Share

Bab 4. Mulai Bangkit

Author: Tifa Nurfa
last update Last Updated: 2024-12-24 14:26:57

Bab 4

"Ya. Si Brengsek itu telah berani menyakitinya."

Dengan siapa Kak Dipta bicara? Apa dia telpon Kak Arya?

Aku tertegun.

"Sepertinya memang mereka punya rencana jahat," ucapnya lagi.

"Iya, itu pasti, tidak akan kubiarkan orang yang sudah menyakiti adik kecil kita, itu melenggang bebas. Aku pastikan mereka akan menyesal."

Kembalinya aku pada keluargaku tentu saja memantik emosi tersendiri pada kedua kakakku.

Aku memilih merebahkan tubuhku di pembaringan. Kak Dipta sepertinya menghubungi Kak Arya, mereka berdua memang sangat sayang padaku, aku seakan gadis kecil kesayangan bagi mereka. Sejak dulu. Dan dengan kejadian ini, tentu mereka tak terima aku di perlakukan seperti ini oleh mereka.

Aku jadi semakin merasa bersalah telah mengabaikan masukkan dari mereka, sebelum mengambil keputusan untuk menikah dengan Mas Bima.

Aku membuang napas berat, dan memejamkan mata, jiwa raga ini terasa sangat lelah.

***

"Bagaimana keadaanmu hari ini, Dek?" tanya Kak Dipta, pagi ini di meja makan.

"Aku sudah lebih baik, Kak."

"Syukurlah kalau begitu. Hari ini kita akan pulang ke rumah. Rumah itu terlalu sepi sejak kamu memutuskan pergi demi laki-laki brengsek itu!"

Aku tersenyum tipis. Kemudian mulai memotong roti sandwich yang sudah di siapkan oleh kakakku yang tampan satu ini.

Selesai sarapan, kami akan langsung ke rumah. Rumah orang tua kami.

Hampir setengah jam perjalanan akhirnya mobil memasuki halaman rumah yang luas. Bangunan bernuansa putih, dengan dua tiang Kokoh menjulang tinggi. Rumah tiga lantai dengan nuansa klasik modern itu tetap terlihat mewah dan elegan.

Begitu melihat mobil merah milik Kak Dipta, Pak Jamal langsung gesit membukakan gerbang besar itu.

Rumput Jepang dan beberapa pot bunga tertata rapi di sisi sebelah kanan, di sudut taman ada gazebo dan kolam ikan kecil. Tempat kita menghabiskan hari dulu ketika kami masih kecil bersama Papa dan Mama.

Kini aku sudah berdiri menatap rumah yang selama ini aku rindukan dalam diam.

"Non Nayra!" Bik Likah, datang tergopoh dari dalam begitu menyadari Kak Pradipta datang bersamaku.

"Masya Allah, akhirnya Non, pulang kembali kemari. Bibik kangen Non. Rumah ini jadi terasa sepi sekali sejak Non pergi dari rumah," ucapnya dengan tatapan nanar.

Beberapa kali ia memelukku.

"Iya Bik, Nay juga kangen sama Bibik, apalagi ... Rumah ini "

"Ayo masuk Non."

Bik Likah sudah seperti saudara bagi kami, dia sudah mengabdi lama sejak aku, Kak Dipta dan Kak Arya masih kecil-kecil.

"Duduk Non, Bibik buatkan minuman cokelat kesukaan Non sama Den Dipta."

Aku menghirup aroma rumah ini, suasana hangat yang begitu sangat kurindukan beberapa tahun belakangan ini.

Selama ini memang aku menyembunyikan identitas keluargaku dari Mas Bima maupun keluarganya.

Sebab pernikahan kami memang tak disetujui oleh kakak-kakakku. Dan Kak Arya dengan tegas mengatakan, "Silahkan kalau kau memilih laki-laki itu, tapi jangan membawa apapun dari sini!"

Aku harus melepaskan semua fasilitas juga kemewahan yang dipunya, demi untuk bisa bersama Mas Bima.

