Beranda / Rumah Tangga / Mantan Istri Membalas Suami Arogan / Bab 6. Bertemu di persidangan .

Share

Bab 6. Bertemu di persidangan .

Penulis: Tifa Nurfa
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-17 12:26:25

Aku memandangi layar ponselku yang sejenak terdiam, sebelum akhirnya bergetar lagi. Panggilan tak dikenal, untuk yang kesekian kalinya. Ragu, aku menatap nomor asing itu sejenak, dan seolah sebuah firasat buruk datang menyelubungi hatiku. Aku menahan napas, dan menekan tombol hijau, berusaha menenangkan diri.

"Ya, Hallo."

"Hallo, dengan Ibu Nayra?" Suara pria di ujung telepon itu terdengar tegas, namun ada ketenangan yang meyakinkan.

"Iya benar. Maaf ini siapa?" Aku menatap layar dengan penasaran, merasa ada sesuatu yang penting.

"Perkenalkan, saya Arif Zainal, saya pengacara. Kebetulan saya mendapatkan mandat dari Pak Pradipta untuk membantu Ibu Nayra dalam mengurusi perceraian," kata pria itu dengan suara yang penuh percaya diri, seolah sudah mengenal keadaan tanpa perlu banyak penjelasan.

Aku terkejut, namun rasa lega segera mengalir begitu mendengar nama Kak Dipta disebut. Ternyata, Kak Dipta memang tidak pernah tinggal diam. Selalu ada langkah cepat yang diambil untuk memastikan semuanya berjalan dengan baik, bahkan dalam hal yang sebesar ini.

"Oh, iya, Pak. Benar sekali. Senang berkenalan dengan Anda. Saya memang sedang menghadapi kasus perceraian dengan suami saya, Bima Satrianto," jawabku, berusaha tetap tenang meskipun dalam hatiku masih ada ribuan pertanyaan yang menggantung.

"Iya, Bu. Kalau begitu, dalam waktu dekat kita bisa bertemu untuk membahas langkah-langkah selanjutnya?" Pak Arif melanjutkan.

"Baik, Pak. Saya akan menghubungi Anda lagi untuk menentukan waktunya," jawabku.

"Terima kasih, Bu Nayra. Semoga semuanya berjalan lancar. Selamat siang," tutup Pak Arif, dan telepon itu pun terputus.

Aku meletakkan ponsel dengan hati yang sedikit lebih lega. Setidaknya ada seseorang yang akan membantuku menghadapinya. Rasanya, meskipun aku tak tahu persis apa yang akan terjadi, langkah ini adalah sesuatu yang lebih pasti daripada yang aku bayangkan sebelumnya. Kak Dipta memang selalu lebih cepat dalam menyelesaikan masalah.

Baru saja aku sampai di rumah, dan mendaratkan bobotku di sofa ruang tamu. Sebuah pesan dari Pak Arif muncul di layar.

[Ibu Nayra, untuk kelancaran proses perceraian, saya memerlukan beberapa dokumen administratif, seperti fotokopi KTP, KK, serta dokumen-dokumen terkait pernikahan Anda dengan Bima. Mohon segera dipersiapkan. Terima kasih.]

Aku membaca pesan itu beberapa kali, mencoba mencerna setiap kata yang tertulis. KTP, KK, dokumen pernikahan … Semuanya harus aku siapkan. Tetapi saat aku berusaha memproses permintaan Pak Arif, sebuah kekosongan tiba-tiba menghantamku. Aku menatap layar ponselku, dan seketika itu juga aku tersadar.

Semua dokumen itu ada di rumah Bima.

Aku menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan diri. Semua berkas administratif yang dibutuhkan—KTP, KK, bahkan dokumen pernikahan—semua itu ada di rumah yang dulu aku tinggali bersama Bima. Aku keluar dari sana tanpa membawa apapun, hanya baju yang melekat di tubuhku. Bahkan ponsel ini pun, pemberian Kak Pradipta kemarin. Aku bahkan tak sempat memikirkan barang-barang berharga yang tertinggal.

