Amar menatap pria yang didepannya ini dengan penuh pertanyaan, sedangkan Wira juga menatap tajam Amar seolah ingin menjawab pertanyaan yang ingin dilontarkan oleh Amar.
"Jadi, anda pikir saya berselingkuh dengan Raina?" Amar kini tak menjawab. Matanya tetap lurus ke depan menatap pria ini tak percaya. "Berarti anda sudah salah paham." Ucap Wira sambil tersenyum. "Lalu sebenarnya ada hubungan apa antara anda dan Raina?" Tanya Amar penasaran. Wira terkekeh geli sebelum menjelaskan semuanya pada Amar. Kenyataan sebenarnya mengenai hubungan antara dia dan Raina. "Raina sangat berjasa kepada kami, pak Amar. Dia adalah saksi yang membantu kami dalam memecahkan sebuah kasus." "Saksi?" "Iya. Anda pasti ingat kasus pembunuhan enam bulan yang lalu di hotel Inara?" Amar tampak mengingat kasus yang dimaksud. Yang ia tahu ada pembunuhan di hotel tersebut dimana korbannya adalah seorang gadis SMA. Dan setelahnya ia juga menemukan Raina berada di hotel yang sama. "Lalu hubungannya?" Tanya Amar. Akhirnya Wira menceritakan semua kisahnya. Raina yang masih bekerja di toko bunga mendapatkan pesanan untuk mengantarkan buket mawar merah kepada seseorang yang berada di kamar nomor 306 hotel Inara. Seorang pria muda. Raina mengantar bunga tersebut pukul 14 siang sesuai dengan kesepakatan. Sesampainya disana, Raina yang sudah mengetuk pintu beberapa kali menaruh curiga karena tak ada balasan dari dalam. Apalagi sang pemesan bunga juga sulit sekali dihubungi. Saat Raina beranjak pulang, ia mendengar suara jeritan perempuan. Karena merasa tak beres, dia memanggil sekurity hotel dan benar saja telah terjadi pembunuhan disana. Seorang perempuan yang masih memakai seragam SMA tewas di tangan seorang pria muda yang merupakan kekasihnya. Hal itu dikarenakan perempuan itu ternyata tengah berbadan dua dan meminta pertanggung jawaban pria tersebut. Keduanya sempat bertengkar hebat karena lelaki itu tidak mau bertanggung jawab. Padahal maksud pertemuan mereka di hotel tersebut untuk merayakan hari jadi mereka. Oleh karena itu sang pria muda memesan bunga pada Raina. Setelah bertengkar, pria yang sudah naik pitam itu melakukan aniaya fisik dan juga seksual yang mengakibatkan kematian pada sang perempuan. Raina dan pihak keamanan hotel menjadi saksi kunci kejadian tersebut. Karena pria tersebut dari keluarga yang terpandang sehingga sangat sulit untul ditembus. Dengan bantuan Raina, semua bukti mengarah kepada pria tersebut dan kini ia mendekam di penjara. "Dan apa yang anda lihat waktu itu adalah tepat dimana kami dari pihak kepolisian meminta bantuan Raina untuk mengikuti rekontruksi ulang kejadian di kamar 306," jelas Wira. Amar mengusap wajahnya dengan tangan. Bayangan waktu itu mampir lagi di ingatannya. Dia melihat Raina masuk dari kamar hotel tersebut dengan Wira, tapi dia tak menyadari bahwa dari dalam kamar ada orang yang juga menyambut mereka. Karena setelah itu Amar memilih menyingkir menunggu di Loby hotel. Ia terbakar api cemburu. "Saya juga masih ingat sekali. Waktu itu kami ingin mengajak Raina makan malam sebagai ucapan terimakasih. Tapi ia memilih pulang. Katanya ia sudah memiliki janji makan malam dengan calon suaminya.. dan mereka berencana menikah dua minggu lagi." Amar kini terperangah menatap Wira. Bak piringan hitam, satu per satu memori bermain di otaknya. Amar dan Raina memang berjanji untuk makan malam bersama. Raina bahkan memberikan Amar satu buket bunga mawar berwarna pink