Share

Bab 3. kembali pada keluarga.

Penulis: Tifa Nurfa
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-24 14:26:33

Bab 3.

"Masuk," ucapnya lugas, menyadarkanku akan sesuatu.

Dengan langkah pelan namun pasti aku memasuki mobil mewah berwarna hitam.

Beberapa saat kami saling diam. Sekilas aku melirik wajahnya, rahangnya mengeras sekaligus gurat kekecewaan terlihat di sana.

Dia Pradipta, kakakku.

"Apa yang terjadi? Sampai malam-malam begini di tengah hujan, kamu di luaran seperti ini?" tanyanya terdengar tajam.

Aku terdiam tak mampu menjawab, dengan kedua tangan memeluk diri, merasakan hawa dingin yang makin menusuk tulang, karena baju yang basah kuyup terkena AC mobil.

Melihatku kedinginan, gerakan tangan Kak Pradipta cepat mematikan pendingin di dalam mobil ini.

Mobil melaju dengan kecepatan tinggi membelah jalanan yang gelap, di tengah derai hujan juga kilat yang menyambar.

Tak lama terdengar ponselnya berdering. Ia langsung memasang headset di telinganya dan mengangkat telepon.

"Hallo, Aksa, maaf, aku tak jadi kesana. Lain kali kita bahas rencana kerjasama kita. Sekarang aku ada urusan mendadak. Sorry ya."

Ia sepertinya ada janji dengan temannya, dan kini ia membatalkannya.

Kembali hening menyelimuti. Kak Pradipta seakan memberiku waktu untuk menenangkan diri.

Sesekali ia melirikku dengan ekspresi yang sulit kuartikan. Aku paham dia pasti kecewa.

Mobil memasuki halaman yang luas. Bangunan apartemen menjulang tinggi berdiri kokoh dan megah.

Kami masih saling diam. Aku mengikuti langkahnya memasuki apartemen dengan tubuh menggigil kedinginan.

"Ini pakailah, segera keringkan tubuhmu." Dengan cekatan Kak Pradipta mengambil handuk dari dalam lemari. Dan menutupkannya di bahuku.

"Aku akan ke bawah membeli baju," katanya kemudian ia pergi keluar apartemen ini.

Aku mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan ini. Sudah lama sekali aku baru menginjakkan kaki di sini lagi.

Teringat terakhir kali aku datang kemari, saat aku belum menikah dengan Mas Bima.

Menunggu Kak Pradipta kembali. Aku berdiri di balkon, menatap gerimis air hujan yang turun, kelap-kelip lampu jalan, menghiasi jalanan kota malam ini.

Anganku melayang, seolah masih tak percaya dengan yang kualami saat ini. Mas Bima telah mencampakkan aku. Setelah semua yang sudah aku lakukan. Dia bahkan tega mengusirku, demi wanita lain, di saat aku baru saja kehilangan calon bayiku.

Tak terasa bulir bening jatuh membasahi pipi. Hati ini bagai di tusuk sembilu, perih tak terkira, menyisakan luka mendalam.

"Nayra."

Suara Kak Pradipta mengagetkanku.

"Ini, bersihkan dirimu."

Ia memberikan paparbag padaku. Aku menerimanya dan langsung masuk ke kamar mandi untuk bersih-bersih diri.

Setelah selesai, aku keluar kamar mandi. Tampak Kak Pradipta sedang di dapur.

"Duduk. Minumlah, supaya lebih hangat."

Ia menyodorkan secangkir susu jahe hangat.

"Apa yang sebenarnya terjadi? Dia menyakitimu?" tanyanya, menatapku tajam.

Tapi aku tahu, di balik sikap dingin dan terkesan galak itu, dia adalah seorang kakak yang paling peduli padaku.

Ia membuang pandangan ke arah lain, melihatku yang masih bungkam.

"Sudah kuduga."

"Dia pasti menyakitimu," ucapnya dengan rahang mengeras.

"Maafkan aku." Aku menatap kedua manik matanya yang terlihat memerah.

"Apa yang sudah dia lakukan?"

