Amar terduduk lesu di kursi pesakitannya. Dia sama sekali tak mau membalas tatapan mata tajam yang berada di sebrangnya.
Tatapan mata puas dari seorang wanita yang sakit hati karena cintanya bertepuk sebelah tangan. Aurellie duduk dengan sombongnya sambil menyilangkan tangannya di dada. Dia puas dengan keputusan hakim tempo lalu dengan menjerat lelaki itu dipenjara. "Siapa suruh kau berani menolakku!" Gumam Aurellie sinis sambil menatap Amar. Sentuhan lembut beberapa kali dirasakan oleh Amar di bahunya. Erina yakin akan ada keadilan untuk anaknya, walaupun kemungkinan untuk lepas dari jeratan hukum sangatlah kecil. Namun, ia percaya bahwa kebenaran pasti akan menang. Persidangan ini kembali menampilkan saksi dari pihak Amar. Saksi kunci kejadian pada malam itu. Saksi yang ternyata dibawa langsung oleh Wira.. Persidangan dimulai. Erina sangat tegang menantikan siapa saksi yang dimaksud oleh pengacara anaknya. Karena sejujurnya pengacara Amar itu juga tidak tahu siapa saksi kunci itu. Pintu dibuka.. Saksi tersebut masuk ke ruang sidang dengan wajah yang tertunduk seolah tak mau menatap dunia. Semua orang menatapnya dengan keterkejutan yang luar biasa, termasuk Amar dan Aurellie. Aurellie memandang saksi itu dengan penuh amarah. "Bagaimana bisa wanita itu ada disini???" Bisiknya panik kepada pengacara yang ada di sampingnya. Begitu juga dengan Amar dan Erina.. Amar menatap saksi itu dengan penuh kerinduan yang melumbung di hatinya. Rasa harunya bertemu lagi dengan wanita itu tak bisa terbendung. Ingin sekali ia mengejar wanita itu dan bersujud di kakinya.. "Raina...." Suara Amar begitu serak memanggil nama Raina. Wanita yang ia cintai. Mantan istrinya. Raina duduk di kursi saksi menghadap hakim dan mulai mengangkat wajahnya. Tapi, ia tak berani memalingkan wajahnya ke samping. Tak mau matanya bertemu dengan Amar. Amar memandang wanita itu dengan penuh kerinduan. Setelah 3 bulan ia menghilang kini wanita itu kembali.. kembali untuk menyelamatkan hidupnya. Raina menjawab dengan tenang seluruh pertanyaan Hakim bahkan membawa bukti kuat yang bisa membuktikan bahwa Amar memang di jebak oleh Aurellie malam itu. Flashback.. Raina mendapat pesan dari Aurellie bahwa saat ini, Amar sedang memadu kasih dengannya dan mengirimkan foto-foto tersebut ke ponsel Raina. Hati Raina begitu sakit melihat Amar yang beradegan bak suami istri bersama Aurellie di kamar hotel tersebut. Tapi di satu sisi dia tak percaya, karena Amar yang ia kenal begitu religius tidak mungkin tergoda dengan wanita begitu saja. Lalu karena penasaran, Raina menyusul Amar ke kamar hotel esok paginya. Namun dia hanya menemukan Aurellie yang baru saja keluar dari kamar tersebut. Dengan mengendap-endap, Raina masul ke kamar hotel tempat mereka menginap karena pintu kamar yang tak terkunci rapat. Raina hanya ingin memastikan perkataan Aurellie tidak benar. Sesampainya di kamar, Amar tidak ada. Tetapi disana begitu berantakan. Raina tak tahu hal hebat apa yang terjadi ketika melihat kamar itu yang seperti kapal pecah. Raina memeriksa apakah memang disana tempat Amar menginap sampai akhirnya dia menemukan baju Amar yang