yang sangat indah. Tapi sayangnya Amar malah menghempaskan bunga itu. Memfitnahnya, mencacinya dan mengeluarkan kata-kata kasar pada wanita ayu itu. "Tapi.. saya sedikit terkejut tadi dengan ucapan anda. Mantan istri? Apa maksudnya anda sudah bercerai dari Raina?" Tanya Wira. Amar yang naik pitam dan tak mempercayai ucapan Raina menemui kedua orangtuanya dan berniat membatalkan rencana pernikahan mereka. Tapi, Erina dan Wijaya tak percaya. Mereka meyakini bahwa apa yang terjadi pada Amar dan Raina hanya kesalahpahaman saja. Erina bahkan memohon sambil menangis agar pernikahan keduanya tetap dilangsungkan. Bahkan Erina mengancam untuk menyakiti dirinya sendiri jika Amar sampai berani mencampakkan Raina. Sampai akhirnya, pernikahan tanpa cinta itu dilaksanakan.. Amar yang sudah dibutakan oleh kebencian selalu menyiksa lahir dan batin Raina. Mencacinya dengan kata-kata kasar, tak memberikannya hak sebagai seorang istri, menyakiti fisiknya, dan berselingkuh secara terang-terangan di depannya. Sampai akhirnya Amar tak tahan lagi. Dia muak dengan kepolosan Raina yang dianggapnya sebagai kepura-puraan dan memutuskan untuk menceraikan wanita itu lalu membuangnya ke tempat sampah. Melihat Amar yang tertunduk tanpa memberikan reaksi apapun, Wira sudah menebak apa yang telah terjadi di antara pernikahan mereka. "Saya turut menyesal atas perceraian kalian.. Tapi apakah boleh saya tahu apa alasan perceraian kalian? Apa mungkin karena anda berpikir bahwa Raina sudah berselingkuh dengan saya?" Kini dengan kehati-hatian Wira bertanya kembali. Amar menatap Wira dengan tatapan sedih. "Itu semua tidak benar, pak Amar. Raina adalah wanita yang setia. Saya masih ingat betapa berbinarnya Raina saat menceritakan tentang anda kepada kami saat itu. Dia benar-benar tulus mencintai anda.." jelas Wira bijak yang membuat Amar semakin sedih. Amar yang bodoh! Amar yang buta! Amar yang tuli! Itulah umpatan yang selalu di ucapkan dalam hati Amar. Andai saja saat itu dia mau mendengarkan Raina, dia tak akan merasakan kehilangan seperti ini. Raina menjadi sakit karenanya. Hatinya. Fisiknya. Entah kemana dia sekarang berada. Dan semua malapetaka ini juga terjadi karena dirinya sendiri, jika saja malam itu ia tak pergi bersama Aurellie demi menghindari Raina. Mungkin musibah ini tak akan terjadi. Amar mengutuk kebodohan dirinya sendiri. Dia merasa hancur luar biasa. Di dalam kamar tahanan ini dia terpekur sedih. Lantai yang dingin membuat matanya terasa panas. Satu persatu air mata jatuh dari matanya. Ia menyesali seluruh perbuatannya kepada Raina. "Maafkan aku, Raina.. maafkan aku...," lirih Amar dalam kesedihannya. "Entah iblis apa yang sudah memasukiku sampai aku dengan tega menyakitimu.. aku mohon maafkan aku.." Amar menelungkupkan wajahnya ke dalam dekapannya sendiri. Dia hanya mengucapkan kata maaf tanpa ada raga Raina di hadapannya. Sekonyong-konyong rasa cinta itu terbit kembali, bahkan lebih besar dari sebelumnya. Namun sayang, wanita itu kini sudah pergi dari kehidupannya.. *** "Kami akan mencari saksi untuk menolong anda di persidangan dua hari lagi," ucap pengacara Amar. Amar sudah tidak memiliki semangat lagi. Saksi apa lagi maksudnya? Sedangkan kehadiran ketiga saksi kemarin saja sudah memberatkan hukumannya. "Sepertinya sulit untuk memenangkan kasus ini, pak. Saya rasa semua yang kita lakukan tak ada hasilnya." Kata Amar putus asa. "Tidak, pak! Jangan putus asa terlebih dahulu! Yakinlah