"Dia memutuskan untuk menikahi wanita lain, hanya karena aku di nilai gagal memberinya anak laki-laki. Aku keguguran."

Kak Pradipta terkejut mendengarnya. Tangannya terkepal, seketika ia menoleh, tatapannya tajam seolah menembus hingga ke jantung.

"Apa? Kamu keguguran? Dan dia justru membawa wanita lain?" Aku mengadu.

Aku terdiam, hanya air mata yang bicara. Selama hidup dengan Mas Bima, memang aku membatasi diri, tidak memberi kabar apapun pada kakak-kakakku, karena aku tahu mereka masih kecewa padaku.

"Gila," Gumam Kak Pradipta.

"Aku tak mau di madu, dan aku memilih mundur."

Kak Pradipta mengangguk.

"Bagus, itu lebih baik, daripada kamu makin tersiksa hidup dengannya."

"Baru kusadari kalau sebelum ini, dia pasti sudah lebih dulu menjalin hubungan dengan wanita itu. Ini hanya alasannya saja, dia memanfaatkan kesempatan ini untuk mencampakkan aku," ucapku dengan suara bergetar.

"Brengsek! Bima sudah benar-benar keterlaluan!"

Aku tergugu pilu.

"Tenanglah. Kau tak sendirian. Saat di sana kau sudah tak lagi dihargai. Ada kami di sini keluargamu yang selalu ada dan menjadi tempat untukmu kembali," ucap Kak Pradipta lagi.

Kedua matanya yang tadi penuh kebekuan, kini berangsur melembut.

"Tapi ... Ada satu hal yang membuatku ragu. Soal keguguran yang aku alami, aku merasa ada yang janggal."

Kak Pradipta menatapku dengan dahi mengerenyit.

"Maksudmu?"

"Hasil rekam medis mengatakan ada suatu zat ditemukan, yang menjadi penyebab utama keguguran ini. Padahal selama ini aku sudah berusaha menjaganya, sebaik mungkin, dari segi makanan maupun segala aktifitas fisik. Aku selalu berhati-hati."

"Maksudmu ada yang sengaja ...."

"Itu baru dugaanku, Kak."

Kembali Kak Pradipta mengangguk.

"Sepertinya memang ada yang tidak beres," gumamnya lirih.

Wajahnya memerah, seakan menahan gejolak emosi yang memuncak.

Bersamanya seperti saat ini, mengingatkanku pada masa-masa kebersamaan kami selama ini, semenjak Mama pergi, kami tinggal bersama Papa yang sibuk dengan urusan bisnisnya. Papa terbilang keras mendidik kami. Terutama pada Kak Pradipta dan Kak Arya. Papa selalu ingin anaknya kelak bisa menjadi penerus usaha bisnisnya.

Kak Arya sudah memiliki rumah sendiri, bersama Kak Melia–istrinya. Aku bungsu dari tiga bersaudara.

"Lalu sekarang apa rencanamu?"

Aku menggeleng.

Ia mengetukkan jemarinya, di atas meja.

"Bima ... Sejak awal memang aku dan Kak Arya tidak setuju dengannya kan? Kau yang keras kepala," ucap Kak Pradipta tajam.

Ya aku tahu ini memang salahku. Aku terlalu dibutakan dengan cinta. Cinta yang kini justru menghancurkanku.

Aku bungkam, tak berani bersuara. Karena memang ini sepenuhnya salahku. Tapi aku bisa apa?

Aku hanya terdiam.

Terdengar helaan napas panjang.

"Sudahlah! Semua sudah terjadi. Tak perlu di sesali lagi. Saranku, jika memang kau ingin menyelidiki mereka, berhati-hatilah."

Aku mengangguk. Dalam hati aku bertekad akan menguak semua ini. Tak rela rasanya, mereka telah menginjak-injak harga diriku. Tak kan kubiarkan mereka menikmati kebahagiaan di atas penderitaanku.

"Kau harus bangkit, tunjukkan pada mereka kalau kau bukan wanita lemah. Kau bahkan lebih di atas merek. Mereka sudah menghina bahkan mencampakkanmu, tunjukkan pada Bima, buat dia menyesal telah melakukan semua ini padamu."