Entah mengapa kedua kakakku tak menyukai Mas Bima. Padahal Mas Bima baik, dan sayang sayang padaku, waktu itu.

Dan sekarang aku tersadar seakan aku telah mendapatkan jawaban atas pertanyaan itu. Kini aku menyadari, kalau ternyata Mas Bima tidak sebaik yang aku kira.

Ternyata benar feeling seorang kakak, dalam menilai seseorang.

"Nay, kenapa bengong? Masih memikirkan Bima lagi?"

Bergegas aku menyeka air mataku.

"Kak Dipta, maafkan aku. Aku menyesal, dulu menentang apa yang kau katakan."

Kak Dipta tersenyum tipis. Kemudian mengangguk.

"Alhamdulillah kau akhirnya menyadari itu Nay. Sekarang sudah bukan lagi waktunya meratapi atau menyesali semua yang sudah terjadi. Sekarang waktunya kau harus bangkit membuktikan pada mereka kalau kau adalah berlian dan buat mereka menyesal sudah membuang berlian."

"Minum dulu Non, Den."

Bik Likah meletakkan dua cangkir cokelat panas di atas meja.

"Rumah ini akhirnya kembali bernyawa. Bibik senang Non dan Aden kembali kemari. Semenjak Non pergi, Aden juga jarang pulang ke rumah ini, Non. Rumah terasa sepi, cuma ada saya, Sumi, dan Jamal."

Bik Sumi juga asisten rumah tangga yang bertugas bersih-bersih rumah. Bik Likah biasanya bagian masak dan membantu apapun di rumah ini. Pak Jamal berjaga di depan, juga mengurusi taman, halaman, kebun.

"Ya, Aku pulang kemari buat apa, kalau di rumah juga sepi, jadi aku lebih suka pulang ke apartemen, lebih dekat dari kantor," ucap Kak Dipta.

"Tapi Bibik yakin kalau ada Non di rumah ini, pasti Den Dipta juga akan selalu pulang ke rumah ini."

Kak Dipta hanya tersenyum mengiyakan. Bik Likah kembali masuk ke dalam.

"Sekarang apa rencanamu, Nay?"

Sejenak aku terdiam memikirkan rencana awal apa yang harus kuambil.

"Jika memang kau meragukan dengan hasil rekam medis penyebab kamu keguguran. Aku punya teman yang bisa membantu menyelidiki ini."

Aku menoleh menatap Kak Dipta.

Bicara soal keguguran, membuat hati ini kembali nyeri. Tapi juga ini selalu mengganjal dan jadi pertanyaan, zat apa sebenarnya yang penyebab aku keguguran.

"Bagaimana?"

Aku mengangguk setuju.

"Iya, aku ingin menyelidiki ini. Tapi bagaimana caranya?"

"Itu soal mudah, dimana kau melakukan tindakan kuretase?"

Aku menyebutkan nama sebuah rumah sakit dimana aku kemarin menjalani tindakan kuret.

Setelah menghabiskan segelas minuman cokelat hangat, aku naik ke lantai atas, ke kamarku.

Tempat ternyamanku selama ini. Tempat yang juga sangat kurindukan.

Aku membuka pintu kamar, nuansa pink, dan ungu muda, seketika membuat hatiku menghangat. Reflek bibir ini menarik senyum.

Kamar ini memang di desain dengan konsep manis.

Aku merebahkan tubuhku di pembaringan, melepas kerinduan yang selama ini mengungkungku.

Semuanya masih sama, tetap tertata rapi, bersih, wangi. Sepertinya Bik Likah memang rutin membersihkannya walau aku tidak berada di sini. Atau mungkin dia berharap jika suatu waktu aku akan kembali kemari.

Aku tersenyum menatap ke keluar jendela, yang langsung mengarah pada taman dan kolam ikan.

Mendadak kenangan bersama Mama dan Papa menari di pelupuk mata.

"Maafkan Nay, Ma, Pa. Nay sudah gagal. Nay terlalu egois, tak mendengarkan kata Kakak." Aku bermonolog sendiri.

"Nay!"

Tiba-tiba suara ketukan pintu di susuk suara Kaka Dipta memanggil.