tergeletak di lantai. Bahkan bau khas parfum wanita juga masih menusuk hidungnya. Pandangan Raina menyapu seluruh sudut ruangan dan matanya tertuju pada sebuah nakas yang terletak di dekat sofa tempat tidur. Handycam seperti sengaja diarahkan menyorot ke aktivitas di atas tempat tidur. Raina lalu mengambil handycam tersebut dan mengecek isi tangkapan layarnya. Benar saja. Disanalah semua kebohongan Aurellie terbongkar. Amar tak sadarkan diri pada malam itu. Dia seperti diberikan sebuah obat sehingga tak menjadi dirinya sendiri. Seperti orang mabuk dan meracau berkali-kali. Di video itu juga ditampilkan bahwa Aurellie lah yang melepas baju mereka satu per satu dan memimpin untuk melakukan hubungan suami istri. Jadi, tudingan Aurellie mengenai Amar yang memperkosanya itu tidak benar. Setelah itu, Raina menyimpan handycam tersebut dan mencari keadaan Amar. Lelaki itu pasti dalam keadaan kacau. Bukan Amar yang ia temui, melainkan Aurellie. Aurellie tampak menelpon seseorang di balik tangga darurat, tepat saat Raina ingin turun melalui lift untuk mencari Amar. Raina yang telah tahu mengenai aktivitas yang dilakukan oleh Aurellie dan Amar semalam, diam-diam merekam percakapan Aurellie dengan seseorang di ujung telpon. Secara tersirat, Aurellie mangatakan bahwa dia mencemaskan keadaan Amar karena Amar mengalami sakit kepala yang hebat. "Kau tidak bilang bahwa efek obatnya akan membuat sakit kepala hebat??" "Aku khawatir dia akan mengingat semuanya.. bagaimana jika Amar sampai tahu kalau aku menaruh obat perangsang diminuman colanya?" "Menurutmu aku harus bagaimana? "Baiklah.. aku akan ke rumah sakit dan membuat visum seolah-olah aku baru saja di perkosa. Terimakasih atas saranmu!" Raina merekam semua percakapan Aurellie di ponselnya. Untuk memperkuat bukti, Raina memberikan rekaman video yang berasal dari ponsel dan handycam yang sudah disimpannya sejak 9 bulan yang lalu kepada Hakim. Semua orang tampak tegang terutama Aurellie. Dia tampak mengumpat sambil menatap sinis kepada Raina. Video itu pun diputar.. Semua orang terkejut akan kebenaran yang terjadi. Aurellie lah yang telah menjebak Amar dan membuatnya seolah-olah menjadi korban. Ketika semua hadirin memfokuskan perhatiannya kepada video yang sudah diputar, Amar lebih memilih meneliti wajah mantan istrinya itu. Raina tampak lebih kurus, pipinya sangat tirus, matanya begitu sayu dan bibirnya sangat pucat. Amar begitu sedih melihat keadaan mantan istrinya saat ini. Betapa sulitnya mungkin kehidupannya setelah Amar mengusirnya dari rumah. Ditambah lagi dia tak memiliki siapapun lagi di dunia ini. Video selesai diputar.. Kini giliran hakim yang akan memutuskan siapa yang bersalah dan siapa yang benar.. Hakim berterima kasih kepada Raina yang telah memberikan bukti yang cukup untuk menutup kasus ini. Raina beranjak pergi tanpa menoleh ke sisi manapun. Pandangannya tetap tertunduk. "Rainaa... tunggu!!!" Panggil Amar yang segera bangkit dari kursinya. Namun tangannya di tahan oleh pengacaranya. "Jangan pergi, pak! Tunggu sebentar. Hakim akan membuat kesimpulan," cegah pengacara itu yang membuat Amar mau tak mau duduk kembali. "Ma! Tolong