kita pasti bisa menang!" Ujar pengacara itu semangat. Amar hanya menarik nafas lelahnya. Dia sudah belajar untuk ikhlas. Mungkin ini adalah salah satu bentuk hukuman kepadanya karena menyakiti Raina. Hubungannya dengan Ditha juga sudah kandas. Ditha sudah membatalkan pernikahan mereka dan menyingkir dari kehidupan Amar. Amar tak memiliki siapapun saat ini kecuali dukungan dari orang tua dan pengacaranya. Walaupun ia merasa tak ingin di selamatkan. Sampai akhirnya hari persidangan yang ditunggu pun tiba.. Tabir terungkap. Amar dinyatakan bebas tak bersalah. Dia telah dijebak dan masuk dalam perangkap yang dibuat oleh wanita itu. Kehadiran saksi kunci itu menyelamatkan hidup Amar.. Dan hati Amar merasa tertaut kembali dengan hadirnya saksi kunci itu.. #NextAmar terduduk lesu di kursi pesakitannya. Dia sama sekali tak mau membalas tatapan mata tajam yang berada di sebrangnya.Tatapan mata puas dari seorang wanita yang sakit hati karena cintanya bertepuk sebelah tangan.Aurellie duduk dengan sombongnya sambil menyilangkan tangannya di dada. Dia puas dengan keputusan hakim tempo lalu dengan menjerat lelaki itu dipenjara."Siapa suruh kau berani menolakku!" Gumam Aurellie sinis sambil menatap Amar.Sentuhan lembut beberapa kali dirasakan oleh Amar di bahunya. Erina yakin akan ada keadilan untuk anaknya, walaupun kemungkinan untuk lepas dari jeratan hukum sangatlah kecil.Namun, ia percaya bahwa kebenaran pasti akan menang.Persidangan ini kembali menampilkan saksi dari pihak Amar. Saksi kunci kejadian pada malam itu.Saksi yang ternyata dibawa langsung oleh Wira..Persidangan dimulai. Erina sangat tegang menantikan siapa saksi yang dimaksud oleh pe
Tubuh Raina bergetar hebat saat memasuki ruang persidangan. Dia berusaha mati-matian untuk tidak mengangkat wajahnya agar pandangannya tidak jatuh kepada lelaki itu.Lelaki yang menyiksanya dengan hebat. Mantan suaminya. Amar.Bukan Raina tak tahu jika Amar terus menerus memandanginya selama proses persidangan seakan-akan wanita itu adalah terdakwa yang sebenarnya.Semua ini karena Wira..Raina yang awalnya ragu untuk membantu Amar karena masih trauma akhirnya menjadi luluh mendengar cerita lelaki itu. Saat ini Amar tak berdaya. Ia difitnah. Tapi tak ada satupun bukti yang bisa menolongnya.Wira tidak sengaja bertemu dengan Raina sore itu di kala Raina sedang menjajakan dagangannya.Lepas dari kehidupan Amar, Raina kembali merajut hidupnya yang terkoyak.Mewarisi kepandaian memasak ibunya, Raina berjualan donat di sebuah taman rekreasi yang juga terdapat banyak pedagang kaki lima.D
Berbagai bau khas mengguggah selera membelai para pecinta kuliner yang sedang menikmati waktu senja di taman rekreasi itu.Banyak jenis makanan di jajakan, termasuk juga Donat Raina.Raina berjaga di standnya yang kecil. Di hanya diberi tempat 1x1 meter untuk mendagangkan donatnya.Donat dengan aneka rasa. Beberapa anak kecil merengek kepada orang tua mereka untuk membeli Donat Raina.Hampir setiap sore Raina berdagang disini bersama dengan pedagang lainnya dan menjelang maghrib mereka akan kembali ke rumah."Pusing, dek?" Tanya salah satu ibu-ibu penjual rujak yang bersebelahan dengan stand Raina.Raina hanya tersenyum. Sedari tadi minyak kayu putih selalu bertengger di hidungnya.Aroma durian yang ada di sebrangnya membuatnya mual dan pusing setengah mati."Ini buat nyemil.." ucap ibu penjual rujak menyodorkan satu bungkus buah rujak."Tidak usah, bu.." tolak Raina halus.
