Share

Bab 4. Kembali pada keluarga.

Penulis: Tifa Nurfa
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-24 14:26:57

Dia Pradipta, kakakku.

"Apa yang terjadi? Sampai malam-malam begini di tengah hujan, kamu di luaran seperti ini?"

Aku terdiam tak mampu menjawab, dengan kedua tangan memeluk diri, merasakan hawa dingin yang makin menusuk tulang, karena baju yang basah kuyup terkena AC mobil.

Gerakan tangannya cepat mematikan pendingin di dalam mobil ini.

Mobil melaju dengan kecepatan tinggi membelah jalanan yang gelap, dan derai hujan juga kilat yang menyambar.

Tak lama terdengar ponselnya berdering. Ia langsung memasang headset dan mengangkat telepon.

"Hallo, Aksa, lain kali kita bahas rencana kerjasama kita. Sekarang aku ada urusan mendadak. Sorry ya."

Ia sepertinya ada janji dengan temannya, dan kini ia membatalkannya.

Kembali hening menyelimuti. Kak Pradipta seakan memberiku waktu untuk menenangkan diri.

Sesekali ia melirikku dengan ekspresi yang sulit kuartikan. Aku paham dua pasti kecewa.

Mobil memasuki halaman yang luas. Bangunan apartemen menjulang tinggi berdiri kokoh dan megah.

Aku mengikuti langkahnya memasuki apartemen dengan tubuh menggigil kedinginan.

"Ini pakailah, segera keringkan tubuhmu." Dengan cekatan Kak Pradipta mengambil handuk dari dalam lemari. Dan menutupkannya di bahuku.

"Aku akan ke bawah membeli baju."

Ia pun pergi meninggalkanku.

Aku mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan ini. Sudah lama sekali aku baru menginjakkan kaki di sini lagi.

Menunggu Kak Pradipta kembali. Aku berdiri di balkon, menatap gerimis air hujan yang turun, kelap-kelip lampu jalan, menghiasi jalanan kota malam ini.

Anganku melayang, seolah masih tak percaya dengan yang kualami saat ini. Mas Bima telah mencampakkan aku. Setelah semua yang sudah aku lakukan. Dia bahkan tega mengusirku, demi wanita lain, di saat aku baru saja kehilangan calon bayiku.

Tak terasa bulir bening jatuh membasahi pipi. Hati ini bagai di tusuk sembilu, perih tak terkira, menyisakan luka mendalam.

"Nayra."

Suara Kak Pradipta mengagetkanku.

"Ini, bersihkan dirimu."

Ia memberikan paparbag padaku. Aku menerimanya dan langsung masuk ke kamar mandi untuk bersih-bersih diri.

Setelah selesai, aku keluar kamar mandi. Tampak Kak Pradipta sedang di dapur.

"Duduk. Minumlah, supaya lebih hangat."

Ia menyodorkan secangkir susu jahe hangat.

"Apa yang sebenarnya terjadi? Dia menyakitimu?" tanyanya, menatapku tajam.

Tapi aku tahu, di balik sikap dingin dan terkesan galak itu, dia adalah seorang kakak yang paling peduli padaku.

Ia membuang pandangan ke arah lain, melihatku yang masih bungkam.

"Sudah kuduga."

"Dia pasti menyakitimu."

"Dia memutuskan untuk membawa wanita lain, hanya karena aku di nilai gagal memberinya anak laki-laki. Aku keguguran."

Kak Pradipta terkejut mendengarnya.

"Apa kamu keguguran? Dan dia justru membawa wanita lain?"

Aku terdiam, hanya air mata yang bicara.

"Gila."

"Aku tak mau di madu, dan aku memilih mundur."

Kak Pradipta mengangguk.

"Bagus, itu lebih baik, daripada kau makin tersiksa hidup dengannya."

"Karena aku tahu, sebelum ini, dia pasti sudah lebih dulu menjalin hubungan dengan wanita itu. Ini hanya alasannya saja, dia memanfaatkan kesempatan ini untuk mencampakkan aku."

"Brengsek! Bima sudah benar-benar keterlaluan!"