Rasa bingung dan cemas mulai menyelimuti pikiranku. Bagaimana aku bisa mengambil semua itu? Aku tidak ingin kembali ke sana, tidak dengan kondisi seperti ini. Tapi aku tahu, jika aku ingin melanjutkan perceraian ini, aku harus mengurus semua berkas itu.

Aku terdiam, merasa berat. Kembali ke rumah Bima berarti aku harus menghadapi mereka lagi, kenyataan yang tidak ingin kutemui. Semua kenangan itu, semua perasaan yang pernah ada antara kami, pasti akan kembali menghantui.

Aku menatap layar ponselku sejenak, merasakan keheningan yang menekan. Setelah beberapa detik, aku akhirnya memutuskan untuk membalas pesan dari Pak Arif.

[Pak Arif, terima kasih atas informasinya. Semua dokumen yang Anda butuhkan ada di rumah saya bersama suami saya, Bima. Saya tidak membawa apapun ketika keluar kemarin, jadi saya perlu waktu untuk mengambilnya. Mohon kesabarannya.]

Aku menekan tombol kirim dan meletakkan ponsel di atas meja. Keputusan itu terasa berat, namun aku tahu tidak ada pilihan lain.

Namun, di saat yang sama, sebuah perasaan terpendam muncul. Kembali ke rumah Bima berarti membuka kembali luka lama yang belum sepenuhnya kering. Rumah itu—dulunya tempat kami membangun kenangan bersama—sekarang terasa seperti ruang yang penuh dengan sisa-sisa kebohongan dan pengkhianatan. Bagaimana bisa aku kembali ke sana, tempat yang dulu menjadi simbol kebahagiaan kami, dan sekarang hanya mengingatkan pada rasa sakit dan kehancuran?

Ponselku bergetar lagi, pesan dari Pak Arif masuk. Dengan tangan sedikit gemetar, aku membuka pesan itu dan membacanya.

[Bu Nayra, saya sudah menghubungi seorang teman yang bekerja di pengadilan agama setempat. Berdasarkan informasi yang saya terima, suami Anda, Bima, sudah mengajukan gugatan cerai di sana. Dengan demikian, berkas-berkas administratif Anda akan terlampir di pengajuan tersebut, jadi Anda tidak perlu kembali ke rumah Bima untuk mengambilnya.]

Aku menghela napas panjang, perasaan lega perlahan merayap ke dalam hatiku. Setidaknya aku tidak perlu bertemu mereka dengan kembali ke rumah itu. Beban yang beberapa menit lalu terasa begitu berat di pundakku sedikit terangkat. Meski begitu, ada kegetiran yang tersisa—seperti mengingat bahwa Bima sudah mengambil langkah pertama, seolah mempertegas bahwa hubungan kami benar-benar berakhir.

Aku duduk di meja makan, menatap amplop dengan kop surat bertuliskan logo pengadilan agama. Surat panggilan sidang pertama, yang dijadwalkan minggu depan. Tanganku sedikit gemetar saat membaca isinya. Pradipta, yang duduk di seberangku, mengamati dengan penuh perhatian.

"Sidangnya minggu depan, Kak," kataku pelan, menunjukkan surat itu kepadanya.

Pradipta mengangguk, ekspresinya serius namun penuh dukungan. "Aku akan menemanimu, Nayra. Jangan khawatir, kita hadapi ini bersama."

Aku mengangguk, berusaha menahan air mata yang tiba-tiba menggenang di sudut mataku. "Terima kasih, Kak."

*

Hari dimana sidang pertama di gelar pun tiba.

Aku datang bersama Kak Dipta. Sesuai janjinya, dia mendampingiku.

Baru saja aku hendak membuka pintu mobil, tiba-tiba ponsel di saku Kak Dipta berdering. Aku menoleh.

"Kami duluan masuk, sebentar aku angkat ini dulu, dari orang kantor," ucap Kak Dipta. Dia memang sibuk sekali.

Aku mengangguk dan melangkah dengan pasti memasuki gedung bertuliskan nama pengadilan agama. Aku masih tidak menyangka jika pernikahanku akan berakhir di sini.

Terlihat Mas Bima juga baru turun dari mobil bersama Ibunya dan Kiara.

Aku mencoba tetap tenang, ketika harus bersitatap dengan mereka. U Sekar menatapku penuh kebencian.