"Selamat pagi, Pak Amar. Saya ingin mengabarkan bahwasanya persidangan baru saja selesai. Anda sudah resmi bercerai. Selamat.."Amar menerima telpon dari pengacara perceraiannya. Dia baru saja terbangun dari tidur."Ya Tuhan.. sudah jam 10," Amar melirik jam yang ada di dinding kamarnya.Dia lalu menaruh ponselnya kembali ke atas nakas."Persidangan? Bercerai?" Amar yang belum sadar secara penuh mencoba mengingat-ngingat semuanya."Astagaa!! Hari ini adalah harinya!!"Hari ini adalah hari perceraian Amar dan Raina setelah menjalani biduk rumah tangga yang baru menginjak 6 bulan. Amar bertekad bulat untuk menceraikan Raina. Tak perlu mediasi. Cukup sidang satu kali saja dan tak ada pembagian harta gono gini.Raina tak berhak atas harta yang Amar miliki.Amar juga sudah mengutus pengacara perceraiannya untuk mengurus semuanya sehingga dia tidak perlu repot untuk hadir. Dia s
Ponsel Amar terus berdering dari tadi. Amar yang sedang gundah menolak panggilan itu. Sampai akhirnya ponsel itu kembali bergetar tapi tak sehebat tadi.Sebuah notif muncul di jendela ponselnya.'Kamu kemana sih sayang?''Ngomong-ngomong tadi aku menghubungi pengacaramu.. selamat ya.. kamu sudah resmi bercerai..''Aku sudah tidak sabar lagi menanti hari pernikahan kita!!'Pesan berantai itu masuk ke ponsel Amar. Amar hanya membacanya dari jendela ponsel, sudah pasti pengirimnya dari Ditha.Wanita yang sudah menjalani hubungan kurang lebih tiga bulan dengannya. Amar mengatakan kepada Raina bahwa Ditha itu kekasihnya. Sebenarnya tujuan Amar mengencani Ditha hanya untuk melihat reaksi Raina saja. Tidak lebih.Tapi karena Ditha memang terobsesi kepadanya semenjak lama, mau tak mau Amar menyambut gayung cinta darinya. Walaupun hatinya ragu apakah dia benar-benar mencintai Ditha.. atau w
Adzan subuh berkumandang, Raina yang terus terjaga semalaman membangunkan dirinya pelan-pelan. Tulangnya remuk, badannya hancur. Sakit dirasakan disekujur tubuhnya.Perlahan dia terduduk dan menoleh ke sisinya. Lelaki yang dicintainya itu tengah tertidur pulas dengan dengkuran halus yang terdengar dari mulutnya. Amar tertidur sambil menghadapnya.Raina menatap lelaki itu dengan sedih.Teman masa kecilnya, cinta pertamanya yang terkenal lembut dan penuh dengan kasih sayang kini telah berubah menjadi lelaki dewasa yang sangat kasar dan kejam.Hanya butuh beberapa jam saja, mereka berdua sudah resmi berpisah karena hari ini adalah hari perceraian mereka.Dengan tertatih Raina keluar dari rumah itu. Rumah yang sudah ditempatinya selama enam bulan. Rumah yang menyimpan banyak kenangan buruk.Sambil menyusuri jalanan yang masih sepi dengan rasa dingin yang menusuk tulang. Raina melangkahkan kakinya tanpa tahu kemana dia