Aku tergugu pilu.

"Tenanglah. Kau tak sendirian. Saat di sana kau sudah tak lagi dihargai. Ada kami di sini keluargamu yang selalu ada dan menjadi tempat untukmu kembali," ucap Kak Pradipta lagi.

"Ada satu hal yang membuatku ragu. Soal keguguran yang aku alami, aku merasa ada yang janggal."

Kak Pradipta menatapku dengan dahi mengerenyit.

"Maksudmu?"

"Hasil rekam medis mengatakan ada suatu zat ditemukan, yang menjadi penyebab utama keguguran ini. Padahal selama ini aku sudah berusaha menjaganya, sebaik mungkin, dari segi makanan maupun segala aktifitas fisik. Aku selalu berhati-hati."

"Maksudmu ada yang sengaja ...."

"Itu baru dugaanku, Kak."

Kembali Kak Pradipta mengangguk.

"Sepertinya memang ada yang tidak beres," gumamnya lirih.

Wajahnya memerah, seakan menahan gejolak emosi yang memuncak.

Bersamanya seperti saat ini, mengingatkanku pada masa-masa kebersamaan kami selama ini, semenjak Mama pergi, kami tinggal bersama Papa yang sibuk dengan urusan bisnisnya. Papa terbilang keras mendidik kami. Terutama pada Kala Pradipta dan Kak Arya. Papa selalu ingin anaknya kelak bisa menjadi penerus usaha bisnisnya.

Kak Arya sudah memiliki rumah sendiri, bersama Kak Melia–istrinya. Aku bungsu dari tiga bersaudara.

"Sekarang apa rencanamu?"

Aku menggeleng.

Ia mengetukkan jemarinya, di atas meja.

"Bima ... Sejak awal memang aku dan Kak Arya tidak setuju dengannya kan? Kau yang keras kepala," ucap Kak Pradipta tajam, tatapan matanya seakan langsung menusuk hingga ke jantung.

Ya aku tahu ini memang salahku. Aku terlalu dibutakan dengan cinta. Cinta yang kini justru menghancurkanku.

Aku bungkam, tak berani bersuara. Karena memang ini sepenuhnya salahku. Tapi aku bisa apa?

Aku hanya terdiam.

Terdengar helaan napas panjang.

"Sudahlah! Semua sudah terjadi. Tak perlu di sesali lagi. Saranku, jika memang kau ingin menyelidiki mereka, berhati-hatilah."

Aku mengangguk. Dalam hati aku bertekad akan menguak semua ini. Tak rela rasanya, mereka telah menginjak-injak harga diriku. Tak kan kubiarkan mereka menikmati kebahagiaan di atas penderitaanku.

"Kau harus bangkit, tunjukkan pada mereka kalau kau bukan wanita lemah. Kau bahkan lebih di atas merek. Mereka sudah menghina bahkan mencampakkanmu, tunjukkan pada Bima, buat dia menyesal telah melakukan semua ini padamu."

Aku menatap lurus ke depan. Mencerna setiap kata yang keluar dari mulut Kakakku.

Benar apa yang dikatakannya. Aku tak boleh lemah. Mereka belum tahu, siapa aku sebenarnya.

"Sekarang istirahatlah. Kau butuh istirahat, untuk memulihkan kondisi tubuhmu. Juga memikirkan langkah apa untuk menghadapi mereka selanjutnya."

Aku menghela napas.

"Kuatkan hatimu, ada kami di sini, yang selalu berada di belakangmu."

Tatapan galak yang sejak tadi terlihat, kini mulai berubah, menjadi lebih lembut.

Aku bangkit berdiri dan masuk kamar. Hari ini sungguh menguras tenaga, pikiran, dan emosional tentunya. Aku butuh istirahat.

Aku menutup pintu kamar. Baru saja mata ini hendak terpejam, sayup-sayup terdengar suara Kak Pradipta seperti sedang berbicara dengan seseorang.

"Ya. Si Brengsek itu telah berani menyakitinya."

Bersambung.

Bab terkait

  • Mantan Istri Membalas Suami Arogan   Bab 5. Mulai Bangkit.