"Bagaimana rasanya hidup terlunta-lunta di luaran sana?" tanya Bu Sekar tanpa ragu.

"Sudah kuduga, tak ada satupun keluargamu yang mendukungmu. Hidup kamu memang menyedihkan, Nayra," ungkapnya lagi.

"Eh, Ma. Tapi baju dan tas-nya bagus loh Ma," bisik Kiara, namun masih bisa kudengar.

Bu Sekar hanya mencebik, mendengarnya.

"Pasti itu, hasil kamu jual diri ya? Laki-laki mana lagi yang berhasil kamu gaet? Kamu peras hartanya?"

Tanganku terkepal kuat.

"Cukup Bu Sekar! Saya tidak serendah itu!" sentakku.

"Oh ya. Lalu dari mana, kamu dapatkan ini semua? Kalau bukan dari hasil jual diri! Lihatlah Bima, keputusan kamu untuk menceraikan dia itu sudah sangat tepat. Betapa dia itu sangat murahan!" ucap Bu Sekar lagi.

Mas Bima masih terdiam menatap dengan tatapan yang sulit diartikan.

"Aku tidak menyangka kamu bisa melakukan itu, Nay," ucapnya terdengar sangat mempercayai ucapan ibunya.

"Keluarga tidak punya, harta apa lagi? Semua kakakmu mana? Apa mereka peduli?"

"Saya ada di sini! Untuk mendampingi adik saya." Tiba-tiba Kak Dipta sudah berada di dekatku.

"Kak Dipta." Mas Bima bergumam.

"Ya! Dan kamu Bima! Rumah tanggamu dengan Nayra mungkin sudah selesai, tapi urusanmu denganku belum selesai! Aku akan buat perhitungan denganmu!" ucap Kak Dipta lantang.

Bersambung.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Mantan Istri Membalas Suami Arogan   Bab 7. Mulai menyelidiki

    "Ya! Dan kamu Bima! Rumah tanggamu dengan Nayra mungkin sudah selesai, tapi urusanmu denganku belum selesai! Aku akan buat perhitungan denganmu!" ucap Kak Dipta lantang.Bima tersenyum mengejek, melihat kehadiran Kak Dipta di sini."Oh, baguslah kalau Kak Dipta masih ingat sama Nayra. Biar Kak Dipta tahu bagaimana cerobohnya dia." "Tutup mulutmu, baji**an! Aku tahu itu hanya alasanmu saja, Dasar pengecut! Hanya laki-laki pecundang yang bisanya memanfaatkan keadaan ini, untuk bisa menikah lagi dengan selingkuhan kamu itu!" ucap Kak Dipta menggebu-gebu."Terserah apa katamu, Bung!" Bima hanya tersenyum sinis, kemudian berbalik badan mengabaikan Kak Dipta."Heh, tunggu, Brengsek!"BUGH!!sebuah pukulan keras di layangkan Kak Dipta tepat mengenai rahang sebelah kiri Bima.Membuat kami semua di sini terkejut, aku reflek menutup mulutku dengan telapak tangan, dan Bu Sekar reflek berteriak.Tubuh Bima sontak terhuyung akibat dihadiahi pukulan mendadak dari Kak Dipta. Rahang sebelah kirinya

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-21
  • Mantan Istri Membalas Suami Arogan   Bab 8. Di Rumah Sakit.

    Rumah sakit Kasih Bunda."Selamat siang, saya ingin konsultasi dengan dokter Miranda," ucapku pada petugas pendaftaran pasien."Dokter Miranda, hari ini ada dari jam delapan sampai jam dua belas. Ini nomer antrian Anda ." Dengan cekatan petugas laki-laki yang mengenakan pakaian batik itu memberikan struk nomer antrian padaku."Baik, terimakasih."Aku dan Aksa melangkah ke depan ruang praktek dokter Miranda. Sudah ada sekitar 5 orang yang sedang mengantri. Aku dan Aksa duduk bersisian, meski terkadang ada rasa canggung menyelimuti, tapi aku berusaha biasa saja. Karena memang aku butuh bantuannya."Apa kamu mau minum, biar aku beli," ujar Aksa."Oh tidak perlu, nanti saja."Aksa pun kembali duduk di sebelahku, sibuk dengan gawai-nya.Suasana ruang tunggu terasa penuh, meski orang-orang duduk dengan tenang. Suara anak kecil yang merengek pelan memecah keheningan, disusul dengan bisikan lembut ibunya mencoba menenangkan. Aku mengalihkan pandangan ke arah Aksa, yang tampak serius menatap

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-23
  • Mantan Istri Membalas Suami Arogan   Bab 9. Mengungkap teka-teki.