Samar-samar Raina membuka matanya. Bau khas alkohol dan antiseptik bercampur membelai hidungnya.Tirai putih, suara berisik dari luar menyadarkan dirinya."Mbak, sudah sadar?" Tanya seorang wanita yang memakai jas dokter.Raina menatap wanita itu dengan nanar. Dimana sekarang dia berada?"Mbak berada di igd rumah sakit. Tadi ada warga yang menemukan mbak pingsan di pinggir jalan.Sesuai kartu identitas, apakah benar nama anda Raina Afifah?" Tanya dokter wanita itu."Benar dok..," jawab Raina lemah."Saya sudah memeriksa anda. Tensi anda dan kadar gula darah anda tadi sangat rendah. Oleh karena itu kami memasang infus di tangan anda. Sekarang apakah ada keluhan lainnya?"Raina tampak berpikir sebentar. "Kepala saya sakit sekali dok..,""Baik.. lalu apa lagi?""Sepertinya itu saja dok.." jawab Raina masih lemah."Apa saya boleh berta
Ditha tergesa-gesa masuk ke rumah Amar sambil mendorong Mbok Darti yang membukakan pintu untuknya."Ada apa ini?" Tanya Amar kepada Ditha yang sikapnya begitu kasar pada pembantunya."Ada hubungan apa kamu dengan Aurel?" Tanya Ditha tajam. Kobaran api terlihat dari manik matanya."Aurel? Aurel siapa??" Tanya Amar bingung."Ada hubungan apa kamu dengan Aurel???!!" Tanya Ditha kembali dengan intonasi yang tinggi."Kamu sudah gila, ya!!! Kamu datang kemari tiba-tiba dan bertanya mengenai Aurel!! Aurel siapaaa???!!" Balas Amar dengan nada tinggi yang sama."Aurellie!! Rekan kerja kita dulu di perusahaan!!" Ucap Ditha tak sabar.Amar mengingat Aurellie mana yang dimaksud Ditha."Oh, perempuan itu. Aku tidak ada hubungan dengannya." Jawab Amar santai."Bohong kamu!! Terus foto itu apa maksudnya??""Foto apalagi sih? Apa maksudmu?" Tanya Amar yang mulai lel
Berbagai bau khas mengguggah selera membelai para pecinta kuliner yang sedang menikmati waktu senja di taman rekreasi itu.Banyak jenis makanan di jajakan, termasuk juga Donat Raina.Raina berjaga di standnya yang kecil. Di hanya diberi tempat 1x1 meter untuk mendagangkan donatnya.Donat dengan aneka rasa. Beberapa anak kecil merengek kepada orang tua mereka untuk membeli Donat Raina.Hampir setiap sore Raina berdagang disini bersama dengan pedagang lainnya dan menjelang maghrib mereka akan kembali ke rumah."Pusing, dek?" Tanya salah satu ibu-ibu penjual rujak yang bersebelahan dengan stand Raina.Raina hanya tersenyum. Sedari tadi minyak kayu putih selalu bertengger di hidungnya.Aroma durian yang ada di sebrangnya membuatnya mual dan pusing setengah mati."Ini buat nyemil.." ucap ibu penjual rujak menyodorkan satu bungkus buah rujak."Tidak usah, bu.." tolak Raina halus.
