baru saja mengalami suatu hal yang memporak-porandakan hatiku. Aku masih butuh waktu untuk menenangkan diri. "Nanti dulu lah Kak. Aku masih ingin istirahat dulu. Aku masih kangen dengan suasana rumah, aku masih mau tenangin pikiran dulu. Aku juga ingin ziarah ke makam Papa dan Mama. Aku ingin menikmati suasana baru sebagai diriku yang baru, saat ini," ucapku jujur. Kak Pradipta tersenyum. "Ya, Kakak mengerti, tapi ingat satu hal, jangan terlalu lama bersedih, itu tidak baik. Kamu harus kembali menatap masa depan. Kantor ini selalu terbuka untukmu, kapan pun kamu mau kembali bergabung." Aku mengangguk haru, merasa bangga memiliki keluarga yang begitu sangat mensupport. "Terimakasih Kak, kalau saja dulu aku mendengarkan, semua yang Kakak–" "Sudah Nay, yang berlalu biarlah jadi pelajaran, sekarang sudah saatnya kamu kembali menentukan jalan hidup yang lebih baik." Kembali aku mengangguk. Ya, Kak Dipta benar, a

  • Mantan Istri Membalas Suami Arogan   Bab 4. Mulai Bangkit

    Bab 4 "Ya. Si Brengsek itu telah berani menyakitinya." Dengan siapa Kak Dipta bicara? Apa dia telpon Kak Arya? Aku tertegun. "Sepertinya memang mereka punya rencana jahat," ucapnya lagi. "Iya, itu pasti, tidak akan kubiarkan orang yang sudah menyakiti adik kecil kita, itu melenggang bebas. Aku pastikan mereka akan menyesal." Kembalinya aku pada keluargaku tentu saja memantik emosi tersendiri pada kedua kakakku. Aku memilih merebahkan tubuhku di pembaringan. Kak Dipta sepertinya menghubungi Kak Arya, mereka berdua memang sangat sayang padaku, aku seakan gadis kecil kesayangan bagi mereka. Sejak dulu. Dan dengan kejadian ini, tentu mereka tak terima aku di perlakukan seperti ini oleh mereka. Aku jadi semakin merasa bersalah telah mengabaikan masukkan dari mereka, sebelum mengambil keputusan untuk menikah dengan Mas Bima. Aku membuang napas berat, dan memejamkan mata, jiwa raga ini terasa sangat lelah. *** "Bagaimana keadaanmu hari ini, Dek?" tanya Kak Dipta, pagi ini di meja m

  • Mantan Istri Membalas Suami Arogan   Bab 3. kembali pada keluarga.

    Bab 3. "Masuk," ucapnya lugas, menyadarkanku akan sesuatu. Dengan langkah pelan namun pasti aku memasuki mobil mewah berwarna hitam. Beberapa saat kami saling diam. Sekilas aku melirik wajahnya, rahangnya mengeras sekaligus gurat kekecewaan terlihat di sana. Dia Pradipta, kakakku. "Apa yang terjadi? Sampai malam-malam begini di tengah hujan, kamu di luaran seperti ini?" tanyanya terdengar tajam. Aku terdiam tak mampu menjawab, dengan kedua tangan memeluk diri, merasakan hawa dingin yang makin menusuk tulang, karena baju yang basah kuyup terkena AC mobil. Melihatku kedinginan, gerakan tangan Kak Pradipta cepat mematikan pendingin di dalam mobil ini. Mobil melaju dengan kecepatan tinggi membelah jalanan yang gelap, di tengah derai hujan juga kilat yang menyambar. Tak lama terdengar ponselnya berdering. Ia langsung memasang headset di telinganya dan mengangkat telepon. "Hallo, Aksa, maaf, aku tak jadi kesana. Lain kali kita bahas rencana kerjasama kita. Sekarang aku ada urusan m

  • Mantan Istri Membalas Suami Arogan   Bab 2. di usir.

    Bab 2 di usir "Kalau memang kamu mau menikahi Kiara, maka ceraikan aku, Mas," kataku lagi dengan suara bergetar. Seketika Mas Bima menoleh, menatapku lamat-lamat. Entah apa yang ada di pikiran laki-laki itu. Cukup sudah dia menghancurkan hatiku. Aku seperti tak punya harga diri di matanya. "Baik. Kalau maumu seperti itu. Silahkan pergi dari sini." Aku terpana. Ringan saja kalimat itu keluar dari mulut laki-laki yang selama ini aku perjuangkan. Ya, dia benar mengusirku. Setelah semua yang sudah aku lakukan semuanya. Aku rela meninggalkan keluargaku demi dia. Kini aku telah dicampakkan. Dengan cepat aku mengusap air mata yang entah sejak kapan sudah menganak sungai. Hati yang terluka ini bagai di siram air garam dia tengah luka yang menganga. Perih bukan main. Aku melirik ke arah Mama mertuaku. Ia tersenyum simpul. Tentu saja dia senang. Sejak awal beliau memang tak menyukaiku. "Baik, aku akan pergi dari sini. Aku juga tak sudi tetap di sini, apalagi tinggal bersama Sam-pah se

  • Mantan Istri Membalas Suami Arogan   Bab 1. Dianggap tidak becus.

    Bab 1 Dituding Tidak Becus "Kamu keguguran karena nggak bisa jaga diri! Mau menyalahkan siapa lagi!?" Aku terkejut dengan ucapan suamiku. Kata-kata Mas Bima seperti pisau yang menancap di hati, membuatku nyeri sampai terasa menyesakkan. Pria itu berdiri tegak di hadapanku dengan tangan berkacak pinggang, menatapku dengan marah. Selama beberapa saat, aku tidak bisa mengatakan apa pun. Kami baru kehilangan calon bayi kami beberapa hari yang lalu. Aku bisa memahami kemarahannya karena Mas Bima memang menantikan kelahiran anak laki-laki di tengah pernikahan kami yang sudah berusia dua tahun. Aku tahu ia menginginkan penerus, apalagi karena ibu mertuaku terus-menerus meminta cucu. Namun, apakah ia harus menyalahkanku sekeras ini? Aku juga kehilangan. Ditambah lagi– “Mas,” Ketika aku bisa bersuara kembali, kusodorkan berkas pemeriksaan di tangan, “coba Mas lihat dulu. Hasil tes ini menunjukkan–” Tanpa memberikan kesempatan padaku untuk menyelesaikan kalimat, Mas Bima merebut berkas di

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status