"Ya Kak."

"Ayo ikut."

"Kemana?"

"Ke kantor."

Dahiku mengerenyit.

Kak Dipta langsung menarik lenganku keluar rumah, kali ini dia membawa motor sport miliknya, membawaku ke suatu tempat.

"Udah ikut aja."

"Aku mau ngapain di kantor?"

Kak Dipta tetap melajukan motornya tanpa menghiraukan pertanyaanku.

Hingga sampai di depan sebuah gedung yang menjulang tinggi. Tempat yang sudah lama sekali tak kusambangi.

Wajah Papa tiba-tiba bergelayut di pelupuk mata. Wicaksana Jaya Corp. Tulisan itu masih gagah bertengger di atas sana. Has Jerih payah Papa dalam merintis perusahaan.

"Ayo masuk." Kembali Kak Pradipta menggandeng lenganku.

"Sudah saatnya kamu kembali berkarir, Nay. Tunjukkan kembali kemampuan dan sinarmu."

Bersambung.

Related chapters

  • Mantan Istri Membalas Suami Arogan   Bab 5. Mendapat Dukungan

    Bab 5. Mendapat dukungan. Aku memilih mengabaikan ucapan Kak Dipta. Aku baru saja mengalami suatu hal yang memporak-porandakan hatiku. Aku masih butuh waktu untuk menenangkan diri. "Nanti dulu lah Kak. Aku masih ingin istirahat dulu. Aku masih kangen dengan suasana rumah, aku masih mau tenangin pikiran dulu. Aku juga ingin ziarah ke makam Papa dan Mama. Aku ingin menikmati suasana baru sebagai diriku yang baru, saat ini," ucapku jujur. Kak Pradipta tersenyum. "Ya, Kakak mengerti, tapi ingat satu hal, jangan terlalu lama bersedih, itu tidak baik. Kamu harus kembali menatap masa depan. Kantor ini selalu terbuka untukmu, kapan pun kamu mau kembali bergabung." Aku mengangguk haru, merasa bangga memiliki keluarga yang begitu sangat mensupport. "Terimakasih Kak, kalau saja dulu aku mendengarkan, semua yang Kakak–" "Sudah Nay, yang berlalu biarlah jadi pelajaran, sekarang sudah saatnya kamu kembali menentukan jalan hidup yang lebih baik." Kembali aku mengangguk. Ya, Kak Dipta benar, a

    Last Updated : 2024-12-24
  • Mantan Istri Membalas Suami Arogan   Bab 6. Bertemu di persidangan .

    Aku memandangi layar ponselku yang sejenak terdiam, sebelum akhirnya bergetar lagi. Panggilan tak dikenal, untuk yang kesekian kalinya. Ragu, aku menatap nomor asing itu sejenak, dan seolah sebuah firasat buruk datang menyelubungi hatiku. Aku menahan napas, dan menekan tombol hijau, berusaha menenangkan diri."Ya, Hallo.""Hallo, dengan Ibu Nayra?" Suara pria di ujung telepon itu terdengar tegas, namun ada ketenangan yang meyakinkan."Iya benar. Maaf ini siapa?" Aku menatap layar dengan penasaran, merasa ada sesuatu yang penting."Perkenalkan, saya Arif Zainal, saya pengacara. Kebetulan saya mendapatkan mandat dari Pak Pradipta untuk membantu Ibu Nayra dalam mengurusi perceraian," kata pria itu dengan suara yang penuh percaya diri, seolah sudah mengenal keadaan tanpa perlu banyak penjelasan.Aku terkejut, namun rasa lega segera mengalir begitu mendengar nama Kak Dipta disebut. Ternyata, Kak Dipta memang tidak pernah tinggal diam. Selalu ada langkah cepat yang diambil untuk memastikan

    Last Updated : 2025-01-17
  • Mantan Istri Membalas Suami Arogan   Bab 7. Mulai menyelidiki