Aku menatap lurus ke depan. Mencerna setiap kata yang keluar dari mulut Kakakku.

Benar apa yang dikatakannya. Aku tak boleh lemah. Mereka belum tahu, siapa aku sebenarnya.

"Sekarang istirahatlah. Kau butuh istirahat, untuk memulihkan kondisi tubuhmu. Juga memikirkan langkah apa untuk menghadapi mereka selanjutnya."

Aku menghela napas.

"Kuatkan hatimu, ada kami di sini, yang selalu berada di belakangmu."

Tatapan galak yang sejak tadi terlihat, kini mulai berubah, menjadi lebih lembut.

Aku bangkit berdiri dan masuk kamar. Hari ini sungguh menguras tenaga, pikiran, dan emosional tentunya. Aku butuh istirahat.

Aku menutup pintu kamar. Baru saja mata ini hendak terpejam, sayup-sayup terdengar suara Kak Pradipta seperti sedang berbicara dengan seseorang.

"Ya. Si Brengsek itu telah berani menyakitinya."

Bersambung.

Bab terkait

  • Mantan Istri Membalas Suami Arogan   Bab 4. Mulai Bangkit

    Bab 4 "Ya. Si Brengsek itu telah berani menyakitinya." Dengan siapa Kak Dipta bicara? Apa dia telpon Kak Arya? Aku tertegun. "Sepertinya memang mereka punya rencana jahat," ucapnya lagi. "Iya, itu pasti, tidak akan kubiarkan orang yang sudah menyakiti adik kecil kita, itu melenggang bebas. Aku pastikan mereka akan menyesal." Kembalinya aku pada keluargaku tentu saja memantik emosi tersendiri pada kedua kakakku. Aku memilih merebahkan tubuhku di pembaringan. Kak Dipta sepertinya menghubungi Kak Arya, mereka berdua memang sangat sayang padaku, aku seakan gadis kecil kesayangan bagi mereka. Sejak dulu. Dan dengan kejadian ini, tentu mereka tak terima aku di perlakukan seperti ini oleh mereka. Aku jadi semakin merasa bersalah telah mengabaikan masukkan dari mereka, sebelum mengambil keputusan untuk menikah dengan Mas Bima. Aku membuang napas berat, dan memejamkan mata, jiwa raga ini terasa sangat lelah. *** "Bagaimana keadaanmu hari ini, Dek?" tanya Kak Dipta, pagi ini di meja m

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-24
  • Mantan Istri Membalas Suami Arogan   Bab 5. Mendapat Dukungan

    Bab 5. Mendapat dukungan. Aku memilih mengabaikan ucapan Kak Dipta. Aku baru saja mengalami suatu hal yang memporak-porandakan hatiku. Aku masih butuh waktu untuk menenangkan diri. "Nanti dulu lah Kak. Aku masih ingin istirahat dulu. Aku masih kangen dengan suasana rumah, aku masih mau tenangin pikiran dulu. Aku juga ingin ziarah ke makam Papa dan Mama. Aku ingin menikmati suasana baru sebagai diriku yang baru, saat ini," ucapku jujur. Kak Pradipta tersenyum. "Ya, Kakak mengerti, tapi ingat satu hal, jangan terlalu lama bersedih, itu tidak baik. Kamu harus kembali menatap masa depan. Kantor ini selalu terbuka untukmu, kapan pun kamu mau kembali bergabung." Aku mengangguk haru, merasa bangga memiliki keluarga yang begitu sangat mensupport. "Terimakasih Kak, kalau saja dulu aku mendengarkan, semua yang Kakak–" "Sudah Nay, yang berlalu biarlah jadi pelajaran, sekarang sudah saatnya kamu kembali menentukan jalan hidup yang lebih baik." Kembali aku mengangguk. Ya, Kak Dipta benar, a

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-24
  • Mantan Istri Membalas Suami Arogan   Bab 6. Bertemu di persidangan .