    "Kau siap dengan penyelidikan kita selanjutnya, Nay?"Aku mengangguk pelan, meski sebenarnya aku tidak yakin dengan jawabanku sendiri.Kami berjalan keluar dari rumah sakit tanpa banyak bicara. Aksa membawa map itu erat di tangannya, sementara aku hanya menatap kosong ke depan. Langit mendung sore itu, seolah-olah ikut memahami kekacauan di pikiranku.Di parkiran, Aksa membuka pintu mobil untukku, tapi aku tidak langsung masuk. Aku berdiri di sana, memandang rumah sakit di belakangku. "Aksa," panggilku pelan, membuatnya berhenti dan menoleh."Hm?""Kalau benar ini semua disengaja... kenapa? Aku nggak ngerti kenapa seseorang mau menyakitiku, menyakiti bayiku." Suaraku pecah, meski aku berusaha keras menahannya. "Aku nggak punya musuh. Aku nggak pernah berbuat salah sama siapa pun."Aksa diam sejenak, lalu menatapku dengan serius. "Kadang, jawaban itu nggak langsung kita temukan. Tapi yang jelas, ini bukan salahmu, Nayra. Ingat itu."Aku mengangguk pelan, tapi hatiku tetap terasa berat.

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-23
  • Mantan Istri Membalas Suami Arogan   Bab 10. Kembali merawat diri.

    Aku memejamkan mata, mencoba menenangkan diri. Tapi bayangan akan kejadian itu terus menghantui—hari saat aku kehilangan anakku, saat hidupku berubah drastis.Rasa nyerinya kontraksi saat sebelum tindakan kuretase masih sangat terasa, dan sampai di rumah aku di hadapkan dengan kenyataan pahit, suamiku mendua.Hati mana yang bisa terima ini."Nay?" suara Kak Dipta terdengar lembut di susul dengan suara ketukan pintu kamar ini."Iya, Kak," jawabku dengan suara bergetar."Boleh Kakak masuk?""Ya Kak."Aku duduk di tepi ranjang, suara pintu di buka, Kak Dipta menyembul di ambang pintu."Kakak sudah dengar semuanya dari Aksa. Kamu harus tegar, kita hadapi ini sama-sama. Kita tinggal kumpulkan bukti yang kuat."Aku terdiam sejenak. Kemudian mengangguk."Aku tahu ini nggak mudah buat kamu," katanya, suaranya penuh perhatian. "Tapi kamu harus kuat, menghadapi mereka harus dengan cerdik."Kata-kata Kak Dipta membuat air mataku mengalir tanpa bisa kucegah. "Aku takut, Kak," bisikku. "Nggak a

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-10
  • Mantan Istri Membalas Suami Arogan   Bab 11. CCTV.

    Pagi menjelang siang itu ramai, tetapi suasananya tetap nyaman. Aroma lavender dari produk perawatan memenuhi ruangan, menenangkan tubuh dan pikiran. Aku menyandarkan kepala, menikmati pijatan lembut di kulit kepala saat seorang hairstylist membilas rambutku. Kak Aluna, yang duduk di kursi sebelah, sedang sibuk memilih warna kuku untuk manicure-nya.Sesaat, aku merasa sedikit lebih ringan. Setidaknya, untuk beberapa jam ini, aku bisa melupakan kekacauan hidupku."Nayra? Ya Tuhan, ini benar-benar kamu?"Sebuah suara perempuan dari belakang mengejutkanku. Aku menoleh dan mendapati seorang wanita dengan rambut sebahu, mengenakan dress santai, berdiri di dekatku dengan tatapan terkejut. Butuh beberapa detik bagiku untuk mengenalinya.Riana.Dulu, kami cukup dekat saat kuliah. Tapi setelah aku menikah dengan Bima, hubungan kami menjauh begitu saja. Aku bahkan hampir lupa bagaimana kami bisa berhenti berhubungan."Riana?" Aku mencoba tersenyum, meskipun hatiku mendadak gelisah."Aku nggak n