    "Ya! Dan kamu Bima! Rumah tanggamu dengan Nayra mungkin sudah selesai, tapi urusanmu denganku belum selesai! Aku akan buat perhitungan denganmu!" ucap Kak Dipta lantang.Bima tersenyum mengejek, melihat kehadiran Kak Dipta di sini."Oh, baguslah kalau Kak Dipta masih ingat sama Nayra. Biar Kak Dipta tahu bagaimana cerobohnya dia." "Tutup mulutmu, baji**an! Aku tahu itu hanya alasanmu saja, Dasar pengecut! Hanya laki-laki pecundang yang bisanya memanfaatkan keadaan ini, untuk bisa menikah lagi dengan selingkuhan kamu itu!" ucap Kak Dipta menggebu-gebu."Terserah apa katamu, Bung!" Bima hanya tersenyum sinis, kemudian berbalik badan mengabaikan Kak Dipta."Heh, tunggu, Brengsek!"BUGH!!sebuah pukulan keras di layangkan Kak Dipta tepat mengenai rahang sebelah kiri Bima.Membuat kami semua di sini terkejut, aku reflek menutup mulutku dengan telapak tangan, dan Bu Sekar reflek berteriak.Tubuh Bima sontak terhuyung akibat dihadiahi pukulan mendadak dari Kak Dipta. Rahang sebelah kirinya

    Last Updated : 2025-01-21
  • Mantan Istri Membalas Suami Arogan   Bab 8. Di Rumah Sakit.

    Rumah sakit Kasih Bunda."Selamat siang, saya ingin konsultasi dengan dokter Miranda," ucapku pada petugas pendaftaran pasien."Dokter Miranda, hari ini ada dari jam delapan sampai jam dua belas. Ini nomer antrian Anda ." Dengan cekatan petugas laki-laki yang mengenakan pakaian batik itu memberikan struk nomer antrian padaku."Baik, terimakasih."Aku dan Aksa melangkah ke depan ruang praktek dokter Miranda. Sudah ada sekitar 5 orang yang sedang mengantri. Aku dan Aksa duduk bersisian, meski terkadang ada rasa canggung menyelimuti, tapi aku berusaha biasa saja. Karena memang aku butuh bantuannya."Apa kamu mau minum, biar aku beli," ujar Aksa."Oh tidak perlu, nanti saja."Aksa pun kembali duduk di sebelahku, sibuk dengan gawai-nya.Suasana ruang tunggu terasa penuh, meski orang-orang duduk dengan tenang. Suara anak kecil yang merengek pelan memecah keheningan, disusul dengan bisikan lembut ibunya mencoba menenangkan. Aku mengalihkan pandangan ke arah Aksa, yang tampak serius menatap

    Last Updated : 2025-01-23
  • Mantan Istri Membalas Suami Arogan   Bab 9. Mengungkap teka-teki.

    "Kau siap dengan penyelidikan kita selanjutnya, Nay?"Aku mengangguk pelan, meski sebenarnya aku tidak yakin dengan jawabanku sendiri.Kami berjalan keluar dari rumah sakit tanpa banyak bicara. Aksa membawa map itu erat di tangannya, sementara aku hanya menatap kosong ke depan. Langit mendung sore itu, seolah-olah ikut memahami kekacauan di pikiranku.Di parkiran, Aksa membuka pintu mobil untukku, tapi aku tidak langsung masuk. Aku berdiri di sana, memandang rumah sakit di belakangku. "Aksa," panggilku pelan, membuatnya berhenti dan menoleh."Hm?""Kalau benar ini semua disengaja... kenapa? Aku nggak ngerti kenapa seseorang mau menyakitiku, menyakiti bayiku." Suaraku pecah, meski aku berusaha keras menahannya. "Aku nggak punya musuh. Aku nggak pernah berbuat salah sama siapa pun."Aksa diam sejenak, lalu menatapku dengan serius. "Kadang, jawaban itu nggak langsung kita temukan. Tapi yang jelas, ini bukan salahmu, Nayra. Ingat itu."Aku mengangguk pelan, tapi hatiku tetap terasa berat.

    Last Updated : 2025-01-23
  • Mantan Istri Membalas Suami Arogan   Bab 1. Dianggap tidak becus.