kejar Raina.." pinta Amar kepada Erina. Erina yang juga sangat merindukan Raina lalu mengejar Raina keluar dari ruang persidangan. Hakim akhirnya memutuskan Amar tak bersalah. Semua tuduhan kepadanya dinyatakan tidak benar. Aurellie mengamuk di persidangan bahkan bersitegang dengan pengacara Amar. Sedangkan Amar lebih memilih diam, saat ini dia lebih mencemaskan keadaan Raina. Setelah semuanya selesai, Amar sudah tak memperdulikan Aurellie yang masih terbakar amarah karena tak menyetujui keputusan hakim. Yang dipikirkannya hanya satu, yaitu Raina. Amar berharap Erina bisa menahan Raina sekejap. Dia ingin bertemu dengan wanitanya. Meminta maaf dan mungkin bersujud di kakinya. "Dimana Raina, ma?" Tanya Amar tak sabar saat melihat Erina menghampirinya. Erina hanya menggeleng. "Dia sudah pergi sebelum mama bisa menemuinya.." jawab Erina sedih. Amar jatuh terduduk di kursi besi yang ada di luar ruangan. "Mama sudah meminta sopir kita untuk berkeliling mencari Raina.." sambung Erina lagi mencoba menenangkan putranya. Amar terpekur sedih, namun otaknya dipenuhi pertanyaan. Kenapa tiba-tiba Raina muncul dan menolongnya? Berarti ada orang yang sudah menghubunginya, bukan? Padahal selama ini Amar dan juga orang tuanya kesulitan menghubungi Raina karena nomornya sudah tidak aktif. "Pak Wira.. dia pasti tahu jawabannya.." ucap Amar. #NextTubuh Raina bergetar hebat saat memasuki ruang persidangan. Dia berusaha mati-matian untuk tidak mengangkat wajahnya agar pandangannya tidak jatuh kepada lelaki itu.Lelaki yang menyiksanya dengan hebat. Mantan suaminya. Amar.Bukan Raina tak tahu jika Amar terus menerus memandanginya selama proses persidangan seakan-akan wanita itu adalah terdakwa yang sebenarnya.Semua ini karena Wira..Raina yang awalnya ragu untuk membantu Amar karena masih trauma akhirnya menjadi luluh mendengar cerita lelaki itu. Saat ini Amar tak berdaya. Ia difitnah. Tapi tak ada satupun bukti yang bisa menolongnya.Wira tidak sengaja bertemu dengan Raina sore itu di kala Raina sedang menjajakan dagangannya.Lepas dari kehidupan Amar, Raina kembali merajut hidupnya yang terkoyak.Mewarisi kepandaian memasak ibunya, Raina berjualan donat di sebuah taman rekreasi yang juga terdapat banyak pedagang kaki lima.D
Berbagai bau khas mengguggah selera membelai para pecinta kuliner yang sedang menikmati waktu senja di taman rekreasi itu.Banyak jenis makanan di jajakan, termasuk juga Donat Raina.Raina berjaga di standnya yang kecil. Di hanya diberi tempat 1x1 meter untuk mendagangkan donatnya.Donat dengan aneka rasa. Beberapa anak kecil merengek kepada orang tua mereka untuk membeli Donat Raina.Hampir setiap sore Raina berdagang disini bersama dengan pedagang lainnya dan menjelang maghrib mereka akan kembali ke rumah."Pusing, dek?" Tanya salah satu ibu-ibu penjual rujak yang bersebelahan dengan stand Raina.Raina hanya tersenyum. Sedari tadi minyak kayu putih selalu bertengger di hidungnya.Aroma durian yang ada di sebrangnya membuatnya mual dan pusing setengah mati."Ini buat nyemil.." ucap ibu penjual rujak menyodorkan satu bungkus buah rujak."Tidak usah, bu.." tolak Raina halus.