    Bab 5 "Ya. Si Brengsek itu telah berani menyakitinya." Dengan siapa Kak Dipta bicara? Apa dia telpon Kak Arya? Aku tertegun. "Sepertinya memang mereka punya rencana jahat." "Iya Kak, itu pasti, tidak akan kubiarkan orang yang sudah menyakiti adik kecil kita, itu melenggang bebas. Aku pastikan mereka akan menyesal." Aku kembali merebahkan tubuhku di pembaringan. Kak Dipta sepertinya menghubungi Kak Arya, mereka berdua memang sangat sayang padaku, aku seakan gadis kecil kesayangan bagi mereka. Sejak dulu. Aku kembali memejamkan mata menjemput mimpi. *** "Bagaimana keadaanmu hari ini?" tanya Kak Dipta, pagi ini di meja makan. "Aku sudah lebih baik, Kak." "Oke. Hari ini kita akan pulang ke rumah. Rumah itu terlalu sepi sejak kamu memutuskan pergi demi laki-laki brengsek itu!" Aku tersenyum tipis. Kemudian mulai memotong roti sandwich yang sudah di siapkan oleh kakakku yang tampan satu ini. Selesai sarapan, kami akan langsung ke rumah. Rumah orang tua kami. Ham

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-24
  • Mantan Istri Membalas Suami Arogan   Bab 1. Dianggap tidak becus.

    "Kamu keguguran karena nggak bisa jaga diri! Mau menyalahkan siapa lagi!?"Aku terkejut dengan ucapan Mas Bima. Sepasang mataku terbelalak tak percaya. Kata-kata suamiku itu seperti pisau yang menancap di hati, membuatku nyeri sampai terasa menyesakkan.Pria itu berdiri tegak di hadapanku dengan tangan berkacak pinggang, menatapku dengan marah.Kami baru kehilangan calon bayi kami beberapa hari yang lalu. Aku bisa memahami kemarahannya karena Mas Bima memang menantikan kelahiran anak laki-laki di tengah pernikahan kami yang sudah berusia dua tahun. Aku tahu ia menginginkan penerus, apalagi karena ibu mertuaku terus-menerus meminta cucu.Selama beberapa saat, aku tidak bisa mengatakan apa pun.“Mas,” Ketika aku bisa bersuara kembali, kusodorkan berkas pemeriksaan di tangan, “coba Mas lihat dulu. Hasil tes ini menunjukkan–”Tanpa memberikan kesempatan padaku untuk menyelesaikan kalimat, Mas Bima merebut berkas di tangan lalu membuangnya ke lantai.“Cukup, Nayra! Terimalah kenyataan bahw

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-24
  • Mantan Istri Membalas Suami Arogan   Bab 2. Ceraikan aku.

    "Ini Kiara. Calon adik madumu."Ucapan Mas Bima bagai sambaran petir di siang bolong. “A-apa?” bisikku. Aku bisa melihat senyum di bibir Kiara menjadi senyum miring, seperti sedang mengejek.Bodohnya aku, aku tidak curiga. Aku menepis kecemburuan yang hadir, karena aku pikir, aku bisa memercayai Mas Bima sepenuh hati.Nyatanya aku salah.“Kamu sudah dengar, Nayra,” ucap Mas Bima. “Aku akan menikahi Kiara sebagai istri keduaku.”"Enggak Mas, aku nggak mau di madu." Aku berbisik.Mas Bima menghela napas. Tatapannya padaku tampak tajam. "Aku butuh keturunan.” Ia berucap tegas. “Lagipula, dokter sudah bilang kalau kamu akan sulit untuk hamil lagi.”“Toh,” lanjut Mas Bima. “Sekalipun hamil, memangnya kamu bisa jamin kamu bisa menjaga kandunganmu di waktu mendatang? Istri ceroboh.”Ucapannya benar-benar menyakitiku. Membuat dadaku makin lama makin sesak. Inikah perlakuan yang harus aku terima karena aku menikahi suamiku ini tanpa restu keluarga? Hingga aku harus menerima penghinaan seper

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-24
  • Mantan Istri Membalas Suami Arogan   Bab 3. Diusir.