    Bab 1 Dituding Tidak Becus "Kamu keguguran karena nggak bisa jaga diri! Mau menyalahkan siapa lagi!?" Aku terkejut dengan ucapan suamiku. Kata-kata Mas Bima seperti pisau yang menancap di hati, membuatku nyeri sampai terasa menyesakkan. Pria itu berdiri tegak di hadapanku dengan tangan berkacak pinggang, menatapku dengan marah. Selama beberapa saat, aku tidak bisa mengatakan apa pun. Kami baru kehilangan calon bayi kami beberapa hari yang lalu. Aku bisa memahami kemarahannya karena Mas Bima memang menantikan kelahiran anak laki-laki di tengah pernikahan kami yang sudah berusia dua tahun. Aku tahu ia menginginkan penerus, apalagi karena ibu mertuaku terus-menerus meminta cucu. Namun, apakah ia harus menyalahkanku sekeras ini? Aku juga kehilangan. Ditambah lagi– “Mas,” Ketika aku bisa bersuara kembali, kusodorkan berkas pemeriksaan di tangan, “coba Mas lihat dulu. Hasil tes ini menunjukkan–” Tanpa memberikan kesempatan padaku untuk menyelesaikan kalimat, Mas Bima merebut berkas di

    Last Updated : 2024-12-24
  • Mantan Istri Membalas Suami Arogan   Bab 2. di usir.

    Bab 2 di usir "Kalau memang kamu mau menikahi Kiara, maka ceraikan aku, Mas," kataku lagi dengan suara bergetar. Seketika Mas Bima menoleh, menatapku lamat-lamat. Entah apa yang ada di pikiran laki-laki itu. Cukup sudah dia menghancurkan hatiku. Aku seperti tak punya harga diri di matanya. "Baik. Kalau maumu seperti itu. Silahkan pergi dari sini." Aku terpana. Ringan saja kalimat itu keluar dari mulut laki-laki yang selama ini aku perjuangkan. Ya, dia benar mengusirku. Setelah semua yang sudah aku lakukan semuanya. Aku rela meninggalkan keluargaku demi dia. Kini aku telah dicampakkan. Dengan cepat aku mengusap air mata yang entah sejak kapan sudah menganak sungai. Hati yang terluka ini bagai di siram air garam dia tengah luka yang menganga. Perih bukan main. Aku melirik ke arah Mama mertuaku. Ia tersenyum simpul. Tentu saja dia senang. Sejak awal beliau memang tak menyukaiku. "Baik, aku akan pergi dari sini. Aku juga tak sudi tetap di sini, apalagi tinggal bersama Sam-pah se

    Last Updated : 2024-12-24
  • Mantan Istri Membalas Suami Arogan   Bab 3. kembali pada keluarga.

    Bab 3. "Masuk," ucapnya lugas, menyadarkanku akan sesuatu. Dengan langkah pelan namun pasti aku memasuki mobil mewah berwarna hitam. Beberapa saat kami saling diam. Sekilas aku melirik wajahnya, rahangnya mengeras sekaligus gurat kekecewaan terlihat di sana. Dia Pradipta, kakakku. "Apa yang terjadi? Sampai malam-malam begini di tengah hujan, kamu di luaran seperti ini?" tanyanya terdengar tajam. Aku terdiam tak mampu menjawab, dengan kedua tangan memeluk diri, merasakan hawa dingin yang makin menusuk tulang, karena baju yang basah kuyup terkena AC mobil. Melihatku kedinginan, gerakan tangan Kak Pradipta cepat mematikan pendingin di dalam mobil ini. Mobil melaju dengan kecepatan tinggi membelah jalanan yang gelap, di tengah derai hujan juga kilat yang menyambar. Tak lama terdengar ponselnya berdering. Ia langsung memasang headset di telinganya dan mengangkat telepon. "Hallo, Aksa, maaf, aku tak jadi kesana. Lain kali kita bahas rencana kerjasama kita. Sekarang aku ada urusan m

    Last Updated : 2024-12-24

Latest chapter

  • Mantan Istri Membalas Suami Arogan   Bab 9. Mengungkap teka-teki.