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-11
  • Mantan Istri Membalas Suami Arogan   Bab 12. rekaman cctv

    Aku duduk di pinggir kolam renang dengan kedua kaki menjuntai ke bawah, hingga riak air terlihat. Kuhela napas berat saat lamunan tentang masalah yang sedang kuhadapi, kembali menyiksa. Terkejut, aku segera mendongak, saat melihat sepasang kaki telanjang berdiri di samping kanan, "Aksa, bagaimana kamu bisa masuk?" Aku pun berdiri dan kami berdiri berhadapan. "Aku minta Bibik bukain pintu karena ponselmu dari tadi aku hubungi, tidak kamu jawab," tukas Aksa santai. "Oh, maaf. Habis bangun tidur, aku langsung ke sini. Sementara ponselku, aku letakkan di dalam laci nakas. Jadi, maaf aku tidak tahu," sahutku kikuk, kepalaku tertunduk. "Tidak apa-apa." balasnya santai, kemudian menyerahkan sebuah notebook padaku. membuatku mendongak, menatapnya heran, "Petunjuk awal tentang CCTV yang kamu minta." "Wah, cepat sekali!" pujiku antusias, sambil meraih notebook. Aku sangat senang bisa mendapatkannya, karena dengan begini jalanku akan menjadi mulus membuka tabir misteri keguguranku dan

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-19
  • Mantan Istri Membalas Suami Arogan   Bab 13.

    Aku duduk di sisi sofa, mencoba mencerna setiap kata yang diucapkan Aksa di telepon. Suaranya terdengar tegas, nyaris tanpa celah keraguan. Di sampingku, notebook miliknya masih terbuka, menampilkan potongan rekaman CCTV yang buram. Bagian lorong tempat Bu Sekar bertemu seorang wanita di rumah sakit tampak samar, seolah sengaja dikaburkan.Aksa menutup telepon, meletakkan ponselnya di meja. "Orangku akan coba cari tahu lebih dalam. Kalau wanita itu memang petugas rumah sakit, pasti ada catatannya."Aku mengangguk pelan, meski jantungku berdegup kencang. "Kalau dia benar-benar tahu sesuatu, kamu yakin dia mau bicara?" tanyaku, suaraku lebih pelan dari yang aku inginkan."Kita tidak punya pilihan lain, Nayra," jawabnya. "Setidaknya kita mulai dari sini."Beberapa menit berlalu dalam diam. Aku membiarkan pikiranku melayang pada kemungkinan-kemungkinan yang selama ini berusaha aku abaikan. Jika Bu Sekar sampai marah-marah di tempat umum, pasti ada hal penting yang membuatnya kehilangan ke

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-20
  • Mantan Istri Membalas Suami Arogan   Bab 1. Dianggap tidak becus.

    Bab 1 Dituding Tidak Becus "Kamu keguguran karena nggak bisa jaga diri! Mau menyalahkan siapa lagi!?" Aku terkejut dengan ucapan suamiku. Kata-kata Mas Bima seperti pisau yang menancap di hati, membuatku nyeri sampai terasa menyesakkan. Pria itu berdiri tegak di hadapanku dengan tangan berkacak pinggang, menatapku dengan marah. Selama beberapa saat, aku tidak bisa mengatakan apa pun. Kami baru kehilangan calon bayi kami beberapa hari yang lalu. Aku bisa memahami kemarahannya karena Mas Bima memang menantikan kelahiran anak laki-laki di tengah pernikahan kami yang sudah berusia dua tahun. Aku tahu ia menginginkan penerus, apalagi karena ibu mertuaku terus-menerus meminta cucu. Namun, apakah ia harus menyalahkanku sekeras ini? Aku juga kehilangan. Ditambah lagi– “Mas,” Ketika aku bisa bersuara kembali, kusodorkan berkas pemeriksaan di tangan, “coba Mas lihat dulu. Hasil tes ini menunjukkan–” Tanpa memberikan kesempatan padaku untuk menyelesaikan kalimat, Mas Bima merebut berkas di

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-24

Bab terbaru

  • Mantan Istri Membalas Suami Arogan   Bab 13.