    Aku memandangi layar ponselku yang sejenak terdiam, sebelum akhirnya bergetar lagi. Panggilan tak dikenal, untuk yang kesekian kalinya. Ragu, aku menatap nomor asing itu sejenak, dan seolah sebuah firasat buruk datang menyelubungi hatiku. Aku menahan napas, dan menekan tombol hijau, berusaha menenangkan diri."Ya, Hallo.""Hallo, dengan Ibu Nayra?" Suara pria di ujung telepon itu terdengar tegas, namun ada ketenangan yang meyakinkan."Iya benar. Maaf ini siapa?" Aku menatap layar dengan penasaran, merasa ada sesuatu yang penting."Perkenalkan, saya Arif Zainal, saya pengacara. Kebetulan saya mendapatkan mandat dari Pak Pradipta untuk membantu Ibu Nayra dalam mengurusi perceraian," kata pria itu dengan suara yang penuh percaya diri, seolah sudah mengenal keadaan tanpa perlu banyak penjelasan.Aku terkejut, namun rasa lega segera mengalir begitu mendengar nama Kak Dipta disebut. Ternyata, Kak Dipta memang tidak pernah tinggal diam. Selalu ada langkah cepat yang diambil untuk memastikan

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-17
  • Mantan Istri Membalas Suami Arogan   Bab 7. Mulai menyelidiki

    "Ya! Dan kamu Bima! Rumah tanggamu dengan Nayra mungkin sudah selesai, tapi urusanmu denganku belum selesai! Aku akan buat perhitungan denganmu!" ucap Kak Dipta lantang.Bima tersenyum mengejek, melihat kehadiran Kak Dipta di sini."Oh, baguslah kalau Kak Dipta masih ingat sama Nayra. Biar Kak Dipta tahu bagaimana cerobohnya dia." "Tutup mulutmu, baji**an! Aku tahu itu hanya alasanmu saja, Dasar pengecut! Hanya laki-laki pecundang yang bisanya memanfaatkan keadaan ini, untuk bisa menikah lagi dengan selingkuhan kamu itu!" ucap Kak Dipta menggebu-gebu."Terserah apa katamu, Bung!" Bima hanya tersenyum sinis, kemudian berbalik badan mengabaikan Kak Dipta."Heh, tunggu, Brengsek!"BUGH!!sebuah pukulan keras di layangkan Kak Dipta tepat mengenai rahang sebelah kiri Bima.Membuat kami semua di sini terkejut, aku reflek menutup mulutku dengan telapak tangan, dan Bu Sekar reflek berteriak.Tubuh Bima sontak terhuyung akibat dihadiahi pukulan mendadak dari Kak Dipta. Rahang sebelah kirinya

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-21
  • Mantan Istri Membalas Suami Arogan   Bab 8. Di Rumah Sakit.

    Rumah sakit Kasih Bunda."Selamat siang, saya ingin konsultasi dengan dokter Miranda," ucapku pada petugas pendaftaran pasien."Dokter Miranda, hari ini ada dari jam delapan sampai jam dua belas. Ini nomer antrian Anda ." Dengan cekatan petugas laki-laki yang mengenakan pakaian batik itu memberikan struk nomer antrian padaku."Baik, terimakasih."Aku dan Aksa melangkah ke depan ruang praktek dokter Miranda. Sudah ada sekitar 5 orang yang sedang mengantri. Aku dan Aksa duduk bersisian, meski terkadang ada rasa canggung menyelimuti, tapi aku berusaha biasa saja. Karena memang aku butuh bantuannya."Apa kamu mau minum, biar aku beli," ujar Aksa."Oh tidak perlu, nanti saja."Aksa pun kembali duduk di sebelahku, sibuk dengan gawai-nya.Suasana ruang tunggu terasa penuh, meski orang-orang duduk dengan tenang. Suara anak kecil yang merengek pelan memecah keheningan, disusul dengan bisikan lembut ibunya mencoba menenangkan. Aku mengalihkan pandangan ke arah Aksa, yang tampak serius menatap

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-23
  • Mantan Istri Membalas Suami Arogan   Bab 9. Mengungkap teka-teki.