    "Kau siap dengan penyelidikan kita selanjutnya, Nay?"Aku mengangguk pelan, meski sebenarnya aku tidak yakin dengan jawabanku sendiri.Kami berjalan keluar dari rumah sakit tanpa banyak bicara. Aksa membawa map itu erat di tangannya, sementara aku hanya menatap kosong ke depan. Langit mendung sore itu, seolah-olah ikut memahami kekacauan di pikiranku.Di parkiran, Aksa membuka pintu mobil untukku, tapi aku tidak langsung masuk. Aku berdiri di sana, memandang rumah sakit di belakangku. "Aksa," panggilku pelan, membuatnya berhenti dan menoleh."Hm?""Kalau benar ini semua disengaja... kenapa? Aku nggak ngerti kenapa seseorang mau menyakitiku, menyakiti bayiku." Suaraku pecah, meski aku berusaha keras menahannya. "Aku nggak punya musuh. Aku nggak pernah berbuat salah sama siapa pun."Aksa diam sejenak, lalu menatapku dengan serius. "Kadang, jawaban itu nggak langsung kita temukan. Tapi yang jelas, ini bukan salahmu, Nayra. Ingat itu."Aku mengangguk pelan, tapi hatiku tetap terasa berat.

  • Mantan Istri Membalas Suami Arogan   Bab 8. Di Rumah Sakit.

    Rumah sakit Kasih Bunda."Selamat siang, saya ingin konsultasi dengan dokter Miranda," ucapku pada petugas pendaftaran pasien."Dokter Miranda, hari ini ada dari jam delapan sampai jam dua belas. Ini nomer antrian Anda ." Dengan cekatan petugas laki-laki yang mengenakan pakaian batik itu memberikan struk nomer antrian padaku."Baik, terimakasih."Aku dan Aksa melangkah ke depan ruang praktek dokter Miranda. Sudah ada sekitar 5 orang yang sedang mengantri. Aku dan Aksa duduk bersisian, meski terkadang ada rasa canggung menyelimuti, tapi aku berusaha biasa saja. Karena memang aku butuh bantuannya."Apa kamu mau minum, biar aku beli," ujar Aksa."Oh tidak perlu, nanti saja."Aksa pun kembali duduk di sebelahku, sibuk dengan gawai-nya.Suasana ruang tunggu terasa penuh, meski orang-orang duduk dengan tenang. Suara anak kecil yang merengek pelan memecah keheningan, disusul dengan bisikan lembut ibunya mencoba menenangkan. Aku mengalihkan pandangan ke arah Aksa, yang tampak serius menatap

  • Mantan Istri Membalas Suami Arogan   Bab 7. Mulai menyelidiki

    "Ya! Dan kamu Bima! Rumah tanggamu dengan Nayra mungkin sudah selesai, tapi urusanmu denganku belum selesai! Aku akan buat perhitungan denganmu!" ucap Kak Dipta lantang.Bima tersenyum mengejek, melihat kehadiran Kak Dipta di sini."Oh, baguslah kalau Kak Dipta masih ingat sama Nayra. Biar Kak Dipta tahu bagaimana cerobohnya dia." "Tutup mulutmu, baji**an! Aku tahu itu hanya alasanmu saja, Dasar pengecut! Hanya laki-laki pecundang yang bisanya memanfaatkan keadaan ini, untuk bisa menikah lagi dengan selingkuhan kamu itu!" ucap Kak Dipta menggebu-gebu."Terserah apa katamu, Bung!" Bima hanya tersenyum sinis, kemudian berbalik badan mengabaikan Kak Dipta."Heh, tunggu, Brengsek!"BUGH!!sebuah pukulan keras di layangkan Kak Dipta tepat mengenai rahang sebelah kiri Bima.Membuat kami semua di sini terkejut, aku reflek menutup mulutku dengan telapak tangan, dan Bu Sekar reflek berteriak.Tubuh Bima sontak terhuyung akibat dihadiahi pukulan mendadak dari Kak Dipta. Rahang sebelah kirinya

  • Mantan Istri Membalas Suami Arogan   Bab 6. Bertemu di persidangan .