    Aku duduk di sisi sofa, mencoba mencerna setiap kata yang diucapkan Aksa di telepon. Suaranya terdengar tegas, nyaris tanpa celah keraguan. Di sampingku, notebook miliknya masih terbuka, menampilkan potongan rekaman CCTV yang buram. Bagian lorong tempat Bu Sekar bertemu seorang wanita di rumah sakit tampak samar, seolah sengaja dikaburkan.Aksa menutup telepon, meletakkan ponselnya di meja. "Orangku akan coba cari tahu lebih dalam. Kalau wanita itu memang petugas rumah sakit, pasti ada catatannya."Aku mengangguk pelan, meski jantungku berdegup kencang. "Kalau dia benar-benar tahu sesuatu, kamu yakin dia mau bicara?" tanyaku, suaraku lebih pelan dari yang aku inginkan."Kita tidak punya pilihan lain, Nayra," jawabnya. "Setidaknya kita mulai dari sini."Beberapa menit berlalu dalam diam. Aku membiarkan pikiranku melayang pada kemungkinan-kemungkinan yang selama ini berusaha aku abaikan. Jika Bu Sekar sampai marah-marah di tempat umum, pasti ada hal penting yang membuatnya kehilangan ke

  • Mantan Istri Membalas Suami Arogan   Bab 12. rekaman cctv

    Aku duduk di pinggir kolam renang dengan kedua kaki menjuntai ke bawah, hingga riak air terlihat. Kuhela napas berat saat lamunan tentang masalah yang sedang kuhadapi, kembali menyiksa. Terkejut, aku segera mendongak, saat melihat sepasang kaki telanjang berdiri di samping kanan, "Aksa, bagaimana kamu bisa masuk?" Aku pun berdiri dan kami berdiri berhadapan. "Aku minta Bibik bukain pintu karena ponselmu dari tadi aku hubungi, tidak kamu jawab," tukas Aksa santai. "Oh, maaf. Habis bangun tidur, aku langsung ke sini. Sementara ponselku, aku letakkan di dalam laci nakas. Jadi, maaf aku tidak tahu," sahutku kikuk, kepalaku tertunduk. "Tidak apa-apa." balasnya santai, kemudian menyerahkan sebuah notebook padaku. membuatku mendongak, menatapnya heran, "Petunjuk awal tentang CCTV yang kamu minta." "Wah, cepat sekali!" pujiku antusias, sambil meraih notebook. Aku sangat senang bisa mendapatkannya, karena dengan begini jalanku akan menjadi mulus membuka tabir misteri keguguranku dan

  • Mantan Istri Membalas Suami Arogan   Bab 11. CCTV.

    Pagi menjelang siang itu ramai, tetapi suasananya tetap nyaman. Aroma lavender dari produk perawatan memenuhi ruangan, menenangkan tubuh dan pikiran. Aku menyandarkan kepala, menikmati pijatan lembut di kulit kepala saat seorang hairstylist membilas rambutku. Kak Aluna, yang duduk di kursi sebelah, sedang sibuk memilih warna kuku untuk manicure-nya.Sesaat, aku merasa sedikit lebih ringan. Setidaknya, untuk beberapa jam ini, aku bisa melupakan kekacauan hidupku."Nayra? Ya Tuhan, ini benar-benar kamu?"Sebuah suara perempuan dari belakang mengejutkanku. Aku menoleh dan mendapati seorang wanita dengan rambut sebahu, mengenakan dress santai, berdiri di dekatku dengan tatapan terkejut. Butuh beberapa detik bagiku untuk mengenalinya.Riana.Dulu, kami cukup dekat saat kuliah. Tapi setelah aku menikah dengan Bima, hubungan kami menjauh begitu saja. Aku bahkan hampir lupa bagaimana kami bisa berhenti berhubungan."Riana?" Aku mencoba tersenyum, meskipun hatiku mendadak gelisah."Aku nggak n

  • Mantan Istri Membalas Suami Arogan   Bab 10. Kembali merawat diri.