    "Eh, eh, tunggu! Barang apa itu yang mau kamu bawa?!"Tiba-tiba saja Ibu merangsek masuk kamar, dan dengan kasar menarik koper yang handak aku tutup.Aku terkejut."Barang-barang itu ...." Wanita paruh baya itu mengacak-acak koperku, menarik keluar benda-benda yang pernah Bima berikan. "Kamu kira kamu bisa pergi membawa semua ini? Nggak. Nggak bisa! Semua barang-barang ini, di beli dengan uang Bima. Jadi kamu tak berhak membawanya! Kamu yang menginginkan pergi dari sini, jadi pergilah tanpa membawa apapun dari sini, kecuali pakaian yang kamu pakai itu." Aku tersentak.Ini bukan soal barang, tapi ini seperti penghinaan bagiku."Baik, aku tak butuh dengan semua barang-barang ini."Sekar tertawa sinis, seolah merasa menang.Dengan tangan kasar, ia menarik keluar perhiasan dari koperku, seakan ingin menghancurkan sisa-sisa harga diriku. Tapi aku tidak peduli. Aku tidak ingin membawa apapun lagi dari tempat ini, bahkan kenangan yang menyakitkan sekalipun.Padahal beberapa perhiasan itu

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-24

Bab terbaru

  • Mantan Istri Membalas Suami Arogan   Bab 5. Mulai Bangkit.

    Bab 5 "Ya. Si Brengsek itu telah berani menyakitinya." Dengan siapa Kak Dipta bicara? Apa dia telpon Kak Arya? Aku tertegun. "Sepertinya memang mereka punya rencana jahat." "Iya Kak, itu pasti, tidak akan kubiarkan orang yang sudah menyakiti adik kecil kita, itu melenggang bebas. Aku pastikan mereka akan menyesal." Aku kembali merebahkan tubuhku di pembaringan. Kak Dipta sepertinya menghubungi Kak Arya, mereka berdua memang sangat sayang padaku, aku seakan gadis kecil kesayangan bagi mereka. Sejak dulu. Aku kembali memejamkan mata menjemput mimpi. *** "Bagaimana keadaanmu hari ini?" tanya Kak Dipta, pagi ini di meja makan. "Aku sudah lebih baik, Kak." "Oke. Hari ini kita akan pulang ke rumah. Rumah itu terlalu sepi sejak kamu memutuskan pergi demi laki-laki brengsek itu!" Aku tersenyum tipis. Kemudian mulai memotong roti sandwich yang sudah di siapkan oleh kakakku yang tampan satu ini. Selesai sarapan, kami akan langsung ke rumah. Rumah orang tua kami. Ham

  • Mantan Istri Membalas Suami Arogan   Bab 4. Kembali pada keluarga.

    Dia Pradipta, kakakku. "Apa yang terjadi? Sampai malam-malam begini di tengah hujan, kamu di luaran seperti ini?" Aku terdiam tak mampu menjawab, dengan kedua tangan memeluk diri, merasakan hawa dingin yang makin menusuk tulang, karena baju yang basah kuyup terkena AC mobil. Gerakan tangannya cepat mematikan pendingin di dalam mobil ini. Mobil melaju dengan kecepatan tinggi membelah jalanan yang gelap, dan derai hujan juga kilat yang menyambar. Tak lama terdengar ponselnya berdering. Ia langsung memasang headset dan mengangkat telepon. "Hallo, Aksa, lain kali kita bahas rencana kerjasama kita. Sekarang aku ada urusan mendadak. Sorry ya." Ia sepertinya ada janji dengan temannya, dan kini ia membatalkannya. Kembali hening menyelimuti. Kak Pradipta seakan memberiku waktu untuk menenangkan diri. Sesekali ia melirikku dengan ekspresi yang sulit kuartikan. Aku paham dua pasti kecewa. Mobil memasuki halaman yang luas. Bangunan apartemen menjulang tinggi berdiri kokoh dan

  • Mantan Istri Membalas Suami Arogan   Bab 3. Diusir.