Tubuh Raina bergetar hebat saat memasuki ruang persidangan. Dia berusaha mati-matian untuk tidak mengangkat wajahnya agar pandangannya tidak jatuh kepada lelaki itu.Lelaki yang menyiksanya dengan hebat. Mantan suaminya. Amar.Bukan Raina tak tahu jika Amar terus menerus memandanginya selama proses persidangan seakan-akan wanita itu adalah terdakwa yang sebenarnya.Semua ini karena Wira..Raina yang awalnya ragu untuk membantu Amar karena masih trauma akhirnya menjadi luluh mendengar cerita lelaki itu. Saat ini Amar tak berdaya. Ia difitnah. Tapi tak ada satupun bukti yang bisa menolongnya.Wira tidak sengaja bertemu dengan Raina sore itu di kala Raina sedang menjajakan dagangannya.Lepas dari kehidupan Amar, Raina kembali merajut hidupnya yang terkoyak.Mewarisi kepandaian memasak ibunya, Raina berjualan donat di sebuah taman rekreasi yang juga terdapat banyak pedagang kaki lima.D
Amar terduduk lesu di kursi pesakitannya. Dia sama sekali tak mau membalas tatapan mata tajam yang berada di sebrangnya.Tatapan mata puas dari seorang wanita yang sakit hati karena cintanya bertepuk sebelah tangan.Aurellie duduk dengan sombongnya sambil menyilangkan tangannya di dada. Dia puas dengan keputusan hakim tempo lalu dengan menjerat lelaki itu dipenjara."Siapa suruh kau berani menolakku!" Gumam Aurellie sinis sambil menatap Amar.Sentuhan lembut beberapa kali dirasakan oleh Amar di bahunya. Erina yakin akan ada keadilan untuk anaknya, walaupun kemungkinan untuk lepas dari jeratan hukum sangatlah kecil.Namun, ia percaya bahwa kebenaran pasti akan menang.Persidangan ini kembali menampilkan saksi dari pihak Amar. Saksi kunci kejadian pada malam itu.Saksi yang ternyata dibawa langsung oleh Wira..Persidangan dimulai. Erina sangat tegang menantikan siapa saksi yang dimaksud oleh pe
Amar menatap pria yang didepannya ini dengan penuh pertanyaan, sedangkan Wira juga menatap tajam Amar seolah ingin menjawab pertanyaan yang ingin dilontarkan oleh Amar."Jadi, anda pikir saya berselingkuh dengan Raina?"Amar kini tak menjawab. Matanya tetap lurus ke depan menatap pria ini tak percaya."Berarti anda sudah salah paham." Ucap Wira sambil tersenyum."Lalu sebenarnya ada hubungan apa antara anda dan Raina?" Tanya Amar penasaran.Wira terkekeh geli sebelum menjelaskan semuanya pada Amar. Kenyataan sebenarnya mengenai hubungan antara dia dan Raina."Raina sangat berjasa kepada kami, pak Amar. Dia adalah saksi yang membantu kami dalam memecahkan sebuah kasus.""Saksi?""Iya. Anda pasti ingat kasus pembunuhan enam bulan yang lalu di hotel Inara?" Amar tampak mengingat kasus yang dimaksud. Yang ia tahu ada pembunuhan di hotel tersebut dimana korbannya adal
"Kenapa?" Tanya Aurellie kepada Amar yang terus memegang kepalanya.Amar baru saja terbangun dari tidurnya. Kepalanya masih sangat berat bak dihantam batu."Kepalaku sakit, aku harus ke dokter.." ucap Amar sambil menahan nyeri.Amar membuka selimutnya dan ia terkejut dengan tubuhnya yang polos tak memakai apapun. Tapi karena sakit kepala yang benar-benar dirasakannya. Dia tak perduli.Pikirannya saat ini harus ke rumah sakit dan bertemu dokter."Bodoh!!" Kutuk Amar setelah ia mengingat semuanya."Kenapa aku sama sekali tidak mencurigai semuanya? Aku berada dalam satu kamar yang sama dengan Aurel malam itu.. tapi aku tak mengingat apapun! Yang aku ingat hanya sakit kepala saja!"Amar merasa dirinya pasti sudah dijebak oleh wanita bersuara manja itu.Selama ini ia teralihkan karena urusannya dengan Raina. Masalah itu tertutupi karena kebenciannya yang amat sangat dengan Raina.