    Aku memandangi layar ponselku yang sejenak terdiam, sebelum akhirnya bergetar lagi. Panggilan tak dikenal, untuk yang kesekian kalinya. Ragu, aku menatap nomor asing itu sejenak, dan seolah sebuah firasat buruk datang menyelubungi hatiku. Aku menahan napas, dan menekan tombol hijau, berusaha menenangkan diri."Ya, Hallo.""Hallo, dengan Ibu Nayra?" Suara pria di ujung telepon itu terdengar tegas, namun ada ketenangan yang meyakinkan."Iya benar. Maaf ini siapa?" Aku menatap layar dengan penasaran, merasa ada sesuatu yang penting."Perkenalkan, saya Arif Zainal, saya pengacara. Kebetulan saya mendapatkan mandat dari Pak Pradipta untuk membantu Ibu Nayra dalam mengurusi perceraian," kata pria itu dengan suara yang penuh percaya diri, seolah sudah mengenal keadaan tanpa perlu banyak penjelasan.Aku terkejut, namun rasa lega segera mengalir begitu mendengar nama Kak Dipta disebut. Ternyata, Kak Dipta memang tidak pernah tinggal diam. Selalu ada langkah cepat yang diambil untuk memastikan

  • Mantan Istri Membalas Suami Arogan   Bab 5. Mendapat Dukungan

    Bab 5. Mendapat dukungan. Aku memilih mengabaikan ucapan Kak Dipta. Aku baru saja mengalami suatu hal yang memporak-porandakan hatiku. Aku masih butuh waktu untuk menenangkan diri. "Nanti dulu lah Kak. Aku masih ingin istirahat dulu. Aku masih kangen dengan suasana rumah, aku masih mau tenangin pikiran dulu. Aku juga ingin ziarah ke makam Papa dan Mama. Aku ingin menikmati suasana baru sebagai diriku yang baru, saat ini," ucapku jujur. Kak Pradipta tersenyum. "Ya, Kakak mengerti, tapi ingat satu hal, jangan terlalu lama bersedih, itu tidak baik. Kamu harus kembali menatap masa depan. Kantor ini selalu terbuka untukmu, kapan pun kamu mau kembali bergabung." Aku mengangguk haru, merasa bangga memiliki keluarga yang begitu sangat mensupport. "Terimakasih Kak, kalau saja dulu aku mendengarkan, semua yang Kakak–" "Sudah Nay, yang berlalu biarlah jadi pelajaran, sekarang sudah saatnya kamu kembali menentukan jalan hidup yang lebih baik." Kembali aku mengangguk. Ya, Kak Dipta benar, a

  • Mantan Istri Membalas Suami Arogan   Bab 4. Mulai Bangkit

    Bab 4 "Ya. Si Brengsek itu telah berani menyakitinya." Dengan siapa Kak Dipta bicara? Apa dia telpon Kak Arya? Aku tertegun. "Sepertinya memang mereka punya rencana jahat," ucapnya lagi. "Iya, itu pasti, tidak akan kubiarkan orang yang sudah menyakiti adik kecil kita, itu melenggang bebas. Aku pastikan mereka akan menyesal." Kembalinya aku pada keluargaku tentu saja memantik emosi tersendiri pada kedua kakakku. Aku memilih merebahkan tubuhku di pembaringan. Kak Dipta sepertinya menghubungi Kak Arya, mereka berdua memang sangat sayang padaku, aku seakan gadis kecil kesayangan bagi mereka. Sejak dulu. Dan dengan kejadian ini, tentu mereka tak terima aku di perlakukan seperti ini oleh mereka. Aku jadi semakin merasa bersalah telah mengabaikan masukkan dari mereka, sebelum mengambil keputusan untuk menikah dengan Mas Bima. Aku membuang napas berat, dan memejamkan mata, jiwa raga ini terasa sangat lelah. *** "Bagaimana keadaanmu hari ini, Dek?" tanya Kak Dipta, pagi ini di meja m

  • Mantan Istri Membalas Suami Arogan   Bab 3. kembali pada keluarga.