"Selamat pagi, Pak Amar. Saya ingin mengabarkan bahwasanya persidangan baru saja selesai. Anda sudah resmi bercerai. Selamat.."Amar menerima telpon dari pengacara perceraiannya. Dia baru saja terbangun dari tidur."Ya Tuhan.. sudah jam 10," Amar melirik jam yang ada di dinding kamarnya.Dia lalu menaruh ponselnya kembali ke atas nakas."Persidangan? Bercerai?" Amar yang belum sadar secara penuh mencoba mengingat-ngingat semuanya."Astagaa!! Hari ini adalah harinya!!"Hari ini adalah hari perceraian Amar dan Raina setelah menjalani biduk rumah tangga yang baru menginjak 6 bulan. Amar bertekad bulat untuk menceraikan Raina. Tak perlu mediasi. Cukup sidang satu kali saja dan tak ada pembagian harta gono gini.Raina tak berhak atas harta yang Amar miliki.Amar juga sudah mengutus pengacara perceraiannya untuk mengurus semuanya sehingga dia tidak perlu repot untuk hadir. Dia s
Ponsel Amar terus berdering dari tadi. Amar yang sedang gundah menolak panggilan itu. Sampai akhirnya ponsel itu kembali bergetar tapi tak sehebat tadi.Sebuah notif muncul di jendela ponselnya.'Kamu kemana sih sayang?''Ngomong-ngomong tadi aku menghubungi pengacaramu.. selamat ya.. kamu sudah resmi bercerai..''Aku sudah tidak sabar lagi menanti hari pernikahan kita!!'Pesan berantai itu masuk ke ponsel Amar. Amar hanya membacanya dari jendela ponsel, sudah pasti pengirimnya dari Ditha.Wanita yang sudah menjalani hubungan kurang lebih tiga bulan dengannya. Amar mengatakan kepada Raina bahwa Ditha itu kekasihnya. Sebenarnya tujuan Amar mengencani Ditha hanya untuk melihat reaksi Raina saja. Tidak lebih.Tapi karena Ditha memang terobsesi kepadanya semenjak lama, mau tak mau Amar menyambut gayung cinta darinya. Walaupun hatinya ragu apakah dia benar-benar mencintai Ditha.. atau w
Adzan subuh berkumandang, Raina yang terus terjaga semalaman membangunkan dirinya pelan-pelan. Tulangnya remuk, badannya hancur. Sakit dirasakan disekujur tubuhnya.Perlahan dia terduduk dan menoleh ke sisinya. Lelaki yang dicintainya itu tengah tertidur pulas dengan dengkuran halus yang terdengar dari mulutnya. Amar tertidur sambil menghadapnya.Raina menatap lelaki itu dengan sedih.Teman masa kecilnya, cinta pertamanya yang terkenal lembut dan penuh dengan kasih sayang kini telah berubah menjadi lelaki dewasa yang sangat kasar dan kejam.Hanya butuh beberapa jam saja, mereka berdua sudah resmi berpisah karena hari ini adalah hari perceraian mereka.Dengan tertatih Raina keluar dari rumah itu. Rumah yang sudah ditempatinya selama enam bulan. Rumah yang menyimpan banyak kenangan buruk.Sambil menyusuri jalanan yang masih sepi dengan rasa dingin yang menusuk tulang. Raina melangkahkan kakinya tanpa tahu kemana dia