Ditha tergesa-gesa masuk ke rumah Amar sambil mendorong Mbok Darti yang membukakan pintu untuknya."Ada apa ini?" Tanya Amar kepada Ditha yang sikapnya begitu kasar pada pembantunya."Ada hubungan apa kamu dengan Aurel?" Tanya Ditha tajam. Kobaran api terlihat dari manik matanya."Aurel? Aurel siapa??" Tanya Amar bingung."Ada hubungan apa kamu dengan Aurel???!!" Tanya Ditha kembali dengan intonasi yang tinggi."Kamu sudah gila, ya!!! Kamu datang kemari tiba-tiba dan bertanya mengenai Aurel!! Aurel siapaaa???!!" Balas Amar dengan nada tinggi yang sama."Aurellie!! Rekan kerja kita dulu di perusahaan!!" Ucap Ditha tak sabar.Amar mengingat Aurellie mana yang dimaksud Ditha."Oh, perempuan itu. Aku tidak ada hubungan dengannya." Jawab Amar santai."Bohong kamu!! Terus foto itu apa maksudnya??""Foto apalagi sih? Apa maksudmu?" Tanya Amar yang mulai lel
Samar-samar Raina membuka matanya. Bau khas alkohol dan antiseptik bercampur membelai hidungnya.Tirai putih, suara berisik dari luar menyadarkan dirinya."Mbak, sudah sadar?" Tanya seorang wanita yang memakai jas dokter.Raina menatap wanita itu dengan nanar. Dimana sekarang dia berada?"Mbak berada di igd rumah sakit. Tadi ada warga yang menemukan mbak pingsan di pinggir jalan.Sesuai kartu identitas, apakah benar nama anda Raina Afifah?" Tanya dokter wanita itu."Benar dok..," jawab Raina lemah."Saya sudah memeriksa anda. Tensi anda dan kadar gula darah anda tadi sangat rendah. Oleh karena itu kami memasang infus di tangan anda. Sekarang apakah ada keluhan lainnya?"Raina tampak berpikir sebentar. "Kepala saya sakit sekali dok..,""Baik.. lalu apa lagi?""Sepertinya itu saja dok.." jawab Raina masih lemah."Apa saya boleh berta
Adzan subuh berkumandang, Raina yang terus terjaga semalaman membangunkan dirinya pelan-pelan. Tulangnya remuk, badannya hancur. Sakit dirasakan disekujur tubuhnya.Perlahan dia terduduk dan menoleh ke sisinya. Lelaki yang dicintainya itu tengah tertidur pulas dengan dengkuran halus yang terdengar dari mulutnya. Amar tertidur sambil menghadapnya.Raina menatap lelaki itu dengan sedih.Teman masa kecilnya, cinta pertamanya yang terkenal lembut dan penuh dengan kasih sayang kini telah berubah menjadi lelaki dewasa yang sangat kasar dan kejam.Hanya butuh beberapa jam saja, mereka berdua sudah resmi berpisah karena hari ini adalah hari perceraian mereka.Dengan tertatih Raina keluar dari rumah itu. Rumah yang sudah ditempatinya selama enam bulan. Rumah yang menyimpan banyak kenangan buruk.Sambil menyusuri jalanan yang masih sepi dengan rasa dingin yang menusuk tulang. Raina melangkahkan kakinya tanpa tahu kemana dia
Ponsel Amar terus berdering dari tadi. Amar yang sedang gundah menolak panggilan itu. Sampai akhirnya ponsel itu kembali bergetar tapi tak sehebat tadi.Sebuah notif muncul di jendela ponselnya.'Kamu kemana sih sayang?''Ngomong-ngomong tadi aku menghubungi pengacaramu.. selamat ya.. kamu sudah resmi bercerai..''Aku sudah tidak sabar lagi menanti hari pernikahan kita!!'Pesan berantai itu masuk ke ponsel Amar. Amar hanya membacanya dari jendela ponsel, sudah pasti pengirimnya dari Ditha.Wanita yang sudah menjalani hubungan kurang lebih tiga bulan dengannya. Amar mengatakan kepada Raina bahwa Ditha itu kekasihnya. Sebenarnya tujuan Amar mengencani Ditha hanya untuk melihat reaksi Raina saja. Tidak lebih.Tapi karena Ditha memang terobsesi kepadanya semenjak lama, mau tak mau Amar menyambut gayung cinta darinya. Walaupun hatinya ragu apakah dia benar-benar mencintai Ditha.. atau w