    "Kau siap dengan penyelidikan kita selanjutnya, Nay?"Aku mengangguk pelan, meski sebenarnya aku tidak yakin dengan jawabanku sendiri.Kami berjalan keluar dari rumah sakit tanpa banyak bicara. Aksa membawa map itu erat di tangannya, sementara aku hanya menatap kosong ke depan. Langit mendung sore itu, seolah-olah ikut memahami kekacauan di pikiranku.Di parkiran, Aksa membuka pintu mobil untukku, tapi aku tidak langsung masuk. Aku berdiri di sana, memandang rumah sakit di belakangku. "Aksa," panggilku pelan, membuatnya berhenti dan menoleh."Hm?""Kalau benar ini semua disengaja... kenapa? Aku nggak ngerti kenapa seseorang mau menyakitiku, menyakiti bayiku." Suaraku pecah, meski aku berusaha keras menahannya. "Aku nggak punya musuh. Aku nggak pernah berbuat salah sama siapa pun."Aksa diam sejenak, lalu menatapku dengan serius. "Kadang, jawaban itu nggak langsung kita temukan. Tapi yang jelas, ini bukan salahmu, Nayra. Ingat itu."Aku mengangguk pelan, tapi hatiku tetap terasa berat.

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-23
  • Mantan Istri Membalas Suami Arogan   Bab 1. Dianggap tidak becus.

    Bab 1 Dituding Tidak Becus "Kamu keguguran karena nggak bisa jaga diri! Mau menyalahkan siapa lagi!?" Aku terkejut dengan ucapan suamiku. Kata-kata Mas Bima seperti pisau yang menancap di hati, membuatku nyeri sampai terasa menyesakkan. Pria itu berdiri tegak di hadapanku dengan tangan berkacak pinggang, menatapku dengan marah. Selama beberapa saat, aku tidak bisa mengatakan apa pun. Kami baru kehilangan calon bayi kami beberapa hari yang lalu. Aku bisa memahami kemarahannya karena Mas Bima memang menantikan kelahiran anak laki-laki di tengah pernikahan kami yang sudah berusia dua tahun. Aku tahu ia menginginkan penerus, apalagi karena ibu mertuaku terus-menerus meminta cucu. Namun, apakah ia harus menyalahkanku sekeras ini? Aku juga kehilangan. Ditambah lagi– “Mas,” Ketika aku bisa bersuara kembali, kusodorkan berkas pemeriksaan di tangan, “coba Mas lihat dulu. Hasil tes ini menunjukkan–” Tanpa memberikan kesempatan padaku untuk menyelesaikan kalimat, Mas Bima merebut berkas di

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-24
  • Mantan Istri Membalas Suami Arogan   Bab 2. di usir.

    Bab 2 di usir "Kalau memang kamu mau menikahi Kiara, maka ceraikan aku, Mas," kataku lagi dengan suara bergetar. Seketika Mas Bima menoleh, menatapku lamat-lamat. Entah apa yang ada di pikiran laki-laki itu. Cukup sudah dia menghancurkan hatiku. Aku seperti tak punya harga diri di matanya. "Baik. Kalau maumu seperti itu. Silahkan pergi dari sini." Aku terpana. Ringan saja kalimat itu keluar dari mulut laki-laki yang selama ini aku perjuangkan. Ya, dia benar mengusirku. Setelah semua yang sudah aku lakukan semuanya. Aku rela meninggalkan keluargaku demi dia. Kini aku telah dicampakkan. Dengan cepat aku mengusap air mata yang entah sejak kapan sudah menganak sungai. Hati yang terluka ini bagai di siram air garam dia tengah luka yang menganga. Perih bukan main. Aku melirik ke arah Mama mertuaku. Ia tersenyum simpul. Tentu saja dia senang. Sejak awal beliau memang tak menyukaiku. "Baik, aku akan pergi dari sini. Aku juga tak sudi tetap di sini, apalagi tinggal bersama Sam-pah se

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-24

Bab terbaru

  • Mantan Istri Membalas Suami Arogan   Bab 9. Mengungkap teka-teki.