Samar-samar Raina membuka matanya. Bau khas alkohol dan antiseptik bercampur membelai hidungnya.Tirai putih, suara berisik dari luar menyadarkan dirinya."Mbak, sudah sadar?" Tanya seorang wanita yang memakai jas dokter.Raina menatap wanita itu dengan nanar. Dimana sekarang dia berada?"Mbak berada di igd rumah sakit. Tadi ada warga yang menemukan mbak pingsan di pinggir jalan.Sesuai kartu identitas, apakah benar nama anda Raina Afifah?" Tanya dokter wanita itu."Benar dok..," jawab Raina lemah."Saya sudah memeriksa anda. Tensi anda dan kadar gula darah anda tadi sangat rendah. Oleh karena itu kami memasang infus di tangan anda. Sekarang apakah ada keluhan lainnya?"Raina tampak berpikir sebentar. "Kepala saya sakit sekali dok..,""Baik.. lalu apa lagi?""Sepertinya itu saja dok.." jawab Raina masih lemah."Apa saya boleh berta
Ditha tergesa-gesa masuk ke rumah Amar sambil mendorong Mbok Darti yang membukakan pintu untuknya."Ada apa ini?" Tanya Amar kepada Ditha yang sikapnya begitu kasar pada pembantunya."Ada hubungan apa kamu dengan Aurel?" Tanya Ditha tajam. Kobaran api terlihat dari manik matanya."Aurel? Aurel siapa??" Tanya Amar bingung."Ada hubungan apa kamu dengan Aurel???!!" Tanya Ditha kembali dengan intonasi yang tinggi."Kamu sudah gila, ya!!! Kamu datang kemari tiba-tiba dan bertanya mengenai Aurel!! Aurel siapaaa???!!" Balas Amar dengan nada tinggi yang sama."Aurellie!! Rekan kerja kita dulu di perusahaan!!" Ucap Ditha tak sabar.Amar mengingat Aurellie mana yang dimaksud Ditha."Oh, perempuan itu. Aku tidak ada hubungan dengannya." Jawab Amar santai."Bohong kamu!! Terus foto itu apa maksudnya??""Foto apalagi sih? Apa maksudmu?" Tanya Amar yang mulai lel
"Kenapa?" Tanya Aurellie kepada Amar yang terus memegang kepalanya.Amar baru saja terbangun dari tidurnya. Kepalanya masih sangat berat bak dihantam batu."Kepalaku sakit, aku harus ke dokter.." ucap Amar sambil menahan nyeri.Amar membuka selimutnya dan ia terkejut dengan tubuhnya yang polos tak memakai apapun. Tapi karena sakit kepala yang benar-benar dirasakannya. Dia tak perduli.Pikirannya saat ini harus ke rumah sakit dan bertemu dokter."Bodoh!!" Kutuk Amar setelah ia mengingat semuanya."Kenapa aku sama sekali tidak mencurigai semuanya? Aku berada dalam satu kamar yang sama dengan Aurel malam itu.. tapi aku tak mengingat apapun! Yang aku ingat hanya sakit kepala saja!"Amar merasa dirinya pasti sudah dijebak oleh wanita bersuara manja itu.Selama ini ia teralihkan karena urusannya dengan Raina. Masalah itu tertutupi karena kebenciannya yang amat sangat dengan Raina.
Berbagai bau khas mengguggah selera membelai para pecinta kuliner yang sedang menikmati waktu senja di taman rekreasi itu.Banyak jenis makanan di jajakan, termasuk juga Donat Raina.Raina berjaga di standnya yang kecil. Di hanya diberi tempat 1x1 meter untuk mendagangkan donatnya.Donat dengan aneka rasa. Beberapa anak kecil merengek kepada orang tua mereka untuk membeli Donat Raina.Hampir setiap sore Raina berdagang disini bersama dengan pedagang lainnya dan menjelang maghrib mereka akan kembali ke rumah."Pusing, dek?" Tanya salah satu ibu-ibu penjual rujak yang bersebelahan dengan stand Raina.Raina hanya tersenyum. Sedari tadi minyak kayu putih selalu bertengger di hidungnya.Aroma durian yang ada di sebrangnya membuatnya mual dan pusing setengah mati."Ini buat nyemil.." ucap ibu penjual rujak menyodorkan satu bungkus buah rujak."Tidak usah, bu.." tolak Raina halus.