    "Eh, eh, tunggu! Barang apa itu yang mau kamu bawa?!"Tiba-tiba saja Ibu merangsek masuk kamar, dan dengan kasar menarik koper yang handak aku tutup.Aku terkejut."Barang-barang itu ...." Wanita paruh baya itu mengacak-acak koperku, menarik keluar benda-benda yang pernah Bima berikan. "Kamu kira kamu bisa pergi membawa semua ini? Nggak. Nggak bisa! Semua barang-barang ini, di beli dengan uang Bima. Jadi kamu tak berhak membawanya! Kamu yang menginginkan pergi dari sini, jadi pergilah tanpa membawa apapun dari sini, kecuali pakaian yang kamu pakai itu." Aku tersentak.Ini bukan soal barang, tapi ini seperti penghinaan bagiku."Baik, aku tak butuh dengan semua barang-barang ini."Sekar tertawa sinis, seolah merasa menang.Dengan tangan kasar, ia menarik keluar perhiasan dari koperku, seakan ingin menghancurkan sisa-sisa harga diriku. Tapi aku tidak peduli. Aku tidak ingin membawa apapun lagi dari tempat ini, bahkan kenangan yang menyakitkan sekalipun.Padahal beberapa perhiasan itu

  • Mantan Istri Membalas Suami Arogan   Bab 2. Ceraikan aku.

    "Ini Kiara. Calon adik madumu."Ucapan Mas Bima bagai sambaran petir di siang bolong. “A-apa?” bisikku. Aku bisa melihat senyum di bibir Kiara menjadi senyum miring, seperti sedang mengejek.Bodohnya aku, aku tidak curiga. Aku menepis kecemburuan yang hadir, karena aku pikir, aku bisa memercayai Mas Bima sepenuh hati.Nyatanya aku salah.“Kamu sudah dengar, Nayra,” ucap Mas Bima. “Aku akan menikahi Kiara sebagai istri keduaku.”"Enggak Mas, aku nggak mau di madu." Aku berbisik.Mas Bima menghela napas. Tatapannya padaku tampak tajam. "Aku butuh keturunan.” Ia berucap tegas. “Lagipula, dokter sudah bilang kalau kamu akan sulit untuk hamil lagi.”“Toh,” lanjut Mas Bima. “Sekalipun hamil, memangnya kamu bisa jamin kamu bisa menjaga kandunganmu di waktu mendatang? Istri ceroboh.”Ucapannya benar-benar menyakitiku. Membuat dadaku makin lama makin sesak. Inikah perlakuan yang harus aku terima karena aku menikahi suamiku ini tanpa restu keluarga? Hingga aku harus menerima penghinaan seper

  • Mantan Istri Membalas Suami Arogan   Bab 1. Dianggap tidak becus.

    "Kamu keguguran karena nggak bisa jaga diri! Mau menyalahkan siapa lagi!?"Aku terkejut dengan ucapan Mas Bima. Sepasang mataku terbelalak tak percaya. Kata-kata suamiku itu seperti pisau yang menancap di hati, membuatku nyeri sampai terasa menyesakkan.Pria itu berdiri tegak di hadapanku dengan tangan berkacak pinggang, menatapku dengan marah.Kami baru kehilangan calon bayi kami beberapa hari yang lalu. Aku bisa memahami kemarahannya karena Mas Bima memang menantikan kelahiran anak laki-laki di tengah pernikahan kami yang sudah berusia dua tahun. Aku tahu ia menginginkan penerus, apalagi karena ibu mertuaku terus-menerus meminta cucu.Selama beberapa saat, aku tidak bisa mengatakan apa pun.“Mas,” Ketika aku bisa bersuara kembali, kusodorkan berkas pemeriksaan di tangan, “coba Mas lihat dulu. Hasil tes ini menunjukkan–”Tanpa memberikan kesempatan padaku untuk menyelesaikan kalimat, Mas Bima merebut berkas di tangan lalu membuangnya ke lantai.“Cukup, Nayra! Terimalah kenyataan bahw

DMCA.com Protection Status