    "Kau siap dengan penyelidikan kita selanjutnya, Nay?"Aku mengangguk pelan, meski sebenarnya aku tidak yakin dengan jawabanku sendiri.Kami berjalan keluar dari rumah sakit tanpa banyak bicara. Aksa membawa map itu erat di tangannya, sementara aku hanya menatap kosong ke depan. Langit mendung sore itu, seolah-olah ikut memahami kekacauan di pikiranku.Di parkiran, Aksa membuka pintu mobil untukku, tapi aku tidak langsung masuk. Aku berdiri di sana, memandang rumah sakit di belakangku. "Aksa," panggilku pelan, membuatnya berhenti dan menoleh."Hm?""Kalau benar ini semua disengaja... kenapa? Aku nggak ngerti kenapa seseorang mau menyakitiku, menyakiti bayiku." Suaraku pecah, meski aku berusaha keras menahannya. "Aku nggak punya musuh. Aku nggak pernah berbuat salah sama siapa pun."Aksa diam sejenak, lalu menatapku dengan serius. "Kadang, jawaban itu nggak langsung kita temukan. Tapi yang jelas, ini bukan salahmu, Nayra. Ingat itu."Aku mengangguk pelan, tapi hatiku tetap terasa berat.

  • Mantan Istri Membalas Suami Arogan   Bab 8. Di Rumah Sakit.

    Rumah sakit Kasih Bunda."Selamat siang, saya ingin konsultasi dengan dokter Miranda," ucapku pada petugas pendaftaran pasien."Dokter Miranda, hari ini ada dari jam delapan sampai jam dua belas. Ini nomer antrian Anda ." Dengan cekatan petugas laki-laki yang mengenakan pakaian batik itu memberikan struk nomer antrian padaku."Baik, terimakasih."Aku dan Aksa melangkah ke depan ruang praktek dokter Miranda. Sudah ada sekitar 5 orang yang sedang mengantri. Aku dan Aksa duduk bersisian, meski terkadang ada rasa canggung menyelimuti, tapi aku berusaha biasa saja. Karena memang aku butuh bantuannya."Apa kamu mau minum, biar aku beli," ujar Aksa."Oh tidak perlu, nanti saja."Aksa pun kembali duduk di sebelahku, sibuk dengan gawai-nya.Suasana ruang tunggu terasa penuh, meski orang-orang duduk dengan tenang. Suara anak kecil yang merengek pelan memecah keheningan, disusul dengan bisikan lembut ibunya mencoba menenangkan. Aku mengalihkan pandangan ke arah Aksa, yang tampak serius menatap

  • Mantan Istri Membalas Suami Arogan   Bab 7. Mulai menyelidiki

    "Ya! Dan kamu Bima! Rumah tanggamu dengan Nayra mungkin sudah selesai, tapi urusanmu denganku belum selesai! Aku akan buat perhitungan denganmu!" ucap Kak Dipta lantang.Bima tersenyum mengejek, melihat kehadiran Kak Dipta di sini."Oh, baguslah kalau Kak Dipta masih ingat sama Nayra. Biar Kak Dipta tahu bagaimana cerobohnya dia." "Tutup mulutmu, baji**an! Aku tahu itu hanya alasanmu saja, Dasar pengecut! Hanya laki-laki pecundang yang bisanya memanfaatkan keadaan ini, untuk bisa menikah lagi dengan selingkuhan kamu itu!" ucap Kak Dipta menggebu-gebu."Terserah apa katamu, Bung!" Bima hanya tersenyum sinis, kemudian berbalik badan mengabaikan Kak Dipta."Heh, tunggu, Brengsek!"BUGH!!sebuah pukulan keras di layangkan Kak Dipta tepat mengenai rahang sebelah kiri Bima.Membuat kami semua di sini terkejut, aku reflek menutup mulutku dengan telapak tangan, dan Bu Sekar reflek berteriak.Tubuh Bima sontak terhuyung akibat dihadiahi pukulan mendadak dari Kak Dipta. Rahang sebelah kirinya

  • Mantan Istri Membalas Suami Arogan   Bab 6. Bertemu di persidangan .