    Aku memejamkan mata, mencoba menenangkan diri. Tapi bayangan akan kejadian itu terus menghantui—hari saat aku kehilangan anakku, saat hidupku berubah drastis.Rasa nyerinya kontraksi saat sebelum tindakan kuretase masih sangat terasa, dan sampai di rumah aku di hadapkan dengan kenyataan pahit, suamiku mendua.Hati mana yang bisa terima ini."Nay?" suara Kak Dipta terdengar lembut di susul dengan suara ketukan pintu kamar ini."Iya, Kak," jawabku dengan suara bergetar."Boleh Kakak masuk?""Ya Kak."Aku duduk di tepi ranjang, suara pintu di buka, Kak Dipta menyembul di ambang pintu."Kakak sudah dengar semuanya dari Aksa. Kamu harus tegar, kita hadapi ini sama-sama. Kita tinggal kumpulkan bukti yang kuat."Aku terdiam sejenak. Kemudian mengangguk."Aku tahu ini nggak mudah buat kamu," katanya, suaranya penuh perhatian. "Tapi kamu harus kuat, menghadapi mereka harus dengan cerdik."Kata-kata Kak Dipta membuat air mataku mengalir tanpa bisa kucegah. "Aku takut, Kak," bisikku. "Nggak a

  • Mantan Istri Membalas Suami Arogan   Bab 9. Mengungkap teka-teki.

    "Kau siap dengan penyelidikan kita selanjutnya, Nay?"Aku mengangguk pelan, meski sebenarnya aku tidak yakin dengan jawabanku sendiri.Kami berjalan keluar dari rumah sakit tanpa banyak bicara. Aksa membawa map itu erat di tangannya, sementara aku hanya menatap kosong ke depan. Langit mendung sore itu, seolah-olah ikut memahami kekacauan di pikiranku.Di parkiran, Aksa membuka pintu mobil untukku, tapi aku tidak langsung masuk. Aku berdiri di sana, memandang rumah sakit di belakangku. "Aksa," panggilku pelan, membuatnya berhenti dan menoleh."Hm?""Kalau benar ini semua disengaja... kenapa? Aku nggak ngerti kenapa seseorang mau menyakitiku, menyakiti bayiku." Suaraku pecah, meski aku berusaha keras menahannya. "Aku nggak punya musuh. Aku nggak pernah berbuat salah sama siapa pun."Aksa diam sejenak, lalu menatapku dengan serius. "Kadang, jawaban itu nggak langsung kita temukan. Tapi yang jelas, ini bukan salahmu, Nayra. Ingat itu."Aku mengangguk pelan, tapi hatiku tetap terasa berat.

  • Mantan Istri Membalas Suami Arogan   Bab 8. Di Rumah Sakit.

    Rumah sakit Kasih Bunda."Selamat siang, saya ingin konsultasi dengan dokter Miranda," ucapku pada petugas pendaftaran pasien."Dokter Miranda, hari ini ada dari jam delapan sampai jam dua belas. Ini nomer antrian Anda ." Dengan cekatan petugas laki-laki yang mengenakan pakaian batik itu memberikan struk nomer antrian padaku."Baik, terimakasih."Aku dan Aksa melangkah ke depan ruang praktek dokter Miranda. Sudah ada sekitar 5 orang yang sedang mengantri. Aku dan Aksa duduk bersisian, meski terkadang ada rasa canggung menyelimuti, tapi aku berusaha biasa saja. Karena memang aku butuh bantuannya."Apa kamu mau minum, biar aku beli," ujar Aksa."Oh tidak perlu, nanti saja."Aksa pun kembali duduk di sebelahku, sibuk dengan gawai-nya.Suasana ruang tunggu terasa penuh, meski orang-orang duduk dengan tenang. Suara anak kecil yang merengek pelan memecah keheningan, disusul dengan bisikan lembut ibunya mencoba menenangkan. Aku mengalihkan pandangan ke arah Aksa, yang tampak serius menatap