Tubuh Raina bergetar hebat saat memasuki ruang persidangan. Dia berusaha mati-matian untuk tidak mengangkat wajahnya agar pandangannya tidak jatuh kepada lelaki itu.Lelaki yang menyiksanya dengan hebat. Mantan suaminya. Amar.Bukan Raina tak tahu jika Amar terus menerus memandanginya selama proses persidangan seakan-akan wanita itu adalah terdakwa yang sebenarnya.Semua ini karena Wira..Raina yang awalnya ragu untuk membantu Amar karena masih trauma akhirnya menjadi luluh mendengar cerita lelaki itu. Saat ini Amar tak berdaya. Ia difitnah. Tapi tak ada satupun bukti yang bisa menolongnya.Wira tidak sengaja bertemu dengan Raina sore itu di kala Raina sedang menjajakan dagangannya.Lepas dari kehidupan Amar, Raina kembali merajut hidupnya yang terkoyak.Mewarisi kepandaian memasak ibunya, Raina berjualan donat di sebuah taman rekreasi yang juga terdapat banyak pedagang kaki lima.D
Amar terduduk lesu di kursi pesakitannya. Dia sama sekali tak mau membalas tatapan mata tajam yang berada di sebrangnya.Tatapan mata puas dari seorang wanita yang sakit hati karena cintanya bertepuk sebelah tangan.Aurellie duduk dengan sombongnya sambil menyilangkan tangannya di dada. Dia puas dengan keputusan hakim tempo lalu dengan menjerat lelaki itu dipenjara."Siapa suruh kau berani menolakku!" Gumam Aurellie sinis sambil menatap Amar.Sentuhan lembut beberapa kali dirasakan oleh Amar di bahunya. Erina yakin akan ada keadilan untuk anaknya, walaupun kemungkinan untuk lepas dari jeratan hukum sangatlah kecil.Namun, ia percaya bahwa kebenaran pasti akan menang.Persidangan ini kembali menampilkan saksi dari pihak Amar. Saksi kunci kejadian pada malam itu.Saksi yang ternyata dibawa langsung oleh Wira..Persidangan dimulai. Erina sangat tegang menantikan siapa saksi yang dimaksud oleh pe
Amar menatap pria yang didepannya ini dengan penuh pertanyaan, sedangkan Wira juga menatap tajam Amar seolah ingin menjawab pertanyaan yang ingin dilontarkan oleh Amar."Jadi, anda pikir saya berselingkuh dengan Raina?"Amar kini tak menjawab. Matanya tetap lurus ke depan menatap pria ini tak percaya."Berarti anda sudah salah paham." Ucap Wira sambil tersenyum."Lalu sebenarnya ada hubungan apa antara anda dan Raina?" Tanya Amar penasaran.Wira terkekeh geli sebelum menjelaskan semuanya pada Amar. Kenyataan sebenarnya mengenai hubungan antara dia dan Raina."Raina sangat berjasa kepada kami, pak Amar. Dia adalah saksi yang membantu kami dalam memecahkan sebuah kasus.""Saksi?""Iya. Anda pasti ingat kasus pembunuhan enam bulan yang lalu di hotel Inara?" Amar tampak mengingat kasus yang dimaksud. Yang ia tahu ada pembunuhan di hotel tersebut dimana korbannya adal
"Kenapa?" Tanya Aurellie kepada Amar yang terus memegang kepalanya.Amar baru saja terbangun dari tidurnya. Kepalanya masih sangat berat bak dihantam batu."Kepalaku sakit, aku harus ke dokter.." ucap Amar sambil menahan nyeri.Amar membuka selimutnya dan ia terkejut dengan tubuhnya yang polos tak memakai apapun. Tapi karena sakit kepala yang benar-benar dirasakannya. Dia tak perduli.Pikirannya saat ini harus ke rumah sakit dan bertemu dokter."Bodoh!!" Kutuk Amar setelah ia mengingat semuanya."Kenapa aku sama sekali tidak mencurigai semuanya? Aku berada dalam satu kamar yang sama dengan Aurel malam itu.. tapi aku tak mengingat apapun! Yang aku ingat hanya sakit kepala saja!"Amar merasa dirinya pasti sudah dijebak oleh wanita bersuara manja itu.Selama ini ia teralihkan karena urusannya dengan Raina. Masalah itu tertutupi karena kebenciannya yang amat sangat dengan Raina.