    Aku memandangi layar ponselku yang sejenak terdiam, sebelum akhirnya bergetar lagi. Panggilan tak dikenal, untuk yang kesekian kalinya. Ragu, aku menatap nomor asing itu sejenak, dan seolah sebuah firasat buruk datang menyelubungi hatiku. Aku menahan napas, dan menekan tombol hijau, berusaha menenangkan diri."Ya, Hallo.""Hallo, dengan Ibu Nayra?" Suara pria di ujung telepon itu terdengar tegas, namun ada ketenangan yang meyakinkan."Iya benar. Maaf ini siapa?" Aku menatap layar dengan penasaran, merasa ada sesuatu yang penting."Perkenalkan, saya Arif Zainal, saya pengacara. Kebetulan saya mendapatkan mandat dari Pak Pradipta untuk membantu Ibu Nayra dalam mengurusi perceraian," kata pria itu dengan suara yang penuh percaya diri, seolah sudah mengenal keadaan tanpa perlu banyak penjelasan.Aku terkejut, namun rasa lega segera mengalir begitu mendengar nama Kak Dipta disebut. Ternyata, Kak Dipta memang tidak pernah tinggal diam. Selalu ada langkah cepat yang diambil untuk memastikan

  • Mantan Istri Membalas Suami Arogan   Bab 5. Mendapat Dukungan

    Bab 5. Mendapat dukungan. Aku memilih mengabaikan ucapan Kak Dipta. Aku baru saja mengalami suatu hal yang memporak-porandakan hatiku. Aku masih butuh waktu untuk menenangkan diri. "Nanti dulu lah Kak. Aku masih ingin istirahat dulu. Aku masih kangen dengan suasana rumah, aku masih mau tenangin pikiran dulu. Aku juga ingin ziarah ke makam Papa dan Mama. Aku ingin menikmati suasana baru sebagai diriku yang baru, saat ini," ucapku jujur. Kak Pradipta tersenyum. "Ya, Kakak mengerti, tapi ingat satu hal, jangan terlalu lama bersedih, itu tidak baik. Kamu harus kembali menatap masa depan. Kantor ini selalu terbuka untukmu, kapan pun kamu mau kembali bergabung." Aku mengangguk haru, merasa bangga memiliki keluarga yang begitu sangat mensupport. "Terimakasih Kak, kalau saja dulu aku mendengarkan, semua yang Kakak–" "Sudah Nay, yang berlalu biarlah jadi pelajaran, sekarang sudah saatnya kamu kembali menentukan jalan hidup yang lebih baik." Kembali aku mengangguk. Ya, Kak Dipta benar, a

  • Mantan Istri Membalas Suami Arogan   Bab 4. Mulai Bangkit

    Bab 4 "Ya. Si Brengsek itu telah berani menyakitinya." Dengan siapa Kak Dipta bicara? Apa dia telpon Kak Arya? Aku tertegun. "Sepertinya memang mereka punya rencana jahat," ucapnya lagi. "Iya, itu pasti, tidak akan kubiarkan orang yang sudah menyakiti adik kecil kita, itu melenggang bebas. Aku pastikan mereka akan menyesal." Kembalinya aku pada keluargaku tentu saja memantik emosi tersendiri pada kedua kakakku. Aku memilih merebahkan tubuhku di pembaringan. Kak Dipta sepertinya menghubungi Kak Arya, mereka berdua memang sangat sayang padaku, aku seakan gadis kecil kesayangan bagi mereka. Sejak dulu. Dan dengan kejadian ini, tentu mereka tak terima aku di perlakukan seperti ini oleh mereka. Aku jadi semakin merasa bersalah telah mengabaikan masukkan dari mereka, sebelum mengambil keputusan untuk menikah dengan Mas Bima. Aku membuang napas berat, dan memejamkan mata, jiwa raga ini terasa sangat lelah. *** "Bagaimana keadaanmu hari ini, Dek?" tanya Kak Dipta, pagi ini di meja m

  • Mantan Istri Membalas Suami Arogan   Bab 3. kembali pada keluarga.