  • Mantan Istri Membalas Suami Arogan   Bab 7. Mulai menyelidiki

    "Ya! Dan kamu Bima! Rumah tanggamu dengan Nayra mungkin sudah selesai, tapi urusanmu denganku belum selesai! Aku akan buat perhitungan denganmu!" ucap Kak Dipta lantang.Bima tersenyum mengejek, melihat kehadiran Kak Dipta di sini."Oh, baguslah kalau Kak Dipta masih ingat sama Nayra. Biar Kak Dipta tahu bagaimana cerobohnya dia." "Tutup mulutmu, baji**an! Aku tahu itu hanya alasanmu saja, Dasar pengecut! Hanya laki-laki pecundang yang bisanya memanfaatkan keadaan ini, untuk bisa menikah lagi dengan selingkuhan kamu itu!" ucap Kak Dipta menggebu-gebu."Terserah apa katamu, Bung!" Bima hanya tersenyum sinis, kemudian berbalik badan mengabaikan Kak Dipta."Heh, tunggu, Brengsek!"BUGH!!sebuah pukulan keras di layangkan Kak Dipta tepat mengenai rahang sebelah kiri Bima.Membuat kami semua di sini terkejut, aku reflek menutup mulutku dengan telapak tangan, dan Bu Sekar reflek berteriak.Tubuh Bima sontak terhuyung akibat dihadiahi pukulan mendadak dari Kak Dipta. Rahang sebelah kirinya

  • Mantan Istri Membalas Suami Arogan   Bab 6. Bertemu di persidangan .

    Aku memandangi layar ponselku yang sejenak terdiam, sebelum akhirnya bergetar lagi. Panggilan tak dikenal, untuk yang kesekian kalinya. Ragu, aku menatap nomor asing itu sejenak, dan seolah sebuah firasat buruk datang menyelubungi hatiku. Aku menahan napas, dan menekan tombol hijau, berusaha menenangkan diri."Ya, Hallo.""Hallo, dengan Ibu Nayra?" Suara pria di ujung telepon itu terdengar tegas, namun ada ketenangan yang meyakinkan."Iya benar. Maaf ini siapa?" Aku menatap layar dengan penasaran, merasa ada sesuatu yang penting."Perkenalkan, saya Arif Zainal, saya pengacara. Kebetulan saya mendapatkan mandat dari Pak Pradipta untuk membantu Ibu Nayra dalam mengurusi perceraian," kata pria itu dengan suara yang penuh percaya diri, seolah sudah mengenal keadaan tanpa perlu banyak penjelasan.Aku terkejut, namun rasa lega segera mengalir begitu mendengar nama Kak Dipta disebut. Ternyata, Kak Dipta memang tidak pernah tinggal diam. Selalu ada langkah cepat yang diambil untuk memastikan

  • Mantan Istri Membalas Suami Arogan   Bab 5. Mendapat Dukungan

    Bab 5. Mendapat dukungan. Aku memilih mengabaikan ucapan Kak Dipta. Aku baru saja mengalami suatu hal yang memporak-porandakan hatiku. Aku masih butuh waktu untuk menenangkan diri. "Nanti dulu lah Kak. Aku masih ingin istirahat dulu. Aku masih kangen dengan suasana rumah, aku masih mau tenangin pikiran dulu. Aku juga ingin ziarah ke makam Papa dan Mama. Aku ingin menikmati suasana baru sebagai diriku yang baru, saat ini," ucapku jujur. Kak Pradipta tersenyum. "Ya, Kakak mengerti, tapi ingat satu hal, jangan terlalu lama bersedih, itu tidak baik. Kamu harus kembali menatap masa depan. Kantor ini selalu terbuka untukmu, kapan pun kamu mau kembali bergabung." Aku mengangguk haru, merasa bangga memiliki keluarga yang begitu sangat mensupport. "Terimakasih Kak, kalau saja dulu aku mendengarkan, semua yang Kakak–" "Sudah Nay, yang berlalu biarlah jadi pelajaran, sekarang sudah saatnya kamu kembali menentukan jalan hidup yang lebih baik." Kembali aku mengangguk. Ya, Kak Dipta benar, a

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status