Ditha tergesa-gesa masuk ke rumah Amar sambil mendorong Mbok Darti yang membukakan pintu untuknya."Ada apa ini?" Tanya Amar kepada Ditha yang sikapnya begitu kasar pada pembantunya."Ada hubungan apa kamu dengan Aurel?" Tanya Ditha tajam. Kobaran api terlihat dari manik matanya."Aurel? Aurel siapa??" Tanya Amar bingung."Ada hubungan apa kamu dengan Aurel???!!" Tanya Ditha kembali dengan intonasi yang tinggi."Kamu sudah gila, ya!!! Kamu datang kemari tiba-tiba dan bertanya mengenai Aurel!! Aurel siapaaa???!!" Balas Amar dengan nada tinggi yang sama."Aurellie!! Rekan kerja kita dulu di perusahaan!!" Ucap Ditha tak sabar.Amar mengingat Aurellie mana yang dimaksud Ditha."Oh, perempuan itu. Aku tidak ada hubungan dengannya." Jawab Amar santai."Bohong kamu!! Terus foto itu apa maksudnya??""Foto apalagi sih? Apa maksudmu?" Tanya Amar yang mulai lel
Samar-samar Raina membuka matanya. Bau khas alkohol dan antiseptik bercampur membelai hidungnya.Tirai putih, suara berisik dari luar menyadarkan dirinya."Mbak, sudah sadar?" Tanya seorang wanita yang memakai jas dokter.Raina menatap wanita itu dengan nanar. Dimana sekarang dia berada?"Mbak berada di igd rumah sakit. Tadi ada warga yang menemukan mbak pingsan di pinggir jalan.Sesuai kartu identitas, apakah benar nama anda Raina Afifah?" Tanya dokter wanita itu."Benar dok..," jawab Raina lemah."Saya sudah memeriksa anda. Tensi anda dan kadar gula darah anda tadi sangat rendah. Oleh karena itu kami memasang infus di tangan anda. Sekarang apakah ada keluhan lainnya?"Raina tampak berpikir sebentar. "Kepala saya sakit sekali dok..,""Baik.. lalu apa lagi?""Sepertinya itu saja dok.." jawab Raina masih lemah."Apa saya boleh berta
Adzan subuh berkumandang, Raina yang terus terjaga semalaman membangunkan dirinya pelan-pelan. Tulangnya remuk, badannya hancur. Sakit dirasakan disekujur tubuhnya.Perlahan dia terduduk dan menoleh ke sisinya. Lelaki yang dicintainya itu tengah tertidur pulas dengan dengkuran halus yang terdengar dari mulutnya. Amar tertidur sambil menghadapnya.Raina menatap lelaki itu dengan sedih.Teman masa kecilnya, cinta pertamanya yang terkenal lembut dan penuh dengan kasih sayang kini telah berubah menjadi lelaki dewasa yang sangat kasar dan kejam.Hanya butuh beberapa jam saja, mereka berdua sudah resmi berpisah karena hari ini adalah hari perceraian mereka.Dengan tertatih Raina keluar dari rumah itu. Rumah yang sudah ditempatinya selama enam bulan. Rumah yang menyimpan banyak kenangan buruk.Sambil menyusuri jalanan yang masih sepi dengan rasa dingin yang menusuk tulang. Raina melangkahkan kakinya tanpa tahu kemana dia
Ponsel Amar terus berdering dari tadi. Amar yang sedang gundah menolak panggilan itu. Sampai akhirnya ponsel itu kembali bergetar tapi tak sehebat tadi.Sebuah notif muncul di jendela ponselnya.'Kamu kemana sih sayang?''Ngomong-ngomong tadi aku menghubungi pengacaramu.. selamat ya.. kamu sudah resmi bercerai..''Aku sudah tidak sabar lagi menanti hari pernikahan kita!!'Pesan berantai itu masuk ke ponsel Amar. Amar hanya membacanya dari jendela ponsel, sudah pasti pengirimnya dari Ditha.Wanita yang sudah menjalani hubungan kurang lebih tiga bulan dengannya. Amar mengatakan kepada Raina bahwa Ditha itu kekasihnya. Sebenarnya tujuan Amar mengencani Ditha hanya untuk melihat reaksi Raina saja. Tidak lebih.Tapi karena Ditha memang terobsesi kepadanya semenjak lama, mau tak mau Amar menyambut gayung cinta darinya. Walaupun hatinya ragu apakah dia benar-benar mencintai Ditha.. atau w