    Bab 3. "Masuk," ucapnya lugas, menyadarkanku akan sesuatu. Dengan langkah pelan namun pasti aku memasuki mobil mewah berwarna hitam. Beberapa saat kami saling diam. Sekilas aku melirik wajahnya, rahangnya mengeras sekaligus gurat kekecewaan terlihat di sana. Dia Pradipta, kakakku. "Apa yang terjadi? Sampai malam-malam begini di tengah hujan, kamu di luaran seperti ini?" tanyanya terdengar tajam. Aku terdiam tak mampu menjawab, dengan kedua tangan memeluk diri, merasakan hawa dingin yang makin menusuk tulang, karena baju yang basah kuyup terkena AC mobil. Melihatku kedinginan, gerakan tangan Kak Pradipta cepat mematikan pendingin di dalam mobil ini. Mobil melaju dengan kecepatan tinggi membelah jalanan yang gelap, di tengah derai hujan juga kilat yang menyambar. Tak lama terdengar ponselnya berdering. Ia langsung memasang headset di telinganya dan mengangkat telepon. "Hallo, Aksa, maaf, aku tak jadi kesana. Lain kali kita bahas rencana kerjasama kita. Sekarang aku ada urusan m

  • Mantan Istri Membalas Suami Arogan   Bab 2. di usir.

    Bab 2 di usir "Kalau memang kamu mau menikahi Kiara, maka ceraikan aku, Mas," kataku lagi dengan suara bergetar. Seketika Mas Bima menoleh, menatapku lamat-lamat. Entah apa yang ada di pikiran laki-laki itu. Cukup sudah dia menghancurkan hatiku. Aku seperti tak punya harga diri di matanya. "Baik. Kalau maumu seperti itu. Silahkan pergi dari sini." Aku terpana. Ringan saja kalimat itu keluar dari mulut laki-laki yang selama ini aku perjuangkan. Ya, dia benar mengusirku. Setelah semua yang sudah aku lakukan semuanya. Aku rela meninggalkan keluargaku demi dia. Kini aku telah dicampakkan. Dengan cepat aku mengusap air mata yang entah sejak kapan sudah menganak sungai. Hati yang terluka ini bagai di siram air garam dia tengah luka yang menganga. Perih bukan main. Aku melirik ke arah Mama mertuaku. Ia tersenyum simpul. Tentu saja dia senang. Sejak awal beliau memang tak menyukaiku. "Baik, aku akan pergi dari sini. Aku juga tak sudi tetap di sini, apalagi tinggal bersama Sam-pah se

  • Mantan Istri Membalas Suami Arogan   Bab 1. Dianggap tidak becus.

    Bab 1 Dituding Tidak Becus "Kamu keguguran karena nggak bisa jaga diri! Mau menyalahkan siapa lagi!?" Aku terkejut dengan ucapan suamiku. Kata-kata Mas Bima seperti pisau yang menancap di hati, membuatku nyeri sampai terasa menyesakkan. Pria itu berdiri tegak di hadapanku dengan tangan berkacak pinggang, menatapku dengan marah. Selama beberapa saat, aku tidak bisa mengatakan apa pun. Kami baru kehilangan calon bayi kami beberapa hari yang lalu. Aku bisa memahami kemarahannya karena Mas Bima memang menantikan kelahiran anak laki-laki di tengah pernikahan kami yang sudah berusia dua tahun. Aku tahu ia menginginkan penerus, apalagi karena ibu mertuaku terus-menerus meminta cucu. Namun, apakah ia harus menyalahkanku sekeras ini? Aku juga kehilangan. Ditambah lagi– “Mas,” Ketika aku bisa bersuara kembali, kusodorkan berkas pemeriksaan di tangan, “coba Mas lihat dulu. Hasil tes ini menunjukkan–” Tanpa memberikan kesempatan padaku untuk menyelesaikan kalimat, Mas Bima merebut berkas di

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status