    Bab 3. "Masuk," ucapnya lugas, menyadarkanku akan sesuatu. Dengan langkah pelan namun pasti aku memasuki mobil mewah berwarna hitam. Beberapa saat kami saling diam. Sekilas aku melirik wajahnya, rahangnya mengeras sekaligus gurat kekecewaan terlihat di sana. Dia Pradipta, kakakku. "Apa yang terjadi? Sampai malam-malam begini di tengah hujan, kamu di luaran seperti ini?" tanyanya terdengar tajam. Aku terdiam tak mampu menjawab, dengan kedua tangan memeluk diri, merasakan hawa dingin yang makin menusuk tulang, karena baju yang basah kuyup terkena AC mobil. Melihatku kedinginan, gerakan tangan Kak Pradipta cepat mematikan pendingin di dalam mobil ini. Mobil melaju dengan kecepatan tinggi membelah jalanan yang gelap, di tengah derai hujan juga kilat yang menyambar. Tak lama terdengar ponselnya berdering. Ia langsung memasang headset di telinganya dan mengangkat telepon. "Hallo, Aksa, maaf, aku tak jadi kesana. Lain kali kita bahas rencana kerjasama kita. Sekarang aku ada urusan m

  • Mantan Istri Membalas Suami Arogan   Bab 2. di usir.

    Bab 2 di usir "Kalau memang kamu mau menikahi Kiara, maka ceraikan aku, Mas," kataku lagi dengan suara bergetar. Seketika Mas Bima menoleh, menatapku lamat-lamat. Entah apa yang ada di pikiran laki-laki itu. Cukup sudah dia menghancurkan hatiku. Aku seperti tak punya harga diri di matanya. "Baik. Kalau maumu seperti itu. Silahkan pergi dari sini." Aku terpana. Ringan saja kalimat itu keluar dari mulut laki-laki yang selama ini aku perjuangkan. Ya, dia benar mengusirku. Setelah semua yang sudah aku lakukan semuanya. Aku rela meninggalkan keluargaku demi dia. Kini aku telah dicampakkan. Dengan cepat aku mengusap air mata yang entah sejak kapan sudah menganak sungai. Hati yang terluka ini bagai di siram air garam dia tengah luka yang menganga. Perih bukan main. Aku melirik ke arah Mama mertuaku. Ia tersenyum simpul. Tentu saja dia senang. Sejak awal beliau memang tak menyukaiku. "Baik, aku akan pergi dari sini. Aku juga tak sudi tetap di sini, apalagi tinggal bersama Sam-pah se

  • Mantan Istri Membalas Suami Arogan   Bab 1. Dianggap tidak becus.

    Bab 1 Dituding Tidak Becus "Kamu keguguran karena nggak bisa jaga diri! Mau menyalahkan siapa lagi!?" Aku terkejut dengan ucapan suamiku. Kata-kata Mas Bima seperti pisau yang menancap di hati, membuatku nyeri sampai terasa menyesakkan. Pria itu berdiri tegak di hadapanku dengan tangan berkacak pinggang, menatapku dengan marah. Selama beberapa saat, aku tidak bisa mengatakan apa pun. Kami baru kehilangan calon bayi kami beberapa hari yang lalu. Aku bisa memahami kemarahannya karena Mas Bima memang menantikan kelahiran anak laki-laki di tengah pernikahan kami yang sudah berusia dua tahun. Aku tahu ia menginginkan penerus, apalagi karena ibu mertuaku terus-menerus meminta cucu. Namun, apakah ia harus menyalahkanku sekeras ini? Aku juga kehilangan. Ditambah lagi– “Mas,” Ketika aku bisa bersuara kembali, kusodorkan berkas pemeriksaan di tangan, “coba Mas lihat dulu. Hasil tes ini menunjukkan–” Tanpa memberikan kesempatan padaku untuk menyelesaikan kalimat, Mas Bima merebut berkas di

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status